LP Acs
LP Acs
LP Acs
Sindrom koroner akut (SKA) adalah merupakan satu dari tiga penyakit
pembuluh darah arteri koroner, yaitu : ST-Elevasi infark miokard (30 %),
Non ST-Elevation infark miokard (25 %), dan Angina Pectoris Tidak Stabil
(25 %).
B. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
Faktor pembuluh darah :
a. Aterosklerosis.
b. Spasme
c. Arteritis
Faktor sirkulasi :
a. Hipotensi
b. Stenosis aorta
c. Insufisiensi
Faktor darah :
a. Anemia
b. Hipoksemia
c. Polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :
1. Aktifitas berlebihan
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1. Kerusakan miocard
2. Hypertropi miocard
3. Hypertensi diastolik
2. Faktor predisposisi
Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia > 40 tahun
b. Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
3. Faktor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor :
Hiperlipidemia
Hipertensi
Merokok
Diabetes
Obesitas
Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor:
Inaktifitas fisik
Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
Stress psikologis berlebihan.
C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri :
Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan
terus-menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal
bawah dan abdomen bagian atas.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri
epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi,
dan penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung
D. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal Jantung ( Heart Failure)
5. Emboli Paru
6. Ruptur septum ventikuler
7. Ruptur muskulus papilaris
8. Aneurisma Ventrikel
E. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri
besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi
nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh
darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen
pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik
dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah
terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung
terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan
penyakit aterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus
pada permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke
dalam plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak
pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri
koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Hal ini di dukung dengan
struktur arteri koroner yang rentan terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner
tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi
yang rentan untuk terbentuknya atheroma.
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan
Infark. Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat
sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan
mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan
kematian otot atau nekrosis. Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat
menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard). Ventrikel kiri merupakan
ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini
disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi.
Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan tidak
cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat
menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T
inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai
energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri.
Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut
ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun. Perubahan kontraksi ini
dapat menyebakan penurunan curah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri
sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina pektoris
merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina
pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina
Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul
saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan
istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada
saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa
nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh
spasme arteri koroner. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat
menyebabkan kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis).
Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti
berkontraksi secara permanen (yang sering disebut infark).
F. Pemeriksaan diagnostik
1.
EKG
STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :
hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q
pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru.
Perubahan EKG berupa elevasi segment ST 1 mm pada 2 sadapan
yang berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi 2 mm pada 2
sadapan chest lead.
NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST 1 mm pada 2
sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi 2
mm pada 2 sadapan chest lead.
Gambaran EKG
Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa
AKS.Pemeriksaan tyang sederhana,murah tapi mempunyai nilai klinis
yang
tinggi.
besar
kemungkinan
nonkardiac
pain.
Sementara
Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4.
5.
Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
6.
AGD
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7.
8.
Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
9.
Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
G. Penatalaksanaan Medik
Tujuan terapi pada penderita AKS, yaitu men-stabilkan angina (pada APTS)
dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada infark. Masa-masa kritis pada
Pasien puasa 4-6 jam, setelah pasien tidak ada keluhan nyeri dada dapat
diit cair
Oksigen
2. Khusus
B Bloker
Mengurangi konsumsi oksigen. Pilihan pada B Bloker non ISA.
KI pada AV blok,Asma Bronkial,Severe LHF. Pemberian B bloker dapat
menurunkan progresif AKS sekitar 13 %.
ACE Inhibitor
Hari pertama serangan, mampu menurunkan mortalitas fasca infark.
Trombolitik Terapi
Pemberian Trombolitik terapi hanya pada Infrak dengan Gelombang Q (ST
elevasi),sedang pada infark non Q dan APTS tidak ada manfaat pemberian
trombolitk.
Heparin
UFH (unfraksional heparin), risiko perdarahan memerlukan monitor
APTTT,dosis bolus 5000 IU,diikuti dengan infus 1000 IU/jam (2-2,5 x nilai
APTT baseline). Low Molucle Weight Heparin (LMWH) lebih aman,risiko
perdarahan kecil dan tidak memerlukan pemantauan APTT. Dosis sesuai
dengan berat badan, 1 mg/kgBB.
CABG
mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam
satu tahun setelah diagnosis di tegak kan (Trisnohadi, 2006).
c. Patogenesis Penyakit
Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina
pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total
dari pembuluh koroner yang sebelunya mempunyai penyempitan yang
mininal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien
dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%.
Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan
pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti
yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima
yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang
keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik
melemahkan dinding plak (fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus
menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi
segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil
(Trisnohadi, 2006).
Trombosis dan agregasi trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu
dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak
terganggu di sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel
otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah
berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor
VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi, 2006).
Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina
tak stabil. Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus
Terapi medikamentosa
Obat anti iskemia
Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.
Obat anti agregasi trombosit
Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa
Obat anti trombin
Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan
plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap
yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang
poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein
adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat
mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelets dan agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan
tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi,
mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner
dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).
d. Diagnosis Dan Pemeriksaan
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria
nyeri dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI
merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti
hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit
jantung koroner di keluarga (Alwi, 2006). Pada hampir setengah kasus,
terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik
berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun
STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di
laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun
tidur. Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa
istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat
adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan
S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik
apikal yang bersifat sementara (Alwi, 2006). Selain itu diagnosis STEMI
ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih 2mm,
minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang
lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi, 2006).
e. Penatalaksanaan STEMI
Tatalaksana di rumah sakit
ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet,
karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard,
pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12
jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan
kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium,
magnesium, dan rendah natrium. Bowels, istirahat di tempat tidur.
Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga di
anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin. Sedasi, pasien
memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode
inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2006).
Terapi farmakologis
Fibrinolitik
Antitrombotik
Inhibitor ACE
Beta-Blocker
A. Pengkajian
1) Aktifitas
Gejala :
Kelemahan,
Kelelahan
Tidak dapat tidur.
Pola hidup menetap
Jadwal olahraga tidak teratur
Tanda :
Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat IMA sebelumnya
Penyakit arteri koroner
Masalah tekanan darah
Diabetes mellitus.
Tanda :
TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari
3) Integritas ego
Gejala :
Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati
Perasaan ajal sudah dekat
Marah pada penyakit atau perawatan
Khawatir tentang keuangan, kerja dan keluarga.
Tanda
Menolak
Menyangkal
Cemas
Kurang kontak mata
Gelisah
Marah
Perilaku menyerang
Fokus pada diri sendiri
Koma nyeri.
4) Eliminasi
Tanda :
Normal
Bunyi usus menurun.
6) Higiene
Gejala atau tanda :
Kesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala :
Pusing
Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
Tanda :
Perubahan mental
Kelemahan
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
Diagnosa
Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kolaborasi
Nyeri akut
berhubungan dengan:
Agen injuri (biologi,
kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan
DS:
- Laporan secara
verbal
DO:
- Posisi untuk
menahan nyeri
- Tingkah laku berhatihati
- Gangguan tidur
(mata sayu, tampak
capek, sulit atau
gerakan kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan
proses berpikir,
penurunan interaksi
dengan orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku
distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui
orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan
autonomic dalam
tonus otot (mungkin
dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku
NOC :
Pain Level,
pain control,
comfort level
Setelah
dilakukan
tinfakan
keperawatan
selama . Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan
kriteria hasil:
Mampu
mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda
vital
dalam
rentang normal
Tidak
mengalami
gangguan tidur
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas
dala,
relaksasi,
distraksi,
kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang
dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Diagnosa
Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kolaborasi
Penurunan curah
jantung b/d gangguan
irama jantung, stroke
volume, pre load dan
afterload, kontraktilitas
jantung.
DO/DS:
- Aritmia, takikardia,
bradikardia
- Palpitasi, oedem
- Kelelahan
- Peningkatan/penuru
nan JVP
- Distensi vena
jugularis
- Kulit dingin dan
lembab
- Penurunan denyut
nadi perifer
- Oliguria, kaplari refill
lambat
- Nafas pendek/ sesak
nafas
- Perubahan warna
kulit
- Batuk, bunyi jantung
NOC :
NIC :
Evaluasi adanya nyeri dada
Cardiac Pump
Catat adanya disritmia jantung
effectiveness
Catat adanya tanda dan gejala
Circulation Status
penurunan cardiac putput
Vital Sign Status
S3/S4
- Kecemasan
Monitor
frekuensi
dan
irama
pernapasan
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi
yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
Sediakan informasi untuk mengurangi
stress
Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas
jantung
Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
Minimalkan stress lingkungan
Diagnosa
Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kolaborasi
Gangguan Pertukaran
gas
Berhubungan dengan :
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
perubahan membran
kapiler-alveolar
DS:
sakit kepala ketika
bangun
Dyspnoe
Gangguan
penglihatan
DO:
Penurunan CO2
Takikardi
NOC:
Respiratory Status :
Gas exchange
Keseimbangan
asam
Basa, Elektrolit
Respiratory Status :
ventilation
Vital Sign Status
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama . Gangguan
pertukaran pasien teratasi
dengan kriteria hasi:
Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi
dan oksigenasi yang
NIC :
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
Berikan bronkodilator ;
-.
-.
Barikan pelembab udara
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Hiperkapnia
Keletihan
Iritabilitas
Hypoxia
kebingungan
sianosis
warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)
Hipoksemia
hiperkarbia
AGD abnormal
pH arteri abnormal
frekuensi dan
kedalaman nafas
abnormal
adekuat
Memelihara kebersihan
paru paru dan bebas
dari
tanda
tanda
distress pernafasan
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan sputum,
mampu
bernafas
dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
Tanda
tanda
vital
dalam rentang normal
AGD
dalam
batas
normal
Status
neurologis
dalam batas normal
Diagnosa
Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kolaborasi
Kelebihan Volume
Cairan
Berhubungan dengan :
- Mekanisme
pengaturan
melemah
- Asupan cairan
berlebihan
DO/DS :
Berat badan
meningkat pada
waktu yang
singkat
Asupan
berlebihan
dibanding
output
NOC :
Electrolit and acid
base balance
Fluid balance
Hydration
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama . Kelebihan
volume cairan teratasi
dengan kriteria:
Terbebas dari edema,
efusi, anaskara
Bunyi nafas bersih,
tidak ada
dyspneu/ortopneu
Terbebas dari distensi
NIC :
Distensi vena
jugularis
Perubahan
pada pola
nafas,
dyspnoe/sesak
nafas,
orthopnoe,
suara nafas
abnormal
(Rales atau
crakles), ,
pleural effusion
Oliguria,
azotemia
Perubahan
status mental,
kegelisahan,
kecemasan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
vena jugularis,
Memelihara tekanan
vena sentral, tekanan
kapiler paru, output
jantung dan vital sign
DBN
Terbebas
dari
kelelahan,
kecemasan
atau
bingung
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
NOC:
Anxiety Control
Comfort Level
Pain Level
Rest : Extent and
Pattern
Sleep : Extent ang
Pattern
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama . gangguan
pola tidur pasien
teratasi dengan kriteria
hasil:
Jumlah jam tidur
dalam batas normal
Pola tidur,kualitas
dalam batas normal
Perasaan fresh
sesudah
Intervensi
NIC :
Sleep Enhancement
Determinasi efek-efek medikasi
terhadap pola tidur
Jelaskan pentingnya tidur yang
adekuat
Fasilitasi untuk mempertahankan
aktivitas sebelum tidur (membaca)
Ciptakan
lingkungan
yang
nyaman
Kolaburasi pemberian obat tidur
Secara verbal
menyatakan tidak
fresh sesudah tidur
DO :
Penurunan
kemempuan fungsi
Penurunan
proporsi tidur REM
Penurunan
proporsi pada tahap 3
dan 4 tidur.
Peningkatan
proporsi pada tahap 1
tidur
Jumlah tidur
kurang dari normal
sesuai usia
-
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah
Kolaborasi
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
Tirah Baring atau
imobilisasi
Kelemahan
menyeluruh
Ketidakseimbanga
n antara suplei
oksigen dengan
kebutuhan
Gaya hidup yang
dipertahankan.
DS:
Melaporkan
secara verbal
adanya kelelahan
atau kelemahan.
Adanya
dyspneu atau
ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
DO :
tidur/istirahat
Mampu
mengidentifikasi
hal-hal yang
meningkatkan tidur
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
Self Care : ADLs
Toleransi aktivitas
Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .
Pasien bertoleransi
terhadap aktivitas dengan
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan
RR
Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri
Keseimbangan aktivitas
dan istirahat
Intervensi
NIC :
Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas
Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi
yang adekuat
Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas, diaporesis,
pucat, perubahan hemodinamik)
Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Respon
abnormal dari
tekanan darah
atau nadi terhadap
aktifitas
Perubahan
ECG : aritmia,
iskemia
Diagnosa
Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kolaborasi
NOC :
Self care : Activity of
Daily Living (ADLs)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama . Defisit
perawatan diri teratas
dengan kriteria hasil:
Klien terbebas dari
bau badan
Menyatakan
kenyamanan terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
Dapat melakukan
ADLS dengan
bantuan
NIC :
Self Care assistane : ADLs
Monitor kemempuan klien untuk
perawatan diri yang mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk alatalat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan
makan.
Sediakan bantuan sampai klien
mampu
secara
utuh
untuk
melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien
tidak
mampu
untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
Diagnosa
Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kolaborasi
Kecemasan
berhubungan dengan
Faktor keturunan,
Krisis situasional,
Stress, perubahan
status kesehatan,
ancaman kematian,
perubahan konsep diri,
kurang pengetahuan
NOC :
NIC :
- Kontrol kecemasan
Anxiety Reduction (penurunan
- Koping
kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan
selama klien Gunakan
pendekatan
yang
kecemasan teratasi dgn
menenangkan
kriteria hasil:
Nyatakan dengan jelas harapan
Klien
mampu
terhadap pelaku pasien
mengidentifikasi dan Jelaskan semua prosedur dan apa
mengungkapkan
yang dirasakan selama prosedur
dan hospitalisasi
DO/DS:
-
Insomnia
Kontak mata kurang
Kurang istirahat
Berfokus pada diri
sendiri
Iritabilitas
Takut
Nyeri perut
Penurunan TD dan
denyut nadi
Diare, mual,
kelelahan
Gangguan tidur
Gemetar
Anoreksia, mulut
kering
Peningkatan TD,
denyut nadi, RR
Kesulitan bernafas
Bingung
Bloking dalam
pembicaraan
Sulit berkonsentrasi
gejala cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk
mengontol
cemas
Vital sign dalam batas
normal
Postur
tubuh,
ekspresi
wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
Diagnosa
Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kolaborasi
Kurang Pengetahuan
Berhubungan dengan :
keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap
informasi yang salah,
kurangnya keinginan
untuk mencari
informasi, tidak
mengetahui sumbersumber informasi.
DS: Menyatakan
secara verbal adanya
masalah
DO: ketidakakuratan
mengikuti instruksi,
perilaku tidak
sesuai
NOC:
Kowlwdge : disease
process
Kowledge : health
Behavior
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama . pasien
menunjukkan
pengetahuan tentang
proses penyakit dengan
kriteria hasil:
Pasien dan keluarga
menyatakan
pemahaman tentang
penyakit, kondisi,
prognosis dan
program pengobatan
Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
NIC :
Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga
Jelaskan patofisiologi dari penyakit
dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan
cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan
cara yang tepat
Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
Diagnosa
Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kolaborasi
Risiko Injury
Faktor-faktor risiko :
Eksternal
- Fisik (contoh :
rancangan struktur
dan arahan
masyarakat,
NOC :
NIC : Environment Management
Risk Kontrol
(Manajemen lingkungan)
Immune status
Sediakan lingkungan yang aman untuk
Safety Behavior
pasien
Setelah
dilakukan Identifikasi
kebutuhan
keamanan
tindakan
keperawatan
pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
selama. Klien tidak
fungsi kognitif
pasien dan riwayat
mengalami injury dengan
penyakit terdahulu pasien
kriterian hasil:
Klien terbebas dari
cedera
Klien
mampu
menjelaskan
cara/metode
untukmencegah
injury/cedera
Klien
mampu
menjelaskan
factor
risiko
dari
lingkungan/perilaku
personal
Mampumemodifikasi
gaya
hidup
untukmencegah injury
Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
Mampu
mengenali
perubahan
status
kesehatan
Menghindarkan
lingkungan
yang
berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
Menempatkan saklar lampu ditempat
yang mudah dijangkau pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan
keluarga
untuk
menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
utuh, berhubungan
dengan mobilitas)
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E., 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke-3. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, editor Arif M. Dkk edisi
ke-3 jilid 1, Jakarta, Media Aesculapius
Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Harapan
Kita. Jakarta
Nanda, 2011. Diagnosa Keperawatan, alih bahasa Budi Santosa, Jakarta ; EGC
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ,
edisi ke-3. jilid 1 Jakarta : FKUI
Price,S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, alih bahasa,
Brahm U. Pendit ; editor Huriawati Hartanto Edisi 6 Volume 1, Jakarta ;EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi ke- 8 Volume 2,
Jakarta : EGC
Wilkinson, J, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC, alih bahasa Widyawati, editor Eny M. Edisi ke-7 Jakarta ; EGC
Udijanti, 2010, Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta ; Salemba Medika