Kerangka Acuan DBD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan

menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung
meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Kerugian sosial yang terjadi antara lain
karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya
usia harapan penduduk. Dampak ekonomi langsung pada penderita DBD adalah biaya
pengobatan, sedangkan dampak ekonomi tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu
sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan
akomodasi
selama
perawatan
penderita.

Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Hal ini
karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypti(penular penyakit DBD) di seluruh pelosok
tanah air, kecuali pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air
laut.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama menyerang anak-anak, namun dalam
beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak dilaporkan kasus DBD pada orang dewasa.
Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi mendadak disertai kebocoran plasma dan pendarahan,
dapat
mengakibatkan
kematian
serta
menimbulkan
wabah.

Untuk memberantas penyakit ini diperlukan pembinaan peran serta masyarakat yang terus
menerus dalam memberantas nyamuk penularnya dengan cara 3 M yaitu : menguras tempat
penampungan air (TPA), menutup TPA dan mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang
dapat menampung air hujan. Cara pencegahan tersebut juga dikenal dengan istilah PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk). Upaya memotivasi masyarakat untuk melaksanakan 3M
secara terus menerus telah dan akan dilakukan Pemerintah melalui kerjasama lintas program dan
lintas sektoral termasuk tokoh masyarakat dan swasta. Namun demikian penyakit ini masih terus
endemis dan angka kesakitan cenderung meningkat di berbagai daerah. Oleh karena itu upaya
untuk
membatasi
angka
kematian
penyakit
ini
sangat
penting.

Pembahasan
Epidemiologi

DBD

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh
David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang
disebut juga sebagai demam sendi(knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala Pada
masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak
pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina.
Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada
tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang
sangat
tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks,
yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak
terkendali. (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis. dan (4)
Peningkatan
sarana
transportasi.

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status
imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus
dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus
dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran
penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh
propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence
rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27

per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan
kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk
Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan
kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda
untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari,
meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

Distribusi. Wabah DBD baru-baru ini telah terjadi di Filipina, Kaledonia baru, Tahiti, Cina,
Vietnam. Laos, Kamboja. Maldives, Kuba, Venezuela. French Guiana, Suriname. Brasil.
Kolombia. Niakaragua dan Puerto Rico. Indonesia merupakan wilayah endemis DBD dengan
sebaran di seluruh tanah air. KLB terbesar dilaporkan di Vietnam pada tahun 1987, pada saat itu
kira-kira
370.000
kasus
dilaporan.

Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pada tahun 1968,
jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada
tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 2006 selama
periode Januari-September tercatat 3 propinsi mengalami KLB, yaitu; Jawa Barat, Sumatera
Barat dan Kalimantan Barat di 8 kab/kota dengan jumlah kasus 1.323 orang, 21 orang
diantaranya meninggal (CFR=1,59%). Jumlah KLB pada tahun 2006 ini menurun tajam
dibandingkan jumlah KLB pada tahun 2005 yang terjadi 12 propinsi di 35 kab/kota dengan
jumlah kasus 3.336 orang, 55 orang diantaranya meninggal (CFR=1,65%).

Faktor

Determinan.

1) Agent Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4 serotipe yaitu
serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue -1.-2,-3 dan -4). Virus yang sama menyebabkan Demam Berdarah
Dengue (DBD). Semua serotipe dengue dapat menyebabkan DHF/DSS pada unitan menurun
menurut
frekwensi
penyakit
yang
ditimbulkan
tipe
2.
3,4
dan
1.

2)
Host
yaitu faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh genetik yang berhubungan dengan meningkat
atau menurunnya kepekaan individu terhadap penyakit tertentu.Faktor pejamu yang merupakan

faktor risiko untuk timbulnya penyakit adalah genetik, umur, jenis kelamin, keadaan fisiologi,
kekebalan,
penyakit
yang
diderita
sebelumnya
dan
sifat-sifat
manusia.

3) Vektor Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus)
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya
khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum).
Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa.
Larva Ae.aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.
4

Pembahasan
Epidemiologi

DBD

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh
David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang
disebut juga sebagai demam sendi(knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala Pada
masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak
pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina.
Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada
tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang
sangat
tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks,
yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak
terkendali. (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis. dan (4)
Peningkatan
sarana
transportasi.

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status
imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus

dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus
dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran
penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh
propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence
rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27
per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan
kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk
Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan
kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda
untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari,
meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

Distribusi. Wabah DBD baru-baru ini telah terjadi di Filipina, Kaledonia baru, Tahiti, Cina,
Vietnam. Laos, Kamboja. Maldives, Kuba, Venezuela. French Guiana, Suriname. Brasil.
Kolombia. Niakaragua dan Puerto Rico. Indonesia merupakan wilayah endemis DBD dengan
sebaran di seluruh tanah air. KLB terbesar dilaporkan di Vietnam pada tahun 1987, pada saat itu
kira-kira
370.000
kasus
dilaporan.

Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pada tahun 1968,
jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada
tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 2006 selama
periode Januari-September tercatat 3 propinsi mengalami KLB, yaitu; Jawa Barat, Sumatera
Barat dan Kalimantan Barat di 8 kab/kota dengan jumlah kasus 1.323 orang, 21 orang
diantaranya meninggal (CFR=1,59%). Jumlah KLB pada tahun 2006 ini menurun tajam
dibandingkan jumlah KLB pada tahun 2005 yang terjadi 12 propinsi di 35 kab/kota dengan
jumlah kasus 3.336 orang, 55 orang diantaranya meninggal (CFR=1,65%).

Faktor

Determinan.

1) Agent Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4 serotipe yaitu
serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue -1.-2,-3 dan -4). Virus yang sama menyebabkan Demam Berdarah
Dengue (DBD). Semua serotipe dengue dapat menyebabkan DHF/DSS pada unitan menurun

menurut

frekwensi

penyakit

yang

ditimbulkan

tipe

2.

3,4

dan

1.

2)host
Host
yaitu faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh genetik yang berhubungan dengan meningkat
atau menurunnya kepekaan individu terhadap penyakit tertentu.Faktor pejamu yang merupakan
faktor risiko untuk timbulnya penyakit adalah genetik, umur, jenis kelamin, keadaan fisiologi,
kekebalan,
penyakit
yang
diderita
sebelumnya
dan
sifat-sifat
manusia.

3) Vektor Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk
rumah
(Culex
quinquefasciatus)
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya
khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum).
Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa.
Larva Ae.aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri latera

4. Reservoir Virus dengue bertalian melalui siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di daerah
perkotaan negara tropis; sedangkan siklus monyet-nyamuk menjadi reservoir di Asia Tenggara
dan
Afrika
Barat. 5)
Lingkungan
(environment)
Yang dimaksud dengan lingkungan ialah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh
luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisasi. Secara umum
lingkungan
ini
dibedakan
atas
dua
macam
yakni:

a. Lingkungan fisik. Yang dimaksud dengan lingkungan fisik ialah lingkungan alamiah yang
terdapat di sekitar manusia. Lingkungan fisik ini banyak macamnya, misalnya cuaca, musim,
keadaan geografis dan struktur geologi. Pada kasus DBD dapat berupa tempat perindukan Ae.
aegypti yang merupakan tempat-tempat berisi air bersihyang letaknya berdekatan dengan rumah
penduduk (500m) dan udara yang lembab. Tempat perindukan buatan manusia; speerti
tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum,
ban mobil yang terdapat di halaman rumah; juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti
kelopak daun anaman, tempurung kelapa, tinggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan.

b. Lingkungan non-fisik.Yang dimaksud dengan lingkungan non-fisik ialah lingkungan yang


muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia. Ke dalam lingkungan non-fisik ini
termasuk
faktor
sosial
budaya,
norma,
nilai
dan
adat
istiadat.

Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit dapat bermacammacam. Salah satu di antaranya ialah sebagai reservoir bibit penyakit (environmental reservoir).
Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi
bibit
penyakit.

Cara Transmisi. Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif terutama Aedes aegypti. Ini
adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari dengan peningkatan aktivitas menggigit
sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Nyamuk
tersebut mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier)
tidak harus orang yang sakit Demam Berdarah. Sebab, orang yang mempunyai kekebalan, tidak
tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun dalam darahnya terdapat virus
dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue
akan berada dalam darah manusia selama 1 minggu. Orang dewasa biasanya kebal terhadap
virus
dengue.

Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam berdarah
ialah tempat umum (Rumah Sakit, Puskesmas, Sekolah, Hotel/tempat penginapan) yang
kebersihan lingkungannya tidak terjaga, khususnya kebersihan tempat-tempat penampungan air
(bak
mandi.
WC,
dsb).

Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat
viremia yaitu : sejak beberapa saat sebelum panas sampai saat masa demam berakhir, biasanya
berlangsung selama 3-5 hari. Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah
penderita
viremia
dan
tetap
infektif
selama
hidupnya.

Surveilans
Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil dari sistem
pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data ini penting untuk
mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami kejadian luar
biasa. Daerah itu dapat berupa: rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman transmigrasi, kota,
kabupaten,
kecamatan,
desa,
atau
negara.
Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur mengumpulkan,
meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk mengidentifikasikan
kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran dan mengurangi atau
memberantas
penyebarannya.
Setiap kasus harus dilaporkan dengan jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai timbulnya
gejala, dan variabel demografi seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat dan asal data (dokter,
rumah
sakit,
puskesmas,
sekolah,
tempat
kerja,
dan
lain-lain).
Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai informasi tentang
penyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan daerah penyebaran,
kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis kelamin, suku, agama, sosial
ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan epidemiologis secara
garis
besar
dapat
dilakukan
secara: aktif dan pasif.

Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan
di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang berbagai
penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan yang terjadi, dan kebutuhan tentang
penelitian
sebagai
tindak
lanjut.

Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari
penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara
teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru
penyakit
tertentu.

Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial ekonomi,
saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang berkaitan dengan penyakit
tertentu dan pencatatan tetap dilakukan walaupun tidak ditemukan kasus baru.
Pengamatan Epidemiologidan

tindakan

Pemberantasan

a)Surveillance epidemiologi
1.Tujuan:
Deteksi

secara dini adanya out break atau kasus-kasus yang endemis, sehingga dapat

dilakukan

usaha

penanggulangan

secepatnya.

Mengetahui

faktor-faktor terpenting yang menyebabkan atau membantu adanya


penularan-penularan
atau
wabah.

2.Daerah

pelaksanaan:

Surveillance

tidak hanya dilaksanakan di desa-desa dimana sudah pernah terdapat

penderita/penularan DBD saja, tetapi harus dilaksanakan juga di daerah- daerah yang
receptive, yaitu daerah-daerah dimana diketahui terdapat Aedes aegepti saja sudah
cukup
untuk
dinyatakan
receptive.

1.

Pelaksanaan:

Penemuan

penderita.

Untuk hal ini perlu ditentukan kriteria yang Standard guna diagnosa klinis dan konfirmasi
laboratorium
dari
DBD.

Pelaporan

Penderita yang telah ditemukan di Puskesmas/Puskesmas Pembantu perlu


dilaporkan

penderita.

kepada

unit-unit

surveillance

epidemiologi.

Penelitian wabah. Bila dicurigai adanya wabah perlu dilakukan penelitian di lapangan,
maksudnya ialah: 1) Untuk mengetahui adanya penderita-penderita lain atau penderitapenderita tersangka DBD yang perlu dikonfirmasi laboratorium. 2) Menentukan luas daerah
yang terkena dan luas daerah yang perlu ditanggulangi. 3) Penilaian sumber-sumber
(inventory) mengenai keadaan umum setempat, mengenai fasilitas dan faktor-faktor yang
berperanan penting pada timbulnya wabah. 4) Setiap kasus demam berdarah/tersangka
demam berdarah perlu dilakukan kunjungan rumah oleh petugas Puskesmas untuk
penyuluhan dan pemeriksaan jentik di rumah kasus tersebut dan 20 rumah di sekelilingnya.
Bila terdapat jentik, masyarakat diminta melakukan pemberantasan sarang nyamuk (Pada
umumnya Penyemprotan/fogging, dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Dati II. Prioritas
fogging adalah pada areal dengan kasus-kasus demam berdarah yang mengelompok, dan
yang
meninggal).

1.

Surveillance vektor Untuk tingkat Puskesmas kegiatannya membantu Tim Dati II atau
Dati I dalam pelaksanaan surveillance vektor ini.

Teknik

penemuan

kasus

DBD.

Penyelidikan epidemiologi DBD merupakan kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya


dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue di rumah
penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100
meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih
lanjut.
Metode pencarian kasus penyakit menular, terutama yang disebabkan nyamuk, di Indonesia,
dengan cara active case finding, passive case finding, ataupun survey (Mass survey, Fever

survey). Active Case Finding (ACD) umumnya dilaksanakan dengan cara kunjungan dari
rumah ke rumah oleh petugas kesehatan biasanya setiap 1 dan 2 bulan. Semua rumah harus
dapat dikunjungi dan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya kemungkinan infeksi DBD.
ACD ini umumnya dilakukan di daerah non-endemis DBD. Umumnya di Indonesia,
pencarian kasus DBD menggunakan teknik Passive Case Finding (PCD). Pada teknik PCD si
penderita dengan gejala DBD datang ke di rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu
dan Poliklinik untuk berobat, kemudian dilakukan pemeriksaan hingga didiagnosa penyakit
DBD.
PCD
biasanya
diperuntukkan
di
daerah
endemis.

Upaya
Upaya

Kesehatan
kesehatan

tersebut

Pokok
dikelompokkan

menjadi

Puskesmas
dua

yakni

I. Upaya Kesehatan Wajib Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit
tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut
adalah upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan, upaya kesehatan ibu dan anak serta
keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular dan upaya pengobatan. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
A.

Upaya

Promosi

Kesehatan

B.

Upaya

Kesehatan

Lingkungan

C.

Upaya

D.

Upaya

E.

Upaya

F.

Upaya

Kesehatan

Ibu

dan

Perbaikan
Pencegahan

dan

Anak

serta

Keluarga

Gizi
Pemberantasan

Berencana
Masyarakat

Penyakit

Menular
Pengobatan

II. Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah


upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat

serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan


dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada yakni a) Upaya
Kesehatan sekolah, b) Upaya Kesehatan Olahraga, c) Upaya Perawatan Kesehatan
Masyarakat, d) Upaya Kesehatan Kerja, e) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut, f) Upaya
Kesehatan Jiwa, g) Upaya Kesehatan Mata, h) Upaya Kesehatan Usia Lanjut, i) Upaya
Pembinaan
Pengobatan
Tradisional.
Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan
pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang
dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan Puskesmas. Perawatan kesehatan
masyarakat merupakan pelayanan penunjang baik upaya kesehatan wajib maupun kesehatan
pengembangan. Apabila perawatan kesehatan masyarakat menjadi permasalahan spesifik di
daerah tersebut maka dapat dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan pengembangan.

UpayaPencegahandanPemberantasanPenyakitMenularDBD

1.

Gejala

umum DBD

A.Hari ke-1
(1

:
)

Mula-mula

(2)
A.

timbul

panas

Badan
Hari

(3)Perut

ke-2

atau

(uluhati)

mendadak
lemah

ke-3

(suhu

badan
dan

38

40)
lesu
:

terasa nyeri

(4) Petechiae (bintik-bintik merah di kulit) pada muka, lengan, paha, perut atau dada.
Kadang-kadang bintik-bintik merah ini hanya sedikit sehingga sering perlu pemeriksaan

yang teliti. Bintik-bintik merah ini mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk
membedakannya ranggangkan kulit: bila hilang, bukan demam berdarah. Untuk melihat
adanya petechiae lakukan pemeriksaan dengan tourniquet (rumpel leede) test. Test positif
setelah pemeriksaan tourniquet (rumpel leede) keluar petechiae di tangan.
(5) Kadang-kadang terjadi perdarahan hidung (mimisan), mulut atau gusi dan muntah
darah atau berak darah. Tanda-tanda dan gejala di atas disebabkan karena pecahnya
pembuluh
darah
kapiler
yang
terjadi
di
semua
organ
tubuh.
B.

Hari

ke-4

s/d

(6) Bila keadaan penyakit menjadi parah, penderita gelisah, berkeringat banyak, ujungujung
tangan
dan
kaki
dingin
(pre
shock).
(7) Bila keadaan (pre-shock) ini berlanjut, maka penderita dapat mengalami shock (lemah
tak berdaya, denyut nadi cepat atau sukar diraba), atau disebut dengan Dengue Shock
Syndrome (DSS), dan bila tidak segera ditolong dapat meninggal. Keadaan pre-shock dan
shock ini disebabkan oleh adanya gangguan pada pembuluh darah kapiler yang
mengakibatkan merembesnya plasma darah keluar dari pembuluh darah. Selain itu juga
oleh
karena
adanya
perdarahan.

Stadium

DBD:

(WHO,

1997)

I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji
torniquet
+
II : seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
III : didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun ( 20
mmHg) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak
gelisah
IV : syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak teratur

Catatan: Adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan DBD derajat I/II


dengan DD. Pembagian derajat penyakit dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa.
Cara Diagnosis. Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang pertama disertai adanya
thrombocytopenia sudah cukup untuk menegakkan diagnosa Demam Berdarah secara klinik.
Bila kriteria tersebut belum/tidak dipenuhi disebut sebagai suspect Demam Berdarah.
Diagnosa pasti dilakukan dengan pemeriksaan serologis spesimen akut dan konvalescen.

Kriteria DBD: 1. Kriteria Klinis: a) demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, terus
menerus selama 2 7 hari, b) manifestasi perdarahan (uji torniquet positif, petekiia,
akimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau
melena), c) pembesaran hati, d) syok,ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. 2. Kriteria
Laboratoris: a) trombositopenia 100.000/mm , dan b) hemokonsentrasi, dapat dilihat dari
peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
3

Pengobatan umum di

puskesmas

Pertolongan pada penderita yang dapat dilakukan meliputi: a) Beri penderita minum banyakbanyak (air masak, susu, teh, atau minuman lain), b) Beri penderita obat penurun panas
dan/atau kompres dengan es, dan c) Penderita dengan gejala pre-shock harus dirawat (di
rumah
sakit/Puskesmas).

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat
jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD
dengan
komplikasi
perlu
perawatan
intensif.

Tirah

Obat

baring

selama

antipiretik

atau

masih
kompres

demam

panas

hangat.

Untuk menurunkan suhu dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat


tidak dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis.

Diajurkan pemberian cairan elektrolit (mencegah dehidrasi sebagai akibat demam,


anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup, susu. Disamping air putih, dianjurkan
diberikan
selama
2
hari.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok. Periode kritis adalah pada saat

suhu

turun

pada

umumnya

hari

ke-3

-5

fase

demam.

Pemeriksaan kadar hematokrit berkala untuk pengawasan hasil pemberian cairan


yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan vena.

Jenis cairan kristaloid : larutan ringer laktat ( RL), larutan ringer asetat (RA),
larutan garam faali (GF), detroksa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), detroksa 5%
dalam larutan ringer asetat (D5/RA). (catatan : untukresusitasi syok dipergunakan larutan
RL
atau
RA
tidak
boleh
larutan
yang
mengandung
dekstran)

Cairan

Penanggulangan

koloid

:
dan

dekstran

40,
Promosi

plasma,

albumin.
Kesehatan

Upaya penanggulangan DBD telah dilaksanakan sejak tahun 1968, namun diprogramkan
secara teratur sejak tahun 1974 dengan dibentuknya Subdit Arbovirosis di Departemen
Kesehatan. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan antara lain meliputi: 1) Pelatihan dokter, 2)
Pemberantasan
vektor
dan
3)
Penyuluhan
kepada
masyarakat.
Mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia, maka
cara yang dapat dilakukan sampai saat ini ialah dengan memberantas nyamuk penularnya
(vektor). Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa maupun jentiknya.

Pada
tahun
1969-1980
pemberantasan
vektor
menggunakan
insektisida
denganfogging terutama bila terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB). Pada tahun 1988,
selain fogging juga dilaksanakan abatisasi massal untuk membunuh jentik, yang dilakukan
sebelum
musim
penularan
di
daerah
endemis.
Sejak tahun 1989/1990 dilaksanakan pemberantasan DBD secara terpadu, yaitu terdiri dari
penanggulangan fokus, fogging massal sebelum musim penularan dan abatisasi setiap tiga
bulan di kelurahan-kelurahan endemis. Di kelurahan-kelurahan lain dalam wilayah
kecamatan yang sama, dilakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk melaksanakan PSN
DBD. Cara tersebut mulai diterapkan secara intensif pada tahun 1991/1992, namun luas
wilayah
yang
ditanggulangi
masih
sangat
terbatas.
Namun demikian, hingga saat ini upaya pemberantasan DBD belum berhasil di Indonesia,
sehingga penyakit ini masih sering terjadi dan menimbulkan KLB di berbagai daerah.
Permasalahan utama dalam upaya menekan angka kesakitan adalah masih belum berhasilnya
upaya penggerakan peran serta masyarakat dalam PSN DBD melalui Gerakan 3M yang
mulai
diintensifkan
sejak
1992.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan upaya pemberantasan penyakit DBD pada tahun 2004
baik selama KLB maupun sesudah KLB dan untuk tahun-tahun yang akan datang diperlukan
adanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam melakukan pemeriksaan jentik secara berkala
dan terus-menerus serta menggerakkan masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.

Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk).


Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui jalurjalur
informasi
yang
ada:

Penyuluhan kelompok: PKK, organisasi sosial masyarakat lain, kelompok agama,

guru,

murid

sekolah,

pengelola

tempat

umum/instansi,

Penyuluhan

1.

Kepada

2.

Kepada

dll.

perorangan:
ibu-ibu
penderita/keluarganya

pengunjung
di

Posyandu
Puskesmas

Kunjungan

3.

rumah

Kader/petugas

Puskesmas

Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk. II, I dan
pusat). Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim penularan
(musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala Wilayah setempat.
Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam kegiatan di wilayah
dalam rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat Puskesmas,
usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya
diintegrasikan
dalam
program
Sanitasi
Lingkungan.

Cara
1.

oleh

MelakukanPenyuluhan

Kelompok

Penyuluhan kelompok dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma, pertemuan arisan


atau pada pertemuan Warga RT/RW, pertemuan dalam kegiatan keagamaan atau pengajian,
dan
sebagainya.
Langkah-langkah

2.

dalam

melakukan

penyuluhan

kelompok:

Usahakan agar setiap peserta pertemuan dapat duduk dalam posisi saling bertatap muka
satu sama lain. Misalnya berbentuk huruf U, O atau setengah lingkaran.

Mulailah

Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan demam berdarah dengue, antara lain

dengan

memperkenakan

diri

dan

perkenalan

semua

peserta

bahayanya, dapat menyerang sewaktu-waktu pada semua umur terutama anak-anak.

Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan menggunakan
gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik (flipchart) atau leaflet/poster

Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk berbicara atau mengajukan pertanyaan
tentang

materi

yang

dibahas

Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana materi yang
disampaikan
telah
dipahami.

Pelaporan
1.

dan

pelaporan

kegiatan

Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam


berdarah
dengue
menggunakan
formulir
:
A.

W1/laporan

B.

W2/laporan

C.

2.

penderita

KLB

(wabah)

mingguan

wabah

SP2TP: LB 1/laporan bulanan data kesakitan, LB 2/laporan bulanan data


kematian. Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan
bulanan
kegiatan
Puskesmas
(SP2TP).

Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya


(akut dan konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama ke
Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat.

Indikator

KLB

KLB adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan / kematian dan atau meningkatnya suatu
kejadian atau kesakitan / kematian yang bermakna secara epidemiologi pada sutu kelompok
penduduk dalam kurun waktu tertentu. Termasuk kejadian kesakitan/kematian yang
disebabkan oleh penyakit menular maupun yang tidak menular dan kejadian bencana alam
yang
disertai
wabah
penyakit.
Kriteria
A.

di
B.

Penetapan

KLB

Demam

Berdarah

Dengue

Timbulnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang sebelumnya tidak ada
suatu
daerah
Tingkat
II.

Adanya peningkatan kejadian kesakitan DBD dua kali atau lebih dibandingkan
jumlah kesakitan yang biasa terjadi pada kurun waktu yang sama tahun sebelumnya.

Indikator

KLB

Demam

Berdarah

Dengue

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2002 tentang


Indikator Indonesia Sehat 2010 dirumuskan indikator KLB Demam Berdarah Dengue yaitu:
Aneka kesakitan (morbiditas) DBD adalah jumlah kasus DBD di suatu wilayah tertentu
selama satu tahun dibagi jumlah penduduk di wilayah dan kurun waktu yang sama, dikalikan
100.000.
(Depkes
2003)

Pencegahan&Pemberantasanvektor
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992: upaya pemberantasan
penyakit demam berdarah dengue dilakukan melalui kegiatan pencegahan, penemuan, pelaporan
penderita, pengamatan penyakit dan penyelidikan epidiomologi, penanggulangan seperlunya,
penanggulangan
lain
dan
penyuluhan
kepada
masyarakat.
1.

Cara

memberantas

nyamuk

dewasa

Fogging (pengasapan). Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan fogging


(pengasapan) racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di
rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang
mati hanya nyamuk (dewasa) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul
nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembang biakannya Karena itu cara yang tepat
adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD yaitu singkatan dari
Pemberantasan
Sarang
Nyamuk
Demam
Berdarah
Dengue.
Fogging tertutup adlah pada saat fogging dilakukan semua pintu dan jendela ditutup rapat
rapat. Dilakukan sekitar jam 7.00 10.00 dan jam 15.00 18.00. Fogging terbuka adalah
pada saat fogging / pengasapan dilakukan semua pintu dan jendeladibuka lebar lebar.
Dilakukan sekitar jam 7.00 10.00 dan jam 15.00 18.00. Fogging fokus adalah fogging
yang dilakukan dititik fokus dan sekitarnya dengan jarak radius 100 m atau 20 rumah
sekitarnya. Dilakukan dua siklus dengan jarak seminggu, diikuti abatisasi. Fogging fokus
dilakukan
setelah
penyelidikan
epidemiologi
positif.

Syarat

PE

/penyelidikan

epidemiologi

):

Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ada 2 kasus DBD lainnya

Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan ada kasus demam tanpa sebab
jelas

Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan 1 kasus meninggal karena
sakit

DBD

Cara

1.

i)
PSN

memberantas

DBD dilakukan

jentik Aedes

dengan

cara

aegypti

3M,

yaitu:

A.

Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali.

B.

Menutup

C.

rapat-rapat

tempat

penampungan

air

Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan, atau menyingkirkan barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas, dan
lain-lain.

Selain itu ditambah dengan cara lainnya (yang dikenal dengan istilah 3M plus), seperti:
D.

Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali

E.

Perbaiki

F.

Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain misalnya dengan

saluran

dan

talang

air

yang

tidak

lancar/rusak

tanah
G.

Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menapung air seperti pelepah


pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat- tempat lain yang dapat menampung air

hujan di pekaranga, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain.


H.

Lakukan larvasidasi, yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik (Abate 1 G,


Altosid 1,3 G dan Sumilarv 0,5 G (DBD)) di tempat- tempat yang sulit dikuras atau di
daerah
yang
sulit
air

I.

Pelihara

J.

Pasang

K.

Pencahayaan

L.

Jangan

M.

Tidur

N.

ikan

pemakan

jentik

nyamuk

kasa

di

rumah

kawat

biasakan

dan

ventilasi

menggantung

pakaian

menggunakan

kelambu,

memadai
dalam

rumah
dan

Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan
nyamuk.

Perlindungan

perseorangan:7

Memberikan anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan
meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan
dengan obat anti serangga yang dapat dibeli di toko-toko seperti baygon, raid dan lain lain.
O.

Pemberantasan

vektor

jangka

panjang

(pencegahan)

Satu cara pokok untuk pemberantasan vektor jangka panjang ialah usaha peniadaan
sarang nyamuk, vas bunga dikosongkan tiap minggu, menguras bak mandi seminggu
sekali yaitu dengan menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi tersebut, tempattempat persediaan air agar dikosongkan lebih dahulu sebelum diisi kembali. Maksudnya
agar larva-larva dapatdisingkirkan.Dalam usaha jangka panjang untuk daerah dengan
vektor tinggi dan riwayat wabah DBD maka kegiatan Puskesmas lebih lanjut yaitu: 1)
Abatesasi untuk membunuh larva dan nyamuk, dan 2) Fogging dengan malathion atau
fonitrothion.

P.

Pemberantasan vektor dalam keadaan wabah. Kegiatan Puskesmas adalah


membantu : a) Tim Propinsi/Dati II untuk survai larva dan nyamuk, b) Membantu
penyiapan
rumah
penduduk
untuk
di-fogging.

ii) Larvasidasi. Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempattempat penampungan air. Bila menggunakan Abate disebutAbatisasi. Cara melakukan
larvasidasi:
Q.

Menggunakan bubuk Abate 1 G (bahan aktif: Temephos 1%) Takaran


penggunaan bubuk Abate 1 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter cukup dengan 10
gram bubuk Abate 1 G dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan
sendok makan, satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya) berisi 10 gram Abate
1 G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya
air
yang
akan
diabatisasi.
Takaran
tidak
perlu
tepat
betul.

R.

Menggunakan Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%) Takaran penggunaan


Altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 2,5 gram bubuk
Altosid 1,3 G atau 5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang sudah
tersedia dalam setiap kantong Altosid 1,3 G. Bila tidak ada alat penakar, gunakan
sendok teh, satu sendok teh peres (yang diratakan atasnya) berisi 5 gram Altosid 1,3 G.
Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air.
Takaran
tidak
perlu
tepat
betul.

S.

Menggunakan Sumilarv 0,5 G (DBD) (bahan aktif:piriproksifen 0,5%) Takaran


penggunaan Sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup
dengan 0,25 gram bubuk Sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0.5 gram untuk 200 liter air.
Gunakan takaran khusus yang tersedia (sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram).
Takaran
tidak
perlu
tepat
betul.

Angka

Bebas

Jentik

Merupakan salah satu indicator keberhasilan program pemberantasan vector penular DBD.
Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ yang

dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD di


lingkunagnnya
masing-masing
belum
optimal.
Cara

Melakukan

Pemeriksaan

Jentik

Cara-cara memeriksa jentik: i) Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempattempat penampungan air lainnya, ii) Jika tidak tampak, tunggu 0,5-1 menit, jika ada jentik
ia akan muncul kepermukaan air untuk bernapas, iii) Di tempat yang gelap gunakan senter/

Anda mungkin juga menyukai