PDT Bedah Umum PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 147

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software

http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BEDAH UMUM
KANKER PAYUDARA

M.D. Anderson 2006, 10 20 pasien per 100.000 penduduk per tahun


datang dengan DCIS (Ductal Carcinoma in Situ), dan sebagian datang dengan
kanker payudara yang non-palpable. Adanya epidemiologi molekuler yang semakin
berkembang, telah menemukan 5-10% penderita kanker payudara sebagai familial
breast cancer, yaitu adanya defek genetik pada saat pasien dilahirkan, yaitu adanya
mutasi gen BRCA-1 atau BRCA-2. Dengan deteksi awal terhadap familial breast
cancer tersebut usaha-usaha prevensi dan profilatik telah dapat dijalankan dengan
target populasi yang tepat.
Di Indonesia, skrining terhadap kanker payudara masih bersifat individual,
dan sporadik sehingga program deteksi dini masih belum efisien dan efektif. Sebagai
akibatnya, pasien dengan kanker payudara stadium lanjut masih cukup tinggi, yaitu
lebih dari 50% (data didapatkan dari berbagai senter pendidikan konsultan bedah
onkologi di Indonesia).
Pengetahuan tentang biologi molekuler terutama dalam hal genomic dan
epigenomik onkologi, telah membuka horizon patofisiologi kanker, yang cukup
mengubah konsep manajemen kanker payudara. Identifikasi penderita dengan
kanker payudara risiko tinggi (aggressive & poorer prognosis breast cancer),
menyebabkan pengobatan kanker payudara lebih bersifat individual dan ke depan
lebih menekankan pada bio markers.
Pembedahan terhadap kanker payudara masih tetap merupakan modalitas
utama pengobatan kanker payudara. Yang lebih bervariasi adalah teknik
pembedahannya, dan beberapa dekade terakhir pembedahan lebih bersifat
preservative yaitu mempertahankan payudara dengan kosmetik/astetik yang baik,
seperti breast conserving management (BCT), atau breast conserving surgery
(BCS), yang memerlukan keterampilan yang cukup dan adanya fasilitas penunjang
yang memadai. Dengan meningkatnya diagnosis pada kanker payudara stadium dini
(DCIS, non-palpable breast cancer) maka pertimbangan untuk tidak atau secara
selektif melakukan diseksi kelenjar getah bening regional (axilla) menjadi penting.
Ditemukannya teknik pemeriksaan KGB axilla dengan bahan radio-isotop dan bahan
warna (lymphatic mapping & sentinel Lymph Node Biopsi), menjadi indicator perlu
tidaknya diseksi axilla dilakukan.

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Bidang pembedahan yang juga relative baru menjadi bahan diskusi yang
menarik adalah dikembangkannya teknik onkoplasti, yaitu mengembalikan bentuk
payudara kembali secara simetri, tanpa harus mengorbankan prinsip onkologis.
KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI KANKER PAYUDARA
Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologi berdasarkan:

WHO Histological classification of breast tumors

Japanese breast Cancer Society (1984) Histological Classification of Breast


tumors.

Malignant (Carcinoma)
1. Non invasive carcinoma
a. Non invasive ductal carcinoma
b. Lobular carcinoma in situ
2. Invasive carcinoma
a. Invasive ductal carcinoma
A1. Papillobular carcinoma
A2. Solid-tubular carcinoma
A3. Scirrhous carcinoma
b. Special types
B1. Mucinous carcinoma
B2. Medullary carcinoma
B3. Invasive lobular carcinoma
B4. Adenoid cystic carcinoma
B5. Squamous cell carcinoma
B6. Spindle cell carcinoma
B7. Apocrine carcinoma
B8. Carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia
B9. Tubular carcinoma
B10. Secretory carcinoma
B11. Others
c. Pagets diseases
Tipe Histopatologi menurut Page, 2005; Lagios, 2005., Bleiwess & Jaffer, 2005
(dikutip dari Roses D.F., Breast Cancer)
Pathology Evolution of Preinvasive Breast Cancer: The Atypical Ductal Hyperplasia
Pathology of In Situ Breast Cancer

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Lobular Carcinoma In Situ


Pleomorphic LCIS

Ductal carcinoma In Situ (DCIS) grades/ Van Nuys Prognotic Score


Pagets Disease (of the nipple)
Pathology of Invasive Breast Cancer
Invasive Ductal Carcinoma
Invasive Lobular Carcinoma
Pathology of Special Forms of Breast Cancer
Tubular carcinoma
Cribiform carcinoma
Medullary carcinoma
Mucinous carcinoma
Apocrine carcinoma
Micropapillary carcinoma
Metaplastic carcinoma
Mammary carcinoma with osteoclast-like giant cell
Lipid rich carcinoma
Glycogen rich carcinoma
Secretory carcinoma
Neuroendocrine carcinoma
Adenoid cystic carcinoma
Inflammatory carcinoma
Phylloides tumor
Sarcoma
Angiosarcoma
Malignant lymphoma
Metastatic Tumors to the Breast (melanoma, adenocarcinoma, carcinoid)
Dengan adanya teknologi DNA micro-array/genes profiling, kanker payudara
dapat digolongkan berdasarkan pada:

Kanker payudara dengan perjalanan penyakit yang indolent

Kanker payudara dengan perjalanan penyakit yang agresif dan prognosis


buruk

Ekspresi Reseptor Estrogen (ER)

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Ekspresi Progesteron Reseptor (PR)

Ekspresi dari HER-2

Berdasarkan pada pemeriksaan protein markers seperti ER (estrogen receptor),


PR (progesterone receptor) dan HER-2, kanker payudara dapat dibagi atas
beberapa tipe, yaitu tipe Luminal A, Luminal B, Tripple Negative (Basal) dan HER-2
positive.
Penggolongan ini dapat menentukan pilihan terapi tambahan yang sesuai
(neoadjuvant & adjuvant therapy), dan sekaligus memberikan gambaran prognosis
penderita. Kanker payudara dengan tipe Luminal A mempunyai prognosis yang
terbaik (Piccard, et al., 2006).
Gradasi histologis dibuat berdasarkan The Nottingham Combined Histologic
Grades, yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson. Grading histologis
dibuat berdasarkan pembentukan tubulus, plemorfisme dari nucleus, jumlah
mitosis/mitotic rate sehingga gradasi histologis dapat dibagi atas:
Gradasi (grade) I
berdiferensiasi baik
Gradasi (grade) II
berdiferensiasi sedang
Gradasi (grade) III
berdiferensiasi buruk
Dikatakan Gradasi X, apabila karena sesuatu hal garadasi histologis tidak
dapat dinilai. (dikutip dari Schintt & Guidi, 2004; Bleiweiss & Jaffer, 2005).
Kanker payudara dengan diferensiasi baik mempunyai prognosis yang lebih
baik dibandingkan yang berdiferensiasi buruk.
Gradasi histologist ini penting untuk menentukan prognosis dan optimalisasi
pengobatan.
KLASIFIKASI STADIUM TNM (UICC/AJCC)
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari UICC/AJCC
adalah sebagai berikut:
T = Ukuran Tumor Primer Kanker Payudara
Ukuran dibuat berdasarkan ukuran klinis diameter tumor terpanjang dalam cm,
ataupun radiologis (MRI) yang lebih akurat dalam menilai volume tumor.
Tx
: Tumor primer tidak dapat dinilai
T0
Tis
Tis (DCIS)
Tis (LCIS)

: Tumor primer tidak ditemukan


: Karsinoma insitu
: Ductal Carcinoma insitu
: Lobular Carcinoma insitu

Tis (Paget)
: Penyakit Paget pada puting tanpa ada masa tumor
(Penyakit Paget dengan masa tumor dikelompokkan berdasar ukuran tumor)

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

T1

: Tumor dengan ukuran terpanjang 2cm atau kurang

T1mic : Ada mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang


T1a
: Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm
T1b
T1c
T2
T3
T4

: Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm


: Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm
: Tumor dengan ukuran terpanjang lebih dari 2 cm sampai 5 cm
: Tumor dengan ukuran terpanjang lebih dari 5 cm
: Tumor dengan ukuran berapa pun dengan infiltrasi/ekstensi pada dinding
dada atau kulit
Catatan: Dinding dada termasuk iga/kosta, otot interkostalis dan otot seratus
anterior, tetapi tidak termasuk otot pektoralis (eksterna maupun interna)
T4a
T4b

: Infiltrasi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis)


: Infiltrasi ke kulit, dalam hal ini termasuk peau dorange, ulserasi nodul satelit
pada kulit
terbatas pada satu payudara yang terkena
T4c
: Infiltrasi baik pada dinding dada maupun kulit
T4d
: Mastitis karsinomatosa (Inflammatory Breast Cancer/IBC)
N = Nodes (Kelenjar Getah Bening/KGB)
Klinis:
NX
N0
N1
N2

N2a
N2b

: Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai


: Tidak terdapat metastasis pada KGB
: Metastasis ke KGB aksila ipsilateral, masih mobile
: Metastasis ke KGB aksila ipsilateral terfiksasi, dan konglomerasi (beberapa
KGB menyatu), atau klinis adanya metastasis pada KGB Mamaria interna
meskipun tanpa metastasis KGB aksila
: Metastasis ke KGB aksila terfiksasi atau konglomerasi ataupun melekat
pada struktur lain/ jaringan sekitar
: Klinis metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral dan tidak

terdapat
metastasis pada KGB aksila
N3
: Klinis ada metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
metastasis pada KGB aksila, atau klinis terdapat metastasis pada KGB
mamaria interna dan metastasis KGB aksila
N3a : Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b : Metastasis ke KGB mamaria interna dan KGB aksila
N3c : Metastasis ke KGB supraklavikula
Catatan: Terdeteksi secara klinis artinya terdeteksi dengan pemeriksaan fisik dan
imaging (diluar scintigraphy)

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Patologi Nodes (pN) (Pathologic Classification of Breast Cancer)


pNx

: KGB regional tidak bias dinilai (telah diangkat sebelumnya, atau tidak
diangkat, tetapi klinis tidak ada pembesaran)

pN0

: Tidak terdapat metastasis ke KGB secara patologi, tanpa pemeriksaan


tambahan terhadap ITC (Isolated Tumor Cells).
Catatan: ITC adalah sel kanker baik tunggal maupun berkelompok dengan ukuran
tidak lebih dari 0,2 mm, yang hanya terdeteksi dengan teknik
pemeriksaan/pewarnaan khusus seperti Immuno-histo-chemistry staining (IHC),
ataupun RT-PCR (Real Time Polymerase Chain Reaction).
pN0(i-)
pN0(i+)
pN0(mol-)
pN0(mol+)

: Tidak terdapat metastasis ke KGB secara histopatologis dan IHC


negative
: Tidak terdapat metastasis KGB secara histopatologis, IHC positif
: Tidak terdapat metastasis KGB secara histologis, pemeriksaan
molekuler negatif (RT-PCR)
: Tidak terdapat metastasis KGB secara histologis, pemeriksaan
molekuler positif (RT-PCR)

Catatan:
a. Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa pemeriksaan
sentinel node. Klasifikasi berdasarkan hanya pada diseksi sentinel node tanpa
diseksi KGB aksila ditandai dengan sn untuk sentinel node. Contoh pN0(i+)(sn)
b. RT-PCR: Reserve Transcriptase (real time) Polymerase Chain Reaction
pN1
: Metastasis pada 1-3 KGB aksila atau KGB mamaria interna (klinis
negatif* secara mikroskopis yang terdeteksi dengan Sentinel node diseksi.
pN1mic
: Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,00 mm)
pN1a
pN1b
pN1c

pN2

: Metastasis pada KGB aksila 1-3 buah


: Metastasis pada KGB mamaria interna (klinis negatif*) secara
mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel node
: Metastasis pada 1-3 buah KGB aksila dan KGB mamaria interna
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel node dan secara klinis
negative (jika terdapat lebih dari 3 buah KGB aksila yang positif,
maka adanya metastasis pada KGB mamaria interna diklasifikasikan
sebagai pN3b untuk meunjukkan peningkatan besarnya stadium)
: Metastasis pada 4-9 KGB aksila atau secara klinis terdapat
pembesaran KGB mamaria interna tanpa adanya metastasis KGB
aksila.

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

pN2a

: Metastasis pada 4-9 KGB aksila (paling tidak ada deposit 1 deposit

pN2b

tumor lebih dari 2 mm)


: Metastasis pada KGB mamaria interna secara klinis tanpa
metastasis KGB aksila.
: Metastasis pada 10 atau lebih KGB aksila, atau KGB infraklavikula,
atau metastasis lebih dari 3 KGB aksila dengan mikroskopis
metastasis KGB mamaria interna (klinis negatif*); atau adanya
metastasis pada KGB supra-klavikula ipsilateral.
: Metastasis pada 10 atau lebih KGB aksila (minimal 1 KGB dengan
deposit tumor > 2 mm), atau metastasis pada KGB infraklavikula

pN3

pN3a
pN3b

: Metastasis KGB mamaria interna ipsilateral (klinis*) dan dengan


adanya 1 atau lebih dari 3 KGB aksila positif dan dengan metastasis
mikroskopis pada KGB mamaria interna yang terdeteksi dengan
diseksi sentinel node.
pN3c
: Metastasis pada KGB supra-klavikula ipsilateral
Catatan: tidak terdeteksi secara klinis/ klinis negatif* adalah tidak terdeteksi dengan
pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau dengan pemeriksaan fisik.
M : Metastasis jauh
Mx
M0
M1

: Metastasis jauh belum dapat dinilai


: Tidak terdapat metastasis jauh
: Terdapat metastasis jauh

Regrouping (Grup Stadium)


Stadium 0

Tis

N0

M0

Stadium 1

T1*

N0

M0

Stadium IIA

T0
T1*
T2

N1
N1
N0

M0
M0
M0

Stadium IIB

T2

N1

M0

T3

N0

M0

T0
T1
T2
T3
T3

N2
N2
N2
N1
N2

M0

T4
T4

N0
N1

M0
M0

Stadium IIIA

Stadium IIIB

M0
M0
M0
M0

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

T4

N2

M0

Stadium IIIC

Tiap T

N3

M0

Stadium IV

Tiap T

Tiap N

M1

Catatan: *T1 termasuk T1mic

Kesimpulan Perubahan pada TNM 2002 :


1. Mikrometastasis dibedakan dengan isolated tumor cells (ITC) berdasarkan
ukuran dan histology sifat keganasan.
2. Memasukkan penilain sentinel node dan pewarnaan immunohistokimia atau
3.

4.
5.

6.

pemeriksaan molekuler.
Klasifikasi mayor pada status KGB tergantung dari jumlah KGB yang positif,
tidak saja dengan pewarnaan konvensional dengan H & E, tetapi juga
dengan pewarnaan immunohistokimia.
Penilaian metastasis pada KGB infra-klavikula dimasukkan sebagai N3.
Metastasis pada KGB mamaria interna, berdasarkan metode deteksi dan ada
tidaknya metastasis pada KGB aksila. Metastasis mikroskopis KGB mamaria
interna parasternal yang terdeteksi dengan cara diseksi sentinel node dan
penggunaan limfoskintigrafi (dan bukan dengan pemeriksaan klinis
diklasifikasikan sebagai N1. Metastasis secara makroskopis dari KGB
mamaria interna yang ditentukan dengan imaging studies (selain
limfoskinigrafi) ataupun dengan pemeriksaan klinis diklasifikasikan sebagai
N2 jika tidak disertai dengan metastasis KGB aksila, dan dikatakan sebagai
N3 jika didapatkan bersama metastasis KGB aksila.
Metastasis pada KGB supra-klavikula diklasifikasikan sebagai N3 dan bukan
M1.

PROSEDUR DIAGNOSTIK
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis :
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.

Benjolan

Kecepatan tumbuh

Rasa sakit

Nipple discharge

Nipple retraksi dan sejak kapan

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Krusta pada areola

Kelainan kulit: dimpling, peau dorange, ulserasi, venektasi

Perubahan warna kulit

Benjolan ketiak

Edema lengan
b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, al :

Nyeri tulang (vertebrata, femur)

Rasa penuh di ulu hati

Batuk

Sesak

Sakit kepala hebat


c. Faktor-faktor resiko :

Usia penderita

Usia melahirkan anak pertama

Punya anak atau tidak

Riwayat menyusukan

Riwayat menstruasi
o Menstruasi pertama pada usia pertama
o Keteraturan siklus mentruasi
o Menopause pada usia berapa

Riwayat pemakaian obat hormonal

Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker


lain.

Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik

Riwayat radiasi dinding dada

2. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis, cantumkan performance status
b. Status lokalis :

Payudara kanan dan kiri harus diperiksa

Masa tumor :
o Lokasi
o
o

Ukuran
Konsistensi

o
o

Permukaan
Bentuk dan batas tumor

Jumlah tumor

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit,


m.pektoralis dan dinding dada

Perubahan kulit :
o Kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit
o

Peau dorange, ulserasi

Nipple :
o
o
o
o

Tertarik
Erosi
Krusta
Discharge

Status kelenjar getah bening :


o KGB aksila
: Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir
satu sama
lain atau jaringan sekitar
o KGB infra klavikula : idem
o KGB supra klavikula : idem

Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis :


o Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)

B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging :


1. Diharuskan (recommended)

USG payudara dan mamografi untuk tumor 3 cm

Foto Toraks

USG Abdomen (hepar)

2. Optional (atas indikasi)

Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi + atau klinis
sangat mencurigai pada lesi > 5 cm

CT scan

C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy sitologi


Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas.
Catatan : belum merupakan Gold Standard. Bila mampu, dianjurkan untuk diperiksa
TRIPLE DIAGNOSTIC.
D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/ atau paraffin.

10

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melalui :

Core Biopsy

Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran < 3 cm.

Biopsi Insisional untuk tumor :


o Operable ukuran > 3 cm sebelum operasi definitive
o Inoperable

Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB

Pemeriksaan Imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu), cathepsinD, p53 (situasional)

E. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan
perkiraan metastasis.
SCREENING
Metode :
SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
Pemeriksaan Fisik
Mamografi

SADARI : Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1 minggu setelah
hari pertama Menstruasi terakhir.

Pemeriksaan Fisik : oleh dokter secara lige artis.

Mamografi:
o Pada wanita diatas 35 tahun 50 tahun
: setiap 2 tahun
o Pada wanita diatas 50 tahun
: setiap 1 tahun
Catatan :
Pada daerah yang tidak ada mamografi USG, untuk deteksi dini dilakukan dengan
SADARI dan pemeriksaan fisik saja.
PROSEDUR TERAPI
A. Modalitas terapi

Pembedahan

Radioterapi

Kemoterapi

Terapi biologis (terapi target molekul/ terapi imunologi)

Terapi hormonal

11

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Operasi :
Jenis operasi untuk terapi

BCS (Breast Conserving Surgery)

Simple mastektomi

Radikal mastektomi modifikasi

Radikal mastektomi
Radioterapi :

Radioterapi neoadjuvant (sebelum pembedahan)

Radioterapi adjuvant (sesudah pembedahan)

Radioterapi palliative diberika sebagai terapi paliatif, baik pada tumor


primer ataupun pada metastasis tulang, cerebral, dan sebagainya.

Kemoterapi :
Kemoterapi diberikan sebagai kombinasi. Kombinasi kemoterapi yang telah
menjadi standar adalah :

CMF

CAF, CEF

T-A (Taxanes/ Paclixatel/ Doxetacel Adriamycin)

Gapecitabine

Beberapa kemoterapi lain, seperti Nevelbine, Gemcitabine (+ cisplatinum)


digunakan sebagai kemoterapi lapis ke 3.

Pemberian kemoterapi dapat dilakukan :

Neoadjuvant (sebelum pembedahan)

Adjuvant (sesudah pembedahan)

Therapic Chemoteraphy

Paliatif (sebagai usaha paliatif untuk memperbaiki kualitas hidup)

Sebagai metronomic
angiogenesis

chemotherapy

(cyclophosphamide)

anti

Hormonal :
Pemberian terapi hormonal dapat bersifat

Additive (memberikan terapi hormonal tambahan)

Ablative (menghilangkan sumber hormon tertentu)


Beberapa obat-obat tertentu yang dipergunakan sebagai terapi hormonal adalah
:

Tamoxifen

12

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Aromatase Inhibitors (letrozole, anastrozole & exemestan)

GnRH (Gonadotropin Releasing Hormones)

Obat-obat hormonal pada KPD metastasis (MBC)

Obat-obat diatas

Megestrol acetate (Megace)

Mefepristone (anti progestin)


B. Terapi
1. Kanker Payudara Stadium 0
Dilakukan

BCS

Mastektomi simple
Terapi definitive pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok paraffin, lokasi
didasarkan pada hasil pemeriksaan imaging.
Indikasi BCS

T 3 cm

Pasien menginginkan mempertahankan payudaranya


Syarat BCS

Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent.

Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan.

Tumor tidak terletak sentral.

Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk


kosmetik pasca BCS.

Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/ tanda keganasan


lain yang difus (luas).

Tumor tidak multiple.

Belum pernah terapi radiasi di dada.

Tidak menerima penyakit LE atau penyakit kolagen.

Terdapat sarana radioterapi yang memadai.


2. Kanker Payudara Stadium Dini/ operable :
Dilakukan :
o BCS (harus memenuhi syarat diatas)
o Mastektomi radikal
o Mastektomi radikal modifikasi
Terapi Adjuvant :

Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+)

Pemberiannya tergantung dari :


o

Node (+) / (-)

13

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

ER/PR

Usia pre menopause atau post menopause

Dapat berupa :
o Radiasi

o Kemoterapi
o Hormonal terapi
Adjuvant therapy pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi negative)
Menopause

Hormonal Receptor

Status

High Risk

Premenopause

ER (+) / PR (+)
ER (-) / PR (-)

Kh + Tam / Ov
Kh

Post menopause

ER (+) / PR (+)
ER (-) / PR (-)

Tam + Khemo
Kh

Old Age

ER (+) / PR (+)
ER (-) / PR (-)

Tam + Khemo
Kh

Adjuvant therapy pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi positif)


Menopause
Status

Hormonal Receptor

High Risk

Premenopause

ER (+) / PR (+)
ER (-) / PR (-)

Kh + Tam / Ov
Kh

Post menopause

ER (+) / PR (+)
ER (-) / PR (-)

Kh + Tam
Kh

Old Age

ER (+) / PR (+)
ER (-) / PR (-)

Tam + Khemo
Kh

High risk group :

Umur < 40 tahun

High Grade

ER / PR negative

Tumor progresif (vascular, lymph invasion)

High thymidin index

Terapi Adjuvant :

Radiasi
Diberikan apabila ditemukan keadaan sbb :

14

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Setelah tindakan operasi terbatas (BCS)

o
o

Tepi sayatan dekat (T > = 2) / tidak bebas tumor


Tumor sentral/ medial

o KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler


Acuan pemberian radiasi sbb :

Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila


beserta supraklavikula, kecuali :
o Pada keadaan T< = T2 bila cN = 0 dan pN, maka tidak
o

dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula.


Pada keadaan tumor dimedial/sentral diberikan tambahan
radiasi pada mamaria interna.

Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy, booster dilakukan sbb :


o Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi
sayatan dekat tumor atau post BCS)
o Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik
atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis 20Gy
kecuali pada aksila 15 Gy.

Khemoterapi
Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF), CMF, AC
Khemoterapi adjuvant
: 6 siklus
Khemoterapi paliatif
: 12 siklus
Khemoterapi neoadjuvant : o 3 siklus pra terapi primer ditambah
o 3 siklus pasca terapi primer

Kombinasi CAF
Dosis C : Cyclophosfamide

500 mg/m2

A : Adriamycin = Doxorubicin 50 mg/m


F : 5 Fluoro Uracil
500 mg/m2
Interval

hari 1
hari 1
hari 1

: 3 minggu

Kombinasi CEF
Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/m2
E : Epirubicin
50 mg/m2

hari 1
hari 1

500 mg/m2

hari 1

F : 5 Fluoro Uracil
Interval
: 3 minggu

Kombinasi CMF
Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2

15

hari 1 s/d 14

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

M: Metotrexate
F : 5 Fluoro Uracil
Interval
: 4 minggu

500 mg/m IV

hari 1 & 8
hari 1 & 8

Kombinasi AC
Dosis A
C

40 mg/m2IV

: Adriamycin
: Cyclophospamide

Optional :
o Kombinasi Taxan + Doxorubicin
o Capecitabine
o Gemcitabine

Hormonal Terapi :
Macam terapi hormonal
1. Additive : pemberian tamoxifen
2. Ablative : bilateral oophorectomi (ovarektomi bilateral)
Dasar pemberian :
1. Pemeriksaan Reseptor
ER+ PR+ ;
ER+ PR- ;
ER- PR+
2. Status hormonal
Additive : Apabila ER- PR+
ER+ PR- (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR)
ER- PR+
Ablasi : Apabila

Tanpa pemeriksaan reseptor

Premenopause

Menopause 1 5 tahun dengan efek estrogen (+)

Perjalanan penyakit slow growing & international growing

3. Kanker Payudara Locally Advanced (Lokal Lanjut)


3.1
Operable Locally Advanced

3.2

Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant +


hormonal terapi
Inoperable Locally Advanced

Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi

16

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi

Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi +


hormonal terapi

4. Kanker Payudara Lanjut Metastase jauh


Prinsip :

Sifat terapi paliatif

Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan hormonal


terapi)

Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan

REHABILITASI DAN FOLLOW UP


A. Rehabilitasi

Pra Operatif
o Latihan pernafasan
o Latihan batuk efektif

Pasca Operatif
Hari 1 2
o Latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari
lengan daerah yang dioperasi.
o Untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh.
o Untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik.
o Latihan relaksasi otot leher dan toraks.
o Aktif mobilisasi.
Hari 3 5
o
o

Latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap).


Latihan relaksasi.

o Aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani.


Hari 6 dan seterusnya
o
o

Bebas gerakan.
Edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk
mencegah/ menghilangkan timbulnya lymphedema.

B. Follow Up

Tahun 1 dan 2

kontrol tiap 2 bulan

17

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Tahun 3 s/d 5

kontrol tiap 3 bulan

Setelah tahun 5

kontrol tiap 6 bulan

Pemeriksaan fisik

: tiap kali kontrol

Thorax foto

: tiap 6 bulan

Lab. Marker

: tiap 2 3 bulan

Mamografi kontra lateral

: tiap tahun atau ada indikasi

USG Abdomen/ lever

: tiap 6 bulan atau ada indikasi

Bone scanning

: tiap 2 tahun atau ada indikasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Fleming I D Cooper J S, Henson D E, Hutter R V P, Kennedy B J, Murphy G P,
OSullivan B, Sobin L H, Yarbro J W(ed), AJCC Cancer Staging Manual, 5th ed,
Philadelphia, Lippincott-Raven, 1997, 171-180
2. Sobin L H & Wittekind Ch (ed), TNM Classification of Malignant Tumours, 6th ed,
New York, Wiley-Liss, 2002, 131-141
3. Prosnitz L R, Iglehart J D, Winer E P, Breast Cancer, in Rubin P, Williams J P,
Clinical Oncology A Multidisciplinary Approach for Physicians and Students, 8th
ed, Philadelphia, W.B, Saunders Company, 2001, 267-299
4. Winer E P, Morrow m, Osborne V K, Harris J R, Malignant Tumors of the Breast,
DeVita Jr V T, Hellman S, Rosenberg S A (ed), Cancer Principles & Practice of
Oncology, 6th ed, Philadelphia, Lippincott-Raven, 2001 DeVita Jr V T, Hellman S.
Rosenberg S A (ed), Cancer Principles & Practice of Oncology, 6th ed,
Philadelphia, Lippincott-Raven, 2001, 1651-1716
5. Golshan M., 2010: Mastectomy In Harris J., Lippman M. E., Morrow M., Osborne
C.K., (editors). Disease of the Breast. 4th edition. Wolters Kluwer/Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia VII. 36:501 506

18

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

TUMOR/ KANKER KELENJAR TIROID DAN PARATIROID


PENDAHULUAN
Tumor/ kanker tiroid merupakan neoplasma system endokrin yang terbanyak
dijumpai. Berdasarkan dari Pathological Based Registration di Indonesia kanker
tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke Sembilan.
Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik untuk pasien
mencapai tingkat kesembuhan optimal. Demikian pula hanya untuk kanker tiroid.
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penatalaksanaan tumor/kanker tiroid
sejalan dengan kemajuan dan teknologi kedokteran, perlu merevisi protocol yang
telah ada sehingga dapat menjadi panduan bersama dan dapat:

Menyamakan persepsi dalam penatalaksanaan tumor/ kanker tiroid.

Bertukar informasi dalam bahasa dan istilah yang sama.

Menjadi tolak ukur mutu pelayanan.

Menunjang pendidikan bedah umum dan pendidikan bedah onkologi.

Bermanfaat untuk penelitian bersama.


Penetuan prognosis dan manajemen karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dibuat
berdasarkan beberapa faktor:
AMES
: Age
Metastasis
Extent
Size
AGES
: Age
Grading histologist
Extent
Size
MACIS
: Metastasis

MSKCC

Age
Complete Excision
Size
: Tumor Factors
Patient Factors
High Risk Group (poor tumor & patient factors)
Moderate Risk (good tumor factors & bad patient factors or
bad tumor factors and good patient factors)
Low Risk Factors (good tumor & patient factors)

19

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Pasien dengan low risk karsinoma tiroid pada umumnya tidak memerlukan
radioterapi atau thyro-scan/ ablation sehingga manajemen bedah tidak harus
dilakukan tiroidektomi total, dan tidak semua pasien memerlukan terapi supresi.
Pemberian hormon tiroksin pascatiroidektomi total masih merupakan kontroversi
apakah diperlukan sebagai adjuvant terapu ataukah sebagai terapi substitusi.
KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DAN STADIUM BERDASARKAN TNM
Klasifikasi Histopatologi Berdasarkan WHO
Tumor Epitel Maligna
Karsinoma Folikuler
Karsinoma Papiler
Karsinoma Campuran (folikuler papiler)
Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma Medulare
Tumor Non-Epitel Maligna

Fibrosarkoma

Lain-lain
Tumor Maligna Lainnya

Sarcoma

Limfoma Maligna

Hemagiotelioma Maligna

Teratoma Maligna
Tumor Sekunder dan Unclassified Tumors
Rosal J membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare,
karsinoma follikulare, hurthle cell tumors, clear cell tumors, tumor sel skuamous,
tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan
undifferentiated carcinoma.
Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid
atas 4 tipe yaitu: karsinoma papilare, karsinoma medulare, karsinoma folikulare dan
karsinoma anaplastik.
Klasifikasi Berdasarkan Stadium
Klasifikasi Stadium berdasarkan Sistem TNM (Edisi 6, 2002)
T Tumor Primer
Tx
T0

Tumor primer tidak dapat dinilai


Tidak didapat tumor primer (misalnya: sudah dioperasi)

20

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

T1

Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang, masih terbatas

T2

pada tiroid
Tumor dengan ukuran terkecil lebih dari 2 cm, dan ukuran terbesar

T3

T4a

tidak lebih dari 4 cm, dan masih terbatas pada tiroid.


Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm, dan masih terbatas pada tiroid;
atau ukuran berapa saja dengan ekstensi minimal ekstra tiroid
(misalnya: ke otot sternotiroid, atau jaringan lunak peritiroid)
Tumor dengan ekstensi keluar kapsel tiroid dan menginfiltrasi/ invasi
jaringan lunak subkutan, laring, trachea, esophagus, n.laringeous
rekuren.

T4b

Tumor menginfiltrasi/ invasi fasia prevertebra, pembuluh darah


mediastinum atau a.karotis.
T4a* (Karsinoma anaplastia) Tumor (dengan ukuran berapa saja) masih
terbatas pada tiroid.
T4b* (Karsinoma anaplastia) Tumor (dengan ukuran berapa saja) dan
ekstensi keluar kapsel tiroid.
Catatan:
Tumor multifokal dari semua tipe histopatologi harus diberi tanda (m),
ukuran terbesar menentukan klasifikasi T.
Contoh T(m).
* Semua karsinoma tiroid anaplastik/ undifferentiated termasuk T4.
# Karsinoma anaplastik intra tiroid resektabel secara bedah
$ Karsinoma anaplastik ekstra tiroid nonresektabel secara bedah
N Nodes/ Kelenjar Getah Bening (KGB)
N
Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0
Tidak terdapat metastasis kelenjar getah bening
M Metastasis Jauh
Mx
Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0
M1

Tidak terdapat metastasis jauh


Terdapat metastasis jauh

Stadium Klinis (Regrouping)


Terdapat empat jenis histopatologi mayor (yang sering dijumpai), yaitu:

Karsinoma papiler

Karsinoma folikuler

21

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Karsinoma medulare

Karsinoma anaplastik
Karsinoma Papiler atau Folikuer, umur < 45 tahun
Stadium I
Stadium II

Tiap T
Tiap T

Tiap N
Tiap N

M0
M1

Karsinoma Papiler atau Folikuler, umur 45 tahun


Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IVa
Stadium IVb
Stadium IVc

T1
T2
T3
T1, T2, T3
T1, T2, T3
T4a
T4b
Tiap T

N0
N0
N0
N1a
N1b
N0, N1
Tiap N
Tiap N

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

Tiap N
Tiap N
Tiap N

M0
M0
M1

Karsinoma Anaplastik
Stadium IVa
Stadium IVb
Stadium IVc

T4a
T4b
Tiap T

DIAGNOSIS
A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
1. Pengaruh usia dan jenis kelamin
Resiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun,
dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko malignansi lebih
tinggi.
2. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala
Radiasi pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid
kurang lebih 33 37%.
3. Kecepatan tumbuh tumor

Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat

Nodul ganas membesar dengan cepat

Nodul anaplastik membesar sangat cepat

Kista dapat membesar dengan cepat


4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher

22

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak napas, perubahan suara dan nyeri
dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor.
5. Riwayat penyakit serupa pada family/ keluarga
Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare.
6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik

Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan
konsistensi bervariasi dari kistik sampai dengan keras bergantung kepada
jenis patologi anatomi (PA) nya.

Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.

Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang
belakang, klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di
paru-paru, hati, ginjal dan otak.

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium

Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (tumor marker) untuk


keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.

Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid.

Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.


2. Pemeriksaan Radiologis

Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya


metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode soft
tissue technique dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar.
Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.

Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya


infiltrasi ke esofagus.

Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang


yang bersangkutan.
3. Pemeriksaan Ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang
secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk
membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk
penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.
4. Pemeriksaan Sidik Tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan
tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka

23

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut
nodul panas (hot nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 17% struma
dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang
mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 4
minggu sebelumnya.
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya,
tidak usah dikerjakan.
5. Pemeriksaan Sitologi Melalui Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu:
Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interprestasi oleh
seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan
papilare hamper mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat
dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatus goiter, adenoma folikuler
dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke
kapsul dan vascular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.
6. Pemeriksaan Histopatologi

Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah


dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi.

Untuk kasus inoperable, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi
insisi.

Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:

Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun.

Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak.

Disfagia, sesak nafas perubahan suara.

Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras.

Ada pembesaran kelenjar getah bening leher.

Ada tanda-tanda metastasis jauh.

PENATALAKSANAAN KARSINOMA TIROID


Pembedahan

Diagnosis pre-operatif suatu karsinoma atau belum terdiagnosis.

Jika diagnosis karsinoma tiroid operable tiroidektomi total

24

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Jika belum terdiagnosis, nodul tunggal hemitiroidektomi (artinya dilakukan


lobektomi total, ismektomi dan lobektomi lobus piramidalis).

Jika kemudian terdiagnosis sebagai karsinoma tiroid berdiferensiasi baik


re-operasi menjadi tiroidektomi total atau jika skor prognostic baik
observasi dan follow up yang baik (klinis, USG, tiroglobulin).
Pemeriksaan tambahan untuk menentukan diagnosis durante operationem
adalah potong beku (kepustakaan tidak menganjurkan lagi), ataupun inprint
cytology. Pada kasus karsinoma/ adenoma folikuler dapat menunggu sampai
hasil histopatologi untuk kemudian jika diperlukan (skor prognosis) dilakukan reoperasi. Re-operasi harus dilakukan dalam waktu 2 minggu, jika lebih dari 2
minggu, sebaiknya menunggu > 3 bulan untuk mengurangi komplikasi reoperasi.

Diagnosis karsinoma tiroid tipe medulare pembedahan adalah


tiroidektomi total, dan jika diperlukan juga dilakukan diseksi KGB leher.

Diagnosis karsinoma anaplastik jika operable atau ditemukan secara


tidak sengaja tiroidektomi total. Jika tidak operable maka
pembedahan bertujuan diagnosis (biopsi) dan paliatif (debulking
isthmectomy)

Adanya pembesaran KGB leher karena metastasis dianjurkan


dilakukan functional radical neck dissection, yaitu dengan
mempertahankan n.asesorius, v.Jugularis internus, dan m.sternoklei
domastoideus.

Adanya metastasis KGB leher dengan infiltrasi jaringan sekitar,


dianjurkan untuk melakukan Radical Neck Dissection klasik. Memang
hingga saat ini masih terdapat kontroversi tentang jenis diseksi, dan
sampai sejauh mana ekstensi tersebut dilakukan (Amos, et al., 2006).

Pembedahan diseksi KGB profilaktik tidak dianjurkan.

Ekstensi pembedahan sampai mediastinum superior dianjurkan jika


terdapat pembesaran KGB mediastinum, ataupun terdapat thyro-thymic
extension daripada karsinoma tiroid. Tekniknya dengan melakukan
konvensional dengan mengangkat ekstensi tiroid tersebut dari atas
secara hati-hati atau dengan approach superior-sternotomy.

Adanya ekstensi atau infiltrasi karsinoma pada trachea, dapat dilakukan


eksisi sebagian cincin trachea ataupun reseksi sebagian lingkar cincin
trachea.

25

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Interpretasi hasil sitologi sebaiknya didiskusikan dengan sejawat patologi/


sitologi agar didapat suatu kesepakatan hasil, dan tindakan diagnosis lain
yang diperlukan.
BAGAN PENATALAKSANAAN NODUL TIROID

26

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BAGAN PENATALAKSANAAN ALTERNATIF NODUL TIROID

27

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BAGAN PENATALAKSANAAN KANKER TIROID DENGAN METASTASIS


REGIONAL

28

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BAGAN PENATALAKSANAAN KANKER TIROID DENGAN METASTASIS JAUH

29

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BAGAN FOOLOW UP KANKER TIROID BERDIFERENSIASI BAIK

30

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BAGAN FOLLOW UP KARSINOMA TIROID JENIS MEDULARE

DAFTAR PUSTAKA
1. Bodenner D.L., Breau R.L., Suen J.Y., 2003: Cancer of the Thyroid. In Rhys
Evans P.H., Montgomery P.Q., Gullane P.J.(editors), Principles and Practice of
Head and Neck Oncology. Martin Dunitz. London. 19: 431-464.
2. Burch H.B., 1995.: Evaluation and Management if the Solid Thyroid Nodule. In
Burman K.D., (editor). Endocrinology and Metabolism Clinics of North America.
24. 4: 663-710
3. Gemsenjaeger E., 2009. Atlas of Thyroid Surgery. Principles, Practice, and
Clinical Cases. Thieme. New York
4. McDougal I.R., 2006, (editor): Management of Thyroid Cancer and Related
Nodular Disease. Springer-Verlag. London.
5. Randolph G.W., (editor), 2003. Surgery of the Thyroid and Parathyroid Glands.
Saunders. Philadelphia.
6. Wartofsky L., Nostrand D.V., 2006. Thyroid Cancer. A Comprehensive Guide to
Clinical Management. Humana Press. Totowa, New Jersey.

31

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

TUMOR/ KANKER KELENJAR LIUR


PENDAHULUAN
A. Batasan
Neoplasma kelenjar liur adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel
epitel kelenjar liur.
Kelenjar liur major:

Glandula parotis

Glandula submandibula

Glandula sublingual

Kelenjar liur minor:


Kelenjar liur yang tersebar di mukosa traktus aerodigestivus atas (rongga
mulut, rongga hidung, faring, laring) dan sinus paranasalis.
B. Epidemiologi
Resiko terjadinya neoplasma parotis berhubungan dengan ekspos radiasi
sebelumnya. Akan tetapi ada faktor lain yang mempengaruhi terjadinya karsinoma
kelenjar liur seperti pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan terkena pada lakilaki sama dengan pada perempuan.
Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah glandula parotis yaitu 70 80 %,
sedangkan kelenjar liur minor yang paling sering terkena terletak pada palatum.
Kurang lebih 20 25% dari tumor parotis, 35 40% dari tumor submandibula, 50%
dari tumor palatum, dan 95 100% dari tumor glandula sublingual adalah ganas.
Insiden tumor kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2%
mengenai penderita usia < 16 tahun.
Pleomorphic adenoma lebih sering diderita pasien usia rata-rata 40 tahun,
perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Warthin tumor lebih sering diderita oleh
laki-laki, 10% terjadi bilateral, sering pada kutub bawah parotis.
KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI
A. Klasifikasi Histopatologi WHO
Tumor Jinak
Plemorphic adenoma (Benign Mixed Tumor)
Monomorphic adenoma
Papillary cyst-adenoma lymphomatosum (Warthin Tumor)
Tumor Ganas
Mucoepidermoid carcinoma

32

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Acinic cell carcinoma


Adenoid cystic carcinoma
Adenocarcinoma
Epidermoid carcinoma
Small cell carcinoma
Lymphoma
Malignant mixed tumor
Carcinoma ex pleomorphic adenoma (carcinosarcoma)
B. Klasifikasi menurut grade WHO
Low grade malignancies
acinic cell tumor
mucoepidermoid carcinoma (grade I atau II)
High grade malignancies
mucoepidermoid carcinoma (grade III)
adenocarcinoma;porly differentiated carcinoma; anaplastic carcinoma
squamous cell carcinoma
malignant mixed tumor
adenoid cystic carcinoma
tumor ganas yang tersering ialah mucoepidermoid dan adenocarcinoma,
disusul dengan adenoid cystic carcinoma
C. Laporan patologi standard
Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen
operasi meliputi :
a. tipe histologis tumor
b. derajat diferensiasi (grade)
c. pemeriksaan histopatologis untuk menentukan stadium patologis
(pTNM)
T = Tumor primer

ukuran tumor

adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe

radikalitas operasi

33

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

N = Nodus regional

ukuran k.g.b

jumlah k.g.b yang ditemukan

level k.g.b yang positip

jumlah k.g.b yang positip

invasi tumor keluar kapsul k.g.b

adanya metastasis ekstranodal


M = Metastasis jauh
PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. PEMERIKSAAN KLINIS
a. Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya
tentang :
1). keluhan
a). Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di
pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibula
(tumor sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor)
b). Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau
submandibula)
c). Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)
d). Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus
profundus parotis terlibat)
e). Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus
simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)
f). Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastasis)
2). perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
3). faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos radiasi)
4). pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil
5).

pengobatannya
berapa lama kelambatan???

b. Pemeriksaan fisik
1). Status generalis
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
a). penampilan (Karnofski / WHO)
b). keadaan umum

34

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks, abdomen,


ekstremitas,vertebra, pelvis
c). apakah ada tanda dan gejala ke arah metastasis jauh (paru,
tulang tengkorak, dll)
2). Status lokalis
a). Inspeksi (termasuk intraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)
b). Palpasi (termasuk palpasi bimanual curiga ganas bila konsistensi
keras ,batas tidak jelas, mobilitas terbatas, untuk menilai
konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)
c). Pemeriksaan fungsi N.VII,VIII,IX,X,XI,XII
3). Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral
dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya,
ukuran terbesar, dan mobilitasnya.
4). Klinis Kelenjar getah bening ganas jika konsistensi keras, batas tidak
jelas dan mobilitas terbatas, lesi N. Fasialis dan pembesaran kelenjar
getah bening
2. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS (ATAS INDIKASI)

X foto madibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor melekat tulang

Sialografi, dibuat bila ada diagnose banding kista parotis/submandibula

X foto toraks , untuk mencari metastasis jauh

CT scan/ MRI, pada tumor yang mobilitas terbatas, untuk mengetahui luas
ekstensi tumor lokoregional. CT scan perlu dibuat pada tumor parotis lobus
profundus untuk mengetahui perluasan ke orofaring

Sidikan Tc seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk deteksi metastasis jauh.

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SPT, alkali
fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk
menilai keadaan umum dan persiapan operasi.
4. PEMERIKSAAN PATOLOGI
1). FNA
Belum merupakan pemeriksaan baku.
Pemeriksaan ini harus ditunjang oleh ahli sitopatologi handal yang
khusus menekuni pemeriksaan kelenjar liur.

35

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

2). Biopsi insisi


Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.
3). Biopsi eksisi dengan pemeriksaan potong beku
a). pada tumor parotis yang operabel dan superfisial dilakukan
parotidektomi superfisial
b). pada tumor parotis profunda dan operabel dilakukan
parotidektomi total
c). pada tumor submandibula dan sublingual yang operabel dilakukan
eksisi submandibula dan sublingual
d). kelenjar liur minor yang operabel dilakukan eksisi luas ( minimal 1
cm dari tepi tumor)
4). Pemeriksaan spesimen operasi
Yang harus diperiksa lihat tentang Laporan Patologi Standard
PENENTUAN STADIUM
Penentuan stadium menurut AJCC (tahun 2002), berdasarkan klasifikasi TNM
TNM

Keterangan

Tx

Tumor primer tak dapat


ditentukan

T0

Tidak ada tumor primer

T1

ST

T1
T2

N0
N0

M0
M0

Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi


ekstraparenkim

II

T3

N0

M0

T2

Tumor >2cm-4cm, tidak ada


ekstensi ektraparenkim

III

T1
T2

N1
N1

M0
M0

T3

Tumor >4cm-6cm, atau ada


ekstensi ekstraprenkim tanpa
terlibat n.VII

IV

T4
T3
T4

N0
N1
N1

M0
M0
M0

T4

Tumor >6cm, atau ada invasi ke


n.VII/dasar tengkorak

Tiap T
Tiap T
Tiap T

N2
N3
Tiap N

M0
M0
M1

Nx

Metastasis k.g.b tak dapat


ditentukan

N0

Tidak ada metastasis k.g.b

N1

Metastasis k.g.b tunggal <3cm,


ipsilateral

N2

Metastasis k.g.b tunggal/multipel


>3cm-6cm,

36

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

ipsilateral/bilateral/kontralateral
N2a

Metastasis k.g.b tunggal >3cm6cm, ipsilateral

N2b

Metastasis k.g.b multipel > 6cm,


ipsilateral

N2c

Metastasis k.g.b > 6cm,


bilateral/kontralateral

N3

Metastasis k.g.b >6cm

Mx

Metastse jauh tak dapat


ditentukan

M0

Tidak ada metastasis jauh

M1

Metastasis jauh

PROTOKOL TERAPI
A. Tumor operabel
1. Terapi utama ( pembedahan)
(1) Tumor parotis
a. parotidektomi superfisial, dilakukan pada:
tumor jinak parotis lobus superfisialis
b. parotidektomi total, dilakukan pada:

tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim


dan N.VII

tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus


c. parotidektomi total diperluas, dilakukan pada:
tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim
atau N.VII
d. diseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada:
ada metastasis k.g.b.leher yang masih operable
(2) Tumor glandula submandibula dan gladula sublingual
eksisi glandula submandibula dan glandula sublingual --- periksa
potong beku
- bila hasil potong beku jinak---- operasi selesai
-

bila hasil potong beku ganas -- deseksi submandibula --


periksa potong beku
o

bila metastasis k.g.b (-) --- operasi selesai

37

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

o bila metastasis k.g.b (+)--- RND


(3) Tumor kelenjar liur minor
eksisi luas ( 1 cm dari tepi tumor )
untuk tumor yang letaknya dekat sekali dengan tulang
(misalnya palatum durum, ginggiva, eksisi luas disertai
reseksi tulang dibawahnya)
2. Terapi Tambahan (adjuvant)
Radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur dengan
kriteria :
1. high grade malignancy
2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis
3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus,
n. asesorius )
4. setiap T3,T4
5. karsinoma residif
6. karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk
memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila telah
dikerjakan alih tandur syaraf.
- radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas
insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
- Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau
high grade malignancy
B. Tumor inoperabel
1. Terapi utama
Radioterapi
: 65 70 Gy dalam 7-8 minggu
2. Terapi tambahan (under investigation)
Kemoterapi :
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
- adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
- 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3minggu
- sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)

38

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

- methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7

diulang
tiap 3
minggu

- sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2


C. Metastasis Kelenjar Getah Bening (N)
1. Terapi utama
A. Operabel
B. Inoperabel

: deseksi leher radikal (RND)


: radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif, kemudian

dievaluasi 4-6 minggu


- menjadi operabel -- RND
- tetap inoperabel --- radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy
2. Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy
D. Metastasis Jauh (M)
Terapi paliatif : kemoterapi (under investigation)
a. Untuk
jenis
adenokarsinoma
(adenoid
cystic
carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
- adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
- 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3 minggu
- sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

39

diulang tiap 3 minggu

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BAGAN PENANGANAN TUMOR PAROTIS OPERABEL DENGAN N SECARA


KLINIS NEGATIF
Tumor parotis (N negatif)

Parotidektomi superfisial

Potong beku

Jinak

Ganas

Stop

Parotidektomi total +
sampling k.g.b subdigastrikus
potong beku
meta k.g.b (-)
stop

40

meta k.g.b (+)


RND

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BAGAN PENANGANAN TUMOR SUBMANDIBULA OPERABEL DENGAN N


SECARA KLINIS NEGATIF
Tumor submandibula (N negatif)

Eksisi gld.submandibula
Potong beku

Jinak

Ganas

Stop
submandibula

Diseksi

Potong beku

Meta k.g.b (-)

Stop

41

Meta k.g.b (+)

RND

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BAGAN PENANGANAN TUMOR SUBLINGUALIS/KELENJAR LIUR MINOR


Tumor sublingual/ kel.liur minor (N negatif)
Eksisi luas
Potong beku
Jinak

Ganas

Stop

Radikalitas

Radikal
Stop

Tidak radikal
Re-eksisi

N POSITIP

operabel

T di operasi
radioterapi
Deseksi leher radikal
inoperabel
(RND)

inoperabel

T di radioterapi

preoperatif

radioterapi

operabel

lokoregional

dengan/tanpa
radioterapi lokoregional *)
T dioperasi
sisa (+)
lokoregional

T diradioterapi
radioterapi

sisa (-)
deseksi leher radikal
+
(RND)

42

(sitostatika)

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

T (-)

T (+)

+
radioterapi
lokoregional

ND parsial/
RND modifikasi

sitostatika
radioterapi
lokoregional

N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis
interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu.
*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND :
1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastasis > 1 buah
2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm
3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler
4. High grade malignancy
M POSITIP
sitostatika
+
paliatif (bila perlu):
operasi (trakeotomi,gastrostomi)
radioterapi
medikamentosa
BAGAN PENANGANAN TUMOR KELENJAR LIUR YANG RESIDIF
TUMOR RESIDIF
terapi sebelumnya: operatif
radioterapi
operabel
inoperabel
operasi
sitostatika
+
radioterapi

inoperabel

radioterapi

43

terapi

operabel

operasi

sebelumnya:

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Residif lokal/regional/jauh (metastasis) penanganannya dirujuk ke penanganan


T/N/Mseperti skema yang bersangkutan
VI. PROSEDUR FOLLOW UP
Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:
1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan
2) Dalam 3-5 tahun
: setiap 6 bulan
3) Setelah 5 tahun
: setiap tahun sekali untuk seumur hidup
Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks,
USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas
dari kanker atau tidak.
Pada follow up ditentukan:
1) Lama hidup dalam tahun dan bulan
2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan
3) Keluhan penderita
4) Status umum dan penampilan
5) Status penyakit
(1) Bebas kanker (2) Residif
(3) Metastasis
(4) Timbul kanker atau penyakit baru
6) Komplikasi terapi
7) Tindakan atau terapi yang diberikan

44

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DAFTAR PUSTAKA
1. Batsakis JG. Tumors of the head and neck: Clinical and patholoical
conciderations. 2nd ed., Baltimore, Williams and Wilkins, 1979
2. Cunningham MP. Submandibular gland resection and excision of sublingual
gland tumors, In: Nyhus LM, aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd.
Ed.,Boston, Little, Brown and Company ; 1992: 113-5
3. Espat J, Carew JF, Shah JP. Cancer of head and neck, In: Bland KI, Daly JM,
Karakousis P (eds), Surgical oncology-contemporary priciples & practice, New
York, Mc Graw-Hill Companies,Inc.; 2001: 531-6
4. John ME, Kaplan MJ. Surgical therapy of tumours of the salivary glands. In:
Thawly SE, Panje WR (eds), Comprehensive Management of Head and Neck
Tumors, Philadelphia, WB Saunders Co; 1987: Million RR, Cassisi NJ. Major
salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott
Company; 1984: 529-46
5. Major salivary glands (parotid, submandibular, and sublingual). In: American
Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual. 5th ed.
Philadelphia,Pa, Lippincott-Raven Publishers; 1997: 53-8
6. Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ
(eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46
7. Million RR, Cassisi NJ. Minor salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ
(eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 547-57
8. Seifert G, Sobin LH. The world healyh organizations histological classification of
salivary gland tumors. A commentary on the second edition. Cancer 1992; 70:
379-85
9. Theriault C, Fitzpatrick PJ: Malignant parotid tumors. Prognostic factors and
optimum treatment. Am J Clin Oncol 1986; 9: 510-6
10. Woods JE. Surgical management of inlammatory and neoplastic diseases of the
parotid gland, In: Nyhus LM, aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd.
Ed.,Boston, Little, Brown and Company ; 1992: 104-12

45

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PEDOMAN PENGELOLAAN KANKER RONGGA MULUT


PENDAHULUAN
A. Batasan
Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari
mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut.
Batas-batas rongga mulut ialah :
-

Depan
: tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah
Atas
: palatum durum dan molle
Lateral : bukal kanan dan kiri
Bawah : dasar mulut dan lidah
Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula, arkus
Glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata
lidah.

Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik dibawah ini :
a. bibir
b. lidah 2/3 anterior
c. mukosa bukal
d. dasar mulut
e. ginggiva atas dan bawah
f. trigonum retromolar
g. palatum durum
h. palatum molle
Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah :
1) Sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula
2) Sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi.
3) Karsinoma kulit bibir atau kulit pipi.
B. Epidemiologi
1) Insidens dan frekwensi relatif
Berapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum kita
ketahui dengan pasti. Frekwensi relatif di Indonesia diperkirakan 1,5%-5%
dari seluruh kanker. Insidens kanker rongga mulut pada laki-laki yang
tinggi terdapat di Perancis yaitu 13.0 per 100.000, dan yang rendah di
Jepang yaitu 0.5 per 100.000, sedang pada perempuan yang tinggi di

46

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

India yaitu 5.8 per 100.000 dan yang rendah di Yugoslavia yaitu 0.2 per
100.000 (Renneker, 1988). Angka kejadian kanker rongga mulut di India
sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari seluruh kanker, sedangkan di
Amerika dan Eropa sebesar 3-5 per 100.000 atau 3-5% dari seluruh
kanker. Kanker rongga mulut paling sering mengenai lidah (40%),
kemudian dasar mulut (15%), dan bibir (13%).
2) Distribusi kelamin
Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 3/2 - 2/1
3) Distribusi umur
Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun
(70%).
4) Distribusi geografis
Kanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Yang tinggi
insidensnya di Perancis dan India, sedang yang rendah di Jepang.
5) Etiologi dan faktor resiko
Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen, yang
banyak terdapat pada rokok atau tembakau.
Resiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang
perokok, nginang/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek
II. PATOLOGI
A. Klasifikasi
a. Tipe histologi
N
O

TIPE HISTOLOGI

ICD.M

Squamous cell carc.

5070/3

Adenocarcinoma

8140/3

Adenoid cyst.carc

8200/3

Ameloblastic carc

9270/2

Adenolymphoma

8561/3

Mal. mixed tumor

8940/3

Pleomorphic carc

8941/3

Melanoma maligna

8720/3

Lymphoma maligna

9590/3-9711/3

47

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Sebagian besar (90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa
karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skwamosa dengan diferensiasi
baik, tetapi dapat pula berdiferensiasinya sedang, jelek atau anaplastik. Bila
gambaran patologis menunjukkan suatu rabdomiosarkoma, fibrosarkoma,
malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu
diperiksa dengan teliti apakah tumor itu benar suatu tumor ganas rongga mulut
(C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang
mengadakan invasi ke rongga mulut.
b. Derajat diferensiasi
DERAJAT DIFERENSIASI
GRADE

KETERANGAN

G1

Differensiasi baik

G2

Differensiasi sedang

G3

Differensiasi jelek

G4

Tanpa differensiasi =
anaplastik

B. Laporan patologi standard


Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen
operasi
meliputi :
a. tipe histologis tumor
b. derajad diferensiasi (grade)
c. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis (pTNM)
T = Tumor primer
- Ukuran tumor
- Adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe
- Radikalitas operasi
N = Nodus regional
- Ukuran KGB
- Jumlah KGB yang ditemukan
- Level KGB yang positif
- Jumlah KGB yang positif
- Invasi tumor keluar kapsel KGB
- Adanya metastase ekstra nodal
M = Metastase jauh

48

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

III. PROTOKOL DIAGNOSTIK


(A). PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. PEMERIKSAAN KLINIS
A. Anamnesa
Anamnesa dengan cara kwesioner
keluarganya.
1. Keluhan
2. Perjalanan penyakit
3. Faktor etiologi dan risiko
4. Pengobatan apa yang telah diberikan

kepada

penderita

atau

5. Bagaimana hasil pengobatan


6. Berapa lama kelambatan
B. Pemeriksaan fisik
1. Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki
Tentukan tentang : a. penampilan
b. keadaan umum
c. metastase jauh
2. Status lokal
Dengan cara :
1. Inspeksi

2. Palpasi bimanual

Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara


inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan
memakai lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut
dilihat, mulai bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga
mulut dilakukan dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam mulut.
Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan
bimanuil. Satu atau 2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke
dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari
luar mulut.
Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah
yang telah dibalut dengan kasa 2x2 inch dipegang dengan tangan
kiri pemeriksa dan
ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan
kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan dorsal, ventral, dan
lateral lidah, dasar mulut dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi
bila menggunakan bantuan cermin pemeriksa

49

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Tentukan dimana lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya,


berapa besarnya dalam cm, berapa luas infiltrasinya, bagaimana
operabilitasnya
3. Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher leher
ipsilateral dan kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan
lokasinya, jumlahnya, ukurannya ( yang terbesar ), dan
mobilitasnya.
2. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
1) X-foto polos

X-foto
mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik, oklusal,
dikerjakan pada tumor gingiva mandibula atau tumor yang lekat
pada mandibula

X-foto kepala lateral, Waters, oklusal, dikerjakan pada tumor


gingiva, maksila atau tumor yang lekat pada maksila

X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum

X-foto thorax, untuk mengetahui adanya metastase paru

2) Imaging ( dibuat hanya atas indikasi )

USG hepar untuk melihat metastase di hepar

CT-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi tumor lokoregional

Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine,
SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum
elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan
operasi

50

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

4. PEMERIKSAAN PATOLOGI
Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker
rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti.
Spesimen diambil dari biopsi tumor
Biopsi jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan
pada tumor primer atau pada metastase kelenjar getah bening leher.
Biopsi eksisi : bila tumor kecil, 1 cm atau kurang. Eksisi yang
dikerjakan ialah eksisi luas seperti tindakan operasi definitif ( 1 cm
dari tepi tumor).
Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy) menggunakan tang
aligator: bila tumor besar atau inoperabel
Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologis ialah tipe,
diferensiasi dan luas invasi dari tumor.
Tumor besar yang diperkirakan masih operabel :
Biopsi sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan sekaligus dapat
dikerjakan eksplorasi bimanuil untuk menentukan luas infiltrasi tumor
(staging)
Tumor besar yang diperkirakan inoperabel :
Biopsi dikerjakan dengan anestesi blok lokal pada jaringan normal di
sekitar tumor.( anestesi infiltrasi pada tumor tidak boleh dilakukan untuk
mencegah penyebaran sel kanker).
(B) PENENTUAN STADIUM
Menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai
sistem TNM dari UICC, 2002. Tatalaksana terapi sangat tergantung dari
stadium. Sebagai ganti stadium untuk melukiskan beratnya penyakit kanker
dapat pula dipakai luas ekstensi penyakit.
Stadium karsinoma rongga mulut :
ST
0
I
II

T
TIS
T1
T2

N
N0
N0
N0

M
M0
M0
M0

TNM

KETERANGAN

T0

Tidak ditemukan tumor

TIS

Tumor in situ

T1

2 cm

T2

>2 cm - 4 cm

T3

> 4 cm

T4a

Bibir :infiltrasi
inferior, dasar

51

tulang,

n.alveolaris

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

mulut, kulit
Rongga mulut : infiltrasi tulang, otot
lidah
(ekstrinsik /deep), sinus maksilaris,

T4b

kulit
Infiltrasi masticator space, pterygoid
plates,
dasar tengkorak, a.karotis interna
III

IVA

T3

N0

M0

T1

N1

M0

N0

Tidak terdapat metastase regional

T2

N1

M0

N1

KGB Ipsilateral singel,

3 cm

T3

N1

M0

N2a

KGB Ipsilateral singel,

>3 - 6 cm

N2b

KGB Ipsilateral multipel,

< 6 cm

N2c

KGB Bilateral /kontralateral,

< 6 cm

N3

KGB > 6 cm

M0

Tidak ditemukan metastase jauh

M1

Metastase jauh

T4
Tiap
T

N0,N
1
N2

M0
M0

IVB

Tiap
T

N3

M0

IVC

Tiap
T

Tiap
N

M1

Luas ekstensi kanker:


NO

LUAS EKSTENSI

Kanker In Situ

Kanker lokal

Ekstensi lokal

Metastase jauh

Ekstensi lokal disertai meta


jauh
(C). MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN
(1) Diagnosis utama

52

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Ialah gambaran makroskopis penyakit kankernya sendiri, yang


merupakan diagnosis klinis
(2) Diagnosis komplikasi
Ialah penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu
(3) Diagnosis sekunder
Ialah penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker yang
diderita, tetapi dapat mempengaruhi pengobatan atau prognosenya.
(4) Diagnosis patologi
Ialah gambaran mikroskopis dari kanker itu
IV. PROTOKOL TERAPI KANKER RONGGA MULUT
Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan
multidisipliner yang melibatkan beberapa bidang spesialis yaitu:
oncologic surgeon
plastic & reconstructive surgeon
radiation oncologist
medical oncologist
dentists
rehabilitation specialists

secara

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker


rongga mulut ialah eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut,
serta aspek kosmetik /penampilan penderita.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi
ialah
a) Umur penderita
b) Keadaan umum penderita
c) Fasilitas yang tersedia
d) Kemampuan dokternya
e) Pilihan penderita.
Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja
dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa
radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi
daripada tindakan operasi.
Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil
yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi

53

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

sebelum tindakan operasi dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced
(T3,T4).
Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal, tumor yang
eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang
endofitik dengan ukuran besar.
Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum
banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neoadjuvant pre-operatif atau adjuvan post-operatif untuk sterilisasi kemungkinan
adanya mikro metastasis.
Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan seperti tabel 9
berikut:
Anjuran terapi untuk kanker rongga mulut
S
T

T.N.M.

OPERASI

RADIOTERA
PI

CHEMOTERA
PI

T1.N0.M0

Eksisi radikal

ata
u

Kuratif, 50-70
Gy

Tidak
dianjurkan

II

T2.N0.M0

Eksisi radikal

ata
u

Kuratif, 50-70
Gy

Tidak
dianjurkan

III

T3.N0.M0
T1,2,3.N1.M
0

Eksisi radikal

dan

Post op. 30- (dan


40 Gy
)

CT

IV
A

T4N0,1.M0
Tiap

Eksisi radikal

dan

Post.op 30-40
Gy

T.N2.M0
IV

Tiap

T.N3.M0
-operabel

CT
Eksisi radikal

dan

Post.op 30-40 (dan


)
Gy

-inoperabel
IV
C

TiapT.tiapN.
M1

Paliatif, 50-70
Gy
Paliatif

Paliatif

54

Paliatif

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Residif lokal

Operasi untuk
residif
post
RT

RT
untuk dan
residif post op

CT

Metastase

Tidak

Tidak

CT

dianjurkan

dianjurkan

Karsinoma bibir
T1
: eksisi luas atau radioterapi
T2
: eksisi luas
Bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan
dengan fungsi dan kosmetik yang lebih bai
T3,4 : eksisi luas + deseksi suprahioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma dasar mulut
T1
: eksisi luas atau radioterapi
T2
: tidak lekat periosteum - eksisi luas
Lekat periosteum
- eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3,4 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal+deseksi supraomohioid
+ radioterapi pasca bedah Karsinoma lidah
T1,2 : eksisi luas atau radioterapi
T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma bukal
T1,2 : eksisi luas
Bila mengenai komisura oris, radioterapi memberikan kesembuhan
dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik
T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma ginggiva
T1,2
T3

: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal


: eksisi luas dengan
mandibulektomi marginal +
supraomohioid + radioterapi pasca bedah
T4 (infiltrasi tulang/cabut gigi setelah ada tumor)
: eksisi luas

deseksi
dengan

mandibulektomi segmental + deseksi supraomohioid + radioterapi


pasca bedah Karsinoma palatum
T1
T2
T3

: eksisi luas sampai dengan periost


: eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya
: eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya + deseksi
supraomohioid + radioterapi pasca bedah

55

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

T4 (infiltrasi tulang)

: Maksilektomi infrastruktural parsial/total tergantung

luas lesi + deseksi supraomohiod +radioterapi pasca bedah


Karsinoma trigonum retromolar
T1,2
T3

: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal


: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + deseksi
supraomohioid + radioterapi pasca bedah
T4 (infiltrasi tulang) : Eksisi luas dengan mandibulektomi segmental +
deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat

dilakukan deseksi leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah.


Sedangkan N1 yang didapatkan pada setiap T harus dilakukan deseksi leher
radikal. Bila memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut
harus dilakukan secara en-block.
Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil pemeriksaan
patologis metastase kelenjar getah bening tersebut ( jumlah kelenjar getah
bening yang positif metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra
kelenjar getah bening)
A. TERAPI KURATIF
Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker rongga mulut
stadium I, II, dan III.
(1) Terapi utama
Terapi utama untuk stadium I dan II ialah operasi atau radioterapi yang
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya masingmasing. Sedangkan untuk stadium III dan IV yang masih operabel ialah
kombinasi operasi dan radioterapi pasca bedah
Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan:
a) Menurut prosedur yang benar, karena kalau salah hasilnya tidak
menjadi
kuratif.
b) Fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, bernafas, tetap
baik.
c) Kosmetis cukup dapat diterima.
1. Operasi
Indikasi operasi:
1) Kasus operabel

2) Umur relatif muda

56

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

3) Keadaan umum baik

4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang

berat
Prinsip dasar operasi kanker rongga mulut ialah :
1) Pembukaan harus cukup luas untuk dapat melihat seluruh
tumor dengan ekstensinya
2) Eksplorasi tumor: untuk menentukan luas ekstensi tumor
3) Eksisi luas tumor
- Tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2 cm diluar tumor
- Menginvasi tulang,eksisi luas disertai reseksi tulang yang terinvasi
4) Diseksi KGB regional (RND = Radical Neck Disection atau
modifikasinya), kalau terdapat metastase KGB regional.
Diseksi ini dikerjakan
secara enblok
dengan tumor primer
bilamana memungkinkan.
5) Tentukan radikalitas operasi durante operasi dari tepi sayatan
dengan pemeriksaan potong beku .
Kalau tidak radikal buat garis sayatan baru yang lebih luas sampai
bebas tumor.
6) Rekonstruksi defek yang terjadi.
2. Radioterapi
Indikasi radioterapi
1) Kasus inoperabel
2) T1,2 tempat tertentu (lihat diatas)
3) Kanker pangkal lidah
4) Umur relatif tua
5) Menolak operasi
6) Ada ko-morbiditas yang berat
Radioterapi dapat diberikan dengan cara:
1) Teleterapi memakai: ortovoltase, Cobalt 60, Linec dengan dosis 5000
- 7000 rads.
2) Brakiterapi: sebagai booster dengan implantasi intratumoral jarum
Irridium 192 atau Radium 226 dengan dosis 2000-3000 rads.
(2) Terapi tambahan
1. Radioterapi
Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang terapi utamanya
operasi.

57

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

(1) Radioterapi pasca-bedah


Diberikan pada T3 dan T4a setelah operasi, kasus yang tidak
dapat dikerjakan eksisi radikal, radikalitasnya diragukan, atau
terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker.
(2) Radioterapi pra-bedah
Radioterapi pra-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya
diragukan atau yang inoperabel.
2. Operasi
Operasi dikerjakan pada kasus yang terapi utamanya radioterapi
yang setelah radioterapi menjadi operabel atau timbul residif setelah
radioterapi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi kontaminasi lapangan
operasi oleh sel kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul residif
setelah operasi dan atau radioterapi.
(3) Terapi Komplikasi
1. Terapi komplikasi penyakit
Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit,
tetapi dapat terjadi komplikasi karena terapi.
Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada, misalnya:
1) Nyeri: analgetika
2) Infeksi: antibiotika
3) Anemia: hematinik 4) Dsb.
2. Terapi komplikasi terapi
1) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya
2) Komplikasi radioterapi: menurut jenis komplikasinya
3) Komplikasi kemoterapi: menurut jenis komplikasinya
(4) Terapi bantuan
Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb.
(5) Terapi sekunder
Kalau ada penyakit sekunder diberi terapi sesuai dengan jenis
penyakitnya.
B. TERAPI PALIATIF
Terapi paliatif ialah untuk memperbaiki kwalitas hidup penderita dan
mengurangi keluhannya terutama untuk penderita yang sudah tidak dapat
disembuhkan lagi.
Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang:

58

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

1. Stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh


2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan harapan hidup yang pendek
3. Terapi kuratif gagal
4. Usia sangat lanjut
Keluhan yang perlu dipaliasi antara lain:
1. Loko regional
a) Ulkus di mulut/leher
b) Nyeri
d) Mulut berbau
2. Sistemik:
a) Nyeri
d) Batuk-batuk

c) Sukar makan, minum, menelan

e) Anoreksia

f) Fistula oro-kutan

b) Sesak nafas
e) Badan mengurus

c) Sukar bicara
f) Badan lemah

(1) Terapi utama


1. Tanpa meta jauh: Radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads.
Kalau perlu kombinasikan dengan operasi
2. Ada metastase jauh: Kemoterapi
Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain:
1) Karsinoma epidermoid:
Obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin, Methotrexate, Bleomycin,
Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka remisi 20 -40%.
Misalnya:
a) Obat tunggal: Methotrexate 30 mg/m2 2x seminggu
b) Obat kombinasi:
V = Vincristin
: 1,5 mg/m2 hl
)
B = Bleomycin

: 12 mg/m2 hl + 12 jam ) diulang tiap

M = Methotrexate : 20 mg/m2 h3, 8


2) Adeno karsinoma :
Obat-obat yang dapat

dipakai

antara

lain:

2-3 minggu

Flourouracil,

Mithomycin-C,
Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi 20-30%.
Misalnya: a) Obat tunggal
Dosis permulaan

: Flourouracil:
: 500 mg/m2

Dosis pemeliharaan : 20 mg/m2 tiap 1-2 minggu


b) Obat kombinasi:
F = Flourouracil: 500 mg/m2, hl,8,14,28 )
A = Adryamycin: 50 mg/m2, hl,21 ) diulang tiap

59

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

M = Mithomycin-C: 10 mg/m2, h1

) 6 minggu

(2) Terapi tambahan


Kalau perlu: Operasi, kemoterapi, atau radioterapi
(3) Terapi komplikasi
1. Nyeri: Analgetika sesuai dengan step ladder WHO
2. Sesak nafas: trakeostomi
3. Sukar makan: gastrostomi
4. Infeksi: antibiotika
5. Mulut berbau: obat kumur
6. Dsb.
(4) Terapi bantuan
1. Nutrisi yang baik
2. Vitamin
(5) Terapi sekunder
Bila ada penyakit
bersangkutan.

sekunder,

terapinya

60

sesuai

dengan

penyakit

yang

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Leukoplakia/Eritroplakia

Hilangkan faktor penyebab


Sitologi eksfoliatif (Papanicoleau)
Klas I

Klas II

Klas III

Klas IV

Klas V

3 bl
Ulangan sitologi
Bila 2x ulangan sitologi
hasilnya tetap Klas I-III

Biopsi

61

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Suspek Karsinoma Rongga Mulut, N0,M0

< 1 cm

> 1 cm

biopsi eksisional (eksisi luas)

ganas

tak ganas

biopsi insisional

ganas

tak ganas
eksisi

tak radikal

radikal

re-eksisi/
meragukan
radioterapi lokal

operabel

T1

T2

T3,4a

inoperabel/

kemo

dan/radioterapi

lokal
preoperatif
radioterapi
inoperabel

operabel

eksisi luas

eksisi luas

+
deseksi KGB leher selektif*/
radioterapi lokoregional
tak

radikal

radikal

radioterapi
lokoregional
+

62

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

(sitostatika)
re-eksisi/radioterapi lokal meta kgb(+)

meta kgb (-)

T low grade T high grade


radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

radioterapi

radioterapi

lokal

lokoregional

* Deseksi suprahioid untuk karsinoma bibir


Deseksi supraomohioid untuk karsinoma rongga mulut
Deseksi bilateral untuk lesi di garis tengah
N POSITIP

N 1,2

T di operasi
preoperatif

Deseksi leher radikal


inoperabel
(RND)
dengan/tanpa
radioterapi lokoregional *)

N3

T di radioterapi

radioterapi

radioterapi

operabel

lokoregional

T dioperasi

diradioterapi
radioterapi

63

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

sisa (+)

sisa (-)

lokoregional
deseksi leher radikal

(RND)
(sitostatika)
T (-)

T (+)

+
radioterapi

ND parsial/

lokoregional
+
(sitostatika)

sitostatika

RND modifikasi

radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)
Letak lesi ditengah (midline) : Untuk T 3,4 ------ penanganan N negatif bilateral
N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis
interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu.
*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND :
1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah
2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm
3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler
4. High grade malignancy

64

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

M POSITIP

sitostatika
+
paliatif (bila perlu):
operasi (trakeotomi,gastrostomi)
radioterapi
medikamentosa

TUMOR RESIDIF

terapi primer operatif

terapi primer radioterapi

operabel

inoperabel

operabel

operasi
+
radioterapi
+
(sitostatika)

radioterapi

operasi
+

(sitostatika)

inoperabel

sitostatika
+

sitostatika

Residif lokal/regional/jauh (metastase)penanganannya dirujuk ke penanganan


T/N/M seperti
skema yang bersangkutan

65

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PERLAKUAN PADA MANDIBULA

tumor lekat mandibula

jarak dengan tumor < 1cm

radiologis

infiltrasi tulang (-)

infiltrasi tulang (+)

reseksi segmental
enblok
reseksi marginal
enblok

REKONSTRUKSI

Jaringan lunak

mandibula

maksila

rekonstruksi segera

rekonstruksi temporer

protese (obturator)

dengan kawat Kirschner/plat


1 tahun

residif (-)

residif (+)

66

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

rekonstruksi permanen

penanganan tumor residif

tandur tulang
V. PROSEDUR FOLLOW UP
Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:
1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan
2) Dalam 3-5 tahun
: setiap 6 bulan
3) Setelah 5 tahun
: setiap tahun sekali untuk seumur hidup
Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks,
USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas
dari kanker atau tidak.
Pada follow up ditentukan:
1) Lama hidup dalam tahun dan bulan
2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan
3) Keluhan penderita
4) Status umum dan penampilan
5) Status penyakit
(1) Bebas kanker (2) Residif
(3) Metastase
(4) Timbul kanker atau penyakit baru
6) Komplikasi terapi
7) Tindakan atau terapi yang diberikan

67

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

APENDIKS
A. Klasifikasi kanker rongga mulut
Tabel 1 : Jenis-jenis kanker rongga mulut
NO
1

JENIS KANKER

NO.ICD

JENIS KANKER

KANKER BIBIR
Bibir atas,

NO.ICD
C00

bagian C00.0

Bibir, bagian dalam

C00.5

Bibir bawah, bagian C00.1


luar

Sudut bibir

C00.6

Bibir,
luar

bagian C00.2

Bibir, tumpang tindih

C00.8

Bibir atas,
dalam

bagian C00.3

Bibir, tanpa spesifikasi

C00.9

Bibir bawah,
dalam

bagian C00.4

luar

KANKER PANGKAL LIDAH

C01

KANKER LIDAH, BAGIAN LAINNYA

C02

Lidah,
dorsal

permukaan C02.0

Lidah, bagian tepi


Lidah,
ventral

permukaan C02.2

Lidah, 2/3
anterior
4

C02.1

Lidah, tonsil lingua

C02.4

Lidah, tumpang tindih

C02.8

Lidah, tanpa spesifikasi

C02.9

bagian C02.3

KANKER GUSI

C03

Gusi atas

C03.0

Gusi bawah

C03.1

Gusi, tanpa spesifikasi

KANKER DASAR MULUT

C03.9
C04

Dasar mulut, anterior

C04.0

DM, tumpang tindih

C04.8

Dasar mulut, lateral

C04.1

DM, tanpa spesifikasi

C04.9

KANKER PALATUM

C05

Palatum durum

C05.0

Palatum,
tindih

Palatum molle

C05.1

Palatum,
spesifikasi

Uvula

C05.2

68

tumpang C05.8
tanpa C05.9

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

KANKER MULUT, LAINNYA DAN TANPA SPESIFIKASI

C06

Mukosa pipi

C06.0

Mulut, tumpang tindih

C06.8

Vestibulum oris

C06.1

Mulut, tanpa spesifikasi

C06.9

Regio retromolar

C06.2

B. Prosedur Diagnostik
1. Pemeriksaan toluidine blue
Untuk memudahkan melihat adanya kanker dapat digunakan larutan toluidine
biru yang akan memberi warna biru pada sel kanker. Jaringan normal tidak
mengisap warna, sedang lesi pra-ganas atau non neoplasma tidak konstan
mengisap warna.
Menurut Mashberg tehnik memberi warna rongga mulut sebagai berikut:
a. 1. Kumur dengan larutan asam asetat 1%
: 20 detik
b. 2. Kumur dengan air
: 20 detik, 2 x
c. 3. Kumur dengan larutan toluidine blue 1%
: 5-10 cc
d. 4. Kumur lagi dengan larutan asam asetat 1% : 1 menit
b. Kumur dengan air.
Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian, pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 90%.
Adapun larutan toluidine biru terdiri dari :
1. Toluidine chlorida : 1 gr
2. Asam asetat
3. Alkohol absolut
4. Aquadest

: 10 cc
: 4,2 cc
: 100 cc

2. Pemeriksaan panendoskopi
Pada kanker rongga mulut, paru, dan esofagus kadang didapatkan
synchronous tumor (10%), oleh karena itu ada yang menganjurkan
pemeriksaan panendoskopi dilakukan sebagai prosedur diagnostik baku.
3. Pemeriksaan sitologi
Sitologi eksfoliatifa dari spesimen kerokan atau inprint dari tumor primer
dikerjakan pada lesi yang berupa bercak/superfisial
Bila hasilnya :
Klas I- III
: lakukan ulangan sitologi 3 bulan lagi.
Bila 2x ulangan sitologi tetap klas I-III
maka perlu dibiopsi
Klas IV-V
: lakukan biopsi

69

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

4. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)


Pemeriksan imaging dengan PET menggunakan tirosin sebagai tracer
memiliki sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk karsinoma rongga
mulut.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor <4mm. Untuk staging memiliki
sensitivitas 71% dan spesifisitas 99%, sedangkan untuk dteksi kekambuhan
memiliki sensitivias 92% dan spesifisitas 81%.
C. Prosedur Terapi
1. Vascular access surgery
Untuk keperluan pemberian kemoterapi intra-arteriel pada karsinoma rongga
mulut yang inoperabel, dapat dilakukan graft vena safena parva pada a.
karotis eksterna dengan membuat loop berbentuk , dengan memfiksasi graft
tersebut dibawah permukaan kulit.
2. Neo-ajuvan kemo/radioterapi
Untuk karsinoma rongga mulut T3,T4 yang akan dilakukan operasi dapat
diberikan neo-ajuvan kemo/radioterapi terlebih dahulu agar batas tumor
menjadi lebih jelas sehingga memudahkan eksisinya. Dianjurkan eksisi tetap
1-2 cm dari margin tumor sebelum pemberian neo-ajuvan kemo/radioterapi.
3. Brachytherapy
Brachytherapy pada karsinoma rongga mulut memberikan efektivitas yang
lebih tinggi daripada external beam radiotherapy. Untuk lesi yang besar,
brachytherapy dikombinasi dengan external beam radiotherapy.

70

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DAFTAR PUSTAKA
1. Espat J, Carew JF, Shah JP. Cancer of the Head and Neck, in Surgical
Oncology- Contemporary Principles & Practice, Blaad KI, Daly JM, Karakousis
CP (eds.), Mc.Graw-Hill Co.,New York, 2001, pp.519-525
2. Greene FL,Balch CM, Fleming ID, Fritz ADG, Haller DG, Morrow M, Page DL.
AJCC Cancer Staging Handbook- TNM Classification of Malignant Tumors,
Springer-Verlag Heidelberg, Heidelberg, 2002.
3. Kazi RA. Current Concepts In the Management of Oral Cancer.
http://www.indiandoctors.com/papers.htm
4. Mashberg, A.: Tolonium chloride (Toluidine) rinse. A screening method for
recognation of squamous carcinoma. Continuing study of oral cancer. IV.
JAMA, 245: 2408-2410,1981.
5. Million RR, Cassisi NJ, Mancuso AA. Oral Cancer, in Management of Head and
Neck Cancer: A Multidisciplinary Aproach, Million RR and Cassisi NJ (eds), 2nd
ed.,JB Lippincott Co., Philadelphia, 1994, pp.321-400
6. 6.National Cancer Institute. Lip and Oral Cavity Cancer-Treatment statement
health
professionals,Med.News,
http://www.meb.unibonn.de/cancer.gov/CDR0000062930.html
7. Ord RA, Blanchaert RH. Current management of oral cancer- A multidisciplinary
approach, JADA 2001; 132: 195-235
8. Panje, W.R.: Surgical Therapy of Oral Cavity Tumors. In Comprehensive
Management of Head and Neck Tumors, Thawley, S.E., Parje, W.R. (eds),
Philadelphia, W.B. Saunders Co., 1987,pp.460-606
9. 9.Schantz SP, Harrison LB, Forastiere AA. Tumors of the Nasal Cavity and
paranasal sinuses, Nasopharynx, Oral Cavity, and Oropharynx, in CancerPrinciples & Practice of Oncology, 6th ed., DeVita,Jr.VT, Hellman S, Rosenberg
SA (eds.),Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001; pp. 832-842
10. 10.Rubin P, McDonald S. and Oazi R.: Clinical Oncology. A multidisciplinary
Approach for Physicians
and
Students.
7th. ed., WB.Saunders Co.
Philadelphia, 1993, pp.332-336
11. Ship JA, Chavez EM, Gould KL, Henson BS, Sarmadi M. Evaluation and
Management of Oral Cancer. Home Health Care Consultant 1999;6: 2-1212
.WHO : ICD-10 International Classification of Disease and Related Health
Problems, WHO, Geneve, 1992.
12. 13 .WHO : ICD-0. International Classification of Disease for Oncology. 2nd ed.
WHO, Geneve,1990.

71

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PROTOKOL KANKER KULIT

MELANOMA MALIGNA
Melanoma maligna ialah kanker kulit yang berasal dari sel melanosit di kulit.
PENDAHULUAN
Kriteria diagnosis :
-

Pada semua usia, banyak pada usia 35 55 than


Laki-laki = wanita
Sangat ganas
Biasa terjadi metastasis luas dalam waktu singkat melalui aliran limfe &
darah ke alat-alat dalam
1-3 % dari seluruh keganasan
25 40 % berasal dari nevus pigmentosus ( junctional nevus ),
Hutchinsons melanotic frekle , giant pigmented nevus, blue nevus

Diagnosis :
Keluhan : Andeng andeng yang cepat membesar, timbul progresif,gatal, mudah
berdarah, timbul luka.
Pemeriksaan fisik : Tumor di kulit berwarna kehitaman, coklat,bentuk nodul, plaque,
bisa disertai luka.
Lesi bersifat A : Asimetri
B : Border / tepi tak teratur
C : Color / Warna kegelapan
D : Diameter, umumnya > 6 mm
E : Evolution, permukaan yang meninggi
Macam-macam :
1. Lentigo melanoma maligna (LMM)
Lesi: makula coklat seperti kehitaman, beberapa cm, tepi irreguler, pada
permukaan dijumpai bercak- bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak
teratur, dapat menjadi nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik.
2. Superfisial spreading melanoma (SSM)
Lokasi: wanita; tungkai bawah; laki- laki: badan dan leher.
Lesi: plak archiformis berukuran 0,5 3 cm tepi meninggi, irreguler, dapat
mencapai 2 cm dalam 1 than nodul biru kehitaman pada permukaan

72

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

terdapat campuran bermacam- macam warna seperti coklat, abu- abu, biru,
hitam, sering kebmerahan.
3. Nodular Malignant Melanoma (NMM)
Lokasi: laki- laki: punggung, dapat pada setiap lokasi.
Lesi: Nodul bentuk setengah bola (dome shaped ) atau polipoid dan eksofitik,
warna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman dapat mengalami
ulserasi perdarahan, timbul lesi satelit.
4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM)
Lokasi: letak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, ibu jari tangan.
Lesi: macula, warna bervariasi, pada permukaan timbul papul, nodul,
ulserasi, kadang- kadang lesi tidak mengandung pigmen.
Pemeriksaan penunjang:
1. Laboratorium: darah, urine, SGOT/ SGPT, BUN, kreatinin.
2. Radiologi:

Rutin: X-foto paru

Atas indikasi : X-foto tulang di daerah lesi, USG abdomen, CT-Scan, MRI.
3. Sitologi: FNA, inprint sitologi.
4. Patologi: a) biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat diferensiasi sel.
b) pemeriksaan specimen operasi:
tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi
sel, luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi.
Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang
positif, infasi tumor ke kapsul atau ekstranodal, tinggi level
metastasis.
4. Biopsi: prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka oleh karena
dibutuhkan informasi mengenai kedalaman tumor. Biopsi tergantung pada
anatomical sitenya.
1. a. bila diameter lebih dari 2 cm.
b. bila secara anatomi sulit (terutama di daerah wajah)
dilakukan insisional biopsi
2. bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan safety margin 1 cm
(diagnostik dan terapi). Specimen dikirimkan dengan mapping dan diberi
tanda batas- batas sayatan.

73

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Staging:
Std
0
I

II
III

IV

TNM
Ptis. N0. M0.

Tumor Primer

pTx

Tidak dapat dievaluasi

PT0

Tidak ditemukan

PT1. N0. M0.

pTIS

Melanoma maligna in situ

PT2. N0. M0.

PT1

0.75 mm

PT2

0.75 1.5 mm,

PT3

1.5 4 mm

PT4a

> 4 mm atau ada satelit nodule,

PT4. N0. M0.

PT4b

Satelit nodule dalam 2 cm.

Tiap pT. N1. M0

Nodus regional

Tiap pT. N2. M0.

Nx

Tidak dapat diperiksa

No

Tidak ada metastasis nodus regional

N1

Nodus regional 3 cm

N2a

Nodus regional > 3 cm

N2b

Metastasis in transit

N2c

N2a + N2b

Metastasis jauh

Mx

Tidak dapat diperiksa

M0

Tidak ada metastasis jauh

M1a

Meta jauh di kulit atau nodus diluar regional

M1b

Meta jauh visceral

PT3. N0. M0.

Tiap T. tiapN. M1

Klasifikasi Clark
Tingkat I
: Sela melanoma terletak diatas membrana basalis epidermis (insitu)
Tingkat II
: Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis
Tingkat III
: Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan
papilaris dan retikularis dermis.
Tingkat IV
: Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis
Tingkat V
: Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan.
Klasifikasi Breslow
Golongan I
Golongan II

: kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm


: kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm 1,5 mm

Golongan III

: kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5 mm

74

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Terapi:
Primer: tindakan wide eksisi dengan safety margin sesuai criteria ketebalan, dan
dilakukan rekonstruksi.
Sampai dengan ketebalan 0,76 mm, safety margin 1 cm
Antara 0,76 mm 1,5 mm safety margin 1,5 cm
Ketebalan > 1,5 mm safety margin 2 cm
Bila hasil biopsi safety margin tidak sesuai dengan ketebalan Breslow,
harus dilakukan re-eksisi secepatnya sampai dasar (fascia).
Regional: pada limfonodi secara histopatologis positif, dilakukan diseksi limfonodi :
Di daerah inguinal: deep (atas indikasi: ulkus, multiple limfonodi)
Di daerah aksiler: hingga level II
Di daerah leher: RND
Adjuvant terapi : pada stadium III dapat berupa imunoterapi, radioterapi, dan
kemoterapi
Intransit: kombinasi treatment.
Recurrent :
Dilakukan reevaluasi
Lokal
:
Eksisi luas ulang
Regional : Bila sebelumnya belum dilakukan diseksi, dilakukan diseksi +
adjuvant.
Bila sudah pernah diseksi, dilakukan radiasi
Metastasis: diberikan paliatif treatment.

75

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BASALIOMA

Sinonim : Basal cell carcinoma, ulcus rodent,


Basalioma adalah kanker kulit yang berasal dari sel basal kulit.
PENDAHULUAN
Kriteria diagnosis :
- Sering diatas 40 than
- Laki-laki > wanita
- Faktor predisposisi:
a. Jenis kulit terang (tipe I & II) dan albino yang rentan terhadap paparan sinar
matahari yang lama.
b. Paparan sinar X untuk terapi acne pada wajah
c. Sindrome nevus basal (autosomal dominan)
d. Intoksikasi arsen yang kronik
e. LE kronik
f. Ulkus kronik dan fistula.
Prosedur Diagnosis :
- Distribusi lesi : soliter, multiple (jarang), lokasi berbahaya adalah Canthus
lateralis, medialis dan lipatan nasobial. Dapat pula pada pipi, dahi, hidung,
leher, (jarang pada lengan, tangan, tungkai, kaki, kulit kepala)
- Lesi kulit :
a. Tipe : papul, nodul, translusen, seperti mutiara, ulkus (sering ditutupi
krusta) dengan tepi menggulung (ulkus roden).
b. Warna : merah jambu atau merah, telangiektasi dapat dijumpai (dengan
bantuan loupe). Jenis pigmented : dapat berwarna coklat samapi biru atau
hitam.
c. Palpasi : keras, padat dan kistik.
d. Bentuk : bulat, oval, tengah melekuk (umbilicated)
e. Nodus : hampir tidak pernah mengadakan metastasis regional.
f. Metastasis : hampir tidak pernah mengadakan metastasis jauh.
- Varian klinis :
1. Jenis Nodulo ulseratif (paling sering)
Lesi : mula-mula papul / nodul, diameter < 2 cm, tepi meninggi, permukaan
mengkilat, sering ada telangiektasi, kadang dengan skuama halus dan
krusta tipis. Warna seperti mutiara kadang translusen keabu-abuan atau

76

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

kekuningan. Tumbuh lambat, bagian tengah timbul cekungan ulserasi


(ulkus rodens).
2. Jenis berpigmen
Gambaran sama dengan nodulo ulseratif hanya berwarna coklat / hitam
bintik-bintik atau homogen.
3. Jenis morphea like atau fibrosing (agak jarang)
Lesi : bentuk plakat, warna kekuningan, tepi tidak jelas, kadang tepi
meninggi. Pada permukaan tampak beberapa folikel rambut yang
mencekung (gambaran klinik, seperti sikatrik), kadang tertutup krusta yang
melekat erat (jarang ulserasi).
4. Jenis superficial
Lokasi : badan, leher, kepala.
Lesi : bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi meninggi seperti
kawat. Dapat meluas secara lambat, ulserasi (-). Biasanya multiple.
5. Jenis fibroepitelial
Lokasi : punggung.
Lesi : soliter, nodul keras, sering bertangkai pendek.
Permukaan halus, sedikit kemerahan (mirip fibroma).
6. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (sindroma Gorlin Galzt).
- Autosomal dominan
- Sindroma terdiri dari :
a. Kelainan kulit : - Ca sel basal multiple jenis nevoid
- Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki.
- Milia, lipoma, fibroma.
b. Kelainan tulang :
- Kista pada rahang
- Kelainan tulang iga dan tulang belakang
(scoliosis, spinabifida)
c. Kelainan system saraf :
- Perubahan neurologik (EEG abnormal, cerebeller
meduloblastoma)
- Retardasi mental
d. Kelainan mata : katarak, buta kongenital.
e. Lain-lain :
- Klasifikasi falks serebri
- Fibroma ovari dengan kalsifikasi
- Kista limfotik di mesenterium

77

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

7.

a. Jenis linier and generalized follikuler basal cell nevi(jarang).


- Sejak lahir.
Lesi : jenis linier : berupa nodul + komedo dan

kista epidermal tersusun seperti garis dan


unilateral.
- Lesi tetap dengan bertambah usia.
b. Jenis Generalized follikuler : ada kerontokan rambut terhadap
akibat kerusakan folikel rambut karena pertumbuhan tumor.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium: darah, urine, SGOT/ SGPT, BUN, kreatinin.
2. Radiology: X-foto paru, X-foto tulang di daerah lesi, CT-Scan, MRI.
3. Patologi: a) biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat diferensiasi
sel. Bila lebih dari 2 cm dilakukan incisional biopsy, kurang
dari 2 cm dilakukan eksisional biopsy dengan safety margin
0,5-1 cm.
b) pemeriksaan spesimen operasi:
Tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi
sel, luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi.
Staging :
Stadiu
m

TNM

Tis. N0. M0.

Tx

Tidak dapat dievaluasi

T0

Tidak ditemukan

Tis

Kanker in situ

T1

Tumor terbatas pada kulit, 2cm

T2. N0. M0.

T2

Tumor terbatas pada mammae, 2-5 cm

T3. N0. M0.

T3

Tumor > 5 cm

T4

Invasi tumor dalam ke


bawahnya

Nodus Regional

Nx

Tidak dapat diperiksa

N0

Tidak ada metastasis nodus regional

N1

Ada nodus regional

Metastasis jauh

Mx

Tidak dapat diperiksa

M0

Tidak ada metastasis jauh

M1

Ada metastasis jauh

I
II

III

T1. N0. M0.

T4. N0. M0.


tiapT.

IV

N1. M0.

tiapT. tiapN.

M1

Tumor Primer

78

jaringan

di

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Terapi:
Eksisi luas dengan safety margin 0,5 - 1 cm.
Pelaporan histopatologis yang diharapkan :
- Jenis
- Sub tipe
- Bebas tumor / tidak
Radioterapi : diberikan bila upaya untuk mencapai radikalitas secara bedah
tak tercapai.
Recurrent :
- Operabel : Eksisi luas ulang
-

Inoperabel : Radioterapi

Karsinoma Sel Skuamosa


Sinonim : Karsinoma epidermoid, Karsinoma plano selulare
Kanker kulit skuamosa adalah kanker kulit yang berasal dari sel keratosid dermis.
PENDAHULUAN
Kriteria diagnosis :
- Insidens tertinggi pada usia 50 70 tahun
- Paling sering pada kulit berwarna di daerah tropik
- Laki-laki > wanita
- Dapat timbul dari kulit normal atau dari lesi prakanker, pada kulit putih :
diduga rangsangan sinar ultraviolet, kasinogen kimia : Coaltar, arsen,
hidrokarbon polisiklik. Pada kulit berwarna : predisposisi trauma, ulkus
kronik, jaringan parut.
- Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi
terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit berwarna :
ekstremitas bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus).
-

Risiko toinggi mendapat kanker kulit adalah pada penderita kelainan pre
kanker (xeroderma pigmentosum, keratosis senilis, compund nevus,
multiple dysplatic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar matahari,
terpapar sinar pengion, arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan
fistula, immuno supresi, dsb.

Prosedur Diagnosis :
1. Tumor : terdapat lesi di kulit terutama pada kulit yang terpapar sinar matahari
atau trauma, bentuk plaque, nodus, papel, tumor atau ulkus, mudah berdarah,
konsistensi padat, tumbuh ada yang eksofitik, endofitik, infiltratif, progresif

79

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

dengan cepat. Tumor dapat timbul de novo atau dari lesi pra kanker yang telah
lama ada.
2. Nodus regional : ada pembesaran kelenjar limfe regional, single atau multiple,
mobile atau melekat.
3. Metastasis : mungkin ada tanda-tanda metastasis jauh, seperi pada paru, hati,
dsb.
Pemeriksaan penunjang :
1. Radiology: X-foto paru, X-foto tulang di daerah lesi,
indikasi)

CT-Scan, MRI (atas

2. Patologi: a) biopsi: Lebih kecil dari 2 cm dilakukan biopsi eksisional, lebih dari 2
cm dilakukan biopsi insisional
b) pemeriksaan specimen :

tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi


sel, luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi.

Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang


positif, infasi tumor ke kapsul atau ekstranodal, tinggi level
metastasis.

Terapi :
Pelaporan histopatologis yang diharapkan :
- Sub tipe
- Grading
- Bebas tumor.
Stadium I / II dan III (dengan T4 N0 M0) dilakukan eksisi luas dengan batas sayatan
1 cm dan rekonstruksi kalau perlu.
Stadium III (dengan any T N1 M0) dilakukan eksisi luas dan diseksi limfonodi.
Stadium IV diberikan terapi paliatif.

80

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

ADENOKARSINOMA

Adenokarsinoma kulit, kanker yang berasal dari sel adneksa kulit.


PENDAHULUAN
-Tumor: di kulit atau subkutan yang melekat dengan kulit, konsistensi padat.
-Nodus: mungkin ada pembesaran kelenjar limfe regional.
-Metastasis: mungkin terdapat tanda-tanda metastasis jauh.
KANKER MERKEL
Berasal dari sel neuroendokrin kulit.
DERMATOFIBROSARKOMA PROTUBERANS
-Tumor: di kulit tumbuh menonjol di atas kulit, dengan kulit diatasnya berwarna
kecoklatan seperti keloid, konsistensi padat keras.
-Nodus : jarang terdapat pembesaran kelenjar limfe regional.
-Metastasis: mungkin ada tanda-tanda metastasis jauh.
LESI-LESI PRA KANKER
Actinic Keratosis
Kerato Acantoma
Bowens Disease
Erythroplasia of Queyrat
Xeroderma Pigmentosum

81

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DAFTAR PUSTAKA
1. Fleming I D, Cooper J S, Henson D E, Hutter RVP, Kennedy B J, Murphy G P,
OSullivan B, Sobin L H, Yarbro J W (ed), AJCC Cancer Staging Manual, 5th ed,
Philadelphia, Lippincott-Raven, 1997, 157-170
2. Sobin L H & Wittekind Ch (ed), TNM Classification of Malignant Tumours, 6th ed,
New York, Wiley-Liss, 2002, 123-130
3. Lang Jr. P J, Maize JC, Basal Cell Carcinoma, in Friedman R J, Rigel D S, Kopf
A W, Harris M N, Baker D (ed), Cancer of the Skin, Philadelphia, W.B. Saunders
Company, 1991, 35-73
4. Friedman R J, Hellman E R, Gottleb G J, Waldo E D, Rigel D S, Malignant
Melanoma: Clinicopathologic Correlation, in Friedman R J, Rigel D S, Kopf A W,
Harris M N, baker D(ed), Cancer of the Skin, Philadelphia, W.B. Saunders
Company, 1991, 148-176
5. Harris M N, Roses D F, Malignant Melanoma: Treatment, in Friedman R J, Rigel
D S, Kopf A W, harris M N, baker D (ed), Cancer of the Skin, Philadelphia, W.B.
Saunders Company, 1991, 177-197

82

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

SARKOMA JARINGAN LUNAK

I. PENDAHULUAN :
Soft tissue sarcoma atau Sarkoma Jaringan Lunak ( SJL ) adalah penyakit
keganasan yang berasal dari jaringan embrional mesoderm yang terdapat di seluruh
tubuh ( jaringan penunjang, otot, lemak ) dan termasuk jaringan syaraf perifer yang
asalnya dari ektoderm. Sebagai tumor non-epithelial tidak termasuk disini tumor dari
kelenjar getah bening, sel-sel pembentuk darah dan jaringan syaraf pusat.
Keganasan ini sangat jarang dan dilaporkan angka kejadian SJL pada orang dewasa
sekitar 1% dari seluruh keganasan, sedangkan pada anak 15% dari seluruh
keganasan pada anak. Di Amerika Serikat dilaporkan 8.300 kasus baru per tahun (
2002 ) yang terdiri laki-laki 4.400 dan perempuan 3.900 dengan prakiraan kematian
3.900 kasus.
Tidak berbeda dengan beberapa kepustakaan, di Indonesia lokasi SJL pada dewasa
yang paling sering adalah daerah ekstremitas diikuti
badan, leher&kepala dan
retroperitonium. Pada anak-anak predileksi lokasi yang sering dijumpai adalah
leher&kepala dan badan dengan tipe histologik rhabdomyosarkoma. Untuk
keganasan SJL tidak terdapat perbedaan gender dan sering didapatkan pada
kelompok umur diatas 30 tahun.
Etiologi dan faktor resiko :
Secara umum penyebab SJL sampai saat ini belum diketahui dimana besar
kemungkinannya karena sifatnya yang heterogeneous dan adanya berbagai faktor
yang berperan pada karsinogenesis SJL
Genetik : Saat ini faktor genetik dan kelainan genetik dihubungkan dengan
pertumbuhan dan progresifitas tumor termasuk sarkoma jaringan lunak. Adanya
kelainan genetik tertentu akan memberikan faktor resiko terjadinya SJL seperti ras
gene pada rhabdomyosarkoma dan fibrosarkoma ; ekspresi myc gene pada
rhabdomyosarkoma ; perubahan gen p53 pada 1/3 kasus SJL ; amplifikasi gen
MDM2 dan inhibisi p53 pada 1/3 kasus SJL lainnya serta gen retinoblastoma yang
berperan terjadinya SJL. Beberapa penyakit dengan kelainan genetik yang
mempunyai faktor resiko tinggi terjadinya SJL adalah : Neurofibromatosis Von
Recklinghausen, sindroma Li Fraumeni, sindroma Gardner, sindroma Nevus Sel
Basal, sindroma Werner.
Radiasi : intervensi pemberian radiasi akan meningkatkan resiko terjadinya SJL.
Frekwensi akan meningkat dengan tingginya dosis radiasi dan sebaliknya frekwensi
yang rendah jika diberikan dengan dosis rendah.

83

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Bahan kimia : disamping obat sitostatika alkilating agent, beberapa bahan kimia
seperti : phenoxy herbecides, chlorinat phenols, telah dibuktikan berhubungan
dengan terjadinya SJL.
Insidens SJL sangat jarang dan tidak di rekomendasikan untuk kegiatan skrining.
Terabanya masa tumor di jaringan lunak patut untuk dicurigai kemungkinan suatu
SJL. Dengan tidak dijumpainya tanda-tanda infeksi, pertumbuhan yang cepat dan
sukar melakukan palpasi karena letaknya yang dalam, padat dan ter-fiksasi ; perlu
penilaian klinis yang cermat terhadap masa tumor. Pada beberapa kasus kadangkadang timbul keluhan kompresi pada syaraf atau alat viseral ( usus atau ureter )
atau nyeri yang mungkin tumor berasal dari jaringan tulang.
Pedoman atau protokol sarkoma jaringan lunak bertujuan untuk menjawab hal-hal
mendasar yang berhubungan dengan :
- tindakan atau upaya apa saja yang dibutuhkan pada penderita dengan
kecurigaan tumor jaringan lunak
- apa yang dibutuhkan pada proses pemeriksaan spesimen patologik dan
informasi apa saja yang perlu dilaporkan sebagai pelaporan standar
- pengobatan apa saja yang optimal dari modalitas bedah, radiasi dan
khemoterapi yang perlu diberikan pada SJL primer.
II. PATOLOGI dan BIOLOGI
A. II.1. Sifat biologik
SJL berasal dari jaringan mesodermis, termasuk malignant schwannoma dimana
keganasan tersebut berasal dari jaringan ektodermis.
Terdapat perubahan gen P53 pada 1/3 kasus SJL ; 1/3 lainnya terjadi amplifikasi
gen MDM2 dan inhibisi gen P53.
SJL membentuk masa tumor yang padat dan tumbuh secara sentrifugal dengan
komposisi daerah perifer terdiri dari sel yang tidak matang. Pada pertumbuhan
tumor, pada bagian tepi akan terbentuk pseudocapsule yang merupakan kapsul
palsu yang terbentuk akibat penekanan sel normal oleh tumor. Kapsul palsu atau
disebut juga zona reaktif ( reactive zone ) terdiri dari :
a. sel tumor yang terdorong akibat pertumbuhan tumor ,
b. zona fibro-vaskuler dari jaringan yang reaktif dan
c. komponan jaringan inflamasi yang ber-interaksi dengan jaringan normal.
Ketebalan zona reaktif ini bervariasi dan tergantung dari derajat keganasan dan tipe
histologik.
SJL dengan derajat keganasan rendah, masa tumor akan jelas batasnya dengan
kapsul palsu. Pertumbuhan tumor kadang-kadang dapat merobek kapsul palsu dan
terbentuk satelittes lesions didaerah zona reaktif.

84

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Pada SJL yang high grade, tumor dapat menembus kapsul palsu pada satu
kompartemen dan membentuk metastasis lokal diluar zona reaktif yang disebut skip
lesions. Lesi ini merupakan suatu metastasis loco-regional yang tidak melalui
pembuluh darah. Tanda-tanda ini memungkinkan seringnya terjadi kekambuhan
lokal jika tidak dilakukan eksisi yang adekwat.
Pola penyebaran jauh SJL biasanya melalui pembuluh darah ( hematogen ) dengan
organ yang paling sering adalah paru untuk tumor primer SJL di ekstremitas dan
badan ; sedangkan SJL retroperitonium dan intra-abdomen pola metastasis
biasanya
ke hati. Metastasis lebih sering pada derajat keganasan tinggi
dibandingkan dengan derajat keganasan rendah.
Penyebaran regional ke kelenjar getah bening sangat jarang ( 5% - 10% ) dan hanya
pada tipe histologik tertentu seperti : sinovial sarkoma, epiteloidsarkoma,
rhabdomyosarkoma embrional dan malignan fibrous histiositoma.
B. II.2 Tipe histologik
Berikut tipe histologik SJL pada orang dewasa serta ICD-O ( International
Classification of Disease for Oncology ) untuk kode morfologi.
Histologik
ICD-O. M
alveolar soft-part sarkoma

M-9581/3

angiosarkoma

M-9120/3

chondrosarkoma extraskeletal c.

M-9220/3

chondrosarkoma, dedifferentiated c.

M-9240/3

clear-cell sarkoma

M-9044/3

dermatofibrosarkoma protuberans

M-8832/3

epitheloid sarkoma

M-8840/3

fibrosarkoma

M-8810/3

granular cell tumor, malignant g.c.t.

M-9580/3

hemangiopericytoma, malignant h.

M-9159/3

hemangioendothelioma, malignant h.

M-9130/3

leiomyosarkoma

M-8890/3

leiomyosarkoma epitheloid l.

M-8891/3

liposarkoma, dedifferentiated l.

M-8858/3

liposarkoma, myxoid l.

M-8852/3

liposarkoma, pleomorphic l.

M-8854/3

liposarkoma, round cell l.

M8853/3

liposarkoma, well-differentiated l.

M-8851/3

lymphangiosarkoma

M-9170/3

85

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

malignant fibrous histiocytoma

M-8830/3

malignant mesenchymoma

M-8990/3

mesenchymoma, malignant m.

M-8990/3

osteosarkoma extraskeletal o.

M-9180/3

rhabdoid, malignant r. tumor

M-8963/3

neurofibrosarkoma

M-9540/3

schwannoma, malignant melanotic s.

M-9560/3

synovial sarkoma

M-9040/3

sarkoma, NOS

M-8800/3

II.3 Grading ( derajat keganasan )


Pemeriksaan jaringan SJL dengan mikroskop dapat di identifikasi derajat keganasan
sebagai high grade dan low grade, dimana frekwensi high grade lebih tinggi
dibandimgkan low grade. Informasi derajat keganasan sangat penting karena dapat
me-prediksi prognosis dan perjalanan penyakit disamping keputusan klinik
pemberian modalitas pengobatan. Grading mempunyai peran yang lebih besar
dibandingkan tipe histologik dalam pemberian pengobatan.
Terdapat 2 sistim dalam penentuan grading yaitu dari Amerika ( Costa et.al ) dan
dari Eropa ( Troyani et.al ). Costa melakukan penentuan grading berdasarkan : tipe
histologik dan derajat tumor yang nekrosis, sedangkan Troyani berdasarkan :
derajat nekrosis, morfologis diferensiasi dan indeks mitosis. Keduanya
membagi derajat keganasan menjadi 3 yaitu : G1 ( low grade ), G2 dan G3 ( high
grade ). Pembagian lain membagi grading menjadi 2 ( low grade dan high grade )
dan 4 yaitu G1 dan G2 (Low grade) dan G3 dan G4 (High grade).
Grading dapat dipakai sebagai faktor prediktif yaitu derajat keganasan tinggi lebih
sensitif dengan khemoterapi dibandingkan derajat rendah.
C. II.4 Patologi
Sehubungan dengan jarangnya SJL dan sifat yang heterogeneous sering dijumpai
kesalahan diagnostik. Untuk itu direkomendasikan pemeriksaan spesimen patologi
dilakukan oleh seorang ahli patologi yang telah berpengalaman dibidang sarkoma.
Untuk mencapai akurasi diagnosis patologik dapat dilakukan pemeriksaan yang
spesifik seperti sitogenetik, histokimia, mikroskop elektron dan biomolekuler.
Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan patologi harus disertai informasi mengenai
: lokasi tumor ( superfisial / deep ), ukuran tumor, tindakan biopsi yang dilakukan (
eksisi / insisi ), kasus primer atau rekuren (kambuh), pengobatan yang pernah
diberikan.

86

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Tujuan pemeriksaan patologik adalah : kepastian diagnosis patologik, penilaian


ekstensi tumor, sejauh mana radikalitas pembedahan yang telah dilakukan serta
identifikasi faktor prognostik yang sangat berguna untuk perencanaan terapi
selanjutnya.
III. PROSEDUR DIAGNOSTIK
A. Anamnesis : Terdapat benjolan / masa tumor

kapan terjadinya

sifat pertumbuhannya ( cepat / lambat )

keluhan penekanan pada jaringan sekitarnya (p. darah, syaraf, gangguan


gerakan sendi / otot)

jika terdapat keluhan nyeri, tumor mungkin berasal dari jaringan tulang

B. Pemeriksaan fisik :

lokasi tumor

diskripsi tumor :
o batas tegas / tidak
o ukuran
o permukaan
o konsistensi
o mobilitas
o nyeri tekan / tidak

KGB regional : teraba / tidak

Identifikasi adanya skip metastasis

Tanda-tanda penekanan tumor dan metastasis


o Fungsi motorik / sensorik
o
o

Tanda-tanda bendungan pembuluh darah


Tanda-tanda kelainan pada paru, tulang dan hati

Masa tumor dicurigai SJL jika konsistensi padat, letak dalam dan ter-fiksasi

C. Pemeriksaan penunjang :

Radiographi konventional daerah tumor (menilai ekstensi tumor ke jaringan


sekitarnya / tulang )

Foto thorak

Magnetic Resonance Imaging ( MRI )

Computed Tomography Scan ( daerah tumor )

CT paru pada tumor > 5 cm dan high grade

87

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

D. Biopsi :
a. Core biopsi / tru-Cut biopsi
b. Biopsi terbuka ( pembedahan ):
b.1 : Insisi - tumor > 3 cm
b.2 : Eksisi - tumor < 3 cm
Catatan : Lokasi insisi dipertimbangkan untuk pembedahan definitif
Beberapa hal perlu diperhatikan pada biopsi :

cegah kontaminasi ke dalam kelompok otot dari : anestesi infiltrasi,


manipulasi tumor, hematoma

lakukan biopsi melalui eksisi/insisi longitudinal

jangan melakukan undermining jaringan kulit

ambil jaringan dari tepi tumor dengan menyertakan pseudocapsule

lakukan hemostasis dengan baik

tutup luka operasi dengan instrument yang baru

jika perlu dren, jangan dipasang dengan insisi baru

chek jaringan yang dikirim cukup representatif/tidak


c. BAJAH ( Biopsi Jarum Halus )
Dilakukan pada :

penapisan lesi jinak / ganas

untuk lesi metastasis KGB atau kekambuhan

E. Jika sudah di konfirmasi hasil patologik anatomik kelainan sarkoma, maka untuk
penentuan stadium klinik dan strategi operasi dapat dipertimbangkan untuk
melakukan pemeriksaan: bone scan dan angiografi
IV. STADIUM KLINIK
Berdasarkan UICC dan AJCC (2002), klasifikasi stadium tumor SJL sangat
dipengaruhi faktor derajat keganasan. SJL dengan derajat keganasan rendah
termasuk disini stadium IA, IB dan IIA ; sedangkan SJL dengan derajat keganasan
tinggi adalah stadium IIB, IIC dan III. SJL jarang menyebar ke kelenjar getah bening
( < 10% ) dan jika terdapat penyebaran maka akan masuk dalam kelompok IVA ;
sedangkan adanya penyebaran jauh masuk kedalam stadium IVB.
IV.1.1 Klasifikasi TNM ( UICC/AJCC, 2002 )
TX : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak terdapat tumor primer
T1 : Ukuran tumor < 5 cm pada dimensi yang terbesar

88

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

T2 : Ukuran tumor > 5 cm pada dimensi yang terbesar


NX: KGB regional tidak dapat dinilai
N0 : Metastasis KGB (-)
N1 : Metastasis KGB (+)
MX : Metastasis jauh tidapat dinilai
M1 : Metastasis jauh (-)
M1 : Matastasis jauh (+)
IV.1.2 Kalsifikasi TNM dan Stadium ( UICC / AJCC, 2002 )
G1 T1a N0 M0
G1 T1b N0 M0
G2 T1a N0 M0
G2 T1b N0 M0

well / moderate grade ,


< 5 cm
superficial / deep

Stadium IB

G1 T2a N0 M0
G2 T2a N0 M0

well / moderate grade,


> 5 cm, superficial

Stadium IIA

G1 T2b N0 M0
G2 T2b N0 M0

well / moderate grade,


> 5 cm, deep

G3 T1a N0 M0
G3 T1b N0 M0
G4 T1a N0 M0
G4 T1b N0 M0

high grade, < 5 cm ,


superficial / deep

Stadium IIC

G3 T2a N0 M0
G4 T2a N0 M0

high grade, > 5 cm,


superficial

Stadium III

G3 T2b N0 M0
G4 T2b N0 M0

high grade, > 5 cm, deep

Stadium IV

Any G Any T N1 M0
Any G Any T N0 M1

Tidak dipengaruhi G dan T,


meta KGB dan organ jauh

Stadium IA

Stadium IIB

IV.2 Prosedur penentuan stadium


Ekstensi dari tumor primer dapat dinilai dengan melakukan pemeriksaan non-invasif
dan tergantung dari lokasi tumor. Direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan
CT-Scan dan MRI. Dengan MRI dapat dinilai gambaran koronal, sagital dan
transaksial. Tambahan zat kontras akan dapat dibedakan dengan jelas struktur otot
dan pembuluh darah. Dengan indikasi klinis tertentu dapat dilakukan pemeriksaan
angiography dan scan tulang.

89

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Tingginya frekwensi metastasis paru serta dengan indikasi tertentu perlu melakukan
operasi pada paru, maka dianjurkan secara rutin pemeriksaan photo toraks dan scan
paru.
V. TERAPI
a. Assessment :

Konfirmasi Dx/ histopatologik

Tentukan stadium klinik dan resektabilitas / kurabilitas

Modalitas pengobatan : tunggal atau kombinasi

Kombinasi kemoterapi dan radiasi jelaskan tujuannya : Adjuvant ; neoadjuvant ; paliatif

Tindakan rehabilitasi akibat operasi : op. rekonstruksi

Informasi yang jelas untuk persetujuan pasien

b. Modalitas :
1. Bedah : dengan prinsip radical wide excision
Evaluasi
: - Intra lesion
- Eksisi marginal
- Eksisi luas
- Eksisi kuratif
(NB : masuk dalam penilaian patologi)
Standar operasi : sesuai protokol dari grup Jepang ( The Surgical Society
for Musculoskeletal Sarcoma)
2. Radiasi
3. Khemoterapi
Pengobatan / terapi bedasarkan stadium dan derajat keganasan
Stad. IA, IB, IIA
Low grade (1 dan 2)

# Bedah : eksisi luas radikal


# Eksisi luas + pre / post bedah radiasi

Potensi kambuh lokal


kecil

# Tu. tidak resektabel : radiasi pra

Khemotherapi
diberikan

bedah
+ pembedahan + radiasi pasca bedah
# Tu. retroperitoneum / trunk dan L&K :
Eksisi luas + radiasi
Radiasi pra bedah + eksisi luas

90

Wide margin sulit


-

tidak

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Stad IIB, IIC, III

# Bedah : eksisi luas radikal

Potensi kambuh besar

High grade

# Tumor > 5 cm : kombinasi radiasi

Th/ kombinasi dengan


radiasi + kemoterapi

# Tu. tidak resektabel : radiasi pra


bedah
+ pembedahan
# Keadaan tertentu : radiasi +
khemoterapi
pra bedah + bedah + radiasi
Stad. IV
N1

# Eksisi luas radikal + limphadenektomi


(jika N+) + dengan / tanpa radiasi
# Bedah + Radiasi (pre atau pasca
bedah)
# Dipertimbangan khemoterapi

M1
# Eksisi luas radikal + radiasi
Reseksi lesi metastasis dapat
dilakukan
dengan kriteria tertentu.
- reseksi dengan batas sayatan (-)
- lesi resektabel dengan batas
sayatan
tidak adekewat : radiasi
- lesi tidak resektabel : th/ kombinasi
radiasi dan khemoterapi
- lesi retropert./ badan dan H&L :
bedah + khemoterapi + radiasi
# Untuk tujuan paliatif diberikan terapi
kombinasi khemoterapi:
- CYVADIC
- Ifos + Doxo + Mesna

91

Mencegah amputasi

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Sarkoma dengan kekambuhan / rekuren


1. Kekambuhan lokal
a. Kekambuhan dengan tumor resektabel :
- Diperlakukan sama dengan kasus primer
- Ditambah terapi adjuvant + ( modalitas non bedah )
b. Kekambuhan dengan tumor tidak resektabel :
- Diperlakukan sama dengan lesi tumor tidak resektabel
- Jika respons terapi (-), tujuan pengobatan adalah paliatif
2 Kekambuhan berupa metastasis jauh
- Modalitas khemo dan radiasi
VI. PROGNOSIS
Angka kekambuhan lokal (disease free interval) cukup tinggi dan
berhubungan dengan beberapa faktor yaitu :
- Ukuran tumor > 5 cm
- Grading histologi tinggi
- Lokasi tumor yang dalam ( deep ) dan proksimal

Pada kasus yang pernah kambuh lokal, mempunyai resiko besar terjadinya
metastasis jauh.
Catatan :

Pemeriksaan immunohistokimia yang dihubungkan dengan faktor


prognostik masih dalam penelitian antara lain : Ki67, p53, mdm2, p21, p16,
p27 dan apoptosis

VII. FOLLOW UP
Waktu

Pemeriksaan

bulan ke 3

Pem. fisik

bulan ke 6

Pem. fisik, Ro. toraks dan CT-scan

bulan ke 12

Pem. fisik, Ro. toraks, Darah rutin, CT-Scan, USG


hati

VIII. FORMULIR REGISTRASI


Dalam upaya
melakukan registrasi kanker perlu dipersiapkan
perumusan data yang perlu dicatat pada formulir khusus penderita SJL.

92

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Data tersebut meliputi :


-

Identifikasi penderita
Data klinik

Dx/
Data modalitas terapi ( pra bedah dan pasca bedah )
Data prosedur pembedahan beserta jarak batas sayatan dengan
referensi dari The Surgical Society for Musculoskeletal Sarkoma

, Jepang.
Data kekambuhan lokal dan metastasis jauh.
Komplikasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Fleming I D, Cooper JS, Henson D E, Hutter R V P, Kennedy B J, Murphy G P,
O Sullivan B, Sobin L H, Yarbro J W(ed), AJCC Cancer Staging Manual, 5th ed,
Philadelphia, Lippincott-Raven, 1997, 149-156
2. Sobin L H & Wittekind Ch (ed), TNM Classification of Malignant Tumours, 6th ed,
New York, Willey-Liss, 2002, 114-118
3. Brennan M F, Alektiar K M, Maki R G, Soft Tissue Sarcoma, in DeVita Jr V T,
Hellman S, Rossenberg S A (ed), Cancer Principles & Practice of Oncology, 6th
4.
5.
6.
7.

ed, Philadelphia, Lippincott-Raven 2001, 1841-1890


Pollock R E (guest ed), Emerging Perspectives in Soft Tissue Sarcoma, Surg
Oncol Clin N Am 12 (2003)
Scaife C L, Pisters P W T, Combined-Modality Treatment of Localized Soft
Tissue Sarcomas of the Extremities, Surg Oncol Clin N Am 2003; 12: 355-367
Feig B W, Retroperitoneal Sarcomas, Surg Oncol Clin N Am 2003; 12: 369-377
Potter B O, Sturgis E M, Sarcomas of the Head and Neck, Surg Oncol Clin N Am
2003; 12: 379-417

93

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BEDAH THORAK

TRAUMA TORAKS, PNEUMOTORAKS, HEMATOTORAKS,


PATAH TULANG IGA
BATASAN
Semua keadaan rudapaksa pada toraks dan dinding toraks, baik trauma/rudapaksa
tajam maupun tumpul. Trauma pada toraks baik tajam maupun tumpul.
PATOFISIOLOGI
1. Perdarahan jaringan interstium,perdarahan intra alveolar, diikuti kolaps
kapiler-kapiler kecil dan atelektasis, sehingga tahanan perifer pembuluh paru
naik, tekanan darah turun menyebabkan pertukaran gas berkurang
2. Sekret terkumpul karena batuk kurang
3. Terjadi kompresi
GEJALA KLINIS
1.
2.
3.
4.

Sesak nafas, bagian lesi tertinggal


Nyeri , nafas cepat dan pendek
Ada jejas atau trauma
Emfisema kutis

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1. X-foto toraks 2 arah (PA/AP dan Lat)
2. Diagnosis fisik paru
DIAGNOSIS BANDING
Sesak non-trauma : asma
PENYULIT
1.
2.
3.
4.

Atelektasis paru
Pneumotoraks, hematotoraks
Tension Pneumotoraks ( Ventiel )
Flail Chest

94

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PENATALAKSANAAN
1. Fiksasi kosta yang patah, dengan clip atau wire tutup luka primer pada
trauma tajam
2. Analgetika
3. Lakukan X foto control, lihat situasi dan diagnosis selanjutnya

95

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PNEUMOTORAKS, HEMATOTORAKS, PATAH TULANG IGA DAN FLAIL CHEST

BATASAN
Pneumotoraks :
Terdapatnya udara dalam rongga pleura sehingga paru kolaps
Hematotoraks :
Terdapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak, dan juga ada
tanda-tanda perdarahan.
Gabungan :
Hemato-pneumotoraks
PATOFISIOLOGI
1. Karena tekanan negative infra pleura bila luka terbuka maka udara luar
terhisap masuk ke rongga pleura ( sucking-wound )
2. Karena sifat elastis paru, maka paru akan kolaps
3. Karena sifat elastic dinding toraks, maka kurungan ini melesat kea rah luar
4. Karena ada trauma baik tajam maupun robekan akibat patah tulang rusuk,
ada perdarahan, darah akan masuk ke rongga pleura, dengan atau tanpa
pneumotaks
GEJALA KLINIS
1.
2.
3.
4.

Nyeri dada hebat


Dispneu / sesak nafas
Batuk, rasa takut
Dapat terjadi emfisema kutis

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1.
2.
3.
4.

Tampak hemitoraks ybs, diam


Perkusi : hipersonor (pneu),redup ( hemato )
Auskultasi suara nafas menurun
X foto toraks

DIAGNOSIS BANDING
Satus asmatikus

96

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

KOMPLIKASI
1. Tension pneumotoraks, distress nafas
2. Pneumotoraks bilateral ( sesak hebat )
3. ( lambat ) : emfisema
PENATALAKSANAAN
1. Ada pneumotoraks,hematotoraks pasang selang dada disambung dengan
Continous Suction unit
2. Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan tarakotomi
3. Pada hematotoraks yang massif ( terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc ), segera torakotomi
Catatan tambahan/ resume :
Indikasi melakukan drainase rongga toraks :
1. Pneumotoraks
2. Persiapan respirator
3. Persiapan pembiusan dengan intubasi endotrakeal
4. Pneumotoraks residif
5. Kombinasi dengan hematotoraks ( hemato-pneumotoraks )
6. Hematotoraks
7. Pneumotoraks bilateral
8. Hematotoraks bilateral
9. Flail Chest

97

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PATAH TULANG IGA

BATASAN
Hilangnya kontiunitas jaringan tulang iga karena rudapaksa atau penyakit
GEJALA KLINIS
1. Deformitas
2. Nyeri tekan
3. Nyeri tekan sumbu
4. Kripitasi fragmen tulang yang patah, gerakan dada asimetris
DIAGNOSIS BANDING
Kontusio muskulorum
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. Radiologi : foto polos rongga dada PA/LAT untuk mengetahui kondisi tulang
2. Laboratorium : darah dan ECG untuk persiapan pembedahan
PERAWATAN RUMAH SAKIT
1. Bila single tanpa penyulit tak perlu dirawat di rumah sakit
2. Bila multiple dan atau bila terdapat komplikasi atau flail chest perlu di rawat di
rulah sakit, observasi dan terapi definitive
PEMERIKSAAN PA
Khusus untuk fraktur patologis dan osteomyelitis
PENYULIT
1.
2.
3.
4.
5.

Ruptur pleura parietalis dan empisema cutis


Ruptur jaringan paru
Pneumotoraks
Perdarahan dan Hematotoraks
Osteomyelitis

PENATALAKSANAAN
Non bedah

: - Farmakologi obat-obat analgetika

98

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Bedah

Non Farmakologi : anesthesia infiltrasi/blok perawatan


konservatif
: Fiksasi internal daerah fraktur dengan clip , mini plate, wire dengan
anestesi umum atau anestesi local. Syarat faktur tersebut jangan lebih
dari 2 minggu.

DAFTAR PUSTAKA :
1. Bonie, J : Management Of Emergencies in Thoracic Surgery.Century Crofts,New
York,1992
2. Cohn,I.H.F,Doty D.B,Mc Elvein,R.B. : Decision Making in Cardiothoracic
Surgery.B.C.Ducker Inc,Toronto,1987
3. Emerson,P : Thoracic Medicine,Butteworths & Co,(tk),1981
4. Puruhito : Pengantar Tindakan Bedah Akut pada Toraks,Airlangga University
Press,Surabaya,1983
5. Richard,A.B.Kenneh,M.M : manual of Clinical Problems in Pulmonary
Medicine,Asian
Ed.Little
Brown
Co.Medical
Sciences
International
Ltd,Tokyo,1985

99

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

TUMOR PARU, TUMOR MEDIASTINUM, TUMOR DINDING TORAKS

TUMOR PARU
BATASAN
Yang dimaksud dengan tumor paru ialah pertumbuhan neoplastik pada paru baik
jinak maupun ganas.
Maligna :
Primer

: A) Karsinoma
B) Adenoma
: Tumor Mestastase

Sekunder
Benigna :
Hamartoma, lipoma dan sebagainya
PATOFISIOLOGI
1. Perjalanan penyakit tergantung jenis dan tipe histopatologi, pola penyebaran
lokalisasinya ( lihat klasifikasi WHO)
2. Pola pertumbuhan tumor dapat terjadi :
a. Pertumbuhan
invasive
:
kea
rah
dinding
toraks,diafragma,esophagus,pericardium,vena
cava
superior,pleksus
brakialis,ganglion stellatum,nervus frenicus,nervus rekurens.
b. Metastase, ke luar paru secara :
Limfogen ke hilus, mediastinum, parabronkial, supraklavikula
Hematogen ke hepar, adrenal, otak, tulang dan ginjal
Tumor metastase dapat berasal dari : mamma,prostat,tulang,otak,ginjal dan
organ lain
GEJALA KLINIS
1. Hemoptoe,batuk kronis
2. Nyeri dada
3.
4.
5.
6.

Sesak nafas, wheezing.


Febris residif kausa ignota
Berat badan menurun
Gejala pneumonia ( obstruksi )

100

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Gejala metastase :

Nyeri tulang, linu

Neurologis, sefalgia

Ikterik

Kaheksia

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1. Pemeriksaan laboratories,LFT
2. Roentgenologis :

Toraks AP/Lat

Bronkoskopi

k.p.esofagografi,angiografi

RS Type A : CT scan, MRI


3. Histopatologis : biopsy
4. Sitologis : sputum, imprint
5. Staging : TNM, stadium I,II,III
Karnovsky : 0 ( mati ) s/d 100 ( sehat )
DIAGNOSIS BANDING
Tumor mediastinum
KOMPLIKASI
Dari akibat gejala metastasenya atau besarnya tumor ( dating terlambat )
PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
a.
b.
c.
d.

Stadium I : reseksi segmen, lobektomi


Stadium II : lobektomi diseksi hillus atau pneumonektomi
Stadium III : pneumonektomi, reseksi kosta / dinding toraks
Stadium IV : ( inoperable, kontraindikasi )

2. Kontra-indikasi pembedahan :
a. Test faal paru jelek
b. Metastase jauh ke : pleksus, jantung, esophagus , vena kava superior

101

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

3. Radioterapi :
Indikasi :
a. Karsinoma anaplasik
b. Sindroma Vena Kava Superior
c. Residif setelah pembedahan
d. Ada metastase jauh
Kontraindikasi radioterapi
a. Ada nekrosis tumor
b. Pleuritis
c. Infeksi
4. Terapi lain
a. Kemoterapi
b. Immunoterapi
c. Kombinasi

102

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

TUMOR MEDIASTINUM

BATASAN
Tumor mediastinum ialah pertumbuhan neoplastik dalam rongga medistinum, baik
anterior, posterior, superior maupum inferior
PATOFISIOLOGI
Massa menyebabkan penekanan atau obstruksi organ di dekatnya :
1. Ke vena kava superior : oedema bagian kepala/leher, sianosis, kolateral
2.
3.
4.
5.

Ke traktus respiratorius : batuk kering, dispneu


Ke system saraf : neuralgia interkostal, sindroma homer, paralisis frenikus
Ke traktus gastro-intestinal : disfagia
Ke system kardiovaskuler : disritmia, angina pectoris

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1.
2.
3.
4.

Umumnya secara kebetulan waktu dibuat X foto toraks


CT-Scan
Bronkospi
Angiografi, Ekokardiografi

DIAGNOSIS BANDING
Tumor paru
Predileksi dari lokalisasi tumor :
Anterior
Tinoma
Teratoma
Struma

Posterior
Neurinoma
Limfoma
Aneurisma

Inferior/Tengah
Kista-bronkogen
Limfoma

Superior
Struma
Timoma
Aneurisma

PENATALAKSANAAN
Pembedahan untuk ekstirpasi tumor : struma,timoma,neurinoma,kista-bronkogen
melalui thorakotomi atau stemotomi
Limfoma : condong ke radioterapI

103

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

TUMOR DINDING TORAKS

BATASAN
Tumor dinding toraks ialah pertumbuhan neoplastik pada dinding toraks yang bukan
berasal dari kulit
PATOFTSIOLOGI
Dapat berasal dari tulang iga atau sternum
GEJALA KLINIS
Benjolan nyeri tanda-tanda radang dengan atau tanpa patah tulang
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. Roentgenologis : evaluasi pleura atau medistinum
2. Punksi percobaab
3. CT-Scan toraks
DIAGNOSIS BANDING
1. Infeksi banal jaringan lunak
2. Perikondritis tbc
KOMPLIKASI
1. Pneumotoraks, Piotharaks
2. Hambatan obstruksi nafas
PENATALAKSANAAN
Pembedahan
1. Benigna : eksisi
2. Maligna : radiasi pra-bedah,eksisi luas,reseksi iga
DAFTAR PUSTAKA
1. Burnette W : Clinical Science for Surgeons.Butterworths & Co.(tk),1981
2. Cohn,L.H.Doty,D.B.McElvein,R.B : Decision Making in Cardiothoracic Surgery
B.C.Decker Inc,Toronto,1987
3. Emerson P : Thoracic Medicine,Butterworth & Co (tk)1981
4. Puruhito: Indikasi Pembedahan Pada Karsinoma Bronchogenik, Airlangga
University Press,Surabaya 1982

104

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

VARISES TUNGKAI

BATASAN
Varises tungkai ialah memanjangnya, berkelok-kelok dan pembesaran dari vena di
tungkai.
Jenis/pembagian
1. Vaeises trunkal
2. Varises retikularis
3. Varises kapilaris
PATOFISIOLOGI
Terdapat inkompetensi dari katub vena, hingga terdapat reversal flow atau aliran
balik dalam pembuluh vena, lalu mengembang dan berkelok, menimbulkan pula rasa
nyeri/kemeng
Inkompetensi katub dapat terjadi pada :
1. VV perforantes
varises trunkal
2. VV komunitas varises retikulasi et kapilaris
Hormonal berpengaruh pada timbulnya keluhan primer ( alfa reseptor otot polos,
dinding vena ) dan kekuatan memompa m gastroknemius mempengaruhi arah aliran
darah balik.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Terdapat 4 stadium klinis :
1. Stadium I
: keluhan tidak
gringgingen, kesemutan dan
2. Stadium H
3. Stadium IH

spesifik,kemeng, linu,
sebgainya

reslessleg

: Fleboekstasia
: Varises sesungguhnya, keluhan jelas

4. Stadium IV
: Chronic Venous Insufficiency ada ulkus-varikosum,
kelainan trofik
KOMPLIKASI
1. Perdarahan Varises yang pecah
2. Tromboflebitis akut / kronis
3. Selulitis,gangrene

105

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan :
Striping
varices,
ligasi
W
W.Perforantes,ekstraksi vena ( Babcock ), pada :

komunikasi,

ligasi

a. Varises trunkal St II III


b. Varises retikularis St III
2. Pembedahan dengan eksis ulkus dan thiersch pada Stadium IV
3. Skleroterapi dilakukan pada :
a. Varises kapilaris
b. Varises retikularis St II
4. Terapi konservatif berupa :
a. Pemasangan bebat elastic pada tungkai, pemakaian kaos kaki elastic
pada tungkai, pemakaian sepatu bertumit tinggi
b. Obat-obat vasoaktif
Catatan : tes klinis yang dipakai untuk evaluasi :
1. Tes Trendelenburg
a. Penderita tidur tungkai dikosongkan dengan menaikkan ke atas, kalau
perlu dengan massage
b. Setelah kosong pemeriksa menahan daerah inguinal, atau dipasang
tornklet pada paha
c. Penderita disuruh berdiri
d. Pada insufisiensi ringan : vena terisi lebih dari 45 detik
e. Bila setelah berdiri, cepat ( kurang dari 10 detik ) terisi kembali dari
bawah/distal berarti ada kebocoran pada komunitas Tes Trendelenburg
I positif ( infusiensi komunitas )
f. Ikatan bias diturunkan pada titik di bawah sehingga dapat diketahui
V.komunikans mana yang insufisiensi
g. Diulangi prosedur seperti pada A tetapi setelah penderita berdiri,
langsung lepas tahanan tersebut : bila terlihat pengisian vena dari
proximal ke distal ada reversal flow , TrendelenburgII positif (
insufisiensi superfisialis )
Normal : waktu dilepas vena terisi dari bawah dan lambat lebih dari 15
detik
2. Tes Perthes
a. Penderita berdiri, bagian inguinal diikat sedang
b. Penderita kemudian diminta berdiri lari di tempat atau jongkok berdiri
berulang

106

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

c. Bila :
-

Varises makin mengempis, maka system profunda masih baik,


aliran darah varises dipompa masuk ke system profunda : Tes
Perthes Negatif
Varises makin tegang dan penderita lebih nyeri hebat, amaka
berarti system profunda juga tertutup (DVT) : Tes Perthes Positif

DAFTAR PUSTAKA
1. Dale,Andrew,W.Management of Vascular Surgical Problem. Mc-Graw Hill Book
Co (tk) 1985
2. Puruhito,Beberapa Aspek dari Varises Tungkai dan Cara-cara Pengobatannya
Bag1 Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,Surabaya 1981
3. Puruhito : Pengantar Bedah Vuskulus,Airlangga University Press,1987

107

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PENYAKIT ARTERIA PERIFER

BATASAN
Penyakit Arteria Perifer ialah kelainan arteria yang mengakibatkan gejala-gejala
akral hipovaskularisasi yang ditimbulkannya : gejala-gejala akral tersebut bukan
karena proses degenerative / organic.
PATOFISIOLOGI
Dasar utama penyakit adalah arteritis arteria perifer non spesifik, yang bersifat
angioneuropati dan terjadi pada orang muda. Sifat khusus tidak melampaui stadia
menurut Fontaine, dan langsung berupa gejala yang sepadan dengan FontaineStadium IV, berupa nekrosis gangrene, akral dingin, prestasi dan kelainan trofik.
Nyeri akral hebat karena arteritisnya.
Ateritis : adalah proses keradangan / inflamasi dari dinding arteri, yang
menyebabkan penebalan dari dinding dan juga akan member sumbatan arteria yang
kronis.
Jadi merupakan proses keradangan obliteratif, yang umumnya menyerang
penderita-penderita muda.
WINI-WARTER-BUERGER atau Thrombendangitis-Obliterans
Termasuk pula dalam katagori ini adalah penyakit-penyakit kolagen misalnya :
1. Giant-cell arteritis
2. Periarteritis nodosa
3. Lupus eritematosus
Golongan penyakit ini umumnya menyerang arteria-arteria kecil dan menimbulkan
sumbatan dan mikro aneurisma.
Salah satu bentuk lain daripada arteritis ini adalah apa yang disebut sebagai
arteritis non spesifik yang menyerang arteria-arteria besar. Bentuk-bentuk yang
dikenal terdapat pembagian geografis yang jelas, yaitu terutama di benua Asia dan
Amerika Latin.
Yang dikenal dalam golongan arteritis non spesifik ini adalah :
1. Penyakit Takayashu , yaitu sumbatan pada awal dari percabangan supraaortal
2. Eosinofil-arteritis yang menyerang aorta,arteria iliaka dan arteria besar
lainnya.
3. Inflammatory-arteriorsclerosis (LINDER - DOERR) proses arteriosklerosis
pada umur muda belia.

108

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Sebagai patogenesis dari golongan penyakit ini, umumnya disepakati bahwa masih
belum jelas etiologinya. Salah satu factor kuat dari etiologi, adalah sering disebut
adanya factor rokok , karena sering terdapatnya penyakit ini pada perokok berat.
Bagaimana mekanisme nikotin atau rokok tersebut membentuk proses arteriitis,
masih belum jelas.
GEJALA
Nyeri hebat dengan tanda-tanda cepat nekrosis ujung jari/akral,gangrene. Omset
kurang dari 6 bulan.
Posisi tungka / lengan fleksi
Ada hubungan dengan habitus merokok banyak
Penderita umur muda, kurang dari 35 tahun.
Seperti yang telah dikemukakanpada cara0cara diagnostic, pemeriksaan melalui
anamnesis,inspeksi,plapasi dan auskultasi tetap harus dilakukan.
Dari anamnesis, perlu ditanyakan tentang timbulnya rasa nyeri tadi :
1. Nyeri waktu bekerja/berjalan/olah raga
2. Yang hilang bila beristirahat
Merupakan tanda adanya sumbatan / stenose pembuluh arteria
Perjalanan penyakit menentukan pula apakah proses tersebut bersifat :
1. Degenerative
2. Obliteratif
3. Akut
4. Semi-akut (it is)
Pada proses yang degenaritif obliteratif, meke perjalanan penyakit secara kronologis
dapat menuruti pola tertentu, ayng oleh Fontaine disusun menurut urutan :
Skema suatu rekonstruksi arteri perifer ( femoralis-poplitea) berupa Bypass Vena,
pada sumbatan arteria karena proses arteriosklerosis
Stadium I
sebagainya
Stadium II
intermittens )
Stadium III
inrreversibel
Stadium IV

: keluhan non spesifik, seperti gringgingen, nyeri-nyeri ringan dan lain


: Nyeri waktu bekerja/berjalan, hilang bila berhenti ( claudicatio
: Nyeri bila diam (rest-pain), yang menunjukkan mulainya proses
: kerusakan jaringan berupa nekrose atau gangrene

109

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Pada proses yang berjalan cepat, (akut,atis) maka kejadian yang bersifat kronologis
tadi umumnya tidak terdapat, karena mekanisme kompensasi oleh sirkulasi kollateral
belum sempat terjadi.
Pada adanya factor-faktor resiko : rokok,hipertensi,diabetes dan lain sebagainya
,anamnesis perlu diarahkan lebih teliti.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. Rabaan pulsasi arteri ada tapi agak berkurang, akral dingin,luka nyeri
2. Pulsasi arteria sentral/proksimal ada
3. Arteriografi : gambaran ular den arteria halus
Pencatatan (registrasi) dari pendapatan pemeriksaan klinis ini harus dicantumkan
setiap kali penderita dating, untuk ini diperlukan beberapa formulir khusus untuk
menolong mempercepat pencatatan, selain itu memberikan pula konsistensi dan
terpadunya hasil pemeriksaan.
Sebagai ketentuan umum, maka pencatatan hasil palpasi dilakukan sebagai berikut :
Extrenitas bawah
Extrenitas
atas
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
a.axillaris
a.cubiti
a.radialis
a.ulnaris

a.femoralis
a.poplitea
a.dor-pedis
a.tib-post

Kualitas pulsasi dinyatakan dengan tanda :


(+) untuk teraba baik
( ) untuk perabaan pulsasi yang berkurang ( dibandingkan dengan sisi lain )
( - ) untuk tak terabanya pulsasi
DIAGNOSIS BANDING
1. Arteriosklerosis obliterans
2. Penyakit Kollagen pembuluh darah ( lupus eritematosus, periarteritis nodosa
3. Skleroderma
4. Angiopati diabetikum
PENATALAKSANAAN
Pembedahan bersifat paliatif (simpatektomi),konservatif (nekrotomi ) ; obat-obat,
hygiene akral

110

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hershley,FB.Colmann,C.H. : Atlas of Vaskular Surgery,CV Mosby, Co,1973
2. Puruhito : Pengantar Bedah Vaskulus,Airlangga University Press 1987
3. Rutherford,RB : Vascular Surgery.WB .Saunders Co, 1984

111

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

TROBOFLEBITIS AKUTA

BATASAN
Toromboflebitis akuta ialah suatu infeksi akut pembuluh darah vena yang disertai
terbentuknya thrombus
PATOGENESIS
1. Pada keadaan vena yang normal / tidak ada kelainan sebelumnya maka
dapat terjadi suatu thrombosis karena sebab-sebab luar, misahnya trauma,
kelelahan pasca bedah, adanya malignitas (karsinoma), yang terjadi hanya
pada salah satu segmen vena.Trombosis ini mengadakan reaksi radang local
pada dinding vena. Dalam hal ini,terjadinya thrombosis adalah menganut
postulat yang disebutkan oleh Virchow yaitu adanya perlambatan aliran
darah, kelainan dinding pembuluh darah dan keadaan hiperkoagulabilitis .
(Trias Virchow).
2. Pada Vena yang sebelumnya terdapat venaektasia atau varises, maka
terdapatnya turbulensi darah pada kantong-kantong vena di sekitar klep
(katup) vena merangsang terjadinya thrombosis primer, tanpa disertai reaksi
radang primer, yang kemudian karena factor local, daerah yang ada
trombusnya tersebut mendapat radang. Menipisnya dinding vena karena
adanya varises sebelumnya, mempercepat proses keradangan. Dalam
keadaan ini, maka dua factor utama kelainan dinding vena dan melambatnya
aliran darah, menjadi sebab penting dari terjadinya tromboflebitis.
3. Beberapa sebab khusus karena rangsangan langsung pada vena dapat
menimbulkan keadaan ini. Umumnya pemberian infuse ( di lengan atau
tungkai ) dalam jangka waktu lebih dari 2 hari pada tempat sama atau
pemberian obat yang irritant secara intra venous. Banyak pendapat yang
menyatu tentang penggunaan kontrasepsi peroral, yang dihubungkan
dengan terjadinya tromboemboli.
Kelainan jantung yang secara hemodinamik menyebabkan kelainan pula pada
system aliran vena juga keadaan-keadaan dehidrasi berat ( hemokonsentrasi ),
koagulasi intravasal yang meluas ( D.I.C ) ataupun infeksi sistemik dapat
menimbulkan rangsangan untuk patogenesis ini. Juga tumor-tumor intra abdominal,
umumnya di daerah rongga panggul yang memberikan hambatan aliran vena
ekstanitas bawah, hingga terjadi rangsangan pada segmen vena di tungkai.

112

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

GEJALA KLINIS
Penderita umumnya mengeluh spontan terjadinya nyeri di daerah vena, yang nyeri
tekan kulit di sekitarnya kemerahan dan panas, juga dinyatakan adanya oedema
atau pembengkakan agak luas, nyeri bila berjalan atau menggerakkan lengan, juga
pada gerakan gerakan otot tertentu
Pada kasus-kasus yang agak berat, dapat terjadi keadaan seperti gambaran
eripelas, tetapi biasanya terbatas pada satu bagian ekstremitas. Pada perabaab,
selain nyeri tekan, diraba pula pengerasan dari jalus vena tersebut , pada tempattempat di mana terdapat katub vena, kadang-kadang diraba fluktuasi,sebagai tanda
adanya hambatan aliran vena dan mengembangnya vena di daerah katub. Fluktuasi
ini dapat pula terjadi karena pembentukan abses.
Febris dapat terjadi pada penderita-penderita ini, tetapi biasanya pada orang
dewasa hanya dirasakan sebagai sumer (jawa) atau malaise.
PENATALAKSANAAN
Bila menghadapi keadaan-keadaan tersebut, maka setelah benar-benar dapat
disipulkan terhadapnya flebitis vena superficialis, terapi dapat dilakukan dengan pola
sebagai beriku :
1. Penderita diminta tiduran, lokalisasi flebitis ditentukan dengan pasti dan
diraba di mana pengerasan dan nyeri tekan. Tempat tersebut dilakukan
desinfeksi dengan alcohol atau disinfektans lainnya (antiseptic).
2. Disiapkan sebuah skalpet/bisturi tajam (bisturi streril No.11 tanpa pegangan),
beberapa kasa steril.
3. Dengan tuntunan dua jari di sekitar vena yang mengeras tadi, dilakukan insisi
pendek dengan skapel tersebut, cepat dan singkat sedalam kulit sampai
vena, dan vena dipijat dengan dua jari,thrombus atau darah vena yang
mengental dikeluarkan, kalau perlu dengan mengurut kea rah lubang insisi.
4. Bila perlu, dilakukan lagi insisi pada tempat-tempat lain di mana masih teraba
pengerasan. Dengan insisi yang cepat dan singkat ini rasa nyeri hanya
dirasakan seperti penyuntikan biasa ; sebaiknya dipakai disposibel.
5. Setelah selesai, tempat-tempat insisi kasa alkohol dan ekstremitas yang
bersangkutan dibebat dengan elastic dari arah distal. Bebat ini dipertahankan
paling sedikit 24 jam.
6. Obat-obat yang paling baik member keringanan gejala adalah golongan
phenylbutason atau derivatnya, dapat diberikan :
Perinjeksi, pada saat itu, dosis satu kali, disusul pemberian per-oral selama
5-7 hari

113

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Pada keadaan ringan cukup pemberian per-oral saja


Umumnya pemberian antibiotik tidak diperlukan kecuali bila terdapat abses atau
radang septic setempat.
Antibiotik diberikan hanya bila faktor penyebabnya adalah peradapan di lain tempat (
lihat : hal Patogenesis ).
Penderita dapat dipulangkan dan dirawat ambulatoir control poliklinis pada hari
berikutnya / seterusnya melihat keadaan.
Catatan :
Pada flebitis ringan setelah pemberian infuse lama yaitu bila ada kemarahan ringan
pada jalur vena yang bekas diinfus, maka dapat diberikan pengobatan konservatif
dengan :
-

Kompres alcohol ( bila penderita dirawat di RS )

- Salep / jelly yang mengandung antikoagulansia


Kompres boorwater umumnya tidak memberikan pertolongan.
KEADAAN-KEADAAN KHUSUS TROMBOFLEBITIS
I. FLEBITISMIGRANS
Suatu keadaan yang menyangkut reaksi menyeluruh dari system vena karena
berbagai etiologi yang menimbulkan gangguan dari vena. Penyakit yang umumnya
berkaitan dengan gejala ini :
1. Fase awal dari thrombendangitis obliterans (penyakit Winiwarter Buerger ).
2. Reaksi allergi ( keadaan yang lebih dari gatal-gatal )
3. Adanya malignitis ( gejala adanya penyebaran hematogen )
4. Lupus eritematous diseminatus ( jarang dijumpai )
Klinis flebitis migrans ditandai dengan timbulnya gejala-gejala flebitis itu satu
segmen vena yang menghilang sendiri dengan meninggalkan bercak hitam /
kecoklatan dari jalur vena tersebut.
Beberapa hari timbul lagi pada daerah vena yang lain yang lain, biasanya pada
ekstremitas yang sama lagi. Lebih banyak terjadi pada laki-laki setengah umur.
Dapat disertai dengan serangan febris atau menggigil. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan LED yang meningkat, hitung deferensial yang shift to the left dan
relative terdapat leucopenia.
II.TROMBOFLEBITIS SEPTIK
Yaitugejala-gejala tromboflebitis yang disertai pembentukan abses atau nanah pada
tempat radang dan penyebaran secara hematogen. Timbul gejala-gejala sepsis +
febris, menggigil dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Dalam menghadapi
kasus seperti ini, diperlukan perawatan spesifik/khusus dari berbagai segi :

114

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

pemberian infuse / cairan, antibiotic dosis tinggi, kortikosteroid dan cara-cara


pengobatan sepsis lainnya. Insisi setempat di daerah abses tetap harus dilakukan.
III.THROMBOFLEBITIS VENA-VENA DALAM
( Deep Vein Thrombophlebitis ) = DVT )
Yaitu keadaan flebitis dari vena vena daerah panggul yaitu vena femoralis
profunda, vena iliaka ekterna dan vena illiaka komunis .Biasanya terdapat pada satu
sisi.
Klinis ditandai dengan terjadinya Oedema tungkai secara cepat dengan ketegangan
dan nyeri hebat. Tungkai membengkak sampai daerah inguinal, kemarahan, tidak
dapat digerakkkan atau sangat sukar dibengkokkan. Penderita umumnya diliputi
rasa takut hebat.Pada pemeriksaanpulsasi nadi arteri, teraba denyut yang baik dari
arteri perifer. Hal ini penting untuk menyingkirkan kemungkinan terdapatnya emboli
arteri akut.
Pemeriksaan khusus dengan melakukan termografi, flebografi Ultrasonic-Echo
dan lain sebagainya , umumnya sulit dilakukan di Indonesia atau Rumah Sakit biasa,
padahal terapi harus segera dilakukan.
Penundaan tindakan pengobatan dapat merugikan ekstremitas yang terkena.
DAFTAR PUSTAKA
1. Herley,FB,Colman,C.H : Atlas of Vasculary Surgery.C.V.Mosby,Co,1983
2. Puruhito : pengantar Bedah Vaskulus,Airlangga Inivasity Press,1987
3. Rutherford,R.B : Vascular Surgery W.B.Saunders Co,1984

115

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BEDAH DIGESTIF
BATU EMPEDU
ICD (K 80)
BATASAN
Terdapat batu di dalam kantong empedu. Dapat disertai batu saluran empedu.
PATOFISIOLOGI
80% batu empedu terdiri dari kolestreol. Kolesterol tidak larut dalam air. Kelarutan
kolesterol di dalam cairan empedu dipengaruhi asam empedu dan fosfolipid.
Bilamana karena suatu hal terjadi gangguan keseimbangan ini. Terjadi presipitasi
kolesterol (empedu litogenik dan terbentuk batu empedu (segitiga SMALL.
Epidemiologi penyakit batu empedu :
1. Lebih banyak dijumpai pada wanita dengan perbandingan 2:1 dengan pria
Female.
2. Lebih sering pada orang yang gemuk Fat.
3. Bertambah dengan tambahnya usia Forty.
4. Lebih banyak pada multipara Fertile.
5. Lebih banyak pada orang-p\orang dengan diet tinggi kalori dan obat-obatan
tertentu Food.
6. Sering memberi gejala-gejala saluran cerna Flatulen.
GEJALA KLINIS
Kurang lebih 10% penderita batu empedu bersifat asimtomatik.
Gejala-gejala yang dapat timbul :
1. Nyeri (60%) : bersifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondrium kanan
dan menjalar ke bahu kanan. Nyeri ini sering timbul karena rangsangan makanan
berlemak. Nyeri dapat terus, bila terjadi penyumbatan atau keradangan.
2. Demam : timbul bila terjadi keradangan (kolesistisis/kolangitis). Disertai
menggigil.
3. Ikterus : Ikterus obstruksi terjadi bila ada batu yang menyumbat saluran empedu
utama (duktus hepatikus/koledukus). Dapat disertai gejala cholangitis.
4. Pemeriksaan fisik : bila terjadi penyumbatan-duktus sistikus atau kolesistisis
dijumpai nyeri tekan hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita
menarik napas dalam (MURPHYS SIGN).

116

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1. Laboratorium
Pada icterus obstruksi terjadi :
a. Peningkatan kadar biliribun direk, kolesterol, alkali fosfatase, gamma glukoronil
transferase dalam darah.
b. Bilirubinuria
c. Tinja akolis
2. Ultrasonografi
3. Pemeriksaan khusus pada icterus obstruksi
a. Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC)
b. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (FRCP)
c. Computerized Tomography Scanning (CT Scan)
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
DIAGNOSA BANDING
1. Gastritis
2. Tukak peptic
3. Pankreatitits
Pada icterus obstruksi
1. Kolangio karsinoma
2. Karsinoma pancreas (tanda Courvoisier)
3. Batu duktus koledokus
KOMPLIKASI
1. Kolelitiasis akut (80%) Empyema (ICD K 80.0)
2. Ikterus obstruksi (20%) karena batu saluran empedu (ICD K 83.1)
3. Kolangitis (ICD K 83.0)
4. Ileus obstruksi karena batu (2%)
5. Degenerasi keganasan (1%)
PENATALAKSANAAN
1. Batu kanong empedu : Kolesistektomi (ICOPIM 5-511)
2. Disertai batu saluran empedu : kolesistektomi + koledokolitotomi (ICOPIM 5-513)
+ antibiotic terapi : sefalosporin generasi III
3. Disertai keradangan (kolesistitits / kolangitis)
+ antibiotic terapi : sefalosporin generasi III 3 x 1 gram/i.v
+ metronidazole 3 x 1 gram/hari i.v
Sebagian besar tindakan bedah batu empedu dilakukan secara laparoskopik.

117

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DAFTAR PUSTAKA
1. Way LW. : Disease of the gallbladder & bile duct. Current surgical Diagnosis &
Treatment, Appleton & Lange 1994, p.546 558.
2. Harris HW. : Biliary System, surgery Basic Science and Clinical Evidence ed. By
Norton JA, Springer, Verlag, New York 2001 p. 553 581.
3. Namir Kathkouda : Advance Laparoscopic Surgery. Techniques and Tips, WB.
Saunders Co, London 1998 p.26 34.

118

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PERITONITIS
(ICD K 65)
BATASAN
Keradangan umum peritoneum (peritonitis generalisata)
PATOFISIOLOGI
Peritonitis dapat primer atau sekunder karena keradangan / perforasi dalam
abdomen
GEJALA KLINIS
1. Penderita panas disertai nyeri perut yang hebat
2. Adanya tanda-tanda syok dan dehidrasi
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1. Inspeksi : pernafasan perut tertinggal
2. Palpasi : nyeri tekan seluruh perut, defans muskuler
3. Perkusi : nyeri ketok seluruh perut, suara redup hati hilang (oleh karena ada
pneumo peritoneum)
4. Auskultasi : suara bisisng usus hilang
Foto
: foto polos perut (diafrgama) dan foto lateral tampak pneumo
peritoneum
berupa gambaran udara di bawah diafragma di atas
hepar air sickle
USG
: cairan bebas positif, kelainan organ (pancreas, hepar, kandung
empedu, genetalia interna) akut abdomen yang lain
DIAGNOSA BANDING
1. Ileus obstruksi dengan strangulasi (invaginasi, volvulus, streng dll.)
2. Trombosis mesentrial
KOMPLIKASI
1. Septikemia
2. Multi organ failure

119

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PENATALAKSANAAN
1.

Infus rehidrasi dengan ringer laktat kurang lebih 4 liter, dalam waktu 2-4
jam

2.
Sefalosporin generasi III / IV
Metronidazole
3.
Laparotomi
a. Tindakan sesuai dengan kelainan primer
b. Cuci rongga perut dengan larutan garam faali 3 4 liter bila perlu dapat
pasang drain intraperitoneal
c. Drain subfasial
d. Sub kutan dan kulit dijahit situasi sekunder)
DAFTAR PUSTAKA
1. Boey JH. : Acute secondary bacterial peritonitis in current Surgical Diagnosis &
Treatment ed by Way LW.,Appleton and Lange 1994 p. 453-457.
2. Schecter WP. : Peritoneal and acute abdomen in surgery Basic Science and
Clinical Evidence ed by Noton JA, springer, Verlag, New York 2001, p. 413-427
3. Solomkin IS. : Intra abdominal infection in Principel of Surgery ed. By Schwartz
SL Mc Graw Hill 7th ed.1999, pg. 1521-1546.

120

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

ILEUS OBSTRUKSI
(ICD K 56)
BATASAN
Gangguan pasase isi usus secara normal ke rectum karena hambatan
ekstrinsik atau intrinsic, baik pada usus kecil maupun pada usus besar.
PATOFISIOLOGI
Obstruksi usus menyebabkan reaktif hiperperistaltik, di tensi lumen usus oleh
gas, cairan dan pertumbuhan kuman kuman. Transudasi cairan ke dalam lumen
usus menyebabkan syok hipovolemik.
Kehilangan cairan asam lambung dan klorida pada obstruksi daerah pilorus
atau jejunum proksimal menyebabkan alkalosis metabolic.
Metabolik asidosis terjadi pada obstruksi usus distal.
Pada close loop obstruction dapat terjadi gangguan dan perforasi dari usus.
GEJALA KLINIS
Kolik, borborygmi dan bising usus meningkat. Didapatkan kontur dan
steifung disertai obstipasi dan distensi. Pada obstruksi proksimal muntah terjadi
lebih dini, sedangkan pada obstruksi distal, muntah terjadi lebih lambat.
Didapatkan dehidrasi dan febris. Bila obstruksi disertai dengan stangualasi,
dirasakan nyeri hebat yang terlokalisir terus menerus dan keadaan umum yang
cepat menurun. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan rectum kosong.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. Foto polos abdomen dengan posisi tegak atau lateral decubitus tampak distensi
usus proksimal dari hambatan dan fenomena anak tangga.
2. Pada volvulus sigmoid tampak sigmoid yang disertai berbentuk U terbalik.
3. Pada dugaan tumor colon dapat dibuat foto barium enema.
4. Enteroclysis.
Penyebab ileus obstruksi yang paling sering dijumpai di Indonesia :
1. Hernia Inguinalis Inkarserata / hernia femoralis
2. Perlekatan streng
3. Keganasan usus besar
4. Pada anak-anak sering dijumpai kelainan kongenital
5. Kelainan lain adalah volvulus, invaginasi dan lain-lain.

121

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Pada ileus obstruksi perlu dibedakan antara yang tanpa strangulasi (simple) dan
yang disertai strangulasi. Pada ileus disertai strangulasi perlu tindakan bedah
segera.
DIAGNOSIS BANDING
1. Ileus Paralitik
2. Oklusi vascular usus akut
Macam
Ileus

Nyeri Usus

Distensi

Obstruksi
simple
tinggi

++
(kolik)

Obstruksi
simple
rendah

+++
(kolik)

+++

Obstruksi
dengan
strangulasi

++++
(terus
++
menerus,terlokalisir)

Paralitik

Obstruksi
vaskuler

++++

Muntah/
Borborigmi
+++

Bising Usus /
Abdomen

Keterangan

Meningkat

+ lambat
fekal

Meningkat

+++

Tak
tentu,biasanya
meningkat

++++

Menurun

+++

+++

Menurun

PENYULIT
Bila disertai strangulasi dapat terjadi gangrene usus. Cepatnya penegangan sangat
menetukan prognoso penderita.
PENATALAKSANAAN
1. Dekompresi dengan pipa lambung
2. Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan dan elektrolit juga
keseimbangan asam basa
3. Koreksi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan sesuai dengan kelainan
patologinya.
4. Antibiotik profilaksis dan terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya.

122

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DAFTAR PUSTAKA
1. Schwartz SI. : Principles of Surgery, 7th ed, Mc Graw Hill, 1999, P.1054-61.
2. Way LW. : Current surgical Diagnosis and Treatment 10th ed, Appleton Lange,
1994, p.610-18, 628-29, 640-43.
3. Hodin RS, Mathew JB : Small instentine in surgery Basic Science and Clinical
Evidence, springer-Verlag, 2001, p.623-628.

123

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

KARSINOMA ESOFAGUS
(ICD C 15)
BATASAN
Keganasan esofagus
PATOFISIOLOGI
Rokok dan alcohol merupakan factor resiko tinggi. Kelainan esofagus juga
dapat merupakan pre malignan yaitu achalasia, esofagus refluks, perlukaan kaustik,
sindroma Plummer Vinson, leukoplakia dan divertikel esofagus.
60% squamous cell carcinoma dan didistribusikan merata pada 1/3 atas, tengah dan
bawah. 40% berupa adeno carcinoma di bagian distal esofagus.
GEJALA KLINIS
1. Disfagia progesif
2. Anemia karena perdarahan samar
3. Nyeri terjadi pada stadium lanjut
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Barium intake
Esofagoskopi
CT Scan untuk staging
Endoultra sonografi
Stadium
T1
T2
T3
T4

Tumor invades lamina propria or sub mucosa


Tumor invades mulcularis propria
Tumor invades adventitia
Tumor invades adjacent structures

N0
N1

No regional lymphonode metastases


Regional lymphonode metastases

M0

No distant metastases

M1

Distant metastases

DIAGNOSIS BANDING
1. Achalasia
2. Esofagus refluks dengan stenosis esofagus
3. Striktura esofagus kaustik

124

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PENATALAKSANAAN
Stadium dini
Stadium lanjut

: reseksi esofagus
: reseksi paliatif
By pass esofago gastrostomi
Endoprosthesis
Gastrostomi

Radiasi
Chemoteraphy
DAFTAR PUSTAKA
1. Pellegrini CA : Carcinoma of the esofagus in current Surgical Diagnosis and
Treatment, Appleton and Lange 1th ed 1994, p. 234-437.
2. Smith CD : Malignant esofagheal tumor in surgery Basic Science and Clinical
Evidence ed by Norton JA, Springer Verlag, 2001, p.478-481.
3. Pearson FG : Esophageal Cancer in Esophageal Surgery ed by Pearson FG,
Churchill Livingstone 1995, p.539-628.
4. Peters JH and De Meester TR : Carcinoma of the esophagus in Principles
Surgery ed by Schwartz SL Mc Graw Hill 7th ed, New York 1999, p. 11371152.
5. Hermanek P,TNM Atlas (ACC) 7th ed, Springer Verlag, Paris, 1998, p. 7182.

125

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

KARSINOMA HEPATOSELULER
(ICD C 22)
BATASAN
Keganasan sel hepar
PATOFISIOLOGI
Terjadi hepatitis B dan C kronis aktif (HBV dan HVC) dan sirosis hepatic.
KHS terjadi juga karena aflatoksin dari jamur-jamur aspergillus dan kanan yang
karsinogenik. Terjadi juga karena sterois.
GEJALA KLINIS
1.
2.
3.
4.

Tidak ada gejala klinis spesifik pada stadium dini.


Pada stadium lanjut terdapat tumor abdomen kwardan kanan atas.
Nyeri timbul pada stadium lanjut.
Ikterus terjadi pada sepertiga kasus

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Diagnosis dini dapat ditentukan bila pada penderita hepatitits kronis aktif B dan C
atau penderita serosis hepatic dilakukan pemeriksaan alfa feto protein dan USG
secara berkala. Diagnosis dibuat ultrasonografi, CT Scan kontras dan biopsy jarum.
Laboratorium : alfa feto protein meningkat.
75% dari penderita didapatkan HbsAg atau HCV positif
Angiografi dan sekalian pemberian kemoterapi dan embolisasi (Sandwich) dapat
dilakukan sebagai terapi pra bedah.
Stadium
T1
T2

Solitary < 2 cm, without vascular invasion


Solitary < 2 cm, with vascular invasion
Multiple, one lobe, < 2 cm without vascular invasion
Solitary > 2 cm, with vascular invasion

T3

T4

Solitary > 2 cm, with vascular invasion


Multiple one lobe < 2 cm with vascular invasion
Multiple one lobe > 2 cm with or without vascular invasion
Multiple > one lobe
Invasion of major branch of aorta portal or hepatic veins

N1

Regional lymph node metastase (hepato-duodenal ligament)

M1

Distant metastasis

126

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DIAGNOSIS BANDING
1. Cholangio carcinoma
2. Hepatoblastoma pada anak
3. Metastase organ lain
Komplikasi
1. Perdarahan spontan dari rupture tumor
2. Hipertensi portal
PENATALAKSANAAN
Stadium dini

: hepatektomi cara Sandwich


Suntikan ethanol 95%
Stadium lanjut : embolisasi dan kemoterapi
DAFTAR PUSTAKA
1. Way LW : Primary liver cancer in current Surgical Diagnosis & Treatment, 1994,
p.510-513.
2. Schwartz SI : Malignant liver tumors in Principles of surgery ed by Schwartz 7th
ed, Mc Graw Hill 1999, p.1409 1415.
3. Alan Hening and Steven Golligher : Hepatocellular carcinoma in Surgery Basic
Science and Clinical Evidenc ed Norton JA, p.594-600.
4. Hemanek P.TNM Atlas (UICC), Springer-Verlag, Paris 1998, p.115-123.

127

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

KARSINOMA LAMBUNG
(ICD C 16)
BATASAN
Keganasan lambung.
PATOFISIOLOGI
Etiologi sebagian besar dihubungkan dengan diet. Risiko meningkat pada
infeksi H.pylori. karsinoma lambung lebih banyak dijumpai pada golongan darah A.
Gastritik atrofik diserati anemia perniciosa disebut pre maligna.
Secara morfologis karsinoma lambung berupa :
1. Ulseratif 25%
2. Polipoid 25%
3. Penyebaran superfisial early gastric cancer 15%
4. Linitis plastic 15%
5. Karsinoma lambung lanjut 35%
GEJALA KLINIS
Anorexia dan berat badan turun, anemia berat dan perdarahan samar. Disfagia dan
vomitis.
PEMERIKSAASN DAN DIAGNOSIS
Pada stadium lanjut dapat teraba tumor abdomen dan nyeri.
Gastroskopi dan barium intake.
CT scan dengan kontras untuk staging
STADIUM
T1
T2
T3
T4

Invades lamina propria, sub mucosa


Invades nuscularis propria, sub serosa
Invades serosa (peritoneum visceralis)
Adjacent structure

N1
N2
N3

Metastasis 1-6 regional lymphonodes


Metastasis 7-15 regional lymphonodes
Metastasis > 15 regional lymphonodes

M1

Distant metastasis

128

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DIAGNOSIS BANDING
1. Karsinoma esofago gastric junction
2. Lymphoma lambung
3. Tumor jinak lambung
PENATALAKSANAAN
Reseksi lambung beserta kelenjar regional
Karsinoma lambung pada cardia, fundus dan corpus dilakukan total gastrektomi
dengan splenektomi
Pada kasus inresektabel dilaukan by pass gastro jejunostomi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ashley SW : Gastric cancer in Principles of surgery ed by Schwatz 7th ed, Mc
Graw Hill, 1999, p. 1201-1212.
2. Livingstone EH : Gastric carcinoma in Surgery Basic Science and Clinical
Evidence, ed by Norton JA, Springer, Verlag, New York, 2001, p. 504-509.
3. Raines SA : Surgery for cancer of the stomach in Upper gastrointestinal Surgery
ed by Griffin SM and Rains SA, WB Saunders 2th ed 2001, p. 155-202.
4. Fergusson JI and Brown SP : Staging of esophageal and gastric cancer in Upper
gastro intestinal Surgery ed by Griffin SM and Rams SA, WB Saunders 2nd ed
2001, p. 57-92.
5. Hermanek P : TNM Atlas (UICC) 4th ed Springer Verlag, Paris, 1998, p. 81-92.

129

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

KARSINOMA PANKREAS
(ICD C 25)
BATASAN
Neoplasma ganas pancreas
PATOFISIOLOGI
Sebagian besar berasal dari kelenjar eksokrin. Keganasan kelenjar eksorin
jarang, seperti insulinoma, somatostatinoma, gastrinoma lebih sering dijumpai pada
penderita diabetes mellitus dan penderita pankreatitits kronis.
GEJALA KLINIS
60% karsinoma pancreas berasal dari kaput pancreas (C 25.0), disertai
gejala icterus dan berat badan menurun, gatal-gatal karena asam empedu di bawah
kulit dan kencing seperti the. Tinja akholis. Nyeri menunjukkan gejala lanjut.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Fisik
: icterus dan pembesaran kantong empedu (tanda Courvoisier).
Tumor abdomen menunjukkan gejala lanjut.
Gatal-gatal pada kulit goresan-goresan.
Laboratorium : Bilirubin darah meningkat, terutama bilirubin conjugated dan
progresif
Gamma glukoronil transferase meningkat
Alkali fosfatase meningkat.
Faal hemostasis terganggu tumor pancreas.
Kadar CA 19.9 meningkat.
USG
: Tumor pancreas
Kandung empedu dan saluran empedu melebar
Saluran empedu intra dan ekstra hepatal melebar
CT Scan
MRI

130

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

STADIUM
T1
T2
T3

Limited to pancreas < 2 cm


Limited to pancreas > 2 cm
Extends to duodenum, bile duct, peri pancreato tissues

T4

Extendsto stomach, spleen, colon, large vessels

N1

Regional lymph node metastasis

M1

Distant metastasis

DIAGNOSIS BANDING
Batu saluran empedu
Tumor ganas pancreas yang berasal endokrin
Tumor ganas ampula vater (ICD C 24.1)
Cholangio carcinoma (ICD C 24.0)
KOMPLIKASI
Ikterus obstruksi
PENATALAKSANAAN
Stadium dini : reseksi pancreas. Pada kaput pancreas dilakukan duodenopancreatectomy cephalic. Resektabilitas ditentukan ditentukan pra bedah dengan
CT-scan dan endo ultrasonography.
Tumor dinyatakan resektabel bila :
1. Masih kecil, kurang dari 2 cm
2. Belum ada penyebaran local yang jauh
3. Belum mengenai pembuluh darah
4. Belum ada metastase kelenjar regiener dan hepar
5. Terapi adjuvant chemotherapy
6. Stadium lanjut by pass bilio digestif

131

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DAFTAR PUSTAKA
1. Reber HA : Adeno carcinoma of the pancreas in current surgical diagnosis &
treatment ed by Way LW, 1994, p. 586-588.
2. Mulvikill SJ : Pancreatic Cancer in Surgery Basic Science and Clinical Evidence
ed by Norton JA, 2001, p. 536-546.
3. Reber HA : Tumors of the pancreas in Principles of surgery ed by Schwatz SI,
Mc Graw Hill 7th ed. 1999, P. 1488-1497
4. Devenis CG and Bassi C : Pancreatic tumors, achievements and prospective,
Georg Thieme, Verlag, stugart 2000, p. 137-274.
5. Hermanek P. : TNM atla (UICC), Springer Verlag, Paris 4th ed, 1998, p. 131152.

132

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

BEDAH ANAK
KELAINAN ANOREKTAL BAWAAN

BATASAN
Kelainan anorektal bawaan merupakan kelainan yang sangat bervariasi.
Penanganan yang tepat memerlukan pengertian tentang kelainan anatomi yang
dihadapi. Untuk memudahkan dapat dibuat pemisahan antara kelainan rendah (infra
levator) dan kelainan tinggi (supra levator), yang berdasarkan pada patologi
terhadap otot levator ani dan dasar panggul.
PATOFISIOLOGI
1. Kelainan rendah (infra levator) : Migrasi normal rectum ke arah kaudal sudah
melewati otot dasar panggul panggul (pubo rectal sling), tebal lapis jaringan
antara ujung buntu rectum dan kulit anus tidak lebih dari satu sentimeter.
Kelainan rendah ini dapat disertai fistula atau tanpa fistula. Pada bayi laki-laki
biasanya fistula anokutan, sedang wanita fistula anovestibulear atau anokutan.
2. Kelainan tinggi (supra levator) : Migrasi rectum tidak mencapai otot dasar
panggul, di sini lapis jaringan antara ujung buntu rectum dan kulit anus (anal
dimple) berjarak cukup tebal, lebih dari satu sentimeter. Kelainan tinggi juga
dapat disertai fistula, yaitu pada bayi laki biasanya didapatkan fistula
rektourethral, pada wanita dapat terjadi fistula rektovaginal atau rektovestibular.
Kelainan letak yang sangat tinggi, yaitu ujung buntu rectum berada intra
abdominal, dapat juga disertai fistula dengan buli-buli.
GEJALA KLINIS
Kelainan ini mengakibatkan pengeluaran mekonium terhalang, bila dibiarkan
dapat timbul gejala obstruksi ileus dengan segala komplikasinya. Kelainan anorektal
dengan fistula letak rendah sering kali tanpa gejala obstruksi ileus, akan tetapi bila
fistula tidak adekuat maka harus dilakukan tindakan bedah segera agar mekonium
dapat keluar. Pada kelainan dengan fistula letak tinggi selalu memberikan gejala
obstruksi. Pada laki-laki dengan fistula rektouretral pada urine ditemui mekonium.
Pada wanita dengan fistula letak tinggi rektovaginal sering kali didapatkan mekonium
di introitus vagina, sedang pada fistula rektovestibuler didapatkan fistula pada
vestibulum vagina yang selalu tidak adekuat, sehingga selalu disertai tanda
obstruksi ileus.

133

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Kelainan anus malformasi ini sering disertai kelainan lain VACTERRL yaitu :
V-ertebra, A-nal, C-ardiac, T-rakheoesofagial, R-adial, R-enal, dan L-imb.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
A. Kelainan letak rendah (infra levator)
1. Anus stenosis :
a. Penyempitan kanalis ani bawaan, sehingga mekonium terhambat ke luar.
b. Letak anus anatomis.
c. Pada sondase didapatkan anus menyempit.
2. Anus konvertus (membrane ani persisten = anus membranosa)
Inspeksi : Anus tertutup oleh membran tipis, transparan, berwarna gelap dan
menonjol karena terdorong oleh mekonium yang tertumpuk di atasnya.
3. Fistula anokutan
a. Tidak didapatkan anus.
b. Didapatkan lubang fistula pada perineum, perianal sampai scrotum.
c. Mekonium berwarna hitam tampak jelas di subcutis dan ke luar melalui
lubang luar fistula tersebut, sering kali fistula tersebut sangat kecil,
sebesar ujung jarum.
d. Pada bayi laki lubang luar fistula dapat mencapai raphe scrotum.
4. Anus vestibularis
a. Kelainan tersering pada bayi wanita, anus berada di vestibulum vagina.
b. Pantensi biasanya adekuat, akan tetapi dapat pula stenosis, sehingga
menghambat pengeluaran mekonium.
c. Bila stenosis, dilakukan dilatasi dengan bouginator Hegar maka mekonium
dapat keluar, bila gagal maka dilakukan insisi secara cut back agar
mekonium dapat keluar dengan lancar.
5. Anus anterior
a. Anus berada di perineum, yaitu anterior dari tempat yang seharusnya.
b. Ada kalanya stenosis sehingga menghambat mekonium keluar.
6. Anus atresia
a. Tidak tampak lubang anus, hanya didapatkan anal dimple
b. Tidak didapatkan fistula
c. Pada foto invertografi tampak ujung buntu rectum terletak tidak lebih satu
sentimeter dari marker anal dimple
B. Kelainan letak tinggi (Supra levator) :
1. Anus atresia :
a. Tidak tampak lubang anus, hanya didapatkan anal dimple

134

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

b. Tidak didapatkan fistula


c. Bentuk pantat (flat bottom), kadang susah menentukan anal dimple
d. Pada foto invertografi tampak ujung buntu rectum terletak lebih satu
sentimeter dari marker di anal dimple
e. Anus atresia, ujung buntu berada intra abdominal (letak sangat tinggi),
dapat terjadi fistula rektovesika. Pada foto invertogafi dapat dilihat udara
dalam buli-buli
2. Rektovestibular fistula :
a. Lubang fistula tampak pada vestibulum vagina, lubang tersebut bukan
anus, melainkan suatu saluran yang dilapisi epitel yang menghubungkan
vestibulum vagina dengan ujung buntu rectum.
b. Fistula ini biasanya tidak adekuat untuk mengeluarkan mekonium,
sehingga bayi dengan kelainan ini selalu didapatkan dalam keadaan
obstruksi ileus.
3. Rektourethral fistula :
a. Kelainan letak tinggi paling sering pada bayi laki-laki.
b. Tidak terdapat anus.
c. Terdapat fistula antara ujung buntu rectum dengan urethra, sehingga
mekonium ke luar melalui urethra.
d. Urine pada penderita ini selalu bercampur dengan mekonium. Kadang
terdapat mekonium pada osteum urethra externa.
e. Bila pada pemeriksaan sedimen urine bayi laki didapatkan keruh maka
harus dicurigai adanya fistula rektourethral.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan penderita dengan kelainan anus malformasi harus melalui tahapantahapan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan klinis terdiri dari : anamnesis, diagnose fisik, terutama pemeriksaan
pada perineum penderita. Pemeriksaan harus cukup penerangan, teliti dan
sistematis dan kalau perlu dengan sondase.
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Invertografi dengan cara : - Foto Wagensteen-Rice
- Prone lateral position
Foto ini (menggunakan) kontras udara pada rectum, sehingga bayi baru lahir
harus ditunggu hingga 12 jam agar udara mencapai rectum.
b. USG anal (perineum) : Dapat digunakan pengganti foto invertografi. Lebih
menguntungkan, karena tidak perlu menunggu hingga 12 jam namun
pembacaannya sangat tergantung pengalaman ahli radiologi.

135

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

c. Pemeriksaan urine sedimen : Pemeriksaan ini harus dilakukan pada bayi


laki-laki di mana pada pemeriksaan klinis jelas tidak didapatkan fistula.
DIAGNOSIS BANDING
Kelainan anorektal bawaan umumnya segera dapat diketahui cukup dengan
inspeksi, palpasi dan sondase.
Stenosis ani perlu dibedakan dengan penyakit Hirschsprung, mekonium ileus yang
menyebabkan mekonium terlambat ke luar.
Perlu juga diperhatikan kemungkinan rectum atresia, walaupun sangat jarang.
PENYULIT
Bila tidak segera diketahui maka terjadi penyulit, yaitu : Obstruksi ileus, entero
colitis, perforasi hingga sepsis.
PENATALAKSANAAN
1. Anus stenosis : Sondase dan dilatasi (bouginasi dengan businator Hegar)
2. Anus membranosa : Insisi membran kemudian dilakukan dilatasi
3. Anus vestibularis : Kalau stenosis harus dilakukan dilatasi, bila dengan dilatasi
gagal maka harus dilakukan insisi dengan cara cut back. Bila dengan insisi
mekonium tetap tidak bisa ke luar maka harus diilakukan diversi kolostomi.
Kemungkinan bukan anus vestibularis tetapi kelainan letak tinggi rekto
vestibularis.
4. Anus atresia letak rendah : Dilakukan sito Postero Sagital Ano Rekto Plasti
(PSARP)
5. Anus atresia letak tinggi : Pertolongan pertama adalah diversi harus sudah
dikejakan dalam 48 jam pertama setelah kelahiran. Diversi dapat berupa
kolotransversostomi kanan bagi dokter yang belum berpengalaman, dan
sigmoidostomi bagi dokter yang sudah berpengalaman dalam hal pembedahan
pada penderita dengan anus malformasi. Tindakan definitive dikerjakan
kemudian setelah usia lebih dari 10 minggu (Rule of over ten) atau setelah
pengobatan kelainan bawaan lainnya sudah selesai.
6. Catatan :
Sebelum melakukan tindakan pembedahan harus dilakukan pemeriksaan yang
betul-betul sempurna. Buatlah foto polos abdomen untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya kelainan intraabdominal lain.
Dalam menangani penderita dengan kelainan anorektal bawaan penting kita
perhatikan yaitu : tujuan akhir adalah untuk mendapatkan anus yang kontinen.

136

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Inkonentinensia hanya akan merupaka siksaan bagi penderita seumur hidupnya.


Oleh sebab itu perlu dicamkan :
a. Jangan mencoba melakukan anoplasti perineal bila belum yakin bawah
kelainan tersebut rendah
b. Anggaplah terdapat fistula (rekto vesika/ rekto vaginal/ rekto urethral) selama
hal sebaliknya belum dapat dibuktikan
c. Kolostomi adalah tindakan penyelamatan pertama yang dibenarkan, bila ada
keragu-raguan.
DIAGRAM TREE
Newborn Male Anorectal Malformation
Perianal Inspection
Spine
20 24 hrs
Kidney U/S
Urinalysis
R/O esophageal
atresia
Re-ecaluation and crosstable lateral
film
Perianal fistula

Rectal gas bellow coccyx


No associated defects

Anoplasty
Consider PSRAP with or
without colostomy

137

Sacrum
Spinal U/S
Cardiacecho

Rectal gas above coccyx


No associated defects
Abnormal sacrum
Flat Bottom
Colostomy

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DAFTAR PUSTAKA
1. Filston, H. C. Imperforate anus. : Surgical problems in children, recognition and
referral, C.V.Mosby St.Louis, 1982, p.97
2. Cook, R.C.M. at al : Anorectal malformations. Neonatal Surgery, 2nd. Ed
Butterworths. London 1979, p. 457.
3. Ravitch. M.M. et al. Rectu and anus, Imperforate anus in Pediatric Surgery. Year
Books Publ. Chicago, 1962, p. 821-636.
4. James Lister. Irene M. Irving : Neonatal Surgery, 3rd edButterworths, 1990,
p.547.

138

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
BATASAN
Penyakit hirschsprung adalah suatu penyakit yang diakibatkan tidak adanya /
tidak terbentuknya sel-sel ganglio saraf parasimpatis mienterikus di dinding segmen
usus (tersering pada kolon distal atau anorektal).
PATOFISIOLOGI
Akibat tidak terbentuknya sel-sel ganglion parasimpatis mienterikus Auerbach dan
Meissner pada dinding usus, maka gelombang peristaltic daerah aganglioner
tersebut terganggu, sehingga aktifitas saraf simpatis pada daerah yang agangliner
dominan. Hal ini mengakibatkan usus menjadi spasme yang akhirnya mengganggu
fungsi usus tersebut. Feses tidak dapat melewati usus yang spasme, dan
menumpuk di proksimal. Usus bagian proksimal ini akan menyebabkan dilatasi,
hipertrofi, odematus hingga dapat terjadi enterokolitis.
GEJALA KLINIS
1. Pada Neonatus :
a. Terlihat mekonium terlambat ke luar. Mekonium normal akan ke luar pada 24
jam pertama kelahiran
b. Sembelit dengan perut yang membuncit serta muntah kehijauan, atau tanda
retensi cairan lambung bila sudah terpasang pipa lambung sebelumnya.
c. Pada waktu colok dubur, jari ditarik maka udara beserta feses akan ke luar
menyemprot dan obstruksi pada abdomen hilang.
2. Pada Anak :
a. Gangguan defekasi dan pola buang air besar tidak teratur, atau setiap kali
buang air besar harus dibantu dengan pencahar dan sering harus
memanipulasi anus agar feces yang keras dapat ke laur.
b. Perut membuncit, kurus dan pertumbuhan yang terlambat
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1. Colok dubur :
Teraba sfingter ani tonus normal, ampula recti kosong dan teraba feces yang
keras di sebelah proximal (rectosigmoid).
Colok dubur pada bayi, saat jari dicabut ke luar feces dan gas yang menyemprot
dan abdomen menjadi kempis

139

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

2. Radiologis
a. Foto polos abdomen : Sebaiknya dibuat sebelum colok dubur, didapatkan
gambaran :
- Obstruksi ileus dengan kolon dilatasi hebat
- Pada anak yang lebih besar didapatkan tumpukan fekal material yang
banyak
- Tidak didapatkan udara pada sigmoid (dalam rongga pelvis)
b. Foto dengan kontras (Barium enema)
- Tampak segmen aganglioner yaitu bagian yang menyempit, sedangkan
bagian yang melebar adalah bagian yang berganglion. Bagian yang
menyempit ini meyerupai ekor tikus (rat tail).
- Perbatasan antara segmen yang aganglioner dengan segmen ganglioner
disebut zona transisional. Zona ini pada foto tampak sebagai usus yang
terbentuk seperti corong, yaitu bagian yang mungkin jumlah sel sarafnya
normal tetapi immature atau sel-sel sarafnya matur, akan tetapi jumlahnya
tidak banyak.
- Bila segmen aganglioner ini panjang maka terlihat gambaran seperti
bergerigi yang diakibatkan disritma otot-otot usus.
- Pada segmen kolon yang dilatasi dapat dijumpai gambaran sarang lebah
(honey comb) yang berarti sudah terjadi entero colitis.
- Foto post evacuasi setelah 24-48 jam masih terlihat adanya sisa kontras.
3. Pemeriksaan Manometri Rektum :
Dilakukan pengukuran tekanan intra luminal. Pada segmen yang aganglioner
tekanan intra luminarnya lebih tinggi dibanding dengan kolon yang berganglioner
4. Pemeriksaan Biopsi :
Pemeriksaan histologist dinding rectum yang dicurigai aganglioner
a. Histopatologi : Yaitu pemeriksaan dengan cara melakukan eksisi dinding
rectum (cara Swenson)
b. Histokhimia : Yaitu pemeriksaan biopsy aspirasi mukosa rectum, kemudian
dilakukan pengecatan sehingga dapat melihat aktivitas acetylcholine
esterase (cara Noblett).
Diagnosis penderita penyakit hirschsprung dapat ditentukan dengan
pemeriksaan klinis, foto polos abdomen dan barium enema. Bila pada
pemeriksaan klinis dan radiologis tersebut didapatkan keraguan, maka
pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologis.

140

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DIAGNOSIS BANDING
1. Mekonium ileus (pada bayi baru lahir)
2. Rektum stenosis
3. Tumor rongga pelvis yang menekan rectum
4. Konstipasi idiopatik
KOMPLIKASI
1. Konstipasi
2. Enterokolitis
3. Malnutrisi
4. Perforasi kolon
PENATALAKSANAAN
1. Bila segmen aganglionernya kurang dari satu sentimeter dilakukan konservatif,
yaitu diperlukan pencahar secara periodic bila buang air besar.
2. Bila segmen aganglionernya lebih dari satu sentimeter dan kurang dari dua
sentimeter, maka diperlukan miektomi posterior.
3. Bila segmen aganglionernya panjang (lebih dari 2 sentimeter)
a. Tindakan awal : urgen sigmoidostomi, baik double barrel atau single barrel
sesuai dengan kemampuan operator
b. Tindakan definitive : tindakan operasi reseksi dan tarik terobos (pull trough)
dengan macam teknik sesuai dengan kemampuan operator.
4. Perawatan pasca operasi sangat penting untuk menghindari komplikasi lanjut
yaitu : rectum stenosis dan enterokolitis pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jemes Lister. Irene M.Irving : Neonatal Surgery 3th.Ed. Butterworths. London
1990. p. 523.
2. John G. Raffensperger : Swensons Pediatric Surgery. 5th. Ed. Appleton & Lange,
Connecticut. 1990. p. 555.

141

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

ATRESIA ESOFAGUS
BATASAN
Atresia esophagus merupakan kelainan bawaan, sebagian segmen esophagus tidak
terbentuk atau tidak sempurna dengan atau tanpa fistula dengan trachea.
PATOFISIOLOGI
Atresia esophagus terjadi karena gangguan pertumbuhan esophagus dalam
kehidupan embrio 3-6 minggu dengan sebab yang tidak jelas. Bila terjadi kegagalan
penutupan celah laringo-trakheal maka dapat menimbulkan atresia esophagus
dengan atau tanpa fistula ke trachea.
PATOLOGI :
Ada lima macam bentuk kelainan
Klasifikasi

Klasifikasi

Gambar

Pure atresia without a


fistula
(pure EA)
Fistula to the upper
esophageal pouch
(EA with proximal fistula)
Blind-ending upper pouch
with a distal fistula
(EA with distal fistula)
Upper and a lower pouch
fistula
(EA with proximal and
distal fistula)
Isolated
oesophageal
without atresia

Prosentase

Gross

Vogt

7%

3a

2%

3b

85 %

3c

3%

3%

tracheofistula

(H-type fistula)

142

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

GEJALA KLINIS
1. Perawatan prenatal : Ada riwayat hidramnion pada ibu
2. Perawatan antenatal : Terlihat keluar air liur yang berlebihan dari mulut.
3. Bila bayi diberi minum akan tersedak, batuk hingga sianosis.
4. Aspirasi pneumoni.
5. Pasang pipa lambung (NGT) ukuran besar (no : 10F). Bila bayi dengan atresia
esophagus, maka NGT tidak bisa masuk hingga lambung, atau hanya bisa
masuk kurang dari 10 cm dari batas gusi depan.
6. Atresia esophagus sering disertai kelainan lain : VATERR : yaitu : V-ertebra, Anal, T-rakhea, E-sofagus, R-adial, R-enal anormaly.
CARA PEMERIKSAAN
1. Klinis
2. Foto polos thorak abdominal didapatkan gambaran :
a. Pipa lambung berhenti atau berbelok ke atas.
b. Terlihat udara dalam lambung dan usus :Berarti terdapat fistula tracheal
esophagus
c. Bila tidak ada udara dalam lambung dan usus lainnya, brarti tidak ada fistula
antara esophagus dengan trachea.
3. Esofagografi dengan kontras dilanjutkan hanya bila dicurigai trachea esophagus
dengan fistula tipe D dan E.
DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan pernafasan akibat sebab lain
2. Stenosis esophagus
3. Obstruksi usus lebih distal : muntah mengandung asam lambung atau asam
empedu dan timbul lebih lambat serta NGT dapat mudah masuk sampai
lambung.
PENYULIT
1. Aspirasi hingga terjadi pneumoni
2. Dehidrasi hingga gangguan elektrolit
PENATALAKSANAAN
1. Pertolongan pertama
a. Pasang pipa lambung dan lakukan penghisapan terus menerus (stump
suction)

143

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

b. Letakkan penderita dalam incubator dengan posisi kepala dan leher lebih
tinggi dengan kepala menoleh ke kanan atau ke kiri (TEF tipe C,D,E). Tipe A
dan B bayi ditidurkan dalam posisi kepala dan leher lebih rendah dari badan
(head down)
c. Pasang infus
2. Persiapan pembedahan
a. Koreksi gangguan cairan, elektrolit
b. Buat foto polos thorakoabdominalis
c. Berikan antibiotic
d. Siapkan darah
e. Evaluasi penderita berdasarkan KRITERIA WATERSTON
- Kriteria A : Bila berat badan lebih atau sama dengan 2,5 kg dengan
keadaan umum yang baik.
- Kriteria B1 : Bila berat badan 1,8 kg 2,5 kg dengan keadaan umum
baik.
- Kriteria B2 : Bila berat badan lebih atau sama dengan 2,5 kg dengan
pneumoni sedang atau ada kelainan bawaan lain.
- Kriteria C1 : Bila berat badan kurang dari 1,8 kg.
- Kriteria C2 : Semua berat badan dengan pneumoni berat dengan atau
kelainan bawaan lain yang berat.
3. Pembedahan
a. Penderita kriteria A : dilakukan anastomosis primer dan gastrostomi segera.
b. Penderita B1, B2 dan C1 segera dilakukan gastrostomi dan jejunostomi
feeding trans pylorus dengan general anestesi, kemudian perbaiki keadaan
umum hingga optimal untuk dilakukan anastomosis,
c. Penderita dengan criteria C2 lakukan gastrostomi dan jenunostomi feeding
dengan local anestesi, kemudian perbaiki keadaan umum hingga optimal
untuk dilakukan operasi definitive.

DAFTAR PUSTAKA
1. Filston, H C. Surgical problems in Children, recognition and refeal, C.V
Mosby. St. Louis. 1982
2. Ravitch, M. M. et. Al. Congenital Esophagus atresia and Tracheo Esophageal
Fistula in Pediatric Surgery : Year Books Medical Publ. Chicago, 1962, p.
266-288.

144

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

INTUSSUSCEPTION
BATASAN
Intususepsi (intussusceptions) adalah suatu keadaan segmen usus proximal
mengalami invaginasi (masuk) ke dalam usus segmen distal.
PATOFISIOLOGI
Biasanya sebagian besar kasus ileum dan mesentrium masuk ke sekum hingga
kolon. Bagian ujung usus yang masuk disebut intususeptum, sedangkan bagian
pangkal usus yang masuk akan terjepit dan mesentriumnya tertarik. Keadaan ini
menyebabkan obstruksi usus dan gangguan aliran darah arteri, venus dan saluran
limfe. Akibat obstruksi ini terjadi mukosa edema, yang selanjutnya menyebabkan
strangulasi, kemudian nekrosis dan perforasi. Dalam penelitian keadaan invaginasi
ini menyebabkan nekrosis setelah 48 jam tanpa pengobatan. Sebagian besar
etiologi intususepsi nonspesifik, hanya ebagian kecil saja ada penyebabnya, yaitu
divertikel Meckel, polip, duplikatur usus. Dikatakan nonspesifik karena banyak factor
yang mungkin sebagai penyebab, antara lain : perubahan makanan, diare, infeksi
virus yang menyebabkan pembesaran kelenjar pada mesentrium iliokalica, sehingga
menyebabkan gangguan paristaltis usus.
GEJALA KLINIS
1. Nyeri perut
Sifatnya mendadak pada bayi usia sekitar 3-9 bulan. Bayi menjadi rewel, gelisah,
menangis keras dan teriak-teriak. Nyeri perut ini bersifat kolik.
2. Muntah
Muntah dapat terjadi sejak awal, pada awalnya tumpahan jernih makin lama
bersifat fekal.
3. Berak darah dan lendir :
Gejala ini sangat klasik akibat laserasi mukosa.
4. Adanya massa (sausage-shaped mass) yang biasanya berlokasi di upper mid
abdomen sesuai dengan lokasi intususepsinya
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi :
a. Kadang-kadang dapat dilihat gambaran usus/peristaltis usus pada dinding
perut

145

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

b. Didapatkan distensi bila sudah terjadi ileus


Palpasi :
a. Perut kanan bawah teraba kosong (Dances sign)
b. Dapat teraba massa yang lokasinya sesuai dengan lokasi intusesepsi
Auskultasi :
a. Bising usus meningkat hingga dapat terdengar metallic sound
Pemeriksaan colok dubur :
a. Didapatkan darah dan lendir pada sarung tangan
b. Dapat ditemukan massa yang berbentuk seperti mulut rahim, apabila
intususeptum mencapai rectum.
2. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
a. Foto polos abdomen : didapatkan gambaran ileus obstruksi
b. Foto barium enema : dilakukan selama kondisi masih baik, dengan tujuan :
- Diagnosis
- Diagnosis dan terapi
Didapatkan gambaran coiled spring atau cupping apabila intusespsinya pada
segmen ileokolika.
DIAGNOSIS BANDING
1. Amobiasis kolon
2. Enterokolitis
PENATALAKSANAAN
1. Dekompresi dengan pipa lambung
2. Koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Reposisi usus yang mengalami invaginasi dengan cara :
a. Bila intususepsi masih belum disertai tanda-tanda strangulasi maupun
perforasi, maka reposisi usus dapat dikerjakan dengan cara member tekanan
hidrostatik dengan barium enema. Barium enema terapeutik ini diharapkan
intususeptum dapat terdorong ke proksimal sehingga tereposisi. Bila reposisi
dengan barium enema gagal maka harus dilakukan opersi dengan cara
milking, selanjutnya dilakukan appendektomi untuk mencegah terjadinya
appendicitis akuta pasca invaginasi
b. Bila intususepsi sudah disertai tanda-tanda strangulasi, maka intususeptum
hanya dikerjakan dengan laparotomi. Barium enema dapat dikerjakan hanya
sebagai diagnostic, bukan sebagai terapeutik
c. Bila disertai tanda peritonitis, maka harus dilakukan pembedahan

146

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software


http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

DAFTAR PUSTAKA
1. Filston, H.c. : Surgical Problems in Children. The CV Mosby Co. 1982, p. 209
2. Reffensperger, J.G : Swenson Pediatric Surgery, 5th. Ed. Applenotn and
Lange. 1990, p. 221.

147

Anda mungkin juga menyukai