Laporan Kasus Kehamilan Dengan HIV
Laporan Kasus Kehamilan Dengan HIV
Laporan Kasus Kehamilan Dengan HIV
PENDAHULUAN
Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi
penyebab kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan angka kejadian
penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis dan terapi yang cukup lama.
HIV merupakan virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh yang
mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS)1.
Kesepakatan global atau yang dikenal dengan istilah Millenium Development Global
(MDGs) memiliki 8 tujuan, antara lain pada tujuan ke 5 meningkatkan kesehatan ibu dengan
target mengurangi 2/3 rasio kematian ibu dalam proses melahirkan pada tahun 2015. Pada
tujuan ke 6, diharapkan dapat memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya
dengan cara menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran penyakit. Berdasarkan
laporan global, pada tahun 2012 jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta orang 2. Data dari
Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah kumulatif kasus HIV yang telah dilaporkan
hingga September 2013 sebanyak 118.787 kasus yang tersebar di 33 provinsi dengan 348
kab/kota di Indonesia. Di Indonesia persentase kumulatif HIV paling banyak ditemukan
kasus pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Dan pada kasus AIDS yang paling banyak
terdeteksi yaitu pada kelompok umur 30-39 tahun (39,5%). Kelompok umur yang paling
beresiko terhadap penularan HIV dan kejadian AIDS adalah kelompok umur produktif yaitu
rentang umur 20-39 tahun 3. Saat ini, ibu rumah tangga merupakan salah satu kelompok yang
sangat rentan HIV/AIDS. Secara global, di dunia setiap harinya sekitar 2000 anak usia 15
tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke bayinya. Sementara itu, sekitar
1.400 anak-anak usia 15 tahun meninggal akibat AIDS 1.
Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38% (2012) menjadi
0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang memerlukan layanan pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) juga akan meningkat dari 13.189 (2012) menjadi
16.191 (2016). Demikian pula jumlah anak berusia di bawah 15 tahun yang tertular HIV dari
ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat menyusui akan meningkat dari 4.361 (2012)
menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi peningkatan angka kematian anak akibat AIDS.
Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24-25%. Namun, resiko ini dapat
diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV positif, yaitu
melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, persalinan
sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi4. Indonesia telah mengembangkan
upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary Counselling and testing atau yang
dikenal dengan singkatan VCT 1.
BAB II
KASUS
IDENTITAS
Nama
: Ny. R
Umur
: 39 tahun
Umur
: 23 tahun
Alamat
: Jl. Lembah II
Alamat
: Jl. Lembah II
Pekerjaan
: IRT
Pekerjaan
: Buruh bangunan
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pendidikan
: SMP
ANAMNESIS
GIV PIII A0
HPHT : 25-2-2015
Menarche
: 12 tahun
TP
Perkawinan
: II, 6 bulan
: 2-12-2015
Keluhan Utama
Dialami sejak 2 bulan yang lalu. Pada awalnya, muntah hanya terjadi pada pagi hari
namun saat ini muntah dialami saat pasien selesai makan dengan frekuensi 3x/hari dengan
volume 50-100 ml. Isi muntahan berupa makanan dan minuman yang dikonsumsi
sebelumnya, bercampur dengan cairan kuning yang diyakini pasien berasal dari lambung
karena terasa pahit. Keluhan mual dan muntah semakin bertambah setelah makan nasi namun
tidak muntah saat mengkonsumsi roti atau minum susu. Keluhan disertai dengan sakit pada
ulu hati. Pasien tidak merasakan haus yang berlebihan, bibir terasa kering, adanya penurunan
aktivitas maupun berat badan. BAB dan BAK lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sering menderita sakit maag sebelum hamil. Tekanan
darah tinggi (-), gula (-), kolesterol (-), asam urat (-), HIV (+).
Riwayat Obstetri
Hamil pertama: Kembar laki-laki dan perempuan, prematur 7 bulan dan langsung
meninggal, lahir normal ditolong bidan di puskesmas, tahun 1997
Hamil kedua : Anak laki-laki, 15 tahun, aterm, spontan LBK, lahir normal ditolong
bidan di puskesmas.
Hamil ketiga : Anak laki-laki, 6 tahun, aterm, spontan LBK, lahir normal ditolong
bidan di puskesmas.
Hamil keempat
Riwayat ANC
: Hamil sekarang
: Pasien memeriksakan kehamilan di Puskesmas Pantoloan
sebanyak 1 kali, mengikuti kelas ibu hamil sebanyak 2 kali, dan
memeriksakan kandungan di rumah bidan sebanyak 3 kali.
Riwayat Imunisasi
Data Psikososial
Kehamilan pasien ini merupakan kehamilan dengan suami kedua. Pasien mengetahui
dirinya menderita HIV sejak suami meninggal dan didiagnosis dengan HIV. Setelah suami
meninggal, ia melakukan pemeriksaan darah dan hasilnya (+) HIV sedangkan kedua anak
dari pernikahan pertama hasilnya (-). Pasien kemudian tidak melanjutkan KB suntik hingga
pasien kemudian hamil kembali. Pasien tidak mengetahui penyebab virus HIV pada suaminya
karena suaminya tidak pernah menggunakan narkoba, tidak melakukan hubungan seks bebas
sejak menikah dengan pasien. Pasien jarang keluar rumah dan jarang bersosialisasi dengan
tetangga. Ketika ada masalah, pasien cenderung untuk menyimpan sendiri masalahnya. Pada
awalnya pasien juga merasakan tertekan, sedih, merasa tiada harapan hidup tetapi mengingat
keadaan anaknya pasien pun mulai bersemangat lagi. Namun, rasa malu yang ada pada pasien
membuat ANC pasien terlambat dilakukan. Ketika ditanyakan mengenai penyakit suami
pertama, awalnya pasien tidak mengakui penyakit yang diderita suaminya. Pasien juga
menutupi kondisi penyakitnya dari anak-anak dan suami keduanya
Keterangan
: Penderita HIV
: Sudah meninggal
Pasien tinggal bersama suami kedua, kedua orang anaknya dan keponakannya di
rumah berbahan baku batu bata dengan luas 5x8 m2. Rumah dua lantai ini terdiri dari ruang
tamu, 2 kamar tidur, 1 ruang makan, 1 WC dan 1 kamar mandi. Lantai rumah terbuat dari
semen, plafon. Ruang tamu, dapur dan kamar memiliki jendela dan pencahayaan yang baik.
Sumber air yang dipakai untuk sehari-hari adalah air kran. Sumber listrik dari PLN,
sampah dibuang pada tempat sampah di halaman belakang rumah dan dibuang ke tempat
pembuangan sampah umum di lingkungan tersebut saat tempat sampah telah terisi penuh.
Pendapatan dalam 1 keluarga berkisar antara Rp 1.500.000- Rp 2.000.000 per bulan.
PEMERIKSAAN FISIK
KU
: Sedang
Tek. Darah
: 100/70 mmHg
Kesadaran
: Kompos mentis
Nadi
: 84x/menit
BB
: 41 Kg
Respirasi
: 22x/menit
TB
: 149 cm
Suhu
: 36,6C
Kepala Leher
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran KGB (+)di
limfonodi submandibular sinistra dan dextra dengan ukuran 1 cm, pembesaran kelenjar
tiroid (-).
Thorax
I : Tampak cembung
A: Peristaltik (+) kesan normal
P : timpani
P : Nyeri tekan (+) regio epigastrium
Pemeriksaan Obstetri :
Situs
: Memanjang
Leopold I
Leopold II
: Punggung kanan
Leopold III
: Presentasi kepala
Leopold IV
DJJ
: 142 x/menit
HIS
: -
Genitalia
Ekstremitas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
ANJURAN PEMERIKSAAN
-. CD4
RESUME
Pasien , 39 thn, nausea dan vomiting sejak 2 bulan yang lalu. Vomiting terjadi saat
pasien konsumsi nasi dan berkurang saat pasien konsumsi roti dan susu, frekuensi 3x/hari
dengan volume 50-100 ml. Vomiting berupa makanan dan minuman yang dikonsumsi
sebelumnya, bercampur dengan asam lambung. Nyeri epigastrium (+). Riwayat HIV (+)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 84x/menit,
Respirasi 22x/menit, Suhu 36,6C, didapatkan pembesaran KGB (+) di limfonodi
submandibular sinistra dan dextra dengan ukuran 1 cm. Pada abdomen didapatkan nyeri
tekan (+) regio epigastrium. Pemeriksaan obstetri TFU 21 cm, bokong teraba di fundus,
punggung kanan, presentasi kepala, kepala belum masuk PAP, DJJ 142 x/menit, TBJ 1395
gram
DIAGNOSIS
GIVPIIIA0 gravid 26-28 minggu + dyspepsia + HIV
PENATALAKSANAAN
Tirah baring
Antasid syrup 3x1 bila sakit ulu hati
Pemberian vitamin Fe dan asam folat 1 kali dalam sehari setelah mual hilang
Konseling
melahirkan
Pasien menggunakan kondom saat berhubungan seksual
Konsumsi makanan bergizi dan menjaga kebersihan
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: Dubia
: Dubia
: Dubia
BAB III
PEMBAHASAN
Aspek klinis
Pada kasus ini, wanita G4P3A0 umur 39 tahun dengan keluhan berupa mual dan
muntah yang dialami sejak 2 bulan yang lalu. Muntah dialami saat pasien selesai makan
dengan frekuensi 3x/hari dengan volume 50-100 ml. Isi muntahan berupa makanan dan
minuman yang dikonsumsi sebelumnya, bercampur dengan cairan kuning yang diyakini
pasien berasal dari lambung karena terasa pahit. Keluhan mual dan muntah semakin
bertambah setelah makan nasi namun tidak muntah saat mengkonsumsi roti atau minum susu.
Keluhan disertai dengan sakit pada ulu hati. Riwayat HIV (+). Pada pemeriksaan fisik,
ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening di limfonodi submandibular sinistra dan
dextra dengan ukuran 1 cm. Pada abdomen didapatkan nyeri tekan (+) regio epigastrium.
Pemeriksaan obstetri TFU 21 cm, bokong teraba di fundus, punggung kanan, presentasi
kepala, kepala belum masuk PAP, DJJ 142 x/menit, TBJ 1395 gram. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, ditegakkan diagnosis GIVPIIIA0 gravid 26-28 minggu + dyspepsia + HIV.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah putih
di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang
yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan
pengobatan. Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila
melakukan hubungan seks beresiko dan berbagi alat suntik dengan orang lain 5.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan sindrom dengan gejala
penyakit infeksi opotunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) 6.
Cara penularan virus HIV, yaitu :
1. Penularan parenteral
Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji saring) untuk
pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau penggunaan alat
medik lainnya yang dapat menembus kulit. Kejadian di atas dapat terjadi pada semua
pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat
penusuk/jarum, juga pada pengguna napza suntik (penasun). Pajanan HIV pada organ
dapat juga terjadi pada proses transplantasi jaringan/organ di fasilitas pelayanan
kesehatan.3
2. Penularan seksual
Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari semua
cara penularan.Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sanggama lakilaki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual
dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral antara dua individu. Risiko tertinggi adalah
penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak
seksual oral langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori
risiko rendah tertular HIV.Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang ke luar dan
masuk ke dalam tubuh seseorang, seperti pada luka sayat/gores dalam mulut, perdarahan
gusi, dan atau penyakit gigi mulut atau pada alat genital.3
3. Penularan perinatal
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat ditularkan
dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat persalinan dan menyusui.
Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan
meninggal sebelum ulang tahun kedua.3
a. Penularan in utero atau intra uterin
HIV melalui plasenta masuk kedalam tubuh bayi. Penularan in utero ini diketahui
karena didapatkannya HIV pada jaringan thymus,lien , paru dan otak dari janin 20
minggu yang digugurkan dari ibu pengidap HIV.7,8
b.
c.
pertama yang didiagnosis HIV. Karena saat ini pasien dalam kondisi hamil, maka ada
kemungkinan bayi yang dikandungnya tertular virus HIV.
Sampai saat ini belum didapatkan adanya pengaruh dari infeksi HIV terhadap
kehamilan. Tetapi jika sudah terjadi AIDS didapatkan pengaruh yang besar dengan terjadinya
prematuritas, kematian janin dalam kandungan. Diduga kondisi bayi dalam kandungan
dipengaruhi oleh makin memberatnya infeksi HIV. Dilaporkan tidak ada hubungan antara
infeksi HIV dengan makin meningkatnya cacat bayi. Meskipun kehamilan dikatakan
menambah beban terhadap sistim tubuh yang sudah berat menghadapi HIV, tetapi sampai
sekarang belum ada bukti yang menunjukkan bahwa HIV makin menjadi progresif setelah
adanya kehamilan.7,9
Manifestasi Klinik
Stadium I
Asimptomatik
Limphadenopati
generalisata
persisten
Diagnosis Klinik
Diagnosis pasti
Histology
Stadium II
BB turun <10% BB sebelumnya
Sinusitis
LAB
Otitis Media
Tonsilopharyngitis
Herpes Zoster
Vesicular
rash,
nyeri
distribusi
Diagnosis klinik
tubuh.
Pecah2 pada sudut bibir yang bukan
Diagnosis klinik
bulan terakhir)
kuning abu-abu
Lesi popular
Kulit gatal, bersisik, terutama pada
Diagnosis klinik
Diagnosis klinik
Diagnosis klinik
daerah berambut
Infeksi jamur pada kuku
Paronikia
Kultur jamur
Onycholisis
Stadium III
BB turun > 10 % BB sebelumnya
Pem feses
Diagnosis klinik
Diagnosis klinik
Gejala kronik : batuk, batuk darah, BTA sputum +, kultur positif
sesak, nyeri dada, BB turun, keringat
malam, demam. Dengan sputum BTA
+
atau
sputum
BTA
dengan
meningitis,
spesifik,
empiema,
pyomiositis,
dan
merespon
Isolasi bakteri
terhadap
pemberian antibiotic.
PID)
Acute
necrotizing
ulcerative
ulcerative periodontitis.
Anemia ( (8 gr%)
Diagnosis klinik
Lab
Neutropenia (<0,5109/L)
Trombositopenia (<50109/L) kronik
Stadium IV
HIV wasting sindrom
Pneumocystis pneumonia
krepitasi
bilateral,
dan
Kultur
Antigen test
Kultur, DNA herpes simplek virus,
genital, anorectal)
citologi, histology.
Oesofagial candidiasis
candidiasis
histology.
TB ekstraparu
Pleural,
pericardia,
peritoneal
skin
lesions
that
usually
Retinitis
KGB)
CNS toxoplasmosis
Kelainan
HIV encephalopati
penurunan
lebih
spesifik
Gangguan
kognitif
motorik
masa
intracranial
pada
Neuroimaging
ekstrapulmonal
(termasuk meningitis)
bingung,
antigen test
perubahan
tingkah
laku,
non
tuberculous
multifocal
Gangguan
mycobacteria infection
Progressive
leukoencephalopathy.
neurologis
progresif
Chronic cryptosporidiosis
Chronic isosporiasis.
Disseminated
mycosis
(coccidiomycosis
Identifikasi Isospora.
Histology, antigen detection
atau
Atau culture
histoplasmosis).
Recurrent non-typhoid
Kultur darah
Salmonella bacteraemia.
Lymphoma (cerebral atau Bcell
non-Hodgkin).
Invasive ca cerviks
Histology
neuroimaging techniques
Histology
Symptometic
HIV-associated
Biopsy ginjal
nephropathy.
Symptometic
HIV-associated
Kardiomegali, echo
cardiomyopathy.
Penularan HIV dari ibu ke bayi memiliki resiko sebesar 15-35%. Terendah dilaporkan
di Eropa dan tertinggi di Afrika. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, antara lain :
A. Faktor Ibu
1. Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan jumlah
virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan
HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah
(kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
2. Jumlah sel CD4
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke
bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin
besar.
3. Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama
hamil meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang
dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
4. Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, Infeksi Menular Seksual, infeksi
saluran
reproduksi
lainnya,
malaria,
dan
tuberkulosis,
berisiko
Rekomendasi
2. Cara Persalinan :
Rekomendasi
Rekomendasi
4. Cara Persalinan
Rekomendasi
intravena
dan
memberikan
pitosin
untuk
melakukan
seksio
mempercepat
sesarea
atau
persalinan.
Jika
3. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan hingga
dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.
4. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan HIV
karena berpotensi melukai ibu atau bayi.3
Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh beberapa
lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi jika
terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa menembus
plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak.Penularan HIV dari ibu ke anak
pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV
pada ibu yang tidak mendapatkan penanganan PPIA saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%.3
Waktu
Selama hamil
Bersalin
Menyusui
Risiko penularan keseluruhan 20 50 %
Risiko
5 10 %
10 20 %
5 20 %
utama
pemberian
antiretrovirus
pada
kehamilan
adalah
menekan
toksisitas, teratogenesis, dan efek samping jangka lama antiretrovirus pada wanita hamil
masih sedikit.12
dikhawatirkan bayi tidak mendapatkan pengganti ASI. Ibu pengidap HIV harus diadviskan
mencegah kehamilan berikutnya dengan alat kontrasepsi.12
Pada tahun 2013 WHO mengeluarkan aturan pemberian obat ARV untuk pencegahan
HIV dari Ibu ke bayi, yaitu :13
a. Untuk IBU :
Lini Pertama: TDF + 3 TC (atau FTC) + EFV sebanyak 1 kali sehari pada ibu yang
hamil dan sedang menyusui, termasuk ibu yang berada dalam trimester pertama
kehamilan
LiniKedua: 2 NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) + PI (Ritonavir
boosted Protease Inhibitor)
NRTI lini kedua ini direkomendasikan jika
-
Kegagalan AZT atau d4T + 3TC , regimen pengobatan lini pertama gunakan
TDF+ 3TC (atau FTC) dan NRTI sebagai dasar regimen pengobatan lini kedua.
b. Untuk bayi :
Profilaksis NVP (Niverapin) setiap hari selama 6 minggu setelah lahirnya bayi atau
postpartum apabila HIV diidentifikasi dan jika bayinya sedang menerima makanan
penganti,maka harus diberikan profilaksis NVP setiap hari (atau AZT dua kali sehari).
Regimen ARV
AZT
(rekomendasi hanya pada bayi dengan
makanan pengganti)
NVP
Usia Bayi
Sampai Usia 6 minggu
2000-2499 gram
Dosis
10 mg, 2x sehari
15 m, 2x sehari
2500 gram
Sampai Usia 6 minggu
2000-2499 gram
2500 gram
>6 minggu 6 bulan
>6bulan 9 bulan
>9 bulan berakhirnya periode
10 mg, 1x sehari
15 m, 1x sehari
20 mg, 1x sehari
30 mg, 1x sehari
40 mg, 1x sehari
menyusui
Tabel 6. Dosis Pemberian ARV dan NVP untuk Bayi yang menyusui.13
Tabel 7. Maternal dan Infant ART Profilaksis pada skenario klinik berbeda 13
Tabel 8. Efek samping obat ARV pada ibu hamil dan bayi 13
Perkawinan dan kesetiaan perempuan tidak cukup untuk melindungi mereka dari
infeksi HIV di banyak negara. Contohnya wilayah Zimbabwe, Durban dan Suweo
(Afrika Selatan) yang dilaporkan 66% populasinya hanya memiliki satu pasangan
hidup, 79% tidak melakukan hubungan seks paling kurang sampai mereka berusia 17
tahun. Namun 40% perempuan muda di sana telah terinfeksi HIV meskipun mereka
tetap setia dengan satu pasangan saja. Dari laporan WHO, dikatakan bahwa jumlah
infeksi baru yang cukup signifikan terjadi di kalangan perempuan hamil yang sudah
menikah dan ditularkan oleh suami mereka. Resiko progresivitas infeksi HIV 2 kali
lebih besar terjadi pada kelompok yang belum menikah.
f. Kepatuhan minum obat
Terapi antiretroviral (ARV) telah terbukti secara bermakna menurunkan angka
kematian dan kesakitan orang dengan HIV/AIDS. Untuk mencapai tujuan tersebut,
tentu dibutuhkan sikap dan perilaku yang mempengaruhi seseorang untuk patuh
terhadap minum obat.
g. Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indra yang dimilikinya. Menurut Notoatmodjo (2007), yang
menyebabkan seseorang untuk berperilaku karena adanya 4 alasan pokok yaitu
pemikiran dan perasaan, acuan, dan referensi dari seseorang, sumber daya dan sosio
budaya. Bentuk dari pemikiran dan perasaan salah satunya adalah pengetahuan.
Seseorang akan berperilaku didasarkan beberapa pertimbangan yang diperoleh dari
tingkat pengetahuannya.
h. Keyakinan perilaku adalah hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah
perilaku dari segi positif dan negatif. Keyakinan normatif yang berkaitan dengan
pengaruh lingkungan termasuk faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang
berpengaruh bagi kehidupan individu dapat mempengaruhi keputusan individu. Selain
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu
perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk
melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan
memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat
pelaksanaan perilaku. Hal-hal inilah yang akhirnya membuat individu untuk
mempunyai niat dan kontrol diri dalam melakukan suatu tindakan.
Dilihat dari umur, maka usia pasien masuk dalam rentang kelompok usia produktif
yang sering ditemukan HIV/AIDS. Pasien dalam kasus ini merupakan ibu rumah tangga
lulusan SD yang tertular melalui suaminya yang semasa hidupnya bekerja sebagai pekerja di
kantor pelabuhan dan tukang gunting rambut kelilingan. Ada kemungkinan suami pasien
terpapar saat sudah menikah atau sebelum menikah dimana pasien tidak mengetahui
bagaimana perilaku suami saat sebelum menikah. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
sangat minimal membuat pasien lambat menyadari kondisi suami, sehingga ketika suami
datang ke tenaga kesehatan sudah dalam stadium akhir seperti diare dan batuk kronik,
penurunan berat badan, tumbuhnya jamur di dalam mulut. Saat ini pasien telah menikah
kembali dan dalam kondisi hamil, namun hingga saat ini pasien belum memberitahukan
penyakitnya kepada suami kedua sehingga ini menjadi kendala pasien dalam mengkonsumsi
obat dan melakukan tindakan pencegahan berupa pemakaian kondom saat melakukan
hubungan seksual.
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap
pengidap HIV-AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan
pengasingan, penolakan, diskriminasi dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi
HIV. Kekerasan atau ketakutan atas hukuman sosial ini telah mencegah banyak orang untuk
melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka atau berusaha untuk memperoleh
perawatan sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi
hukuman mati dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV AIDS.
Stigma AIDS sering dikaitkan dengan homoseksualitas, biseksualitas, seks bebas, dan
penggunaan narkoba melalui suntikan. Seseorang yang terjangkit HIV AIDS dapat
berdampak sangat luas dalam hubungan sosial dengan keluarga, hubungan dengan temanteman, relasi dan jaringan kerja akan berubah baik kuantitas maupun kualitas. Upaya kuratif
pada aspek sosial difokuskan dalam upaya mendorong pengidap HIV/AIDS agar menjadi
produktif dan punya kontribusi terhadap masyarakat, maka secara tidak langsung akan
mengurangi stigma buruk di masyarakat17.
Nursalam (2005) menjelaskan bahwa seseorang penderita HIV/AIDS setidaknya
membutuhkan bentuk dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi
tiga hal, yaitu:
a. Emotional support, meliputi perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan diperhatikan
b. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat
c. Materials support, meliputi bantuan atau pelayanan berupa suatu barang dalam
mengatasi suatu masalah.
Dampak HIV/AIDS di bidang ekonomi dapat dimulai dari tingkat individu, keluarga,
masyarakat dan akhirnya pada negara dan mungkin dunia. Epidemi HIV/AIDS akan
menimbulkan biaya tinggi, baik pada pihak penderita maupun pihak rumah sakit. Hal ini
dikarenakan obat penyembuh yang belum ditemukan, sehingga biaya harus terus dikeluarkan
hanya untuk perawatan dan memperpanjang usia penderita.
Pengidap HIV/AIDS pada umumnya berada dalam situasi yang membuat penderita
merasakan menjelang kematian dalam waktu dekat. Individu yang dinyatakan terinfeksi HIV,
sebagian besar menunjukkan perubahan karakter psikososial. Pasien yang didiagnosis dengan
HIV akan mengalami masalah fisik, psikologis, sosial dan spritual. Masalah psikologis yang
timbul adalah :
a. Stres yang ditandai dengan menolak, marah, depresi dan keinginan untuk mati. Individu
yang terinfeksi HIV/AIDS atas pemberitahuan dokter, biasanya mengalami shock, bisa
putus asa karena shock berat. Penderita mengalami depresi berat, sehingga
menyebabkan penyakit semakin lama semakin berat, timbul berbagai infeksi
oportunistik, dan penderita semakin tersiksa. Biaya pengobatan tambah besar, penyakit
bertambah banyak, obat yang diberikan harus tambah banyak dengan berbagai efek
samping yang dapat memperparah keadaan penderita.
b. Keyakinan diri yang rendah pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan penderita
mengalami hypochondria, dimana penderita seringkali memikirkan mengenai
kehilangan, kesepian, dan perasaan berdosa di atas segala apa yang telah dilakukan
sehingga menyebabkan penderita kurang menitikberatkan langkah-langkah penjagaan
kesehatan dan kerohanian. Seorang pasien yang telah didiagnosis HIV positif dan
mengetahuinya, menyebabkan kondisi mental penderita akan mengalami fase yang
sering disingkat SABDA (Shock, Anger, Bargain, Depressed, Acceptance).
c. Semakin tinggi tingkat kecemasan pada penderita HIV/AIDS, maka kesejahteraan
psikologis pada penderita HIV/AIDS akan semakin rendah
Motivasi sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan penderita HIV/AIDS baik berupa
motivasi ekstrinsik (dukungan orang tua, teman dan sebagainya) maupun motivasi intrinsik
(dari individu sendiri). Dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dan melindungi seseorang
terhadap efek negatif stres berat. Motivasi terhadap penderita HIV/AIDS dapat juga berupa
terapi yang mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Membantu penderita mempertahankan kontrol akan hidupnya dan membantu
menemukan mekanisme pertahanan yang sehat, termasuk sikap yang selalu positif
dalam menghadapi begitu banyak tantangan dan stres dalam perjalanan penyakitnya.
2. Membantu penderita menghadapi perasaan bersalah, penyangkalan, panik dan putus
asa.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2013. Guidelines for second generation HIV surveillance:
an update: Know your epidemic. Joint United Nations Programme on HIV/ AIDS.
World Health Organization.
2. UNAIDS. 2013. UNAIDS Report On The Global AIDS Epidemic 2013. Global
Report. UNAIDS.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Rencana Aksi Nasional
Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan 2014-2019. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Statistik Kasus HIV/AIDS di
Indonesia. Dirjen P2PL.
5. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2010. Strategi dan Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014.
6. Fauci A, Braunwald E, et.al. Human Immunodeficiency Virus Disease. In: Harrisons
Principles of Internal Medicine. 17th Edition. United States of America. McGraw-Hill
Companies 2008.p.1-10
7. Cunningham FG, Gant NF, Lereno KJ, Gilstrap III LC, Hanth JC, Wenstrom KD.
2001. Human Immunodeficiency Virus Infection. In : WilliamsObstetric. 22nd Edition.
New York: Mc Graw-Hill.p.1-8
8. Decherney A, Goodwin M. et.al. 2007. Human Immunodeficiency Virus Infection. In :
Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology. 10th Edition. United
States of America. McGraw-Hill Companies.p.1-6