Sindrom Cushing
Sindrom Cushing
Sindrom Cushing
*Alamat Korespendensi:
Evan Luke Aditya
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061
Pendahuluan
Cushing syndrome diambil dari nama Harvey Cushing yang merupakan seorang ahli bedah
pertama yang melaporkan pasien dengan glukokortikoid berlebih. Lebih dari 99% kasus
Cushing syndrome dikarenakan oleh sekresi yang berlebih dari glukokortikoid. Sekresi yang
berlebih ini disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen dimana ternyata juga mendapatkan
pengaruh dari terapi dengan obat kortikosteroid.
1
Gejala klinis yang timbul pada pasien disertai dengan hasil pemeriksaan fisik serta penunjang
dapat mengarah ke suatu kesimpulan diagnosis penyakit. Hal ini harus didasarkan pada
etiologi serta mekanisme patofisiologi penyakit tersebut, sehingga selanjutnya dapat
ditentukan penatalaksanaan yang paling tepat untuk pasien dalam kasus.
Anamnesa
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit
dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap
karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis.
Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan riwayat
perjalanan penyakit. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.
Anamnesis yang baik akan terdiri dari:
1
Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, pendidikan/pekerjaan, agama dan
suku bangsa.
Keluhan utama
Keluhan gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat, pada umumnya tidak harus
sejalan dengan diagnosis.
penyinaran/suntikan. Ditanyakan juga reaksi alergi lalu gejala penyerta lainnya jika
ada.
5
Pemeriksaan Fisik
Seperti pemeriksaan pada semua kasus yang perlu diperhatikan awalnya adalah keadaan
umum, dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital, dan antropometri yang
berhubungan dengan kasus lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan yang membantu penegakkan
diagnosis. Pasien mungkin mengalami peningkatan jaringan lemak diwajah atau moon face,
dasar leher punggung belakang atau buffalo hump, dan diatas clavicula.1 Obesitas sentral
dengan peningkatan lemak di mediastinum dan peritoneum, peningkatan rasio lingkar
pinggang dan lingkar panggul lebih besar dari 1 pada pria dan 0.8 pada wanita, dan pada CT
scan didapati peningkatan lemak organ.2
Perubahan warna merah pada kulit wajah bisa saja muncul, terutama pada bagian pipi. Striae
warna merah keunguan yang biasanya lebih lebar dari 0.5 cm, biasanya terlihat pada daerah
abdomen, gluteal, punggung bawah, paha atas, lengan atas, dan dada. Ekimosis bisa saja
terjadi. Pasien mungkin memiliki telangiektasi, dan purpura. Atrofi kulit sampai terlihatnya
jaringan subkutan dan tanda-tanda dehidrasi pada pemeriksaan turgor kulit bisa tampak.
Kelebihan glukokortikoid bisa meningkatkan lanugo (rambut halus biasanya pada neonatus)
pada wajah. Bila kelebihan glukokortikoid dibarengi dengan kelebihan juga hormon
androgen, seperti yang terjadi pada kanker adrenokortikal, hirsutisme, dan tipe kebotakan pria
dapat terjadi pada wanita. Jerawat steroid, yang terdiri dari lesi papula atau pustula di wajah,
dada, punggung mungkin terlihat. Akantosis nigrikans yang berhubungan dengan resistensi
insulin dan hiperinsulinemia bisa terjadi. Daerah yang sering bergejala adalah ketiak dan
daerah yang mudah bergesek seperti, siku, leher, dan dibawah payudara.3
dan kemungkinan
edema
bisa terjadi
karena
aktivasi
kortisol
pada
mineralokortikoid reseptor yang berujung pada retensi air dan garam. Ulcus pepticum bisa
terjadi baik dengan ataupun tanpa gejala, yang biasanya merupakan kejadian sering pada
pasien dengan terapi steroid dosis tinggi, tetapi jarang pada hiperkortisolisme endogen.
Galaktore bisa terjadi karena tumor hipofisis anterior yang menekan penghubung hipofisis
yang berlanjut pada peningkatan kadar prolaktin. Gejala hipotiroidisme seperti relaksasi
refleks yang lebih lambat, bisa terjadi pada tumor yang karena ukurannya mengganggu fungsi
normal dari TRH dan TSH, yang berarti juga bisa terjadi gangguan fungsi hipofisis yang lain.
Rendahnya kadar testosteron pada pria bisa berujung pada penurunan ukuran testis karena
hambatan hormon LHRH dan fungsi LH/FSH.3
Melemahnya otot-otot proksimal bisa dirasakan. Osteoporosis bisa mengakibatkan mudahnya
terjadi fraktur dan kifosis, penurunan tinggi badan, dan sakit tulang di aksila. Nekrosis
avaskular panggul bisa juga terjadi karena kelebihan hormon glukokortikoid. Pasien bisa juga
4
merasa emosinya menjadi labil, mudah lelah, dan depresi. Gangguan pengelihatan, terutama
bitemporal, pengelihatan yang kabur bisa terjadi pada tumor hipofisis anterior sebagai
penghasil ACTH yang besar yang mengenai kiasma optikum. Pasien dengan sindroma
Cushing bisa didapati di unit gawat darurat dengan gejala krisis adrenal. Hal ini bisa terjadi
pada pasien yang sedang diterapi dengan steroid lalu secara tiba-tiba menyetop obat tersebut
atau menolak untuk meningkatkan intake steroidnya pada keadaan akut. Hal ini bisa juga
terjadi pada pasien dengan riwayat baru saja menjalani reseksi tumor pada penghasil ACTH
atau penghasil kortisol atau yang meminum penghambat streoid adrenal, yang biasa
ditemukan pada pasien krisis adrenal adalah hipotensi, sakit abdomen, muntah, dan
kebingungan karena rendah garam dan hipotensi. Penemuan lainnya termasuk hipoglikemia,
hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologik untuk memeriksa adrenal adalah pencitraan tomografi komputer (CT
Scan) abdomen. CT scan bernilai untuk menentukan lokalisasi tumor adrenal dan untuk
mendiagnosis hiperplasia bilateral. Semua pasien yang mengalami hipersekresi ACTH
hipofisis harus menjalani pemeriksaan pencitraan MRI hipofisis dengan bahan kontras
gadolinium. Dengan teknik ini, mikroadenoma kecil bisa ditemukan. Pada pasien dengan
produksi ACTH ektopik, tomografi menjadi pilihan pertama.Keberadaan masa di adrenal
dengan ukuran lebih besar dari 4-6 cm menyudut pada perkiraan keganasan adrenal.1,2
Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan darah, dimana sering didapatkan
peningkatan leukosit lebih besar dari 11.000/mm3, hiperglikemia, dan hipokalemi alkalosis
metabolik karena aktivasi kortisol melalui reseptor mineralokortikoid di ginjal.2
Problem diagnostik utama adalah membedakan pasien dengan sindrom Cushing ringan dari
hiperkortisolisme fisiologik ringan yang disebut sebagai sindrom pseudo-Cushing. Termasuk
didalamnya fase depresi gangguan afektif, alkoholisme, penghentian dari intoksikasi alkohol,
atau gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa. Keadaan ini bisa mempunyai
gambaran sindrom Cushing, termasuk peninggian kortisol bebas urin, termasuk gangguan
gambaran sekresi kortisol diurnal, dan gangguan supresi kortisol setelah tes supresi
deksametason tengah malam. Meskipun pemeriksaan fisik bisa memberikan tanda spesifik
untuk diagnosa yang tepat, konfirmasi biokimia bisa jadi mengalami kesulitan dan bisa
5
membutuhkan pemeriksaan ulang. Studi paling definitif yang ada untuk membedakan
sindrom Cushing ringan dari sindrom pseudo-Cushing adalah penggunaan tes supresi
deksametason diikuti oleh stimulasi corticotropin-releasing hormone CRH.1
Diagnosis sindrom Cushing bergantung pada kadar produksi kortisol dan kegagalan menekan
sekresi kortisol secara normal bila diberikan deksametason. Sekali diagnosis ditegakkan,
selanjutnya pemeriksaan dirancang untuk menentukan etiologi. Untuk skrining awal
dilakukan tes supresi deksametason tengah malam. Pada kasus sulit (mis. pada pasien
obesitas), pengukuran kortisol bebas urin 24 jam juga bisa digunakan sebagai tes skrining.
Bila kadar kortisol bebas urin lebih tinggi dari 275 nmol/dl (100 g/dl) adalah sugestif
sindrom Cushing. Diagnosis definitif ditetapkan bila gagal menurunkan kortisol urin menuju
ke < 80 nmol/dl (30 g/dl) atau kortisol plasma turun ke <140 nmol/L (5 g/dl) setelah tes
supresi deksametason dosis-rendah standar (0,5 mg setiap 6 jam selama 48 jam).1
Penentuan etiologi sindrom Cushing diperumit dengan semua tes yang tersedia oleh karena
tidak spesifik dan tumor-tumor yang menyebabkan sindrom Cushing cenderung spontan dan
sering menyebabkan perubahan dramatik sekresi hormon (hormogenesis periodik). Tidak ada
tes yang mempunyai spesifitas lebih besar dari 95 %, dan mungkin perlu menggunakan
kombinasi tes untuk mencapai diagnosis yang tepat. Langkah yang digunakan untuk
membedakan pasien dengan ACTH-secreting pituitary microadenoma atau hypothalamicpituitary dysfunction dengan bentuk sindrom Cushing yang lain adalah dengan menentukan
respon pengeluaran kortisol terhadap pemberian deksametason dosis tinggi (2 mg setiap 6
jam selama 2 hari). Bila diagnosis sindrom Cushing tersingkirkan dengan pemeriksaan
kortisol basal urin dan plasma, bisa digunakan tes supresi deksametason dosis tinggi tanpa
didahului tes supresi dosis rendah. Tes supresi dosis tinggi mendekati spesifitas 100 % jika
kriteria yang digunakan adalah supresi kortisol bebas urin lebih besar dari 90 %. Kadangkadang pada individu dengan hiperplasia nodul bilateral dan/atau produksi CRH ektopik,
pengeluaran steroid juga tertekan. Pemberian deksametason dosis tinggi dan rendah untuk
menekan produksi kortisol mengalami kegagalan pada pasien dengan hiperplasia adrenal
sekunder terhadap mikroadenoma hipofisis yang mensekresi ACTH atau tumor nonendokrin
yang menghasilkan ACTH dan pada pasien dengan neoplasma adrenal.1
Kadar ACTH plasma dapat digunakan untuk membedakan berbagai penyebab sindrom
Cushing, terutama untuk memisahkan penyebab tergantung-ACTH dari tak tergantungACTH. Pada umumnya, pemeriksaan ACTH plasma digunakan pada diagnosis etiologi
6
negatif, pada beberapa sentra dilakukan pengambilan sampel darah vena untuk pemeriksaan
ACTH. Tidak ada tes yang tersedia dapat dipercaya untuk membedakan jika tidak dijumpai
tumor ektopik atau jika tidak menghasilkan hormon lain. Diagnosis adenoma adrenal yang
menghasilkan-kortisol disangkakan dengan peningkatan tidak proporsional kadar kortisol
bebas basal urin dengan hanya perubahan sedang pada 17-ketosteroid urin atau DHEA sulfat
plasma. Sekresi estrogen adrenal biasanya menurun pada pasien ini sehubungan dengan
supresi ACTH yang diinduksi kortisol dan involusi zona retikularis yang menghasilkan
androgen. Diagnosis karsinoma adrenal disangkakan dengan massa abdomen yang teraba dan
peningkatan nilai basal 17-ketosteroid urin dan DHEA sulfat plasma. Kadar kortisol urin dan
plasma meningkat bervariasi. Karsinona adrenal biasanya resisten terhadap perangsangan
ACTH dan supresi deksametason. Peningkatan sekresi androgen adrenal sering menyebabkan
virilisasi pada perempuan. Karsinoma adrenokortikal penghasil-esterogen biasanya disertai
dengan ginekomastia pada laki-laki dan disfungsi perdarahan uterus pada perempuan. Tumor
adrenal ini mensekresi jumlah androstenedion yang meningkat, di perifer diubah menjadi
esterogen, estron dan estradiol. Karsinoma adrenal yang menyebabkan sindrom Cushing
paling sering dikaitkan dengan peningkatan kadar hasil antara biosintesis steroid, terutama
11- deoksikortisol, memberi kesan bahwa konversi hasil antara tidak efisien menjadi produk
akhir. Kira-kira 20 % karsinoma adrenal tidak ada kaitan dengan sindrom endokrin dan dikira
menjadi tak berfungsi atau menghasilkan prekursor biologik steroid inaktif. Kelebihan
produksi steroid tidak selalu secara klinik terbukti (mis. androgen pada laki-laki dewasa).1
Working Diagnosis
Cushing Syndrome
Kortisol plasma yang berlebihan (hiperkortisolisme) menyebabkan suatu keadaan yang
disebut Cushing Syndrome. Ditandai dengan obesitas badan (truncal obesity), hipertensi,
mudah lelah, kelemahan, amenorea, hirsutisme, striae keunguan pada abdomen, edema,
glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. Cushing syndrome Tanda-tanda
mudah berdarah, striae yang khas, miopati dan virilisasi (kurang sering) adalah lebih sugestif
merupakan tanda Cushing syndrome.1
Pada perjalanan penyakitnya, Cushing syndrome berkembang perlahan dan serupa dengan
kelainan endokrin lain, manifestasi awalnya dapat cukup samar.
8
Pada skenario, didapati seorang laki laki berusia 40 tahun yang mengeluh sering lemas dan
pada malam hari terbagun 3 4 kali untuk BAK. Pasien memiliki bentuk badan endomorf
dan pada pemeriksaan digolongkan pada obesitas tipe II, terdapat adanya moon face, tekanan
darah yang tinggi dan adanya peningkatan gula darah puasa dengan kadar natrium yang
normal. Pasien juga memiliki riwayat asma dan mengonsumsi prednison per tablet untuk
terapi lanjutan. Dari pemeriksaan awal inilah, pasien didiagnosis memiliki faktor resiko
tinggi terkena Sindrom Cushing.
Differential Diagnosis
Cushing Disease
Cushing disease adalah kondisi dimana hipofisis mensekresi ACTH terlalu banyak. Penyakit
ini merupakan salah satu penyebab Sindrom Cushing. Penyakit Cushing disebabkan oleh
tumor atau hiperplasia dari hipofisis. Keadaan terlalu banyaknya ACTH bisa mengakibatkan
meningkatnya produksi dan pengeluaran kortisol, suatu hormon stress. Biasanya kortisol
dikeluarkan pada saat seseorang mengalami keadaan yang stress, hormon ini mengatur
penggunaan karbohidrat, lemak, dan protein tubuh serta menolong penurunan imun sehingga
reaksi radang tidak terlalu parah.4
Gejala yang diberikan adalah obesitas badan, dengan tangan dan kaki yang kurus, muka
bulan, dan terhambatnya pertumbuhan pada anak-anak. Perubahan kulit ditandai dengan
jerawat dan infeksi kulit, striae ungu, dan kulit yang tipis dan mudah robek. Kelemahan dan
penipisan tulang juga bisa terjadi. Pada pria ini juga berdampak pada penurunan libido dan
impotensi. Pemeriksaan yang diperlukan juga sama dengan sindroma Cushing. Untuk
penatalaksanaan, yang perlu dilakukan adalah operasi untuk menghilangkan tumor hipofisis
bila memungkinkan. Setelah operasi, hipofisis akan perlahan-lahan kembali ke arah normal.
Selama proses ini mungkin diperlukan penambahan kortisol sementara. Selain pembedahan,
radiasi hipofisis juga mungkin digunakan. Bila kedua cara diatas gagal, maka pemberian obat
yang membuat tubuh berhenti mengeluarkan kortisol juga bisa diberikan. Bila gagal juga,
adrenelektomi adalah jalan lain untuk mengurangi sekresi kortisol.Prognosis bila tidak
diobati adalah buruk, operasi bisa mengobati, tetapi tumor mungkin saja tumbuh kembali.4
Fisiologi
Hormon kortikal adrenal, berlawanan dengan hormon medular, sangat penting untuk
kehidupan. Glukokortikoid disintesis dalam zona fasikulata. Hormon ini meliputi
kortikosteron, kortisol, dan kortison. Hormon yang terpenting adalah kortisol. Glukokortikoid
mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak untuk membentuk cadangan
molekul yang siap dimetabolis.Hormon ini meningkatkan sintesis glukosa dari sumber nonkarbohidrat (glukoneogenesis), simpanan glikogen di hati (glikogenesis), dan peningkatan
kadar glukosa darah.5
Epidemiologi
Cushing syndrome mengenai wanita sekitar lima kali lipat lebih sering daripada pria, dan
paling sering terjadi pada usia 20-an dan 30-an.1
Etiologi
Klasifikasi Cushing Syndrome berdasarkan penyebabnya
1. Hiperplasia Adrenal
- Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisa
Disfungsi hipotalamik-hipofisa.
Mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH hipofisa.
- Sekunder terhadap tumor nonendokrin yang menghasilkan ACTH atau CRH
CA bronkhogenik, CA thimus, CA pankreas, adenoma bronkhus.
2. Hiperplasia Noduler Adrenal
3. Neoplasia Adrenal
- Adenoma
- Karsinoma
4. Penyebab eksogen, iatrogenik
- Penggunaan glukokortikoid jangka lama.
- Penggunaan ACTH jangka lama.1
Dari klasifikasi diatas, dibedakan menjadi penyebab endogen & eksogen. Pada penyebab
endogen disebabkan karena adanya tumor endokrin & non-endokrin. Tumor ini menyebabkan
peningkatan sekresi CRH dan atau ACTH tergantung dari letak tumor tersebut karena terjadi
hiperplasia.Ini yang kemudian disebut sebagai Cushing Disease.6
Semua kasus Cushing syndrome endogen disebabkan oleh peningkatan produksi kortisol oleh
adrenal. Penyebabnya dibedakan menjadi ACTH-independent & ACTH-dependent. Pada
ACTH independent, hasil pemeriksaan CT-Scan pada kelenjar adrenal biasanya didapatkan
adanya massa. Banyak dari massa tersebut merupakan benign adrenal adenoma. Namun harus
dicurigai CA adrenal bila ditemukan keadaan sebagai berikut :
1. Diameter 4cm
12
2. Nodule Growth
3. Imaging atipikal : densitas CT-Scan non kontras > 10 Hounsfield units (HU) atau CTScan contrast wahout 60% atau Relative Contrast Washout 40% dalam 15 menit
setelah penyuntikan kontras secara IV.
Pada ACTH dependent, hasil MRI pada hipofisis menggambarkan adanya lesi sekitar 50%
kasus. Premature cerebral atrophy biasa juga ada. Ketika gambaran MRI pada hipofisis
menandakan normal atau mengecil (diameter < 5 mm) ireguler maka dilakukan selective
catheterization drainase pada inferior sinus v. petrosal. Kadar ACTH pada inferior sinus
petrosal 2 kali lipat dari kadar ACTH pada vena perifer mengindikasikan Cushing syndrome.
Dengan pemberian CRH, kadar ACTH dalam sinus petrosal inferior menjadi 3 kali lipat dari
kadar ACTH perifer.6
Patofisiologi
Cushing syndrome disebabkan oelh semua keadaan yang menyebabkan peningkatan kadar
glukokortikoid. Terdapat 4 kemungkinan sumber kelebihan kortisol. Dalam praktek klinis,
kausa tersering adalah pemberian glukokortikoid eksogen. Tiga sumber lainnya
hiperkortisolisme dapat dianggap sebagai Cushing syndrome endogen seperti penyakit primer
hipotalamus-hipofisis yang menyebabkan hipersekresi ACTH, hipersekresi kortisol oleh
suatu adenoma, CA, atau hiperplasia nodular adrenal, dan sekresi ACTH ektopik oleh
neoplasma nonendokrin.7
13
dan hiperplasia
korteks primer menjadi penyebab sekitar 10-20% kasus Cushing syndrome endogen. Bentuk
ini disebut juga Cushing syndrome ACTH-independent atau Cushing syndrome adrenal
karena adrenal berfungsi secara otonom. Sine qua non biokimiawi pada Cushing syndrome
adrenal adalah meningkatnya kadar kortisol serum dengan kadar ACTH rendah. Adenoma
dan karsinoma sama seringnya pada orang dewasa. Pada anak karsinoma lebih sering.
Karsinoma korteks cenderung menyebabkan hiperkortisolisme yang lebih nyata dibandingkan
14
adenoma atau proses hiperplastik. Pada kasus neoplasma unilateral, korteks adrenal yang
tidak terkena dan yang terletak di kelenjar satunya mengalami atrofi karena supresi oleh
sekresi ACTH. Sebagian besar hiperplasia adrenal disebabkan oleh pengaruh sekunder, dan
hiperplasia korteks primer jarang dijumpai. Dua jenis hiperplasia adrenokorteks bilateral
primer pernah ditemukan pada kasus Cushing syndrome. Pada penyakit adrenokorteks
makronodular masif (massive macronodular adrenocortical disease, MMAD), nodul biasanya
bergaris tengah lebih dari 3 mm. MMAD mengenai orang usia lanjut dan tidak diketahui
adanya komponen genetik. Varian kedua hiperplasia nodular primer yang lebih serimg
ditemukan pada anak dibandingkan orang dewasa adalah suatu penyakit familial yang dikenal
sebagai primary pigmented adrenal disease (PPNAD). Kelenjar adrenal pada PPNAD
memperlihatkan mikronodul bilateral difus (garis tengah < 3 mm) yang biasanya berpigmen
gelap (cokelat sampai hitam).
Sekresi ektopik ACTH oleh tumor non hipofisis merupakan penyebab besar kasus Cushing
syndrome sisanya (sekitar 10%). Pada banyak kasus, tumor penyebab adalah karsinoma sel
kecil paru meskipun neoplasma lain, termasuk tumor karsinoid, karsinoma medularis tiroid,
dan tumor sel islet pankreas pernah dilaporkan menyebabkan sindrom ini. Selain tumor
mengeluarkan ACTH ektopik, kadang-kadang neoplasma neuroendokrin menghasilkan CRH
ektopik yang pada akhirnya menyebabkan sekresi ACTH dan hiperkortisolisme. Seperti pada
varian hipofisis, kelenjar adrenal mengalami hiperplasia korteks bilateral, tetapi perjalanan
penyakit yang biasanya cepat memburuk menghentikan pembesaran adrenal ini. Varian
Cushing syndrome ini lebih sering pada pria dan biasanya terjadi pada usia 40-an dan 50-an.
Cushing syndrome, yang berkembang perlahan dan serupa dengan kelainan endokrin lain,
manifestasi awalnya dapat cukup samar. Stadium-stadium awal penyakit dapat bermanifestasi
sebagai hipertensi dan peningkatan berat badan. Seiring dengan waktu, pola pengendapan
jaringan lemak di sentral yang khas mulai tampak, yang menyebabkan obesitas badan, wajah
bulan (moon facies), dan akumulasi lemak di leher posterior den punggung (punuk
sapi/buffalo hump). Hiperkortisolisme menyebabkan atrofi selektif serat otot kedut cepat (tipe
2) sehingga massa otot menciut dan otot proksimal ekstremitas melemah. Glukokortikoid
menginduksi glukoneogenesis dan menghambat penyerapan glukosa oleh sel sehingga terjadi
hiperglikemia, glukosuria, dan polidipsia; Cushing syndrome adalah kausa penting diabetes
sekunder. Efek katabolik pada protein menyebabkan berkurangnya kolagen dan resorpsi
tulang. Oleh karena itu, kulit menipis, rapuh, dan mudah memar, penyembuhan luka
terganggu, dan sering terbentuk strie kulit di daerah perut. Resorpsi tulang menyebabkan
15
Manifestasi Klinis
Banyak tanda-tanda dan simtom sindrom Cushing menyertai kerja glukokortikoid. Mobilisasi
jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan, osteoporosis, striae
kulit, dan mudah berdarah bawah kulit. Osteoporosis bisa menyebabkan kolaps korpus
vertebra dan tulang lain. Peningkatan glukoneogenesis hati dan resistensi insulin dapat
menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Diabetes melitus klinis dijumpai pada kira-kira 20
% pasien, yang mungkin bersifat individu dengan predisposisi diabetes. Hiperkortisolisme
mendorong penumpukan jaringan adiposa pada tempat-tempat tertentu, khususnya di wajah
bagian atas, daerah antara kedua tulang belikat, dan obesitas badan. Jarang, tumor lemak
epistemal dan pelebaran mediastinum sekunder terhadap penumpukan lemak. Alasan untuk
distribusi yang aneh jaringan adiposa ini belum diketahui, tetapi berhubungan dengan
resistensi insulin dan/atau peningkatan kadar insulin.Wajah tampak pletorik, tanpadisertai
peningkatan kadar sel darah merah. Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumpai perubahan
16
emosional, mudah tersinggung, dan emosi labil sampai depresi berat, bingung, atau psikosis.
Pada wanita, peningkatan kadar androgen adrenal dapat menyebabkan jerawat, hirsutis, dan
oligomenorea atau amenorea. Beberapa tanda-tanda dan simtom pada pasien dengan
hiperkortisolisme, misalnya obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan diabetes, adalah
nonspesifik dan karena itu kurang membantu dalam mendiagnosis hiperkortisolisme.
Sebaliknya, tanda-tanda mudah berdarah, striae yang khas, miopati dan virilisasi (meskipun
kurang sering) adalah lebih sugestif sindrom Cushing.
Kecuali pada sindrom Cushing iatrogenik, kadar kortisol plasma dan urin meningkat.
Kadang-kadang hipokalemia, hipokloremia, dan alkalosis metabolik dijumpai, terutama
dengan produksi ACTH ektopik.1
Komplikasi
Pasien penderita bisa memiliki prognosis yang buruk dikarenakan komplikasinya.
Kebanyakan pasien menunjukkan manifestasi dari sindroma metabolik, termasuk didalamnya
adalah resistensi insulin, jaringan lemak di organ dalam (abdomen), dislipidemia, intoleransi
karbohidrat, dan/atau diabetes melitus, koagulopati, dan hipertensi, yang bisa menambah
resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Kelainan reproduksi sering terjadi pada sindrom
Cushing,
laki-laki
biasanya
terjadi
hipogonadisme,
dan
perempuan
mengalami
oligomenorhea atau tidak terjadi ovulasi.Osteoporosis dan fraktur patologis bisa terjadi di
beberapa pasien. Prevalensi osteoporosis di usia dewasa pada pasien sindroma Cushing
adalah sekitar 50%. Dapat pula terjadi semakin mudahnya infeksi dan sering, kelelahan
akibat menurunnya masa dan kekuatan otot.1,8
Penatalaksanaan
Bila diagnosis adenoma atau karsinoma lebih ditegakkan, dilakukan eksplorasi adrenal
dengan eksisi tumor. Oleh karena kemungkinan atrofi adrenal kontralateral, pasien diobati pra
dan pascaoperatif jika akan dilakukan adrenalektomi total, bila disangkakan lesi unilateral,
rutin menjalani tindakan bedah elektif sama dengan pasien Addison.1
Kebanyakan pasien dengan karsinoma adrenal meninggal dalam 3 tahun setelah diagnosis.
Metastasis tersering terjadi di hati dan paru. Obat utama untuk pengobatan karsinoma
17
kortikoadrenal adalah mitotan, isomer dari insektisida DDT. Obat ini menekan produksi
kortisol dan menurunkan kadar kortisol plasma dan urin. Meskipun kerja sitotoksiknya relatif
selektif untuk daerah korteks adrenal yang memproduksi glukokortikoid, zona glomerulosa
juga bisa terganggu. Oleh karena mitotan juga mengubah metabolisme kortisol ekstraadrenal,
kadar kortisol plasma dan urin harus dievaluasi untuk mentitrasi efek. Obat ini biasanya
diberikan dalam dosis terbagi tiga sampai empat kali sehari, dengan dosis ditingkatkan secara
bertahap menjadi 8 sampai 10 g perhari. Pada dosis tinggi hampir semua pasien mengalami
efek samping, bisa mengalami gangguan gastrointestinal (anoreksia, diare, muntah) atau
neuromuskular (lesu, somnolen, pusing). Semua pasien yang diobati dengan mitotan harus
menjalani terapi pemelihaan jangka lama, dan pada beberapa pasien perlu dilakukan
penggantian mineralokortikoid. Pada kira-kira sepertiga pasien, tumor dan metastasis
mengalami kemunduran, tetapi survival jangka lama terbatas. Pada kebanyakan pasien,
mitotan hanya menghambat steroidogenesis dan tidak menyebabkan regresi metastasis tumor.
Metastasis ke tulang biasanya refrakter terhadap obat dan harus diobati dengan terapi radiasi.
Mitotan juga dapat diberikan sebagai terapi tambahan setelah reseksi karsinoma adrenal,
meskipun tidak ada bukti bahwa ini memperbaiki survival.1
Pasien dengan hiperplasia bilateral mengalami peningkatan kadar ACTH absolut atau relatif.
Terapi harus ditujukan untuk mengurangi kadar ACTH, pengobatan ideal adalah
pengangkatan. Kadang-kadang (terutama dengan produksi ACTH ektopik) eksisi tidak
memungkinkan oleh karena penyakit sudah lanjut. Pada keadaan ini, medik atau
adrenalektomi bisa memperbaiki hiperkortisolisme.1
Ada kontroversi terhadap pengobatan hiperplasia adrenal bilateral bila sumber produksi
berlebihan ACTH tidak jelas. Pada beberapa pusat pengobatan, pasien-pasien ini (terutama
yang ACTH tertekan setelah pemberian deksametason dosis tinggi) menjalani eksplorasi
bedah hipofisis via trans-sfenoidal dengan harapan ditemukan mikroadenoma. Pada banyak
keadaan dianjurkan selective petrosal sinus venous sampling, dan pasien dirujuk ke senter
yang lebih tepat jika prosedur tidak tersedia. Jika mikroadenoma tidak dijumpai pada saat
eksplorasi, mungkin diperlukan hipofisektomi total. Komplikasi pembedahan trans-sfenoidal
adalah rinorea cairan serebrospinal, diabetes insipidus panhipopituitarisme, dan cedera saraf
optik atau otak. Neoplasma hipofisis ini bisa sembuh jika kelainan utama berada di
hipotalamus.1
18
Pada senter tertentu, adrenalektomi total menjadi pengobatan pilihan, angka kesembuhan
dengan prosedur ini mendekati 100 %. Efek merugikan termasuk kebutuhan penggantian
mineralokortikoid dan glukokortikoid sepanjang hayat dan 10 - 20 % kemungkinan muncul
kembali tumor hipofisis sepuluh tahun kemudian (sindrom Nelson). Kebanyakan tumor ini
membutuhkan terapi pembedahan. Tidak pasti apakah mereka muncul de novo pada pasien
ini atau dijumpai sebelum adrenalektomi tetapi kemungkinan ditemukan terlalu kecil.
Evaluasi radiologik kelenjar hipofisis secara periodik dengan MRI bersama dengan
pemeriksaan ACTH serial harus dilakukan pada semua individu setelah adrenalektomi
bilateral pada sindrom Cushing. Tumor-tumor hipofisis bisa menjadi invasif dan menekan
chiasma opticum atau meluas ke sinus kavernosa dan sfenoidalis.1
Radiasi hipofisis jarang dilakukan sebagai pengobatan primer, dicadangkan untuk tumor
rekuren pascaoperasi. Pada beberapa senter, kadar tinggi radiasi gamma dapat ditujukan pada
tempat yang diinginkan dengan kurang penyebaran ke jaringan sekitar dengan menggunakan
teknik stereotaktik. Efek samping radiasi termasuk ocular motor palsy dan hipopituitarisme.
Long lag time antara pengobatan dan remisi, dan angka remisi biasanya kurang dari 50%.
Kadang-kadang pendekatan pembedahan tidak memungkinkan, bisa diindikasikan medical
adrenalectomy. Penghambatan steroidogenesis juga bisa diindikasikan pada subjek
cushingoid berat sebelum intervensi pembedahan. Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih
unggul dengan pemberian penghambat steroidogenesis ketokonazol (600 - 1200 mg/ hari).
Mitotan (2-3 g/hari) dan/atau penghambatan sintesis steroid aminoglutetimid (1 g/hari) dan
metiraponi (2-3 g/hari) mungkin efektif secara tunggal atau gabungan. Mitotan lambat
mencapai efek (berminggu- minggu). Mifepristone, suatu inhibitor kompetitif ikatan
glukokortikoid terhadap reseptornya, bisa menjadi pilihan pengobatan. Insufisiensi adrenal
merupakan risiko semua obat-obat ini, dan dibutuhkan penggantian steroid.1
Pengobatan untuk sindroma Cushing eksogen adalah dengan pengurangan secara bertahap
glukokortikoid
yang
dikonsumsi.2Pemberhentian
langsung
glukokortikoid
dapat
mengakibatkan withdrawal phenomenone dan krisis adrenal. 1 Bagi pasien yang menderita
asma berat dan tidak dapat memberhentikan pemakaian, upayakan untuk mengurangi
kemungkinan berkembangnya komplikasi.
-
Kesimpulan
Sindroma Cushing adalah suatu kumpulan gejala yang terjadi akibat keadaan
hiperkortisol didalam tubuh, seperti yang kita ketahui kortisol adalah hormon yang muncul
pada saat orang sedang stress. Penyakit ini lebih sering mengenai perempuan dibanding lakilaki dan biasanya mengenai perempuan pada usia dekade ke 3 dan 4. Penyebab terjadinya
sindroma ini bisa dipisah berdasalkan asalnya, ada yang endogen dan eksogen, endogen
biasanya berhubungan dengan kasus kegagalan menjaga keseimbangan hormon oleh aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal, yang bisa saja terkena di adrenal atau tempat yang lebih tinggi
hingga ke hipotalamus dengan hipersekresi CRH-nya, sedangkan untuk eksogen yang paling
sering adalah terapi jangka panjang glukokortikoid atau steroid dan juga terapi ACTH..
Biasanya sindrom Cushing disembuhkan dengan penghentian bertahap glukokortikoid
pada kasus eksogen atau operasi untuk faktor endogen. Prognosis baik untuk yang diobati,
namun bisa fatal bila tidak ditangani dengan secepatnya dan benar.
Daftar Pustaka
20
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi Ke-5. Jilid 3. Jakarta: InternaPublishing; 2009.
2. Cushing Syndrome. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/117365overview. 4 Nopember 2013.
3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004.
4. Cushings Disease. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001388.4 Nopember 2013.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Ed 6. Jakarta : EGC; 2011.
6. Papadakis MA dan McPhee SJ. Current Medical Diagnosis & Treatment. Ed 52.
California : McGraw-Hill; 2013.
7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & cotran dasar patologis penyakit. Edisi ke7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
8. Cushing Syndrome. Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/cushingssyndrome/DS00470.4 Nopember 2013.
9. Cushing Syndrome Exogenous. Diunduh dari
21