Laporan Pendahuluan Ketidakberdayaan
Laporan Pendahuluan Ketidakberdayaan
Laporan Pendahuluan Ketidakberdayaan
KETIDAKBERDAYAAN
1.1
Diagnosis Keperawatan
1.2
Ketidakberdayaan
Tinjauan Teori
1.2.1
Pengertian
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku
atau tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang
diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang
diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau
mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011). Menurut Wilkinson
(2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian yang
dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi. Sedangkan
menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika
seseorang individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian
atau situasi tertentu.
1.2.2
Rentang Respon
Respon adaftif
Harapan
Kesempatan
Respon Maladaftif
Ketidakpastian
Bahaya
Tidak Bedaya
Putus Asa
a; Harapan
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan
hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
1.2.3
1.2.4
2; Ketidaknmampuan
3;
4;
5;
6;
7;
secara pasif.
B; Faktor Presipitasi
Core problem:
Ketidakberdayaan
Efek:
Harga diri rendah
a;
Patofisiologi
Data
Masalah keperawatan
Subjektif:
Harga diri rendah
a; Mengatakan secara verbal ketidakmampuan mengendalikan
atau
mempengaruhi
situasi.
b; Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
c; Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
Objektif:
a; Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat
b;
c;
d;
e;
f;
g;
h;
1.5
kesempatan diberikan.
Segan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya.
Apastis,pasif.
Ekspresi muka murung.
Bicara dan gerakan lambat.
Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
Tidur berlebihan.
Menghindari orang lain.
1.6
7;
8;
9;
10;
11;
12;
1.6.3
1.6.5
1; Pengertian
yang dimiliki.
5; Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui
kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat,
minat dan potensinya.
6; Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di
lingkungan masyarakat.
3; Aktivitas
Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi,
sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang
tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat
dan kreativitasnya).
a; Jenis
5; Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi okupasi sebagai
berikut:
a; Klien dengan kelainan tingkah laku, seperti klien harga diri rendah yang disertai
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi
okupasi, meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau
pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi
klien, sarana atau alat atau aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang
dilakukan, persiapan terhadap sarana pendukung dan klien maupun perawat,
pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien
atau tidak disukai yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.
dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah.
Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji ditegakkan
diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.
Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat sasaran
dan tujuan yang ingin dicapai.
Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan dengan tujuan
terapi.
Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi dan tingkah
laku selama aktivitas berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan kembali kegiatan
yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik, misalnya 1
minggu sekali dan setiap selesai melaksanakan kegiatan.
8; Pelaksanaan Terapi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari
kondisi klien dan tujuan terapi.
a; Metode
1; Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu
berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani persiapan
aktivitas.
2; Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang memiliki
tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah
kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat dan
Akemat, 2005). Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia
(2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10 orang, Rawlins, Williams,
dan Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat, 2005) menyatakan jumlah anggota
kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya
tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan,
pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi
dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009) menyatakan terapi
kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan reaksi
interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak itu.
Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu banyak tekanan yang
dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas,
dan seringkali bertingkah laku irrasional.
b; Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun
kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap
kegiatan dibagi menjadi 2 bagian,pertama: -1 jam yang terdiri dari tahap
persiapan dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja dan
tahap terminasi (Riyadi dan Purwanto, 2009)
9; Pengorganisasian
1; Waktu
Kegiatan terapi kognitif ini akan dilaksanakan selama 1 hari yaitu pada:
Hari
Jam
Lama
2; Terapis
Adapun terapis yang akan terlibat adalah
a; Fasilitator.
Menyusun rencana terapi kognitif
-
3; Klien
4; Metode dan media
a; Metode
Adapun metode yang digunakan pada terapi okupasi ini adalah dinamika
kelompok
b; Media
Media yang akan digunakan meliputi:
-
Spidol
Buku catatan
K
F
K
F
KETERANGAN:
: Fasilitator
: Klien
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
d; Tahap Kerja
e; Tahap terminasi.
f;
Evaluasi
1; Terapis menanyakan perasan klien setelah mengikuti terapi okupasi
2; Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
g; Tindak lanjut
Daftar Pustaka
Angreni. 2010. Askep Gangguan Alam Perasaan Depresi. Diambil dari
http://anggreniniluhputu.blogspot.com/2010/12/askep-gangguan-alam-perasaandepresi.html pada 02 Desember 2012.
Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis.
Ed.9. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas
Kelompok. Jakarta: EGC.
Muhaj,
K.
2009. Terapi
Okupasi
dan
Rehabilitasi.
Available:http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-danrehabilitasi.html.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.