Dimensi Aksiologi Pendidikan Islam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

DIMENSI AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Moh Khorof1


Email: [email protected]
Abstak: artikel ini membahas tentang dimensi aksiologi
pendidika islam, cakupan penbahasa dalam artikel ini
mencakup pengertian aksiologi yang merupakan cabang
dari ilmu filsafat, hakikat nilai sebagai tolak ukur antara
tercapai tidaknya tujuan pendidikan islam, sumbersumber nilai dalam kehidupan manusia sehari-hari,
kaitannya antara nilai dengan tujuan pendidikan islam,
dan implikasi sistem nilai terhadap pendidikan islam.
Dalam artikel ini pendekatan yang digunakan adalah
perbandingan teori-teori dari beberapa ahli yang
kemudia disimpulkan sehingga melahirkan simpulansimpulan baru tentang sub-sub menu yang dibahas
dalam artikel ini.
Kata kunci: aksiologi, nilai, pendidikan islam
Pendahuluan
Pendidikan dalam islam memiliki kedudukan yang sangat tinggi,
karena pendidikan merupakan jalan bagi setiap pribadi muslim untuk
mendapatkan kemuliaan di dunian dan di akhirat, karena pendidikan
bagaikan sebuah lentera yang akan menerangi jalang orang yang
memegangnya.

Pendidikanmerupakan

proses

memanusiakan

manusia menjadi manusia yang lebih baik. Menurut Heri Jauhari


Muchtar pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk
mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serat
memiliki

potensi

atau

kemampuan

sebagaimana

mestinya. 2

Sedangkan menurut zuhairini pendidikan adalah usaha manusia


untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam
masyarakat dan budaya.3 Pendidikan adalah sebuah upaya dimana

1 Penulis adalah mahasiswa Program Magister PAI Pascasarjana Stain


Pamekasan, Hp; 082333278114
2 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005), 14.

membentuk setiap manusia menjadi manusia yang berkualitas


sehingga tercipta tatanan masyarakat yang beradab.
Pendidikan islam merupakan sebuah system pendidikan yang
berlandaskan pada sumber pokok ajaran islam yaitu al-Quran dan alSunnah. Pendidikan islam juga merupakan sebuah sistem pendidikan
dimana setiap peribadi muslim berusaha memperdalam ajaran-ajaran
islam dan memperluas khazanah keilmuan yang lain. adanya sistem
pendidikan islam tidak hanya dikarenakan anjuran agama islam
tentang pendidikan saja, akan tetapi diterapkannya pendidikan islam
di indonesia juga dikarenakan banyaknya masyarakat muslim yang
kurang memahami tentang ajaran-ajaran islam itu sendiri dan
semakin berkurangnya jumlah generasi penerus para cendikiawan
muslim di indonesia sehingga timbul berbagai macam degaradasi
dalam lingkungan masyarakat muslim baik degaradasi norma,
hukum, ekonomi, dan sebagainya.
Dalam rangka mengatasi berbagai problem yang multidimensi
tersebut, maka pendidikan islam menjadi sebuah sistem untuk
mencari kebenaran sedalam-dalamnya, mengkaji berbagai persoalan
secara holistis dan radikal untuk mencapai kebenaran yang sebenarbenarnya. Dengan begitu banyaknya pengkajian secara mendalam
dalam pendidikan islam tidak heran jika menghasilkan teori-teori baru
atau bahkan sebuah pembaharuan terhadap pendidikan islam yang
penerapannya disesuaikan dengan zaman.
Kajian filsafat dalam mengembangkan pendidikan islam tidak
terlepas dari tiga aspek filosofis, yaitu: ontologi yang mengkaji
tentang hakekat pendidikan islam, epistimologi yang mengkaji
tentang

sumber-sumber

pendidikan

islam,

dan

aksiologi

yang

mengkaji tentang nilai-nilai dalam pendidikan islam.


Aksiologi sebagai cabang dari ilmu filsafat memiliki peran yang
sangat

penting

pendidikan,

dalam

karena

pengembangan

aksiologi

berperan

ilmu

pengetahuan

sebagai

tolak

dan
ukur

3 Zuhairini. Dkk. Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),


150.

keberhasilan suatu ilmu atau pendidikan dengan melihat manfaatmanfaat atau nilai-nilai (values) yang terkandung dalam suatu ilmu
atau dalam pelaksanaan pendidikan.
Manusia sebagai makhluk yang berakal yang diciptakan alllah
swt memiliki kecenderungan untuk memilih atau menilai antara yang
baik dan buruk (etika), indah dan jelek (estetika) dalam kehidupan
sehari-hari. Karena itulah dalam kehidupan manusia, nilai sangat
berpengaruh terhadap terbentuknya suatu norma, aturan, etika,
budaya, dan sebagainya.
Demikian pentingnya nilai dalam kehidupan manusia tidak
membuat nilai-nilai yang telah disetujui oleh mayoritas manusia
diterima sepenuhnya oleh masyarakat itu sendiri, hal ini dikarenakan
adanya hubungan antara nilai-nilai dengan interpersonal manusia.
Tidak jarang ditemukan manusia yang melanggar nilai-nilai yang
telah disepakati bersama dikarenakan adanya ketidak sesuaian
antara interpersonal manusia (kesadaran, keinginan, kepribadian,
dan gairah) dengan nilai-nilai yang telah berlaku.
Dilihat dari subyeknya manusia memiliki dua macam nilai, yaitu
nilai dalam angan (Conceived Values) dan nilai praktis sebagai
keharusan

(Operative

Values).4

Manusia

yang

melaksanakan

Operative Values adalah manusia yang ideal, mereka merupakan


pribadi yang dapat menerima dan menjalankan nilai-nilai yang telah
disepakati bersama, sebaliknya manusia yang tidak ideal adalah
mereka

yang

hanya

melaksanakan

Conceived

Values,

mereka

merupakan pribadi yang tidak dapat menerima, menjalankan, dan


memahami hakikat dari nilai itu sendiri.
Sebagai contoh ada seorang lelaki yang menduduki jabatan
strategis dalam pemerintahan dan dia melakukan sebuah kerjasama
politik dengan para pengusaha, akan tetapi dia kurang mengetahui
dan memahmi terhadap nilai-nilai atau undang-undang yang telah
disepakati bersama sehingga tanpa pikir panjang dia menyetujui
4 Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam ( Surabaya: Pena
Sabilillah, 2016), 85.

kerjasama tersebut, dan pada akhirnya karena telah terlanjur


melakukan kerjasama, maka dia menyalahkan nilai-nilai atau undangundang yang telah disepakati bersama tersebut dan membuat
sebuah kebijakan baru yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap
benar oleh dirinya sendiri. Hal inilah yang dimaksud dengan manusia
yang tidak ideal, karena tidak memahami dan meresapi nilai-nilai
yang telah berlaku dan membuat nilai baru yang sesuai dengan
keinginannya.
Adanya manusia yang tidak ideal dalam menerima nilai-nilai
yang telah disepakati menghasilkan berbagai nilai-nilai baru yang
bersifat egosentris, hal ini tidak dapat dipungkiri oleh setiap bangsa.
Karena nilai-nilai egosentris tersebut berada dalam berbagai dataran
masyarakat dunia yang meliputi pendidikan, ekonomi, hukum, dan
sebagainya.
Aksiologi

banyak

membahas

tentang

hakikat

nilai

yang

didalamnya meliputi baik dan buru, benar dan salah, tujuan dan
fungsinya dalam pendidikan islam. Pendidikan islam diorientasikan
pada upaya menciptakan generasi muda yang berkarakter, kreatif,
dan

memiliki

bidangnya

kualitas

sesuai

dan

dengan

kapabilitas
nilai-nilai

yang

yang

mumpuni

dalam

diharapkan

dalam

komponen-komponen pendidikan islam.


Pengertian aksiologi
Aksiologi secara etimologi (kebahasaan) berasal dari bahasa
yunani, yaitu axio yang memiliki arti nilai atau manfaat dan logos
yang memiliki arti ilmu pengetahuan5 perpaduan antara axio dan
logos untuk menentukan bahwa aksiologi tersebut adalah sebuah
ilmu tentang nilai atau manfaat dari suatu pengetahuan karena
apabila axio tidak tidak dipadukan dengan logos maka axio tersebut
hanyalah sebuah nilai biasa bukan merupakan sebuah ilmu yang
membahas tentang nilai (values). sedangkan secara terminologi
(istilah) para ahli memiliki berbagai macam definisi terkait aksiologi
5 Drs Lies Sudibyo M.H, Drs Bambang Triyanto M.M, dan Meidawati
Suswandari M.Pd S. Pd, Filsafat Ilmu (yogyakarta: Deepublish, 2014), 75.

Salah satunya adalah Jujun S. Sumiasumantri mengartikan


aksiologi sebagai Teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan

yang

diperoleh.6

Dalam

teorinya

ini,

Jujun

S.

Sumiasumantri lebih menjelaskan aksiologi sebagai sebuah nilai atau


manfaat dari suatu pengetahuan yang baru diperoleh manusia,
sehingga jika suatu pengetahuan dikatakan pengetahuan apabila
pengetahuan tersebut memiliki nilai (value).
Senada dengan pendapat Jujun S. Sumiasumantri, secara
komprehensif Sarwan sebagai dikutip oleh Lies, Bambang, dkk
mendefinisikan

bahwa

aksiologi

adalah

studi

tentang

hakikat

tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai ( kebaikan, keindahan, dan


kebenaran).7 Dalam definisi tersebut dapat dipahami bahwa definisi
sarwa lebih memandang aksiologi sebagai sebuah studi tentang
hakikat nilai-nilai yang sedang terjadi di lingkungan manusia meliputi
kebaikan-keburukan, keindahan-kejelekan, dan kebenaran-kebatilan.
Selanjutnya Yulia Siska mendefinisikan bahwa Aksiologi adalah
ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.8 Komposisi pendapat Yulia
siska ini tidak jauh berbeda dengan kedua tokoh sebelumnya yang
membedakan hanyalah redaksi bahasanya yang lebih jelas.
Dengan demikian aksiologi dapat diartikan dengan sebuah ilmu
tentang hakikat tertinggi dari
masyarakat

baik

dalam

nilai-nilai etika dan estetika dalam

ekonomi,

sosial,

budaya,

politik,

dan

sebagainya.
Kaitannya dengan pendidikan, aksiologi banyak memberikan
kontribusi karena aksiologi merupakan bagian dari ilmu filsafat yang
membahas tentang nilai (value) dari suatu ilmu, hal ini senada
6 Jujun S. Sumiasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2003), 83.
7 Lies, Bambang, Dan Meidawati, Filsafat Ilmu, 76.
8 Yulia Siska, Manusia dan Sejarah: Sebuah Tinjauan Filosofis (Penerbit
Garudhawaca, 2015), 19.

apabila kita terapkan dalam pengaplikasian pendidikan islam karena


kualitas dari suatu pendidikan dapat diketahui apabila nilai (values)
atau manfaatnya tinggi.
Hakikat Nilai
Nilai (values) merupakan bagian dari pembahasan aksiologi.
Nilai sangat sulit dipahami karena sifatnya yang abstrak dan
tersembunyi, sehingga melahirkan berbagai definisi tentang nilai.
Menurut Gordon Alport sebagaimana dikutip oleh Rohmat Mulyana
nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas
keyakinannya.9 Dalam teorinya ini Gordon Alport melihat nilai dari
sudut pandang psikologi yaitu dilihat dari salahsatu aspek kejiwaan
manusia yang disebut keyakinan. Karena keyakinan menempati
posisi yang lebih tinggi daripada hasrat, motif, keinginan, sikap, dan
kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar atau salah, baik atau
buruk, indah atau tidak indah, pada wilayah ini merupakan hasil dari
serentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu
untuk suatu tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan nilai
pilihannya.
Selanjutnya dalam encyclopedi britannica sebagaimana dikutip
oleh siswanto ditulis bahwa:
... what is value.... the immediate and natural answer to this
question is say that value is a determination or quality of an abject
which involves any sort of appriciation or interest. Artinya: ....apakah
nilai itu.....jawaban langsung dan wajar atas pertanyaan ini ialah
bahwa nilai itu adalah suatu penetapan atau suatu kualitas suatu
objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.10
Dan menurut kupperman sebagaimana dikutip oleh rohmat
mulyana mengatakan bahwa nilai adalah patokan normatif yang
mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara caracara tindakan alternatif.11 Definisi ini menekankan nilai dan norma
9 Rohmat Mulyana, Mengaktualisasikan Pendidikan Nilai ( Bandung:
Alfabeta, 2011), 9.
10 Siswanto, Filsafat dan Pemikiran, 87.
11 Rohmat, Mengaktualisasikan, 9.

sebagai faktor eksternal yang mempenaruhi prilaku manusia. Apabila


kita cermati bersama maka akan kita ketahui bahwa definisi ini dilihat
dari

sudut

pandang

sosiologis.

Dalam

definisi

ini

kupperman

memandang norma merupakan hal yang sangat penting dalam


kehidupan sosial karena dengan adanya norma dan penegakan
norma, maka akan tercipta kehidupan yang tenang, tentram, dan
terbebas dari tuduhan masyarakat yang ingin merugikan kita. Oleh
sebab itu salah satu hal yang sangat penting dalam pertimbangan
nilai (value judgement) adalah pelibatan nilai-nilai normatif yang
berlaku di masyarakat.
Sedangkan menurut ahmad tafsir nilai adalah harga, sesuatu
dikatan nilainya tinggi apabila harganya tinggi, dan sesuatu dikatan
nilainya rendah apabila harganya rendah.12 Jadi segala sesuatu yang
berharga berarti bernilai, hanya saja tinggi rendahnya suatu nilai
ditentukan oleh orang yang menginterpretasikannya.
Dari beberapa definisi diatas dapat kita pahami bahwa nilai
adalah

pandangan

manusia

terhadap

suatu

peristiwa,

suatu

perbuatan, atau suatu benda, apakah sesuatu itu baik atau buruk,
benar atau salah, dan indah atau tidak indah. Sehingga dengan
adanya nilai, manusia dapat menentukan sikapnya terhadap suatu
hal tersebut apakah sikap negatif atau sikap positif.
Nilai bersifat ideal, abstrak, dan tidak dapat disentuh oleh
panca indera, sedangkan yang dapat ditangkap oleh manusia
hanyalah barang atau tingkahlaku yang mengandung nilai tersebut.
Nilai juga bukan fakta yang berbentuk kenyataan dan konkrit. 13 Akan
tetapi nilai memiliki hubungan yang sangat erat dengan fakta karena
nilai lahir dari sebuah konsekuensi penyikapan atau penilain terhadap
suatu hal yang faktual. Artinya ketika seseorang melihat suatu
peristiwa, merasakan suatu suasana, mempersepsikan suatu benda,
12 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam ( Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2012), 50.
13 Siswanto, Filsafat dan Pemikiran, 87-88.

atau merenungkan suatu peristiwa, maka disanalah kita akan


mendapatkan nila.
Nilai tidak dapat diuji karena sifatnya yang abstrak akan tetapi
nilai dapat dibandingkan antara nilai yang satu dengan nilai yang
lain. tidak ada sesuatu yang ada tidak bernilai karena pada
hakikatnya adanya segala sesuatu yang ada, besar atau kecil, baik
atau buruk, indah atau tidak indah, semuanya memiliki nilai
tersendiri apakah nilainya tinggi atau rendah. Sebagai contoh si fulan
hitam dan si fulun putih, tidak dibenarkan apabila kita mengatakan
atau menilai si fulan jelek karena berkulit hitam dan si fulun tampan
karena berkulit putih, akan tetapi dapat dibenarkan apabila kita
berkata atau menilai si fulan tampan dan si fulun lebih tampan
daripada si fulan.
Nilai terkadang bersifat subyektif karena terkadang manusia
memberikan penilaian terhadap suatu hal dengan berlandaskan
egoisme atau dalam hal ini disebut dengan nilai angan (Conceived
Values), nilai yang berlandaskan egoisme ini terjadi pada orang yang
memandang nilai hanya untuk kepuasan intelek pribadi saja. dan
terkadang nilai bersifat objektiv atau nilai praktis sebagai keharusan
(Operative Values), operative values merupakan nilai yang sejalan
dengan kesepakan sosial masyarakat dan dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat.
Sumber Nilai Dalam Kehidupan Manusia
Nilai merupakan standart tingkah laku, keindahan, keadilan, dan
efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta
dipertahankan. Nilai menjadi suatu pola normatif yang menjadi
standar tingkah laku yang diinginkan dan sesuai dengan sistem
sosial.
Demikian dengan nilai dalam islam yang menjadi kumpulan prinsip
hidup , ajaran-ajaran yang mengajarkan manusia tentang hidup
didunia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.

Sumber

nilai

yang

berlaku

dalam

kehidupan

sosial

manusia

digolongkan menjadi dua macam, yaitu:


1. Nilai ilahiyah
Nilai ilahiyah merupakan nilai yang dititahkan tuhan melalui
para rasulnya, yang berbentuk takwa, iman, dan adil yang
diabadikan dalam wahyu tuhan. Nilai-nilai ilahi selamanya tidak
akan berubah. Nilai-nilai ilahi mengandung kemutlakan bagi
kehidupan

manusia

selaku

makhluk

sosial

dan

tidak

berkecenderungan berubah karena adanya tuntutan zaman, hawa


nafsu, dan interfensi siapapun.14
2. Nilai insaniyah
Inilai insaniyah tumbuh atas kesepakatan manusia serta
hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat
dinamis dan keberlakuan serta kebenaranya bersifat relatif yang
dibatasi oleh ruang dan waktu.15
Nilai dan Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah dunia cita, yaitu suasana ideal yang ingin
diwijudkan. Menurut Ahmad D Marimba sebagaimana dikutip oleh
Zuhairini mengatakan bahwa dalam tujuan pendidikan suasana ideal
itu tampak pada tujuan akhir (Ultimate Aims Of Education). 16 Akan
tetapi sebelum kita ketahui bersama apa saja tujuan pendidikan
islam dan kaitannya dengan nilai maka perlu kita ketahui terlebih
dahulu definisi tentang pendidikan islam.
Menurut Dr. muhammad fadil al-djamaly sebagai dikutip oleh
muzayyin arifin mengatakan bahwa pendidikan islam adalah proses
yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan
yang

mengangkat

derajad

kemanusiaannya

sesuai

dengan

14 Ibid, 89.
15 Ibid.
16 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Akasara, 2012), 159.

kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari


luar).17
Menurut Ahmad Tafsir Pendidikan islam adalah bimbingan yang
diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar dia berkembang
secara maksimal sesuai dengan ajaran islam. 18 Dalam definisinya ini
Ahmad Tafsir melihat pendidikan islam lebih kepada pendidikan oleh
seseorang

kepada

orang

lain,

yang

diselenggaran

keluarga,

masyarakat, dan sekolah menyangkut aspek jasmaniyah, akal, dan


hati peserta didik.
Selanjutnya secara lebih luas, Siswanto mengatakan bahwa
pendidikan islam adalah rangkaian proses yang sistematis, terencana
dan komprehensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada anak
didik, mengembangkan potensi yang ada pada anak didik, sehingga
mampu mengembangkan kekhalifahan dimuka bumi dengan sebaikbaiknya, sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah yang didasarkan pada
ajaran agama pada semua dimensi kehidupannya.19
Dari beberapa definisi tersebut dapat kita pahami bahwa
pendidikan islam adalah proses memaksimalkan potensi manusia
baik intelektual, spiritual, maupun emosional sesuai dengan ajaran
islam sehingga terbentuk generasi penerus yang diridhoi oleh Allah
SWT. Adanya pembahasan tentang definisi pendidikan tersebut tidak
lain untuk memberikan batasan-batasan tentang tujuan pendidikan
islam. Apabila dalam definisi pendidikan islam tadi dibahas tentang
proses, maka proses tersebut akan berakhir dalam pencapaian tujuan
akhir (Ultimate Aims) Pendidikan Islam.
Menurut siswanto suatu tujuan yang hendak dicapai pada
hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang
17 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
17.
18 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2014), 32.
19 Siswanto, Filsafat dan Pemikiran, 90.

terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan.20 Nilai-nilai ideal


dapat mempengaruhi kepribadian manusia, sehingga dapat terlihat
dalam perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata
lain, nilai-nilai ideal atau dalam hal ini penulis menyebutnya dengan
akhlak dapat terlihat dari pola perilaku manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, apabila kita membahas nilai-nilai
pendidikan, maka kita akan mengetahui tujuan dari pendidikan itu
sendiri, sebab dalam merumuskan tujuan pendidikan islam terdapat
nilai-nilai pendidikan islam yang terdapat dan tertanam dalam
peserta didik. Dan begitu juga apabila kita membahas tentang tujuan
pendidikan islam, maka tidak akan terlepas dari nilai-nilai pendidikan
islam yang menjadi identitas dari pendidikan islam itu sendiri.
Sebagaimana pembahasan diatas, tujuan pendidikan islam
berpatokan

pada

nilai-nilai

yang

terkandung

dalam

identitas

pendidikan islam seperti nilai-nilai sosial, nilai ilmiah, nilai moral, dan
nilai agama.21 Tampaknya apabila kita cermati nilai-nilai tersebut
sudah pasti pendidikan islam menyimpan kekuatan yang luar biasa
untuk

menciptakan

seluruh

aspek

kehidupan

yang

ideal

dan

menciptakan pengangan hidup dalam skala dunia.


Selanjutnya menurut muzayyin arifin dengan berlandaskan
pada doa umat islam sehari-hari berkata bahwa tujuan pendidikan
islam tidak terlepas dari tiga dimensi kehidupan yang mengandung
nilai-nilai ideal, yaitu:
1. Dimensi

yang

mengandung

nilai

yang

meningkatkan

kesejahteraan hidup manusia di dunia.22 Dimensi nilai kehidupan


ini mendorong manusia agar mengelola dan memanfaatkan dunia
untuk bekal dan sarana dalam kehidupan akhirat.

20 Ibid, 91.
21 Zuhairini, Filsafat, 160.
22 Muzayyin Arifin, Filsafat, 109.

2. Dimensi yang mengandung nilai yang mendorong manusia


berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat. 23 Dimensi ini
menuntut manusia untuk tidak terbelenggu dalam kekmewahan
duniawi,

namun

juga

menuntut

manusia

agar

dapat

menghilangkan kemiskinan karena kemiskinan dapat menjadi


penyebab terjerumusnya manusia dalam lingkaran kekufuran.
3. Dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan
(mengintegrasikan) antara kepentingan hidup di dunia dan hidup
akhirat.24

di

Keseimbangan

dan

keserasian

antara

dua

kepentingan ini dapat menjadi sebuah benteng bagi manusia dari


berbagai pengaruh negatif, baik pengaruh negatif yang bersifat
spiritual,

sosial,

kultural,

ekonomi

maupun

ideologi

dalam

pendidikan

islam,

kehidupan sehari-hari.
Sedangkan

dalam

merumuskan

tujuan

Siswanto lebih komprehensif menjelaskan bahwa dalam perumusan


tujuan pendidikan islam haruslah berpatokan pada empat aspek,
yaitu:
1. Berorientasi pada tujuan dan tugas pokok manusia.
Tugas yang dimaksud dalam aspek ini adalah manusia
sebagai khalifah dibumi yang bertugas untuk mengelolan bumi
sebaik-baiknya agar manusia senantiasa beribadah dan berada
dijalan Allah.
2. Berorientasi pada sifat dasar (Nature) manusia.
Sifat dasar yang dimaksud dalam sub bab ini adalah fitrah
penciptaan manusia. Sebagaimana diterangkan dalam QS. Ar-rum
ayat 30.




Artiinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
23 Ibid.
24 Ibid.

manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui (QS. ar-Rum: 30).
Maksud dari fitrah Allah diatas adalah manusia diciptakan
Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. 25 kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar.
mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah karena pengaruh
lingkungan.
3. Berorientasi pada tuntutan masyarakat dan zaman.
Tuntutan yang dimaksud oleh siswanto adalah berupa
pelestarian nilai-nilai budaya yang telah melembaga dalam
kehidupan masyarakat dan nilai-nilai baru yang lahir karena
adanya percepatan perkembangan dunia modern
4. Berorientasi pada kehidupan ideal islami.26
Dalam aspek ini siswanto senada dengan muzayyin arifin
yang

mengatakan

bahwa

sistempendidikan

islam

haruslah

mampu menyeimbangkan antara dimensi duniawi dan dimensi


ukhrawi. Keseimbangan antara dua dimensi tesebut dijelaskan
oleh siswanto dapat menangkal segala pengaruh negatif yang
mendekati pribadi muslim dalam kehidupan sehari-hari.
Sejalan

dengan

adanya

patokan-patokan

penting

dalam

perumusan tujuan pendidikan islam, maka al-ghazali sebagai dikutip


oleh abd rahman assegaf mengatakan bahwa tujuan pendidikan
islam adalah pencapaian ilmu agama dan membentuk akhlak.27
al-Syaibani

sebagaimana

dikutip

oleh

ahmad

tafsir

menjabarkan tujuan pendidikan islam menjadi tiga, yaitu:


a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan
yang berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan
25 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sejarah dan Pemikirannya
( Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 115.
26 Siswanto, Filsafat dan Pemikiran, 92.
27 Abd Rahman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam ( Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2013), 112.

kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia


dan di akhirat.
b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah
laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat,
perubahan kehidupan masyarakat, dan memperkaya pengalaman
masyarakat.
c. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan
pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebaga profesi, dan
sebagai kegiatan masyarakat.28
Abdul Munir sebagai dikutip oleh siswanto menyebutkan bahwa
tujuan pendidikan islam adalah sebagai proses aktuaslisasi akal
peserta didik yang secara teknis terwujud dalam kecerdasan,
terampil, dewasa, dan berkepribadian muslim yang paripurna,
memiliki

kebebasan

kemanusiaan

yang

berkereasi
ada

pada

dengan
dalam

tetap
diri

menjaga
manusia

nilai
untuk

dikembangkan secara proporsional islami.29


Selanjutnya dalam kongres pendidikan islam sedunia tahun
1980 sebagai dikutip oleh muzammil arifin menetapkan bahwa
pendidikan

harus

berkesinambungan

ditujukan
dari

kearah

pertumbuhan

kepribadian manusia

yang

yang menyeluruh

melalui latihan spiritual, kecerdasan dan rasio, perasaan, dan panca


indra.

Oleh

keranya

maka

pendidikan

haruslah

memberikan

pelayanan kepada pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya,


yaitu

aspek

spiritual,

intelektual,

imajinasi,

jasmaniah,

ilmiah,

linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif, serta


mendorong semua aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian
kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak didalam sikap
penyerahan diri sepenuhnya kepada allah pada tingkat individual,
masyarakat, dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya. 30
28 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2015), 67.
29 Ibid, 93.
30 Muzayyin Arifin, Filsafat, 119-120.

Menurut rumusan tujuan pendidikan islam tersebut, tampak bahwa


tujuan pendidikan islam tidaklah sempit dan menjangkau seluruh
aspek kehidupan manusia yang berakhir pada penyerahan diri
manusia kepada allah swt.
Dengan demikian, pendidikan agama hanyalah bagian dari
ruang lingkup tujuan pendidikan islam, karena pada hakikatnya
tujuan pendidikan islam adalah terciptanya manusia yang paripurna
dalam mengembangkan kehidupan di dunia dan meraih kehidupan di
akhirat atas dasar iman dan takwa kepada allah swt.
Oleh sebab itu, muzayyin arifin mengklasisfikasikan tujuan
pendidikan islam menjadi tiga macam tujuan inti, sebagai berikut:
1. Tujuan normatif31
Suatu tujuan yang harus dicapai berdasarkan kaidah-kaidah
(norma-norma) yang mampu mengkristalisasikan nilai-nilai yang
hendak di internalisasikan. Tujuan ini mencakup:
a. Tujuan formatif yang bersifat memberikan persiapan dasar
yang korektif.
b. Tujuan selektif yang bersifat memberikan kemampuan
membedakan hal-hal yang benar dan yang salah.
c. Tujuan determinatif yang bersifat memberikan kemampuan
untuk mengarahkan diri kepada sasaran-sasaran yang sejalan
dengan proses kependidikan.
d. Tujuan integratif yang bersifat memberikan kemampuan untuk
memadukan fungsi psikis (penyerapan terhadap rangsangan
pelajaran, pikiran, perasaan, kemauan, ingatan, dan nafsu)
kearah tujuan akhir proses kependidikan.
e. Tujuan aplikatif yang bersifat memberikan kemampuan
penerapan segala pengetahuan yang diperoleh kedalam
pengalaman.
2. Tujuan fungsional32
Tujuan yang bersasaran pada kemampuan anak didik untuk
memfungsikan daya kognitif, afektif, dan psikomotor dari hasil
pendidikan yang diperoleh sesuai yang diterapkan, tujuan ini
meliputi:
31 Ibid, 115.
32 Ibid

a. Tujuan individual, tujuan ini bersasaran pada pemberian


kemampuan individual untuk mengamalkan nilai-nilai yang
diinternalisasikan kedalam pribadi berupa perilaku moral,
intelektual, dan skill.
b. Tujuan sosial, tujuan
kemampuan

ini

mengamalkan

bersasaran
nilai-nilai

pada

pemberian

kedalam

kehidupan

sosial, interpersonal, dan interaksional dengan orang lain


dalam masyarakat.
c. Tujuan moral, tujuan

ini

bersasaran

pada

pemberian

kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan moral


atas

tuntunan

morivasi

yang

bersumber

dari

agama

(teogenetis), dorongan sosial (sosiogenetis), dan dorongan


biologis (biogenetis).
d. Tujuan profesional, tujuan ini bersasaran pada pemberian
kemampuan untuk mengamalkan keahliannya sesuai dengan
kompetensi.
3. Tujuan operasional33
Tujuan ini memiliki sasaran teknis managerial yang meliputi:
a. Tujuan umum atau tertinggi
Merupakan tujuan yang bersifat mutlak dan universal,
yaitu tujuan yang sesuai dengan tujuan penciptaan manusia
b. Tujuan intermedieir
Merupakan tujuan yang bersifat sementara untuk
dijadikan sarana mencapai tujuan tertinggi.
c. Tujuan parsial
Tujuan ini bersasaran pada salahsatu

bagian

dari

keseluruhan aspek dari tujuan umum, yang berfungsi untuk


mempermudah pencapaian tujuan umum.
d. Tujuan insidental
Tujuan ini merupakan tujuan yang bersasaran pada halhal yang tidak direncanakan, tapi hal-hal tersebut memiliki
keterkaitan dengan pencapaian tujuan umum.
e. Tujuan khusus
Tujuan ini bersasaran pada faktor-faktor khusus tertentu
yang menjadi salah satu aspek penting tujuan umum, yaitu
memberikan dan mengembangkan kemampuan atau skill
khusus pada anak didik, sehingga mampu bekerja dalam
33 Ibid, 116.

bidang pekerjaan tertentu yang berkaitan erat dengan tujuan


umum.
Implikasi Sistem Nilai Dalam Proses Pendidikan Islam
Sistem nilai memiliki hubungan timbal balik dengan proses
pendidikan. Dari perbuatan pendidik, dapat diketahui bahwa nilainilai kependidikan terlihat secara langsung maupun tidak langsung
dalam setiap keputusan yang diambil oleh pendidik. Nilai-nilai
tersebut berhubungan erat dengan segala aspek tujuan dan fungsi
pendidikan seperti isi kurikulum, tujuan pengajaran, dan dimensidimensi pendidikan lainnya.34 Hubungan yang erat antara nilai
dengan pendidikan dapat terlihat dengan sangat jelas dalam tujuan
pendidikan yang mengandung nilai-nilai.
Sisitem nilai memerlukan transmisi, pewaris, pelestarian dan
pengembangan melalui pendidikan.35 Demikian juga dengan proses
pendidikan dibutuhkan sistem nilai agar proses pendidikan tersebut
berjalan dengan pasti, karena berpedoman pada garis kebijaksanaan
yang ditimbukan oleh nilai-nilai fundamentasl seperti agama, sosial,
ekonomi, budaya, dan sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
eksistensi pendidikan termasuk pendidikan islam merupakan sarana
vital dalam menumbuh kembangkan daya kreativitas dan keilmuan
peserta didik, dan melestarikan nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah, dan
membekali anak didik dengan kemampuan yang berkualitas dan
produktif.
Oleh karena itu, pendidikan islam bertugas mempertahankan,
menanmkan, dan mengembangkan fungsi nilai-nilai islam yang
bersumber pada al-quran dan al-sunnah. Disebabkan karena adanya
modernisasi dalam kehidupan sehari-hari sebagai dampak dari
adanya pengaruh dari westernisasi budaya yang sewaktu-waktu
dapat memarjinalkan masyarakat islam. Maka pendidikan islam
haruslah memberikan kelenturan dalam mengembangkan nilai34 Siswanto, Filsafat dan Pemikiran, 94.
35 Ibid.

nilainya tampa melanggar nilai-nilai yang telah diwahyukan Allah


SWT.
Terwujudnya

kondisi

tersebut

sebaiknya

dijadikan

targen

pengembangan sistem pendidikan islam. Oleh karena itu, menurut


Mulkhan

sebagai

pendidikan

dikutip

islam

oleh

harus

siswantu

membentuk

mengatakan
proses

bahwa

pengarahan

perkembangan kehudupan dan keberagaman peserta didik kearah


idealitas kehidupan islami. Dengan tetap mempertahankan dan
memperlakukan peserta didik sesuai dengan sosial budayanya
masing-masing.36
Tidak hanya itu saja, pendidikan islam hendaknya menjadikan
nilai-nilai

etika

pengembangan

dan

estetika

pendidikan

sebagai

islam.

Yaitu

patokan
dengan

penting

dalam

menggunakan

pendekatan estetis dan etis, artinya setiap persoalan dapat dilihat


dari perseptif dari berbagai pihak tampa meninggalkan nilai-nilai etis
islam sebagai idealitas pendidikan islam. Dengan kata lain pendidika
islam diorientasikan untuk membentuk peserta didik yang kreatif,
berilmu, tawaduk, dan berseni sesuai dengan islam, sehingga
pendidikan islam tetap unggul dan diridhai oleh Allah SWT hingga
akhir zaman.
Penutup
Aksiologi merupakan bagian dari cabang ilmu filsafat yang
membahas tentang nilai-nilai atau manfaat-manfaat yang terkandung
dalam ilmu. Nilai itu sendiri adalah pandangan manusia terhadap
suatu peristiwa, suatu perbuatan, atau suatu benda, apakah sesuatu
itu baik atau buruk, benar atau salah, dan indah atau tidak indah.
Sehingga dengan adanya nilai, manusia dapat menentukan sikapnya
terhadap suatu hal tersebut apakah sikap negatif atau sikap positif.
Sumber nilai dalam kehidupan manusia ada dua, yaitu nilai
ilahiyah, yaitu nilai-nilai yang diwahyukan oleh allah kepada rasulnya
untuk diamalkan oleh sekalian ummat manusia. Dan nilai insaniyah
36 Ibid, 96.

yaitu nilai-nilai yang lahir dari interaksi sosial budaya manusia yang
disepakati oleh sekelompok manusia, dan nilai ini bersifat relatif
karena antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya memiliki
nilai-nilainya masing-masing.
Tujuan pendidikan islam sebagaimana hasil kongres pendidikan
islam sedunia tahun 1980 sebagai dikutip oleh muzammil arifin
menetapkan bahwa pendidikan harus ditujukan kearah pertumbuhan
yang berkesinambungan dari kepribadian manusia yang menyeluruh
melalui latihan spiritual, kecerdasan dan rasio, perasaan, dan panca
indra.

Oleh

keranya

maka

pendidikan

haruslah

memberikan

pelayanan kepada pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya,


yaitu

aspek

spiritual,

intelektual,

imajinasi,

jasmaniah,

ilmiah,

linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif, serta


mendorong semua aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian
kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak didalam sikap
penyerahan diri sepenuhnya kepada allah pada tingkat individual,
masyarakat, dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya.
Nilai sangat berhubungan dengan pendidikan islam karena
pendidikan

islam

merupakan

suatu

proses

mengoptimalkan

kemampuan peserta didik sesuai dengan ajaran islam, dan apabila


kita berbicara tentang peroses maka akan kita dapati tujuan akhir
dari proses tersebut, dan apabila kita berbicara tentang tujuan maka
tidak akan tersepas dengan nilai-nilai sebagai idealitas pendidikan
islam. Initinya pendidikan islam haruslah memandang nilai-nilai
sebagai tujuan pencapaian pendidikan terlebih pada nilai-nilai etika
dan estetika.
Daftat Pustaka
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara,
2012).
Assegaf, Abd Rahman, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam ( Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2013).

Jalaluddin,

Filsafat

Pendidikan

Islam:

Telaah

Sejarah

dan

Pemikirannya ( Jakarta: Kalam Mulia, 2011).


Lies Sudibyo, Bambang Triyanto, dan Meidawati Suswandari, Filsafat
Ilmu (Yogyakarta: Deepublish, 2014).
Muchtar,Heri Jauhari, Fikih Pendidikan ( Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005).
Mulyana, Rohmat, Mengaktualisasikan Pendidikan Nilai ( Bandung:
Alfabeta, 2011).
S. Sumiasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003).
Siska, Yulia, Manusia dan Sejarah: Sebuah Tinjauan Filosofis (Penerbit
Garudhawaca, 2015).Zuhairini. Dkk. Filsafat Pendidikan Islam
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012).
Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam ( Surabaya: Pena
Sabilillah, 2016).
Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam ( Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2012).
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2014).
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015).
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Akasara, 2012).

Anda mungkin juga menyukai