PEMBAHASAN Emulsi JADI

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat mengetahui pengaruh


HLB terhadap stabilitas emulsi, mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap
stabilitas emulsi, mengetahui sifat alir sediaan plastic, serta menentukan tipe
emulsi.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak
tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi
butir-butir dalam cairan yang lain.
Dalam percobaan mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi,
dibuat 3 formula emulsi. Ketiga formula tersebut dibuat dengan perbedaan
perbandingan surfaktan yang digunakan. Surfaktan dalam pembuatan emulsi
digunakan sebagai emulgator, dimana surfaktan dapat menstabilkan emulsi.
Dengan penambahan surfaktan dapat mencegah terjadinya koalesensi, yaitu
penyatuan tetesan-tetesan kecil menjadi tetesan besar yang akhirnya akan menjadi
satu fase tunggal yang memisah. Surfaktan bekerja dengan menempati bagian
antar muka atau permukaan antara tetesan dengan fase eksternal dan dengan
membuat batas fisik sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Selain itu
surfaktan berperan dalam menurunkan tegangan antar muka antara fase sehingga
proses emulsifikasi selama proses pencampuran dapat terjadi dengan baik.
Surfaktan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Tween 80 dan Span
80, sedangkan fase minyak yang digunakan adalah oleum acachidis, fase air
digunakan aquadest. Tween 80 dan Span 80 merupakan surfaktan non ionik.
Tween 80 merupakan ester dari sorbitan dengan asam lemak, selain itu tween 80
merupakan polioksietilen sorbiton monooleat cair seperti minyak. Tween ada

dalam basis nilai 9,6-16,7 yang dianggap hidrofil dan pada umumnya membentuk
emulsi O/W ( minyak dalam air ). Span 80 adalah ester dari sorbitan dengan asam
lemak yang merupakan sorbitan monooleat cair seperti miyak dengan basis nilai
1,8-8,6 yang dianggap lipofil serta membentuk emulsi W/O ( air dalam minyak ).
Pada formula I perbandingan tween 80 dan span 80 yang digunakan adalah
75 : 25 bagian, dengan nilai HLB 12,33 maka termasuk dalam basis antara 8-18
sehingga tipe emulsinya O/W ( minyak dalam air ). Formula tersebut membentuk
emulsi O/W emulgator yaitu emulgator memiliki gugus hidrofil yang dapat
membentuk emulsi O/W, dimana tetes minyak ( fase intern ) tedispesi dalam fase
air ( fase ekstern ). Pada formula II digunakan perbandingan 50:50, dengan nilai
HLB yang diperoleh 9,30 termasuk dalam basis 8-18 sehingga tipe emulsinya
O/W emulgator, maka penggunaan surfaktan tween 80 dan span 80 dengan
perbandingan 50:50 dapat

membentuk emulsi tipe O/W. Formula III

menggunakan perbandingan 25:75 dengan niali HLB 6,91 yang termasuk dalam
basis 1,8-8,6 maka emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe W/O. Perbandingan
Span 80 yang lebih besar dibanding tween 80, mengakibatkan lebih banyaknya
gugus lipofil sehingga cenderung memebentuk emulsi tipe W/O.
Dari perbandingan nilai HLB diatas, dapat diketahui bahwa semakin
rendah nilai HLB maka semakin lipofil surfaktan tersebut, sebaliknya bila harga
HLB tinggi, maka surfaktan semalin hidrofil. Pada percobaan stabilitas emulsi dan
penentuan fviskositas emulsi formula I, II, dan III menunjukkan emulsi yang
stabil karena terjadi pemisahan dan memiliki nilai viskositas yang tinggi. Hal ini
sesuai teori, karena emulsi yang paling stabil adalah formula II kaena
perbandingan Tween 80 dan span 80 sama banyak. Bila HLB tinggi, maka

viskositas akan turun bila HLB rendah, viskositas dan kestabilan naik.
Ketidaksesuaian dengan teori mungkin karena ketiga formula emulsi homogen/
tercampur baik dengan ukuran partikel yang lebih kecil.
Penggunaan alat untuk pencampuran emulsi juga mempengaruhi stabilitas
emulsi. Kali ini alat yang digunakan antara lain blender, mixer dan mortir. Dari
percobaan dapat diketahui bahwa emulsi yang paling stabil adalah emulsi dengan
blender,dibanding mixer dan mortir. Ini ditunjukkan dengan paling sedikit
penurunan pemisahan yang terjadi pada emulsi dengan blender, disusul dengan
mixer kemudian mortir. Hal tersebut disebabkan karena blender mempunyai
karakteristik

memperkecil

ukuran

partikeldenagn

efektif

dan

sekaligus

menghomogenkan campuran. Sedangkan pada penggunaan mixer lebih dominan


untuk menghomogenkan campuran meskipun dapat juga mempekecil partikel.
Pada penggunaan mortir, hanya mengomogenkan campuran tapi tidak
memperkecil ukuran partikel. Hasil dari pengukuran partikel terlihat pada rata-rata
diameter globul pada emulsi blender paling kecil.
Penentuan sifat alir dari sediaan plastis digunakan CMC Na 1% dan CMC
Na 0,5% dengan alat viskometer. Dari hasil yang percobaan dapat disimpulkan
bahwa makin kecil konsentrasi emulsi maka semakin lama waktu yang diperlukan
untuk memutar rotor sebanyak 25 putaran, dan nilai rpm yang diperoleh akan
semakin tinggi. Nilai rpm pada CMC Na 1% lebih besar dari rpm CMC Na 0,5%.
Dari grafik yang diperoleh antara beban ( gram ) vs rpm dapat disimpulkan
bahwa sifat alir dari CMC Na adalah pseudoplastik. Hal ini sesuai dengan teori
yang berarti pada saat rotor berputar terjadi pengadukan dan struktur gel dari

CMC Na akan pecah dan rusak. Setelah pengadukan dihentikan, pembentukan


kembali ke struktur semula tidak akan segera terbentuk.
Pada penetapan jenis emulsi, didapatkan hasil bahwa emulsi bertipe O/W
karena pada saat diuji dengan metode warna, emulsi menghasilkan warna biru
(metilen blue ) seragam. Metilen blue larut dalam air dan saat dilakukan
percobaan cicin terbentuk air di sekeliling tetesan pada kertas saring.

KESIMPULAN
1. Makin kecil nilai HLB surfaktan, viskositas dan kestabialan emulsi makin
naik ( makin stabil ).

2. Pembuatan emulsi menggunakan alat yang paling stabil dengan urutan


blender, mortir , dan mixer.
3. Tipe aliran CMC Na adalah pseudoplastik.
4. Emulsi yang dihasilkan bertipe O/W, dibuktikan dengan metode warna dan
metode cicin.
5. Kestabialn emulsi dipengaruhi oleh viskositas emulsi.
6. Viskositas naik, kestabilan emulsi meningkat.

Anda mungkin juga menyukai