Perlakuan Akuntansi Aset

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 87

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET

DAERAH DALAM PENYUSUNAN NERACA PADA


PEMERINTAHAN KABUPATEN JEMBER
(Studi Kasuis Pada Kantor Pemerintah Kabupaten Jember)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

LYSA DWI ANDRIYANI


0610232015

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2008

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Organisasi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan

publik dan memiliki wilayah yang lebih luas serta lebih kompleks daripada sektor
swasta atau sektor privat. Organisasi sektor publik lebih banyak berhubungan
dengan kehidupan publik seperti dalam memberikan pelayanan dan memenuhi
kebutuhan publik. Organisasi sektor publik meliputi pemerintahan (baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah), badan layanan umum, yayasan,
perusahaan milik negara atau daerah, rumah sakit, universitas, sekolah-sekolah,
dan organisasi nonprofit lainnya.
Dewasa ini organisasi sektor publik dituntut untuk lebih ekonomis, efisien,
dan efektif. Tuntutan-tuntutan tersebut menyebabkan organisasi sektor publik
berusaha mengembangkan akuntansi sektor publik dalam rangka menciptakan
good governance yaitu kepemerintahan yang baik. Dalam Mardiasmo (2002:18),
World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang sejalan dengan prinsip demokrasi, penghindaran
salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politik dan
administratif. Tiga karakteristik utama dalam pelaksanaan good governance
meliputi transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Transparansi dibangun atas
dasar kebebasan memperoleh informasi. Partisipasi maksudnya mengikutsertakan
keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung

maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan


aspirasinya. Sedangkan akuntabilitas adalah pertanggungjawaban kepada publik
atas setiap aktivitas yang dilakukan.
Untuk mewujudkan good governance diperlukan perubahan paradigma
pemerintahan yang mendasar dari sistem lama yang serba sentralistis, dimana
pemerintah pusat sangat kuat dalam menentukan kebijakan. Paradigma baru
tersebut menuntut suatu sistem yang mampu mengurangi ketergantungan dan
bahkan menghilangkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah
pusat, serta bisa memberdayakan daerah agar mampu berkompetisi baik secara
regional, nasional maupun internasional. Menanggapi paradigma baru tersebut
maka pemerintah memberikan otonomi kepada daerah seluas-luasnya yang
bertujuan untuk memungkinkan daerah mengurus dan mengatur rumah tangganya
sendiri agar berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan

pembangunan

serta

dalam

rangka

pelayanan

kepada

masyarakat.

Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan otonomi


seluas-luasnya dan secara proporsional kepada daerah yang diwujudkan dengan
adanya pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan serta adanya perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Untuk mendukung terciptanya good governance tersebut dalam kaitannya
dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka diperlukan reformasi pengelolaan
keuangan daerah dan reformasi keuangan negara. Peraturan perundangan yang
berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang 25 Tahun 1999


Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang
kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004. Sedangkan
tiga paket perundang-undangan dibidang keuangan negara yang menjadi landasan
hukum bagi reformasi di bidang keuangan negara sebagai upaya untuk
mewujudkan good governance yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, serta Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara yang memayungi
pengelolaan keuangan negara maupun keuangan daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 yang selanjutnya disebut
dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 merupakan suatu pedoman yang
mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah
adalah

keseluruhan

kegiatan

yang

meliputi

perencanaan,

pelaksanaan,

penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan


daerah. Permendagri ini merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya
yaitu Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002. Dalam Permendagri
disebutkan bahwa pemerintah perlu menyusun laporan keuangan dalam rangka
memenuhi

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan keuangan yang

disusun terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh pemerintah harus
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP merupakan prinsip-

prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan


keuangan pemerintah. SAP ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
2005. Penyusunan laporan keuangan yang berpedoman pada SAP adalah dalam
rangka peningkatan kualitas laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang
dimaksud dapat meningkatkan kredibilitasnya serta akan dapat mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Sehingga
good governance dapat tercapai.
Peraturan pemerintah yang ditetapkan tersebut, menjadi dasar bagi semua
entitas

pelaporan

dalam

menyajikan

laporan

keuangan

sebagai

pertanggungjawaban kepada berbagai pihak khususnya pihak-pihak di luar


eksekutif. Standar akuntansi berguna bagi penyusun laporan keuangan dalam
menentukan informasi yang harus disajikan kepada pihak-pihak di luar organisasi.
Para pengguna laporan keuangan di luar organisasi akan dapat memahami
informasi tersebut jika disajikan dengan kriteria/persepsi yang dipahami secara
sama dengan penyusun laporan keuangan.
Setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) wajib menyusun laporan
pertanggungjawaban keuangan untuk disampaikan kepada bendahara umum
daerah. Laporan pertanggungjawaban ini akan digunakan sebagai dasar untuk
penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan ini dibuat berdasarkan
hasil kegiatan dari setiap entitas dalam mengelola dan memanfaatkan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai
aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Aset merupakan sumber

daya ekonomi yang dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah yang bisa memberikan
manfaat ekonomi. Kewajiban merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa
lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah. Ekuitas mencerminkan kekayaan bersih pemerintah yang merupakan
selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.
Penyusunan neraca merupakan suatu proses pengumpulan data aset,
kewajiban, dan ekuitas dana untuk dilakukan penggolongan, pengukuran, dan
pengungkapan sesuai dengan SAP. Unsur-unsur atau pos-pos dalam neraca terdiri
dari kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, persediaaan, investasi
jangka panjang, aset tetap, kewajiban, dan ekuitas dana. Untuk pos aset tetap
selalu dilakukan penilaian. Informasi yang dibutuhkan sehubungan dengan
penyajian aset khususnya aset tetap di neraca adalah mengenai pengklasifikasian
aset, nilai, dan umur ekonomis. Penyajian informasi mengenai aset ini harus
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Aset harus memiliki kemampuan
bagi suatu entitas untuk ditukar dengan sesuatu yang lain yang memiliki nilai atau
digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai serta dapat digunakan untuk
melunasi utang.
Bagi Pemerintah Daerah, neraca merupakan suatu hal yang relatif baru
dimana sebelumnya pemerintah belum diminta untuk membuat neraca, sehingga
dalam penyusunannya pemerintah banyak mengalami masalah dan hambatan. Di
samping itu, kesesuaian antara penyusunan neraca dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan juga perlu diperhatikan. Masalah yang menjadi pertanyaan saat ini

adalah bagaimana penyusunan laporan neraca yang disyaratkan oleh Standar


Akuntansi Pemerintahan.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Willy Agus (2007) yang menganalisis perlakuan akuntansi aset daerah dalam
penyusunan Neraca Awal (studi kasus pada Pemerintah Kota Malang). Data yang
digunakan berasal dari Neraca Pemerintah Kota Malang per 31 Desember 2003.
Dalam penelitian tersebut, Neraca Awal Pemerintah Kota Malang masih disusun
berdasarkan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 dan belum disusun berdasarkan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), karena SAP baru ditetapkan pada tahun
2005, sehingga hal tersebut akan berdampak pada penyusunan neraca pada tahun
anggaran berikutnya. Kesimpulan lain didapatkan bahwa perlakuan akuntansi aset
daerah juga belum disesuaikan dengan SAP, sehingga menyebabkan banyaknya
kelemahan dan kekurangan pada perlakuan akuntansi aset daerah pada Neraca
Awal Pemerintah Kota Malang.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan menganalisis
bagaimana perlakuan akuntansi aset daerah dalam penyusunan Neraca di
Kabupaten Jember. Motivasi penelitian ini adalah:
1. Aset daerah yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah saat ini harus dilaporkan
dan dicatat dalam bentuk nilai rupiah, sedangkan sebelum diterbitkannya
Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, aset daerah dicatat hanya berdasarkan
kuantitasnya saja.

2. Aset daerah merupakan kekayaan milik daerah yang dimanfaatkan untuk


kepentingan seluruh lapisan masyarakat daerah, sehingga Pemerintah Daerah
perlu menyampaikan laporan pertanggungjawaban hasil pengelolaan aset
daerah tersebut.
3. Aset daerah yang dimiliki berasal dari perolehan sejak Pemerintah Daerah
tersebut berdiri, sehingga pencatatan dan penyajian aset di neraca harus
lengkap dan akurat.
4. Penilaian terhadap aset daerah harus sesuai dengan standar akuntansi yang
ditetapkan, sehingga laporan keuangan yang disajikan oleh Pemerintah Daerah
dapat dipertanggungjawabkan.
Penyusunan laporan keuangan khususnya neraca menjadi hal yang menarik untuk
diteliti, karena neraca merupakan suatu laporan yang masih dianggap baru oleh
pemerintah khususnya Pemerintah Daerah, sehingga peneliti ingin mengetahui
apakah perlakuan akuntansi aset daerah dalam penyusunan Neraca di Kabupaten
Jember telah sesuai dengan SAP.
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka penulis berminat untuk
melakukan penelitian dengan mengangkat judul ANALISIS PERLAKUAN
AKUNTANSI ASET DAERAH DALAM PENYUSUNAN NERACA PADA
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER.
Pemerintah Kabupaten Jember).

(Studi kasus pada Kantor

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian

ini akan membahas beberapa permasalahan. Permasalahan yang ingin dijawab


melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perlakuan akuntansi (pengakuan, pencatatan, pengukuran,
penilaian, dan pengungkapan) aset daerah dalam penyusunan Neraca
Pemerintah Kabupaten Jember?
2. Apakah perlakuan akuntansi aset daerah dalam penyusunan Neraca
Pemerintah Kabupaten Jember sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan?

1.3

Batasan Masalah
Agar dalam pembahasan pokok permasalahan lebih terfokus, maka penulis

memberi batasan pada perumusan masalah yang telah dibuat, yaitu:


1. Data yang diteliti hanya terbatas pada aset yang tercatat dalam Neraca
Pemerintah Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2007.
2. Pengidentifikasian masalah yang muncul hanya dibatasi pada penerapan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan di Pemerintah Kabupaten Jember.

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi (pengakuan, pencatatan, pengukuran,


penilaian, dan pengungkapan) aset daerah dalam penyusunan Neraca
Pemerintah Kabupaten Jember.
2. Untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi aset daerah dalam penyusunan
Neraca Pemerintah Kabupaten Jember sudah sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

1.5

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh derajat kesarjanaan Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya.
2. Sebagai sarana untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang perlakuan
akuntansi aset daerah dalam penyusunan Neraca Pemerintah Daerah
khususnya di Kabupaten Jember.
3. Menambah wacana pengetahuan dan penelitian dalam akuntansi sektor publik
melalui pengembangan akuntansi pemerintahan untuk diteruskan dalam
penelitian lainnya yang relevan.
4. Sebagai sarana untuk menjembatani dan memperluas jaringan kerja sama
antara kantor pemerintah terkait dengan Lembaga Pendidikan Tinggi
Universitas Brawijaya Malang.
5. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi Kantor Pemerintah Kabupaten
Jember dalam menerapkan sistem akuntansi keuangan daerah terutama dalam
menerapkan SAP di Kabupaten Jember.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Otonomi Daerah
Munculnya krisis ekonomi yang mengakibatkan timbulnya krisis politik

dan sosial, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan


pelanggaran hak asasi manusia (HAM), seolah-olah memberi kesempatan kepada
masyarakat di daerah untuk mendapatkan otonomi yang lebih luas, dimana pada
masa Orde Baru, sumber-sumber potensial di daerah yang mampu menghasilkan
pendapatan telah diambil oleh pemerintah pusat sebagai sumber penerimaan.
Akibatnya, yang tersisa di daerah hanya sumber-sumber yang kurang potensial.
Hal ini menyebabkan pemerintah daerah memiliki ketergantungan yang cukup
tinggi terhadap transfer dari pusat. Dengan hadirnya era reformasi membawa
banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satu
contohnya adalah reformasi hubungan pemerintah pusat dan daerah yang lebih
dikenal dengan sebutan otonomi daerah. Otonomi daerah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Definisi
otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan


masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya otonomi
daerah tersebut, maka hubungan antara pemerintah pusat dan daerah terutama
dalam bidang keuangan juga mengalami perubahan, sehingga memunculkan
Undang-undang No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004.
Lahirnya dua Undang-undang tersebut mengisyaratkan telah terjadinya
perubahan sistem pemerintahan yang sentralistik ke sistem pemerintahan yang
desentralistik. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan
mengelola sistem keuangan di daerahnya. Menurut Bastian (2001:5), tujuan dari
sistem keuangan daerah adalah mewujudkan sistem perimbangan antara
pemerintah pusat dan daerah yang mencerminkan pembagian tugas kewenangan
dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah yang
transparan,

memperhatikan

aspirasi

dan

partisipasi

masyarakat

serta

mempertanggungjawabkan kepada masyarakat, mengurangi kesenjangan antar


daerah dalam kemampuannya untuk membiayai tanggung jawab otonominya dan
memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah yang
bersangkutan.
Pemerintahan desentralistik tidak hanya berarti pelimpahan wewenang
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, tetapi juga pelimpahan beberapa

wewenang pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi. Secara teoritis,


desentralisasi ini diharapkan akan mampu menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu:
1. Mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreatifitas masyarakat
dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan
di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang
tersedia di masing-masing daerah.
2. Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran
pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang
memiliki informasi yang paling lengkap.
Pada dasarnya tiga prinsip utama dalam pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi menurut Mardiasmo (2002:99) yaitu:
1. Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.
3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta
berpartisipasi dalam pembangunan.

2.2

Akuntansi Sektor Publik

2.2.1 Pengertian
Semua organisasi sektor publik menyediakan pelayanan bagi masyarakat
seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan dengan tujuan semata-mata demi
kesejahteraan masyarakat. Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas
ekonomi dengan sumber daya ekonomi yang besar dan dikelola oleh pemerintah

bukan untuk tujuan mencari laba. Menurut Nordiawan (2006: 2), organisasi sektor
publik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Dijalankan bukan untuk tujuan finanisal.
2. Dimiliki secara kolektif oleh publik.
3. Kepemilikan atas sumber daya tidak digambarkan dalam bentuk saham yang
dapat diperjualbelikan.
4. Melakukan aktifitas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Dana yang dikelola oleh pemerintah harus dipertanggungjawabkan kepada
publik dalam bentuk laporan pertanggungjawaban melalui sebuah proses
akuntansi yaitu akuntansi sektor publik. Definisi akuntansi sektor publik menurut
Meliala (2007:4) adalah suatu proses pengumpulan, pencatatan, pengklasifikasian,
penganalisaan, dan pelaporan transaksi keuangan dari suatu organisasi publik
yang menyediakan informasi keuangan bagi para pemakai laporan keuangan yang
berguna

untuk

pengambilan

keputusan.

Sedangkan

definisi

akuntansi

pemerintahan menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar


Akuntansi Pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual maupun yang
terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, dan
pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah.

2.2.2 Teknik-teknik Akuntansi Keuangan Sektor Publik


Menurut Mardiasmo (2002:151), terdapat beberapa teknik akuntansi
keuangan yang dapat diadopsi oleh sektor publik, yaitu:

1. Akuntansi Anggaran
Teknik akuntansi anggaran merupakan teknik akuntansi yang menyajikan
jumlah yang dianggarkan dengan jumlah aktual dan dicatat secara
berpasangan (double entry). Alasan yang melatarbelakangi teknik ini adalah
bahwa anggaran dan realisasi harus dibandingkan sehingga dapat dilakukan
tindakan koreksi apabila terdapat selisih (varians).
2. Akuntansi Komitmen
Akuntansi komitmen adalah sistem akuntansi yang mengakui transaksi dan
mencatatnya pada saat order dikeluarkan. Tujuan utama dari akuntansi
komitmen ini adalah untuk pengendalian anggaran.
3. Akuntansi Dana
Akuntansi dana dibuat untuk memastikan bahwa uang publik dibelanjakan
untuk tujuan yang telah ditetapkan. Dana dapat dikeluarkan apabila terdapat
otorisasi dari dewan legislatif, pihak eksekutif, atau karena tuntutan
perundang-undangan. Sistem akuntansi dana adalah metode akuntansi yang
menekankan pada pelaporan pemanfaatan dana, bukan pelaporan organisasi
itu sendiri.
4. Akuntansi Kas
Maksud dari penerapan akuntansi kas disini adalah pendapatan dicatat pada
saat kas diterima, dan pengeluaran dicatat ketika kas dikeluarkan. Kelebihan
basis kas ini adalah mencerminkan pengeluaran yang aktual, riil, dan obyektif.

5. Akuntansi Akrual
Pengaplikasian basis akrual dalam akuntansi sektor publik pada dasarnya
adalah untuk mengetahui berapa besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
menghasilkan pelayanan publik serta penentuan harga pelayanan yang
dibebankan kepada publik.

2.2.3 Neraca
2.2.3.1 Definisi
Definisi neraca menurut Halim (2004: 161) adalah salah satu komponen
laporan keuangan pemerintah yang menunjukkan posisi kekayaan, hutang, dan
ekuitas dana (pada sektor privat dikenal dengan istilah modal) suatu organisasi
pada saat tertentu. Informasi yang tercantum dalam neraca menjadi sesuatu yang
harus dimiliki oleh pemerintah daerah.
Menurut Kieso (1995: 252), neraca dalam pelaporan keuangan
memberikan dasar untuk perhitungan tingkat pengembalian, pengevaluasian
struktur modal perusahaan, serta penilaian likuiditas dan fleksibilitas keuangan
dari suatu perusahaan. Likuiditas menggambarkan jumlah waktu yang diperlukan
untuk berlalu sampai suatu harta direalisasi atau sebaliknya dikonversi menjadi
uang kas atau sampai suatu hutang harus dibayarkan. Fleksibilitas keuangan
adalah kemampuan suatu perusahaan untuk mengambil tindakan efektif guna
mengubah jumlah dan waktu arus kas sehingga ia dapat tanggap terhadap
kebutuhan dan peluang yang tidak terduga.

2.2.3.2 Klasifikasi Neraca


Tiga golongan umum pos-pos yang termasuk dalam neraca adalah harta,
kewajiban, dan ekuitas. Pos-pos ini kemudian dibagi menjadi beberapa
subklasifikasi yang memberikan informasi tambahan kepada para pembacanya.
Menurut

Nordiawan (2006: 100), persamaan dasar akuntansi dalam

neraca adalah:
AKTIVA = KEWAJIBAN + EKUITAS DANA
Aktiva (aset) adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai atau dimiliki
oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk
sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah
dan budaya. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah
potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak
langsung bagi kegiatan operasional pemerintah yang berupa aliran pendapatan
atau penghematan belanja bagi pemerintah. Contoh aset antara lain kas, piutang,
persediaan, tanah, dan bangunan.
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa

masa lalu yang

penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.


Karakteristik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah mempunyai kewajiban
masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya

ekonomi di masa yang akan datang. Contoh kewajiban adalah utang perhitungan
pihak ketiga, utang bunga, utang kepada pemerintah pusat.
Ekuitas dana mencerminkan kekayaan bersih pemerintah yang merupakan
selisih antara aset dan kewajiban. Pada perusahaan komersial, selisih antara aset
dan kewajiban adalah ekuitas yang menunjukkan adanya kepemilikan dalam
perusahaan oleh pemegang sahamnya. Sementara itu, di organisasi sektor publik,
ekuitas dana tidak menunjukkan adanya kepemilikan siapa pun karena memang
tidak ada kepemilikan individu dalam suatu organisasi sektor publik. Contoh dari
ekuitas dana adalah pendapatan yang ditangguhkan, dana diinvestasikan dalam
aktiva tetap, dana disediakan untuk pembayaran utang jangka panjang.

2.2.3.3 Konsep Aktiva (Aset)


Menurut Chariri (2001: 192), aktiva mempunyai tiga karakteristik utama
yaitu:
1. Memiliki manfaat ekonomi di masa mendatang.
Sesuatu dikatakan aktiva apabila memiliki manfaat/potensi jasa di masa
mendatang. Artinya sesuatu tersebut memiliki kemampuan baik secara
individu atau bersama-sama dengan aktiva lain untuk menghasilkan aliran kas
masuk di masa mendatang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Manfaat ekonomi di masa mendatang

dapat juga berhubungan dengan

sumber-sumber ekonomi. Ada dua karakteristik utama yang dapat digunakan


untuk menunjukkan sumber-sumber ekonomi. Karakteristik tersebut adalah
kelangkaan (scarcity) dan kemanfaatan (utility). Apabila sumber-sumber

ekonomi sifatnya tidak langka, maka sumber tersebut tidak cukup bagi suatu
unit usaha untuk diakui sebagai sesuatu yang bernilai ekonomi. Kemanfaatan
berhubungan dengan manfaat ekonomi di masa mendatang. Kemanfaatan
suatu barang berhubungan dengan kemampuan suatu barang untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Sehingga apabila terdapat barang yang tersedianya
terbatas dan memiliki manfaat yang diinginkan suatu unit usaha maka barang
tersebut memiliki nilai ekonomi.
2. Dikuasai oleh suatu unit usaha.
Sesuatu dapat dikatakan sebagai aktiva bila unit usaha tertentu dapat
menggunakan manfaat aktiva tersebut dan menguasainya sehingga dapat
mengendalikan akses pihak lain terhadap aktiva tersebut. Pemilikan bukan
merupakan kriteria utama untuk mengakui suatu aktiva. Pemilikan umumnya
dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang sah menurut hukum terhadap
suatu barang. Apabila suatu unit usaha dalam dilihat dari substansi
ekonominya memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari suatu sumber
ekonomi, maka sumber ekonomi tersebut dapat dipandang sebagai suatu
aktiva meskipun secara hukum unit usaha tersebut tidak memilikinya. Bentuk
fisik juga bukan merupakan faktor penentu dari aktiva. Misalnya, Paten dan
Hak Cipta merupakan aktiva meskipun kedua elemen tersebut tidak memiliki
bentuk fisik. Hal ini disebabkan karena kedua elemen tersebut memiliki
manfaat ekonomi di masa mendatang, dikuasai oleh perusahaan dan berasal
dari transaksi masa lalu.

3. Hasil dari transaksi masa lalu.


Suatu unit usaha dapat mengakui suatu aktiva apabila telah terjadi transaksi
atau peristiwa lain yang menyebabkan suatu entitas memiliki hak atau
pengendalian terhadap manfaat dari aktiva tersebut. Dengan kata lain, aktiva
tersebut dapat diakui apabila terdapat transaksi yang benar-benar terjadi bukan
berasal dari transaksi yang bersifat hipotesis. Misalnya, suatu mesin dapat
dikatakan sebagai aktiva apabila mesin tersebut benar-benar telah dibeli dari
transaksi yang benar-benar sah. Bila mesin tersebut baru akan diperoleh sesuai
dengan anggaran yang ditetapkan, maka mesin tersebut tidak dipandang
sebagai suatu aktiva karena belum ada transaksi yang dilakukan.

2.2.3.4 Subklasifikasi Aktiva (Aset) Daerah


Dalam

Halim (2004: 79), dijelaskan bahwa aktiva (aset) daerah

merupakan sumber daya ekonomis yang dimiliki atau dikuasai dan dapat diukur
dalam satuan uang. Tidak termasuk dalam sumber daya ekonomi seperti hutan,
sungai, danau/rawa, kekayaan di dasar laut, kandungan pertambangan, dan harta
peninggalan sejarah seperti candi. Aset daerah dibagi kedalam beberapa
subklasifikasi antara lain:
1. Aktiva lancar
Aktiva lancar adalah sumber daya ekonomis yang diharapkan dapat dicairkan
menjadi kas, dijual, atau dipakai habis dalam satu periode akuntansi. Aktiva
lancar meliputi kas, piutang, persediaan, dan belanja dibayar dimuka. Kas
adalah alat pembayaran sah yang setiap saat dapat digunakan. Piutang

merupakan hak atau klaim kepada pihak ketiga yang diharapkan dapat
dijadikan kas dalam satu periode akuntansi. Persediaan adalah barang yang
dijual atau dipakai habis dalam satu periode akuntansi. Belanja dibayar
dimuka merupakan penurunan aktiva yang digunakan untuk uang muka
pembelian barang atau jasa dan belanja yang maksud penggunaannya akan
dipertanggungjawabkan kemudian.
Kelompok aktiva lancar meliputi:
a. Kas dan bank
b. Surat berharga
c. Piutang pajak
d. Piutang retribusi
e. Piutang dana perimbangan
f. Piutang lain-lain
g. Persediaan bahan habis pakai
h. Belanja dibayar dimuka
2. Investasi jangka panjang
Investasi jangka panjang adalah penyertaan modal yang dimaksudkan untuk
memperoleh manfaat ekonomis dalam jangka waktu lebih dari satu periode
akuntansi. Investasi jangka panjang terdiri dari:
a. Penyertaan mdal pemerintah kepada BUMD, lembaga keuangan daerah,
badan internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik daerah.
b. Pinjaman kepada BUMD, lembaga keuangan daerah, pemerintah daerah
otonom atau sebaliknya, dan pihak lainnya yang diteruspinjamkan.

c. Investasi jangka panjang lainnya yang dimiliki untuk menghasilkan


pendapatan. Kelompok ini terdiri atas investasi dalam saham dan investasi
dalam obligasi.
3. Aktiva tetap
Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
periode satu akuntansi dan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan
pemerintah dan pelayanan publik. Aktiva tetap dapat diperoleh dari dana yang
bersumber dari APBD melalui pembelian, pembangunan, donasi, dan
pertukaran dengan aktiva lainnya. Aktiva tetap terdiri dari:
a. Tanah, meliputi tanah pertanian, perkebunan, tanah kolam ikan, tanah
tandus/rusak, tanah alang-alang dan padang rumput, tanah bangunan dan
tanah pertambangan, tanah badan jalan, dan lain-lain sejenisnya.
b. Jalan dan jembatan, meliputi jalan, jembatan, terowongan, dan lain-lain
sejenisnya.
c. Bangunan air, meliputi bangunan air irigasi, bangunan air pasang,
bangunan air pengaman sungai dan penanggul, bangunan air minum,
bangunan air kotor, dan bangunan air yang sejenisnya.
d. Instalasi dan jaringan, meliputi instalasi air minum, instalasi air kotor,
instalasi pengolahan sampah, instalasi pengolahan bahan bangunan,
instalasi pembangkit listrik, instalasi gardu listrik dan sejenisnya, jaringan
air minum, jaringan listrik, dan lain sejenisnya.
e. Gedung, meliputi gedung tempat bekerja, gedung instalasi, gedung tempat
ibadah, gedung tempat tinggal, tugu peringatan, dan lain sejenisnya.

f. Mesin dan peralatan, meliputi mesin dan peralatan besar, mesin dan
peralatan kantor/bengkel, studio, pertanian, kedokteran, laboratorium,
kesenian, olahraga, persenjataan, dan lain sejenisnya.
g. Kendaraan, meliputi kendaraan darat bermotor dan tak bermotor,
kendaraan apung bermotor dan tak bermotor, pesawat udara, dan lain
sejenisnya.
h. Meubelair dan perlengkapan, meliputi inventaris dan perlengkapan kantor,
inventaris dan perlengkapan rumah tangga, barang bercorak kesenian
seperti pahatan, lukisan, tanda penghargaan, dan lain sejenisnya.
i. Buku perpustakaan, meliputi buku umum, filsafat, agama, ilmu sosial,
ilmu bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan alam, manajemen,
akuntansi, pengetahuan praktis, arsitektur, kesenian, olahraga, geografi,
bologi, sejarah, dan lain-lain sejenisnya.
j. Bangunan dalam pengerjaan, adalah bangunan yang sampai dengan akhir
periode akuntansi belum selesai pengerjaannya sehingga belum dapat
digunakan.
4. Dana cadangan
Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam
satu periode akuantansi.

5. Aktiva lain-lain
Aktiva lain-lain adalah aktiva yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
aktiva lancar, investasi jangka panjang, aktiva tetap, dan dana cadangan.
Kelompok aktiva lain-lain terdiri dari:
a. Piutang angsuran, adalah jumlah yang dapat diterima dari penjualan
rumah, kendaraan , aktiva tetap yang lain, atau hak lainnya kepada
pegawai daerah.
b. BOT (build, operate, transfer), adalah hak yang akan diperoleh atas suatu
bangunan atau aktiva tetap lainnya yang dibangun dengan cara kemitraan
pemerintah dan swasta berdasarkan perjanjian.

2.2.4 Perlakuan Akuntansi Aset Daerah


2.2.4.1 Pengakuan
1. Aktiva lancar
a. Kas diakui pada saat diterima atau dikeluarkan berdasarkan nilai nominal
uang.
b. Piutang diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan jumlah kas yang
diterima dan jumlah pembiayaan yang telah diakui dalam periode berjalan.
c. Persediaan diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan nilai barang
yang belum terjual atau terpakai.
d. Belanja dibayar dimuka diakui dalam periode berjalan berdasarkan jumlah
yang dikeluarkan.
2. Investasi jangka panjang

Investasi jangka panjang diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan


harga perolehan yaitu jumlah kas yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan
dalam rangka memperoleh kepemilikan yang sah atas investasi tersebut.
3. Aktiva tetap
a. Aktiva tetap yang diperoleh bukan berasal dari donasi diakui pada akhir
periode akuntansi berdasarkan pada jumlah belanja modal yang telah
diakui dalam periode berkenaan.
b. Aktiva tetap yang diperoleh dari donasi diakui dalam periode berkenaan,
yaitu pada saat aktiva tersebut diterima dan hak kepemilikannya
berpindah.
c. Dalam pengakuan aktiva tetap harus dibuat ketentuan yang membedakan
antara penambahan, pengurangan, pengembangan, dan penggantian utama.
d. Penambahan adalah peningkatan nilai aktiva tetap karena diperluas atau
diperbesar. Biaya penambahan akan dikapitalisasi dan ditambah pada
harga perolehan aktiva tetap yang bersangkutan.
e. Pengurangan adalah penurunan nilai aktiva tetap karena berkurangnya
kuantitas. Pengurangan aktiva tetap dicatat sebagai pengurangan harga
perolehan aktiva tetap yang bersangkutan.
f. Pengembangan adalah peningkatan nilai aktiva tetap karena meningkatnya
manfaat aktiva tetap. Pengembangan aktiva tetap diharapkan kan
memperpanjang usia manfaat, meningkatkan efisiensi, dan menurunkan
biaya pengoperasian sebuah aktiva tetap. Biaya pengembangan akan
dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan aktiva tetap.

g. Penggantian utama adalah memperbarui bagian utama aktiva tetap. Biaya


penggantian utama akan dikapitalisasi dengan cara mengurangi nilai
bagian yang diganti dari harga aktiva yang semula dan menambah biaya
penggantian pada harga aktiva.
4. Dana cadangan
Dana cadangan diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan jumlah
pembiayaan yang berupa penerimaan transfer dari dana cadangan atau jumlah
pembiayaan yang berupa pengeluaran transfer ke dana cadangan.
5. Aktiva lain-lain
a. Piutang angsuran diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan jumlah
pembiayaan yang telah diakui dalam periode berjalan dengan harga
nominal dari kontrak penjualan aktiva.
b. BOT diakui berdasarkan harga perolehan pada saat bangunan atau aktiva
lainnya tersebut selesai dibangun.

2.2.4.2 Pengukuran
1. Investasi jangka panjang yang diukur dengan valuta asing harus dikonversi ke
mata uang rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah BI) yang
berlaku pada saat kepemilikan.

2. Aktiva tetap yang diperoleh dari donasi diukur berdasarkan nilai wajar dari
harga pasar atau harga gantinya
3. Tanah diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
tanah sampai dengan siap digunakan. Biaya ini meliputi harga pembelian,
biaya untuk memperoleh hak, biaya yang berhubungan dengan pengukuran
dan biaya penimbunan. Nilai tanah termasuk juga harga pembelian bangunan
tua yang terletak pada tanah yang dibeli untuk melaksanakan pembangunan
sesuatu yang baru jika bangunan tua itu dimaksudkan akan dibongkar.
4. Jalan dan jembatan diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
membangun jalan dan jembatan sampai siap digunakan. Biaya ini meliputi
biaya perolehan dan biaya-biaya lain, termasuk didalamnya biaya pembebasan
tanah untuk pembangunan jalan, sampai dengan siap digunakan.
5. Instalasi dan jaringan diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk membangun instalasi dan jaringan sampai dengan siap digunakan. Biaya
ini meliputi biaya perolehan dan biaya-biaya lain sampai dengan instalasi dan
jaringan tersebut siap digunakan.
6. Bangunan air diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh atau membangun irigasi sampai dengan siap untuk dipakai. Biaya
ini meliputi biaya perolehan dan biaya-biaya lain (termasuk didalamnya biaya
pembebasan tanah) sampai dengan irigasi tersebut siap digunakan.
7. Gedung diukur berdasarkan seluruh biaya

yang dikeluarkan untuk

memperoleh atau membangun gedung dan bangunan sampai dengan siap

digunakan. Biaya ini meliputi harga beli, biaya pembebasan tanah, biaya
pengurusan IMB, notaris, dan pajak.
8. Biaya konstruksi yang dicakup oleh suatu kontrak konstruksi meliputi harga
kontrak ditambah dengan biaya tidak langsung lainnya yang dilakukan
sehbungan dengan konstruksi dan dibayar kepada pihak selain dari kontraktor.
Biaya ini mencakup biaya bagian dari pembangunan yang dilakukan secara
swakelola.
9. Mesin dan peralatan diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh mesin dan alat-alat sampai dengan siap digunakan. Biaya ini
meliputi harga pembelian, biaya instalasi dan biaya langsung lainnya untuk
memperoleh serta mempersiapkan aktiva tersebut sehingga dapat digunakan.
10. Kendaraan diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh kendaraan sampai dengan siap digunakan. Biaya ini meliputi
harga pembelian, biaya balik nama dan biaya langsung lainnya untuk
memperoleh serta mempersiapkan aktiva tersebut sehingga dapat digunakan.
11. Meubelair dan perlengkapan diukur berdasarkan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh sampai dengan siap untuk digunakan. Biaya
ini meliputi harga pembelian dan biaya langsung lainnya untuk meperoleh
serta mempersiapkan aktiva tersebut sehingga dapat digunakan.
12. Buku perpustakaan diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh sampai dengan siap digunakan.

2.2.4.3 Penilaian
1. Piutang dinilai sebesar nilai bersih yang diperkirakan dapat direalisasikan.
2. Persediaan dinilai berdasarkan:
a. Harga pembelian terakhir jika diperoleh dengan pembelian.
b. Harga standar jika diperoleh dengan memproduksi sendiri.
c. Harga/nilai wajar atau estimasi nilai penjualannya jika diperoleh dengan
cara lain seperti donasi.
3. Investasi dalam saham BUMD yang dijual/ditukar dengan aktiva yang lain,
nilai sahamnya ditetapkan dengan menggunakan metode penilaian harga
perolehan rata-rata.
4. Aktiva tetap dinilai dengan nilai historis atau harga perolehan. Jika penilaian
aktiva tetap dengan menggunakan nilai historis tidak memungkinkan, maka
nilai aktiva tetap didasarkan pada harga perolehan yang diestimasikan.

2.2.4.4 Pengungkapan
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam pengungkapan (disclosure) dalam
pelaporan aktiva tetap antara lain mengenai penilaian, penyusutan (depresiasi),
pelepasan, penghapusan, dan perubahan nilai aktiva tetap.
1. Pengungkapan nilai aktiva tetap menjelaskan dasar harga yang digunakan
dalam penilaian aktiva tetap.
2. Metode penyusutan (depresiasi) diterapkan berdasarkan standar akuntansi
keuangan pemerintahan.

3. Pelepasan aktiva tetap dapat dilakukan melalui penjualan atau pertukaran.


Hasil penjualan aktiva tetap akan diakui seluruhnya sebagai pendapatan.
Aktiva tetap yang diperoleh karena pertukaran dinilai sebesar nilai wajar
aktiva tetap yang diperoleh atau nilai wajar aktiva yang diserahkan, mana
yang lebih mudah.
4. Penghapusan aktiva tetap dilakukan jika aktiva tetap tersebut rusak berat,
usang, hilang, dan sebagainya. Penghapusan aktiva tetap ditetapkan
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5. Perubahan nilai aktiva tetap dapat disebabkan oleh penambahan, pengurangan,
pengembangan, dan penggantian utama.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan perumusan masalah yang

telah diuraikan di atas, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif
dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian deskriptif menurut
Sekaran (2006:158) adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dan
menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi serta untuk
memahami karakteristik organisasi yang mengikuti praktik umum tertentu.
Menurut Sugiyono (2001:6), penelitian deskriptif didefinisikan sebagai penelitian
yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan
atau menghubungkan dengan variabel yang lain dengan berusaha menjawab
pertanyaan seperti seberapa besar produktifitas kerja karyawan di suatu
perusahaan. Mulyono (1998:65) mengartikan penelitian deskriptif sebagai
penelitian yang menggambarkan keadaan atau status fenomena, dan dalam hal ini
ditujukan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu
misalnya survei yang diadakan oleh pemerintah untuk mengetahui kemungkinan
didirikannya sebuah sekolah di suatu daerah.
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
penelitian deskriptif merupakan penelitian dengan melakukan pengukuran yang
cermat terhadap fenomena sosial tertentu, di mana peneliti mengembangkan
konsep dan menghimpun fakta tanpa melakukan pengujian hipotesa. Hasil

penelitian dengan menggunakan metode deskriptif ini ditekankan pada gambaran


secara obyektif tentang keadaan yang sebenarnya diteliti. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan gejala
yang ada.
2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek yang berlaku.
3. Melakukan evaluasi.
Menurut Sekaran (2006:46), studi kasus merupakan penelitian yang
meliputi analisis mendalam dan kontekstual terhadap situasi yang mirip dalam
organisasi lain, dimana sifat dan definisi masalah yang terjadi adalah serupa
dengan yang dialami dalam situasi saat ini. Memilih kasus yang tepat, memahami
dan menerjemahkan dengan benar sebuah situasi tertentu adalah faktor penting
demi kesuksesan pemecahan masalah. Sedangkan menurut Narbuko (2003:44),
studi kasus merupakan penelitian yang mendalam mengenai kasus tertentu yang
hasilnya merupakan gambaran lengkap mengenai kasus itu, dimana penelitian ini
cenderung untuk meneliti jumlah unit yang kecil tetapi mengenai variabel dan
kondisi yang besar jumlahnya.Tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan
gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakterkarakter yang khas atas subyek yang kemudian dijadikan sebagai suatu hal yang
bersifat umum.

3.2

Obyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pemerintah Kabupaten Jember yang

beralamatkan di Jalan Sudarman No. 1 Jember. Hal yang mendasari pemilihan


Pemerintah Kabupaten Jember sebagai obyek penelitian adalah karena Pemerintah
Kabupaten Jember merupakan instansi pemerintah yang diwajibkan menyusun
neraca sebagai laporan pertanggungjawaban dan dalam penyusunan neraca
tersebut ditemukan adanya permasalahan. Pemerintah Kabupaten Jember juga
menyediakan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dengan
demikian hasil penelitian yang diperoleh akan lebih mendetail dan mendalam
mengenai permasalahan yang diangkat.

3.3

Sumber Data Penelitian


Jenis dan sumber data yang digunakan untuk mendukung pembahasan

dalam penelitian ini adalah:


a. Data primer, yaitu jenis data yang diperoleh dan digali dari sumber utamanya
(sumber asli). Data ini didapatkan dari hasil wawancara dengan karyawan
Kantor Pemerintah Kabupaten Jember yang terkait dengan topik penelitian.
Wawancara dilakukan dengan staf Bagian Keuangan Kantor Pemerintah
Kabupaten Jember, karena Bagian Keuangan memiliki tugas menyusun
laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.

b. Data sekunder, yaitu jenis data yang diperoleh dan digali melalui media
perantara (tidak secara langsung) atau data yang diperoleh melalui kegiatan
dokumentasi. Data tersebut terdiri dari Neraca Pemerintah Kabupaten Jember
tahun 2007, sejarah, visi dan misi organisasi, Undang-undang, dan Peraturan
Pemerintah yang berlaku. Data-data tersebut diperoleh dari Bagian Keuangan
Kantor Pemerintah Kabupaten Jember.

3.4

Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk

memperoleh data yang diperlukan. Dalam rangka untuk memperoleh data-data


yang diperlukan, maka metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Wawancara, yaitu metode pengumpulan data dengan cara bertanya secara
langsung sehingga terjadi interaksi komunikasi antara pihak peneliti selaku
penanya dan responden selaku pihak yang diharapkan memberikan jawaban.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan karyawan Bagian
Keuangan Kantor Pemerintah Kabupaten Jember.
b. Dokumentasi, yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan
melakukan penyelidikan terhadap benda-benda tertulis seperti buku-buku,
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, catatan harian dan lain sebagainya.

3.5. Metode Analisis Data


Setelah data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi
diolah, maka langkah berikutnya yaitu melakukan analisis data. Analisis data
adalah cara atau langkah-langkah untuk mengolah data primer maupun data
sekunder, yang bermanfaat bagi penelitian guna mencapai tujuan akhir penelitian.
Dalam penelitian ini, karena data-data yang disajikan dalam bentuk
deskriptif dan menggambarkan apa yang terdapat di Kantor Pemerintah
Kabupaten Jember, maka analisis permasalahan menggunakan metode analisis
kualitatif. Di mana setelah data diperoleh dan diolah, data dianalisis dan
dibandingkan untuk selanjutnya dideskripsikan seberapa jauh kesesuaiannya.
Langkah-langkah pembahasan hasil penelitian yang akan dilakukan dalam
proses analisis ini adalah :
1. Mengumpulkan data-data yang diperlukan.
2. Mendeskripsikan Neraca Pemerintah Kabupaten Jember.
3. Melakukan identifikasi terhadap komponen aset daerah dan menjelaskan
perlakuan akuntansinya dalam Neraca Pemerintah Kabupaten Jember.
4. Membandingkan perlakuan akuntansi aset daerah pada Neraca Pemerintah
Kabupaten Jember dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
5. Menarik kesimpulan dari hasil pembahasan dan memberikan saran.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Sejarah Pemerintah Kabupaten Jember


Pemerintah Kabupaten Jember didirikan berdasarkan pada Staatsblad
Nomor 322 yang ditetapkan di Cipanas oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda
dengan Surat Keputusan Nomor: IX tertanggal 9 Agustus 1928. Dalam Staatsblad
322 tersebut, dijelaskan bahwa Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan
ketentuan tentang penataan kembali pemerintahan desentralisasi di Wilayah
Propinsi Jawa Timur, antara lain dengan menunjuk Regentschap Djember sebagai
masyarakat kesatuan hukum yang berdiri sendiri. Secara hukum ketentuan
tersebut diterbitkan oleh Sekretaris Umum Pemerintahan Hindia Belanda (De
Aglemeene Secretaris) G.R. Erdbrink, pada tanggal 21 Agustus 1928. Semua
ketentuan yang dijabarkan dalam Staatsblad dinyatakan berlaku mulai tanggal 1
Januari 1929, hal ini disebutkan pada artikel terakhir dari Staatsblad ini.
Pada perkembangannya, dijumpai perubahan-perubahan sebagai berikut:
1. Pemerintah Regenstschap Jember terbagi menjadi 7 Wilayah Distrik pada
tanggal 1 Januari 1929, yaitu: Distrik Jember, Distrik Kalisat, Distrik
Rambipuji, Distrik Mayang, Distrik Tanggul, Distrik Puger, dan Distrik
Wuluhan.

2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1950 tentang Pemerintah


Daerah Kabupaten di Jawa Timur, dinyatakan bahwa Daerah Kabupaten
Jember ditetapkan menjadi Kabupaten Jember.
3. Dengan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1976 tanggal 19 april
1976, maka dibentuklah Wilayah Kota Jember dengan dibentuk 3 kecamatan
baru, yaitu Sumbersari, Patrang, dan Kaliwates.
4. Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah sebagaimana tuntutan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka sejak
tanggal 1 Januari 2001 Pemerintah Kabupaten Jember telah melakukan
penataan kelembagaan dan struktur organisasi, termasuk dihapusnya Kota
Administratif Jember. Sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan di era
Otonomi Daerah ini, Pemerintah Kabupaten Jember telah berhasil menata
struktur

organisasi

dan

kelembagaan

hingga

tingkat

pemerintahan

desa/kelurahan.

4.1.2 Kondisi Geografis Kabupaten Jember


Secara geografis, Kabupaten Jember terletak pada posisi 6o279 s/d
7o1435 Bujur Timur dan 7o596 s/d 8o3356 Lintang Selatan, berbentuk
dataran ngarai yang subur pada bagian Tengah dan Selatan dan dikelilingi
pegunungan yang memanjang sepanjang batas utara dan timur serta Samudera
Indonesia sepanjang batas Selatan dengan Pulau Nusa Barong yang merupakan
satu-satunya pulau yang ada di wilayah kabupaten Jember. Letaknya sangat
strategis karena berada di persimpangan antara Surabaya dan Bali, sehingga

perkembangannya cukup pesat dan menjadi barometer pertumbuhan ekonomi di


kawasan timur Jawa Timur.

4.1.3 Batas Wilayah


Batas wilayah Kabupaten Jember terdiri atas:
Sebelah Utara

: Kabupaten Bondowoso dan sedikit Kabupaten Probolinggo

Sebelah Timur : Kabupaten Banyuwangi


Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
Sebelah Barat

: Kabupaten Lumajang

4.1.4 Luas Wilayah


Kabupaten Jember memiliki luas wilayah 3.293,34 km atau 329.333.,94
Ha. Dari segi topografi, sebagian Kabupaten Jember di wilayah bagian selatan
merupakan dataran rendah yang relatif subur untuk pengembangan tanaman
pangan, sedangkan di bagian utara merupakan daerah perbukitan dan bergununggunung yang relatif baik bagi pengembangan tanaman keras dan tanaman
perkebunan. Dari luas wilayah tersebut dapat dibagi menjadi berbagai kawasan
yaitu kawasan hutan, perkampungan, sawah, tegal, perkebunan, tambak, rawa,
semak/padang rumput, tanah rusak/tandus, dan lain sebagainya.

4.1.5 Keadaan Demografi


Kabupaten Jember pada dasarnya tidak mempunyai penduduk asli dan
hampir semuanya pendatang, mengingat daerah ini tergolong daerah yang

mengalami perkembangan sangat pesat khususnya di bidang perdagangan,


sehingga memberikan peluang bagi pendatang untuk berlomba-lomba mencari
penghidupan di daerah ini. Mayoritas penduduk yang mendiami Kabupaten
Jember adalah suku Jawa dan Madura, dan sebagian kecil suku-suku lain serta
warga keturunan asing.
Nuansa agamis terasa kental mewarnai Kabupaten Jember karena hampir
90% dari jumlah penduduknya atau sekitar 2.045.164 jiwa beragama Islam.
Terdapat sekitar 525 lembaga pondok pesantren besar dan kecil yang tersebar ke
seluruh pelosok desa di Kabupaten Jember. Sehingga layak jika Kabupaten
Jember dikenal sebagai Kota Pesantren (kota santri).
Berdasarkan data statistik hasil registrasi tahun 2007, penduduk
Kabupaten Jember mencapai 2.131.289 jiwa dengan kepadatan penduduk 647
jiwa/km, dengan sebagian besar penduduk berada pada kelompok usia muda.
Sehingga kondisi demografi yang demikian menunjukkan bahwa potensi sumber
daya manusia yang dimiliki Kabupaten Jember cukup memadai sebagai potensi
penyedia dan penawar tenaga kerja di pasar kerja.

4.1.6 Visi dan Misi Lembaga


Pemerintah Kabupaten Jember di bawah kepemimpinan MZA Djalal
sebagai Bupati dan Kusen Andalas sebagai Wakil Bupati periode 2005-2010
mengusung slogan pembangunan Membangun Desa Menata Kota Untuk
Kemakmuran Bersama. Dengan visi dan misi sebagai berikut:

Visi
Terciptanya pelayanan aparatur pemerintahan yang kreatif, bersih, dan
berwibawa untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, religius, dan
bermartabat.
Misi
Misi yang akan diemban dalam mewujudkan visi secara operasional adalah:
1. Menyelenggarakan pemerintahan yang kreatif dan berkualitas.
2. Memberdayakan pendidikan formal dan informal.
3. Mengembangkan potensi daerah secara optimal.
4. Menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
5. Memperkuat sarana dan prasarana pembangunan.

4.2

Neraca Pemerintah Kabupaten Jember


Neraca

Pemerintah

Kabupaten

Jember

merupakan

laporan

yang

menyajikan posisi keuangan Pemerintah Kabupaten Jember pada tanggal tertentu,


dimana posisi keuangan yang dimaksud adalah posisi tentang aset, kewajiban, dan
ekuitas dana yang dimiliki pada akhir periode akuntansi, yaitu per 31 Desember.
Keandalan informasi tentang aset, kewajiban, dan ekuitas dana dalam neraca
sangat penting dalam sistem akuntansi pemerintah daerah karena jumlah-jumlah
yang disajikan dalam neraca ini akan menjadi saldo awal, yang akan terus terbawa
dalam sistem akuntansi pada periode berikutnya.
Laporan keuangan yang disusun oleh pemerintah menggunakan dasar kas
menuju akrual (cash basis towards accrual) yaitu basis kas untuk pengakuan

pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran


dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dalam
Neraca. Basis kas berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas diterima di
rekening kas daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas
dikeluarkan dari rekening kas daerah atau entitas pelaporan, sedangkan basis
akrual berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada
saat terjadinya transaksi, tanpa memperhatikan saat kas diterima atau dibayar.
Neraca wajib disajikan oleh Pemerintah Kabupaten Jember sebagai
komponen dari laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun.
Penyusunan dan penyajian Neraca Pemerintah Kabupaten Jember mengacu pada
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.

4.2.1 Dasar Penyusunan Neraca Pemerintah Kabupaten Jember


Dasar penyusunan Neraca Pemerintah Kabupaten Jember adalah:
1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta
Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
2. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
3. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

4. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.


5. Undang-undang

Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.


6. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2005 tentang
Sistem Informasi Keuangan Daerah.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.

4.2.2 Tujuan Penyusunan Neraca Pemerintah Kabupaten Jember


Tujuan dari penyusunan Neraca Pemerintah Kabupaten Jember adalah:
1. Menyediakan informasi mengenai sumber daya ekonomis yang dikuasai dan
atau dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Jember sampai dengan tanggal
neraca.

2. Menyediakan informasi mengenai kewajiban Pemerintah Kabupaten Jember


pada pihak ketiga yang belum dibayar/diselesaikan sampai dengan tanggal
neraca.
3. Menyediakan informasi ekuitas dana atau kekayaan bersih yang dimiliki oleh
Pemerintah Kabupaten Jember pada tanggal neraca.

4.2.3 Klasifikasi Aset dalam Neraca Pemerintah Kabupaten Jember


Pos-pos aset yang disajikan dalam Neraca Pemerintah Kabupaten Jember
adalah sebagai berikut:
1. Aset Lancar, merupakan aset yang dapat segera direalisasikan, dipakai, atau
dimiliki untuk dijual dalam waktu dua belas (12) bulan sejak tanggal
pelaporan. Aset lancar yang disajikan dalam Neraca Kabupaten Jember
meliputi jenis aset berikut:
a. Kas, merupakan uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat
dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Uang tunai
terdiri dari uang kertas dan logam. Sedangkan saldo simpanan di bank
yang dapat dikategorikan sebagai kas adalah saldo simpanan atau rekening
di bank yang setiap saat dapat ditarik atau digunakan untuk melakukan
pembayaran. Kas yang disajikan di neraca terdiri dari:
1) Kas di Kas Daerah, merupakan saldo rekening kas pada bank yang
ditentukan oleh kepala daerah (bupati) untuk menampung penerimaan
dan pengeluaran. Bank yang ditentukan oleh Bupati Jember adalah
Bank Jatim.

2) Kas di Bendahara Pengeluaran, merupakan kas yang menjadi tanggung


jawab/dikelola oleh bendahara pengeluaran/pemegang kas yang
berasal dari sisa uang muka kerja yang belum disetor ke kas daerah per
tanggal neraca.
3) Kas di Bendahara Penerimaan, mencakup seluruh kas baik itu saldo
rekening di bank maupun saldo uang tunai yang berada di bawah
tanggung jawab bendahara penerimaan yang sumbernya berasal dari
pelaksanaan tugas pemerintahan dari bendahara penerimaan yang
bersangkutan.
b. Piutang, merupakan hak pemerintah daerah untuk menerima pembayaran
dari entitas lain termasuk wajib pajak/bayar atas kegiatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Piutang yang disajikan di neraca
terdiri dari: Piutang Pajak, Piutang Retribusi, dan Piutang Askes.
c. Persediaan, merupakan aset dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
diperoleh dengan tujuan untuk mendukung kegiatan operasional
pemerintah dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual atau
diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat dalam waktu dua
belas (12) bulan dari tanggal pelaporan.
2. Aset Nonlancar, mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset tak
berwujud yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan
pemerintah atau untuk masyarakat umum. Aset nonlancar yang disajikan
dalam Neraca Kabupaten Jember meliputi jenis aset berikut:

a. Investasi Jangka Panjang, merupakan investasi yang dimiliki selama lebih


dari dua belas (12) bulan. Investasi jangka panjang yang disajikan di
neraca terdiri dari:
1) Investasi Nonpermanen, merupakan investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Jenis investasi
nonpermanen yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Jember adalah
Dana Bergulir Bank Jatim. Dana Bergulir Bank Jatim, merupakan dana
yang dipinjamkan kepada sekelompok masyarakat, unit usaha kecil
dan menengah, serta perusahaan daerah untuk ditarik kembali setelah
jangka waktu tertentu dan kemudian disalurkan kembali.
2) Investasi Permanen, merupakan investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. Jenis investasi
permanen yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Jember adalah
Penyertaan Modal pada PDP Jember, PDAM Jember, Bank Jatim, dan
Apotik Bedadung.
b. Aset Tetap, merupakan aset berwujud yang mempunyai masa manfaat
lebih dari dua belas (12) bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap yang
disajikan di neraca terdiri dari:
1) Tanah
2) Peralatan dan Mesin, meliputi: mesin dan peralatan, kendaraan, dan
alat kesehatan.
3) Gedung dan Bangunan

4) Jalan, Irigasi, dan Jaringan, meliputi: jalan dan jembatan; irigasi dan
jaringan; instalasi dan jaringan.
5) Aset Tetap Lainnya, meliputi perpustakaan, barang bercorak
kesenian/kebudayaan, dan hewan ternak dan tanaman.
c. Aset Lainnya. Jenis aset ini tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset
lancar, investasi jangka panjang, maupun aset tetap. Aset lainnya yang
disajikan di neraca terdiri dari:
1) Piutang angsuran, merupakan jumlah yang dapat diterima dari
penjualan

aset

pemerintah

secara

angsuran

kepada

pegawai

pemerintah. Aset Pemkab Jember yang dijual kepada pegawai


pemerintah adalah kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat.
2) Tuntutan Ganti Rugi Daerah, merupakan suatu proses yang dilakukan
terhadap pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk
menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara
sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian
dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.
3) Aset lain-lain, merupakan aset pemerintah yang tidak dapat
dikelompokkan ke dalam semua jenis aset di atas. Aset Pemkab
Jember yang termasuk ke dalam jenis aset ini adalah piutang dana
bergulir yang merupakan bantuan pemerintah untuk dipinjamkan
kepada sekelompok masyarakat berupa pemeliharaan hewan ternak
sapi.

4.3

Perlakuan Akuntansi Aset Daerah pada Neraca Pemerintah


Kabupaten Jember
Aset daerah merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau

dimiliki oleh pemerintah daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari
mana manfaat ekonomi atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh,
baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan
sejarah dan budaya. Perlakuan akuntansi terhadap aset daerah Kabupaten Jember
adalah sebagai berikut:
4.3.1 Aset Lancar
4.3.1.1 Kas
a. Pengakuan
Kas dicatat pada saat diterima dan dikeluarkan dari rekening kas umum
daerah.
b. Pencatatan dan dokumen terkait
Pencatatan kas berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran kas. Penerimaan
kas dicatat ke dalam jurnal dengan mendebet kas, sedangkan pengeluaran kas
dicatat ke dalam jurnal dengan mengkredit kas. Dokumen sumber untuk
penerimaan kas adalah Surat Tanda Setoran (STS), nota kredit bank, surat
tanda bukti pembayaran dan bukti transfer. Dokumen sumber untuk belanja
adalah Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), nota debet bank, kuitansi
pembayaran, dan bukti tanda terima barang/jasa.

c. Pengukuran
Kas dicatat berdasarkan nilai nominal kas di bank dan kas di tangan
bendahara.
d. Penilaian
Kas di neraca dinyatakan dalam nilai rupiah, yang merupakan jumlah dari kas
awal tahun ditambah/dikurangi dengan penerimaan/pengeluaran kas.
e. Pelaporan
Pelaporan kas mencakup transaksi penerimaan dan pengeluaran kas. Pada
laporan realisasi anggaran, transaksi kas berkaitan dengan pendapatan,
belanja, dan pembiayaan. Pada laporan arus kas, transaksi kas berkaitan
dengan arus masuk kas dan arus keluar kas dari aktifitas operasi, investasi aset
nonkeuangan, dan pembiayaan.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan kas adalah:
1. Klasifikasi kas yang terdiri dari kas di Kasda, kas di bendahara
pengeluaran, dan kas di bendahara penerimaan.
2. Kas dicatat sebesar nilai nominal setelah mengalami penambahan dan
pengurangan.
4.3.1.2 Piutang
a. Pengakuan
Piutang diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan jumlah kas yang
akan diterima dan jumlah penerimaan yang diakui dalam periode berjalan.

b. Pencatatan dan dokumen terkait


Penambahan piutang dicatat pada jurnal dengan mendebet piutang dan
mengkredit cadangan piutang. Pelunasan piutang dicatat pada jurnal dengan
mendebet cadangan piutang dan mengkredit piutang. Dokumen sumber yang
terkait adalah SKP-Daerah, SKR, STS, dan nota kredit bank.
c. Pengukuran
Piutang dicatat sebesar nilai nominal tagihan yang belum dilunasi
pembayarannya.
d. Penilaian
Piutang dinilai di neraca sebesar nilai bersih yang diperkirakan dapat
direalisasikan.
e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, pelunasan piutang daerah dicatat pada
pendapatan asli daerah. Pada laporan arus kas, pelunasan piutang daerah
dicatat pada arus masuk kas dari aktifitas operasi.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan piutang adalah:
1. Rincian dari piutang daerah yaitu:
a. Piutang pajak yang belum dilunasi, yaitu Piutang Pajak Hotel dan
Restoran, Piutang Pajak Hiburan, Piutang Pajak Galian C, dan Piutang
Reklame.

b. Piutang retribusi yang belum dilunasi, yaitu Retribusi Sewa Rumah


Dinas, Retribusi Pasar Grosir, Retribusi Yankes PKM, dan Retribusi
IMB.
c. Piutang Askes yang belum dilunasi, yaitu Dinas Kesehatan, RSUD dr.
Soebandi, RSUD Balung, dan RSUD Kalisat.
2. Piutang daerah dinilai sebesar nilai bersih yang diperkirakan dapat
direalisasikan.
4.3.1.3 Persediaan
a. Pengakuan
Persediaan diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan hasil inventarisasi
fisik persediaan.
b. Pencatatan dan dokumen terkait
Penambahan persediaan dicatat pada jurnal dengan mendebet persediaan dan
mengkredit cadangan persediaan, sedangkan penjualan persediaan dicatat pada
jurnal dengan mendebet cadangan persediaan dan mengkredit persediaan.
Dokumen sumber untuk transaksi penambahan persediaan adalah SP2D,
sedangkan untuk penjualan persediaan adalah STS.
c. Pengukuran
Persediaan dicatat berdasarkan harga perolehan yang meliputi harga
pembelian, biaya pengangkutan, dan biaya lainnya yang berhubungan dengan
perolehan persediaan.

d. Penilaian
Persediaan dinilai sebesar harga perolehan barang-barang yang belum terjual
atau terpakai.
e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, penambahan persediaan dicatat pada akun
belanja operasional yaitu pada pos belanja barang, sedangkan penjualan
persediaan dicatat pada akun pendapatan asli daerah yaitu pada pos lain-lain
PAD yang sah. Pada laporan arus kas, pengadaan persediaan dicatat pada arus
keluar kas dari aktifitas operasi yaitu pada pos belanja barang, sedangkan
penjualannya dicatat pada arus masuk kas dari aktifitas operasi yaitu pada pos
lain-lain PAD yang sah.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan persediaan adalah:
1. Rincian persediaan yang terdiri dari persediaan obat-obatan, alat kesehatan
habis pakai, benih tanaman, benih/bibit ternak, dan barang cetakan.
2. Persediaan dinilai dengan harga perolehan barang yang belum terjual atau
terpakai.
4.3.2 Investasi Jangka Panjang
4.3.2.1 Investasi Nonpermanen-Dana Bergulir Bank Jatim
a. Pengakuan
Investasi dana bergulir Bank Jatim diakui pada akhir periode akuntansi.

b. Pencatatan
Investasi dicatat pada jurnal dengan mendebet dana bergulir dan mengkredit
dana diinvestasikan dalam investasi jangka panjang. Dokumen sumber yang
digunakan untuk investasi dana bergulir adalah SP2D.
c. Pengukuran
Investasi dana bergulir Bank Jatim diukur berdasarkan seluruh pembiayaan
yang dikeluarkan untuk investasi.
d. Penilaian
Investasi ini dicatat di neraca sebesar nilai nominal kas yang dikeluarkan
untuk investasi.
e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, dana investasi dicatat pada akun pengeluaran
pembiayaan yaitu pada pos penyertaan modal Pemda. Pada laporan arus kas,
dana investasi dicatat pada arus keluar kas dari aktifitas pembiayaan yaitu
pada pos penyertaan modal Pemda.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan investasi dana bergulir adalah investasi dinilai berdasarkan harga
perolehan.
4.3.2.2 Investasi Permanen-Penyertaan Modal pada BUMD/N
a. Pengakuan
Penyertaan modal pemerintah diakui pada akhir periode akuntansi.

b. Pencatatan dan dokumen sumber


Penyertaan modal pemerintah menggambarkan jumlah yang dibayar oleh
pemerintah untuk penyertaan modal dalam perusahaan negara/daerah.
Investasi ini dicatat pada jurnal dengan mendebet penyertaan modal Pemda
dan mengkredit dana diinvestasikan dalam investasi jangka panjang.
c. Pengukuran
Investasi ini diukur berdasarkan harga perolehan yaitu jumlah kas yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh kepemilikan yang sah atas investasi
tersebut.
d. Penilaian
Penyertaan modal pemerintah dinilai di neraca sebesar harga perolehan.
e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, investasi ini dicatat pada akun pengeluaran
pembiayaan yaitu pada pos penyertaan modal Pemda. Pada laporan arus kas,
dana investasi dicatat pada arus keluar kas dari aktifitas pembiayaan yaitu
pada pos penyertaan modal Pemda.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan penyertaan modal pemerintah adalah:
1. Klasifikasi investasi yang terdiri dari penyertaan modal Pemda pada
PDAM dan Bank Jatim.
2. Investasi dinilai berdasarkan harga perolehan.

4.3.3 Aset tetap


4.3.3.1 Tanah
a. Pengakuan
Tanah diakui pada saat diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
b. Pencatatan dan dokumen terkait
Pencatatan tanah berkaitan dengan pembelian dan penjualan tanah. Pembelian
tanah dicatat ke dalam jurnal dengan mendebet tanah dan mengkredit dana
diinvestasikan dalam aset tetap, sedangkan penjualan tanah dicatat ke dalam
jurnal dengan mendebet dana diinvestasikan dalam aset tetap dan mengkredit
tanah. Dokumen sumber yang terkait dengan transaksi pembelian tanah adalah
SP2D, nota debet bank, dan bukti memorial. Sedangkan dokumen sumber
untuk penjualan tanah adalah STS, nota kredit bank, dan bukti transfer.
c. Pengukuran
Tanah diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
tanah sampai dengan siap digunakan, meliputi harga pembelian, biaya
memperoleh hak, biaya pengukuran dan penimbunan, serta biaya lain yang
berhubungan dengan perolehan tanah.
d. Penilaian
Tanah dinilai sebesar harga perolehan yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk perolehan tanah dan bila tidak memungkinkan maka tanah dinilai
dengan nilai wajar.

e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, pembelian tanah dicatat pada akun belanja
modal yaitu pada pos belanja tanah, sedangkan untuk penjualan tanah dicatat
pada akun pendapatan asli daerah yaitu pada lain-lain PAD yang sah. Pada
laporan arus kas, pembelian tanah dicatat pada arus keluar kas dari aktifitas
investasi aset nonkeuangan yaitu pada pos belanja tanah, sedangkan untuk
penjualan tanah dicatat pada arus masuk kas dari aktifitas investasi aset
nonkeuangan yaitu pada pendapatan penjualan atas tanah.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan tanah adalah tanah dinilai dengan harga perolehan dan tidak mengenal
adanya penyusutan.
4.3.3.2 Peralatan dan Mesin
a. Pengakuan
Peralatan dan mesin diakui pada saat diterima dan kepemilikannya berpindah.
b. Pencatatan dan dokumen terkait
Pencatatan berkaitan dengan pembelian dan penjualan peralatan dan mesin.
Pembelian peralatan dan mesin dicatat ke dalam jurnal dengan mendebet
peralatan dan mesin dan mengkredit dana diinvestasikan dalam aset tetap,
sedangkan penjualannya dicatat ke dalam jurnal dengan mendebet dana
diinvestasikan dalam aset tetap dan mengkredit peralatan dan mesin.
Dokumen sumber untuk pembelian peralatan dan mesin adalah SP2D, nota

debet bank, dan bukti memorial. Sedangkan dokumen sumber untuk penjualan
peralatan dan mesin adalah STS, nota kredit bank, dan bukti transfer.
c. Pengukuran
Peralatan dan mesin diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset tersebut, meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan,
biaya instalasi, dan biaya lainnya yang berhubungan dengan perolehan aset.
d. Penilaian
Peralatan dan mesin dinilai berdasarkan harga perolehan yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk perolehan peralatan dan mesin tersebut.
e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, pembelian peralatan dan mesin dicatat pada
akun belanja modal yaitu pada pos belanja peralatan dan mesin, sedangkan
penjualannya dicatat pada akun pendapatan asli daerah yaitu pada pos lain-lain
PAD yang sah. Pada laporan arus kas, pembelian peralatan dan mesin dicatat
pada arus keluar kas dari aktifitas investasi aset nonkeuangan yaitu pada pos
belanja peralatan dan mesin, sedangkan penjualannya dicatat pada arus masuk
kas dari aktifitas investasi aset nonkeuangan yaitu pada pos pendapatan
penjualan atas peralatan dan mesin.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan peralatan dan mesin

adalah aset tersebut dinilai dengan harga

perolehan dan tidak mengalami penyusutan.

4.3.3.3 Gedung dan Bangunan


a. Pengakuan
Gedung dan bangunan diakui pada saat diterima dan hak kepemilikannya
berpindah.
b. Pencatatan dan dokumen terkait
Pencatatan berkaitan dengan pembelian dan penjualan gedung dan bangunan.
Pembelian/pembangunan gedung dan bangunan dicatat ke dalam jurnal
dengan mendebet gedung dan bangunan dan mengkredit dana diinvestasikan
dalam aset tetap, sedangkan penjualannya dicatat ke dalam jurnal dengan
mendebet dana diinvestasikan dalam aset tetap dan mengkredit gedung dan
bangunan. Dokumen sumber untuk pembelian gedung dan bangunan adalah
SP2D, nota debet bank, dan bukti memorial. Sedangkan dokumen sumber
untuk penjualan gedung dan bangunan adalah STS, nota kredit bank, dan bukti
transfer.
c. Pengukuran
Gedung dan bangunan diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh aset tersebut, meliputi harga pembelian atau biaya
konstruksi, biaya pengurusan IMB, notaris dan pajak, dan biaya lainnya yang
berhubungan dengan perolehan aset tersebut.
d. Penilaian
Gedung dan bangunan dinilai sebesar harga perolehan yaitu seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk perolehan gedung dan bangunan tersebut.

e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, pembelian gedung dan bangunan dicatat pada
akun belanja modal yaitu pada pos belanja gedung dan bangunan, sedangkan
penjualannya dicatat pada akun pendapatan asli daerah yaitu pada pos lain-lain
PAD yang sah. Pada laporan arus kas, pembelian gedung dan bangunan dicatat
pada akun keluar kas dari aktifitas investasi aset nonkeuangan yaitu pada pos
belanja gedung dan bangunan, sedangkan penjualannya dicatat pada akun
masuk kas dari aktifitas investasi aset nonkeuangan yaitu pada pos pendapatan
penjualan atas gedung dan bangunan.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan gedung dan bangunan

adalah aset tersebut dinilai dengan harga

perolehan dan tidak mengalami penyusutan.


4.3.3.4 Jalan, irigasi, dan jaringan
a. Pengakuan
Jalan, irigasi, dan jaringan diakui pada saat diterima dan hak kepemilikannya
berpindah.
b. Pencatatan dan dokumen terkait
Pencatatan pada laporan keuangan berkaitan dengan pengadaan dan penjualan
aset jalan, irigasi, dan jaringan. Pembelian/pembangunan aset dicatat ke dalam
jurnal dengan mendebet jalan, irigasi, dan jaringan dan mengkredit dana
diinvestasikan dalam aset tetap, sedangkan penjualannya dicatat ke dalam
jurnal dengan mendebet dana diinvestasikan dalam aset tetap dan mengkredit

jalan, irigasi, dan jaringan. Dokumen sumber untuk pengadaan aset adalah
SP2D, nota debet bank, dan bukti memorial. Sedangkan dokumen sumber
untuk penjualan aset adalah STS, nota kredit bank, dan bukti transfer.
c. Pengukuran
Jalan, irigasi, dan jaringan diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. Rincian biaya aset yang
pelaksanaannya dilakukan secara kontrak meliputi biaya perencanaan teknis,
biaya pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan, biaya konstruksi, dan biaya
lainnya sampai dengan aset tersebut dapat difungsikan.
d. Penilaian
Jalan, irigasi, dan jaringan dinilai di neraca berdasarkan harga perolehan, yaitu
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut.
e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, pengadaan aset dicatat pada akun belanja
modal yaitu pada pos belanja jalan, irigasi, dan jaringan, sedangkan
penjualannya dicatat pada akun pendapatan asli daerah yaitu pada pos lain-lain
PAD yang sah. Pada laporan arus kas, pengadaan aset dicatat pada arus keluar
kas dari aktifitas investasi aset nonkeuangan yaitu pada pos belanja jalan,
irigasi, dan jaringan, sedangkan penjualannya dicatat pada arus masuk kas dari
aktifitas investasi aset nonkeuangan yaitu pada pos pendapatan penjualan atas
jalan, irigasi, dan jaringan.

f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan jalan, irigasi, dan jaringan adalah aset tersebut dinilai dengan harga
perolehan dan tidak mengalami penyusutan.
4.3.3.5 Aset tetap lainnya
a. Pengakuan
Aset tetap lainnya diakui pada saat diterima dan hak kepemilikannya
berpindah.
b. Pencatatan dan dokumen terkait
Pengadaan aset tetap lainnya dicatat ke dalam jurnal dengan mendebet aset
tetap lainnya dan mengkredit dana diinvestasikan dalam aset tetap, sedangkan
penjualannya dicatat dengan mendebet dana diinvestasikan dalam aset tetap
dan mengkredit aset tetap lainnya. Dokumen sumber untuk pengadaan aset
adalah SP2D, nota debet bank, dan bukti memorial. Sedangkan dokumen
sumber untuk penjualan aset adalah STS, nota kredit bank, dan bukti transfer.
c. Pengukuran
Aset tetap lainnya diukur berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset tersebut, meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, dan
biaya lain-lain yang berhubungan dengan perolehan aset tersebut.
d. Penilaian
Aset tetap lainnya dinilai berdasarkan harga perolehan yaitu seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk perolehan aset tersebut sampai siap digunakan.

e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, pengadaan aset dicatat pada akun belanja
modal yaitu pada pos belanja aset tetap lainnya, sedangkan penjualannya
dicatat pada akun pendapatan asli daerah yaitu pada pos lain-lain PAD yang
sah. Pada laporan arus kas, pengadaan aset dicatat pada arus keluar kas dari
aktifitas investasi aset nonkeuangan yaitu pada pos belanja aset tetap lainnya,
sedangkan penjualannya dicatat pada arus masuk kas dari aktifitas investasi
aset nonkeuangan yaitu pada pos pendapatan penjualan atas aset tetap lainnya.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan aset tetap lainnya

adalah aset tetap lainnya dinilai dengan harga

perolehan dan tidak mengalami penyusutan.


4.3.4 Aset Lainnya
4.3.4.1 Piutang angsuran
a. Pengakuan
Piutang angsuran diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan jumlah
penerimaan yang telah diakui pada periode berjalan.
b. Pencatatan dan dokumen terkait
Penerimaan piutang dicatat pada jurnal dengan mendebet dana diinvestasikan
dalam aset lainnya dan mengkredit piutang angsuran. Pada saat penjualan aset,
transaksi dicatat dengan mendebet piutang angsuran dan mengkredit dana
diinvestasikan dalam aset lainnya. Dokumen sumber yang terkait adalah STS
dan nota kredit bank.

c. Pengukuran
Piutang angsuran diukur berdasarkan nilai nominal dari kontrak/berita acara
penjualan aset yang bersangkutan.
d. Penilaian
Piutang angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari penjualan aset yang
bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh
pegawai ke kas daerah.
e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, pelunasan piutang angsuran dicatat pada
pendapatan asli daerah yaitu pada pos lain-lain PAD yang sah. Pada laporan
arus kas, pelunasan piutang daerah dicatat pada arus masuk kas dari aktifitas
operasi yaitu pada pos lain-lain PAD yang sah.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan piutang angsuran

adalah piutang angsuran dinilai sebesar nilai

nominal dari kontrak penjualan aset.


4.3.4.2 Aset Lainnya-Piutang dana bergulir
a. Pengakuan
Piutang dana bergulir diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan
penerimaan yang diterima pada periode berjalan.

b. Pencatatan dan dokumen terkait


Piutang dana bergulir dicatat pada jurnal dengan mendebet piutang dana
bergulir dan mengkredit dana diinvestasikan dalam aset lainnya. Dokumen
sumber yang terkait adalah SP2D dan bukti memorial.
c. Pengukuran
Piutang dana bergulir diukur sebesar nilai nominal kas yang dikeluarkan untuk
investasi.
d. Penilaian
Piutang dana bergulir dinilai sebesar nilai nominal.
e. Pelaporan
Pada laporan realisasi anggaran, penerimaan piutang dana bergulir dicatat
pada akun pendapatan asli daerah yaitu pada pos lain-lain PAD yang sah. Pada
laporan arus kas, penerimaan piutang dana bergulir dicatat pada arus masuk
kas pada pos lain-lain PAD yang sah.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan piutang dana bergulir

adalah aset tersebut dinilai sebesar nilai

nominal.
4.3.4.3 Piutang lain-lain - Tuntutan ganti rugi daerah
a. Pengakuan
Tuntutan ganti rugi daerah diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan
jumlah penerimaan yang telah diakui pada periode berjalan.

b. Pencatatan dan dokumen terkait


Pembayaran tuntutan ganti rugi daerah akan menambah rekening kas daerah.
Pembayaran tuntutan ganti rugi dicatat ke dalam jurnal dengan mendebet
tuntutan ganti rugi dan mengkredit dana diinvestasikan dalam aset lainnya.
Dokumen sumber yang terkait adalah Surat Keterangan Tanggung Jawab
Mutlak (SKTM), dan bukti setor berupa Surat Tanda Setoran (STS) dan Surat
Setoran Bukan Pajak (SSBP).
c. Pengukuran
Tuntutan ganti rugi daerah dicatat sebesar jumlah nominal kerugian dalam
SKTM yang harus ditanggung pemerintah daerah.
d. Penilaian
Tuntutan Ganti Rugi Daerah dinilai di neraca sebesar nilai nominal dalam
SKTM setelah dikurangi dengan angsuran yang dibayarkan ke kas daerah.
e. Pelaporan
Pembayaran tuntutan ganti rugi daerah dicatat dalam laporan realisasi
anggaran yaitu pada pos lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pada
laporan arus kas, tuntutan ganti rugi daerah dicatat pada arus masuk kas dari
aktifitas operasi, yaitu pada pos lain-lain PAD yang sah.
f. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sehubungan
dengan tuntutan ganti rugi daerah adalah aset tersebut dinilai sebesar nilai
nominal kerugian dalam SKTM dikurangi angsuran.

4.4

Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Daerah dalam Penyusunan Neraca


Pemerintah Kabupaten Jember dibandingkan dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan prinsip-prinsip

akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan


pemerintah, sehingga

SAP ini dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah

khususnya Pemerintah Daerah dalam membuat laporan pertanggungjawaban.


Dengan menggunakan SAP maka laporan keuangan pemerintah diharapkan lebih
informatif dan pemakai laporan keuangan dapat menilai akuntabilitas atas
perolehan dan pemanfaatan sumber daya. Analisis terhadap aset Pemerintah
Kabupaten Jember adalah sebagai berikut:
1. Kas
Menurut SAP, akun kas yang disajikan di neraca terdiri dari kas di Kasda, kas
di bendahara penerimaan, dan kas di bendahara pengeluaran. Kas dicatat di
neraca sebesar nilai nominal. Akun kas yang terdapat di neraca Kabupaten
Jember terdiri dari kas di Kasda, kas di bendahara pengeluaran, dan kas di
bendahara penerimaan. Seharusnya kas di bendahara pengeluaran wajib
disetorkan ke kasda pada tanggal neraca, namun sampai batas waktu tersebut
masih belum
307.969.667,50.

diserahkan sehingga
Bendahara

terdapat

pengeluaran

saldo kas sebesar

dimaksud

adalah

Rp

bendahara

pengeluaran pada semua SKPD di Kabupaten Jember. Bendahara penerimaan


merupakan SKPD yang mengelola anggarannya secara swadana namun tetap
harus melaporkan jumlah kasnya dan di neraca tercatat kas sebesar Rp

553.871.048,77. Bendahara penerimaan dimaksud adalah RSUD dr. Soebandi


dan RSUD Balung. Saldo kas di Kasda dapat diketahui dari saldo rekening
giro pada Bank Jatim Cabang Jember No. 0031070007. Saldo kas di
bendahara pengeluaran dapat diketahui dari hasil inventarisasi fisik kas yang
ada di tangan seluruh bendahara pengeluaran dan saldo rekening koran seluruh
bendahara pengeluaran pada tanggal neraca. Saldo kas di bendahara
penerimaan dapat diketahui dari laporan keadaan kas bendahara penerimaan
yang mencakup saldo rekening di bank dan seluruh uang tunai yang ada di
tangan bendahara penerimaan. Pada tahun 2006, terdapat saldo kas di rekening
DAK dan deposito, namun pada tahun 2007 saldo tersebut menjadi nihil, hal
ini disebabkan oleh adanya peraturan baru berdasarkan SAP bahwa rekening
DAK dan deposito harus disetor ke Kasda sehingga akun kas di neraca hanya
terdiri dari kas di Kasda, kas di bendahara pengeluaran, dan kas di bendahara
penerimaan.
2. Piutang
Menurut SAP, akun piutang yang disajikan di neraca terdiri dari piutang
pajak, piutang retribusi, bagian lancar pinjaman kepada perusahaan negara,
bagian lancar pinjaman kepada perusahaan daerah, bagian lancar pinjaman
kepada pemerintah pusat, bagian lancar pinjaman kepada Pemda lainnya,
bagian

lancar

tagihan

penjualan

angsuran,

bagian

lancar

tuntutan

perbendaharaan, bagian lancar tuntutan ganti rugi daerah, dan piutang lainnya.
Piutang dicatat di neraca sebesar nilai nominal, dan diungkapkan menurut
klasifikasi piutang. Akun piutang yang terdapat di neraca Kabupaten Jember

terdiri dari piutang pajak, piutang retribusi, dan piutang askes. Piutang pajak
dicatat berdasarkan Surat Ketetapan Pajak yang pembayarannya belum
diterima. Saldo piutang pajak pada tahun 2007 berasal dari sisa piutang tahun
2006 yang belum dilunasi ditambah dengan piutang pajak yang diakui pada
tahun 2007 yang terdiri dari Piutang Pajak Hotel dan Restoran, Piutang Pajak
Hiburan, Piutang Pajak Galian C, dan Piutang Reklame. Piutang retribusi
dicatat berdasarkan Surat Ketetapan Retribusi yang pembayarannya belum
diterima. Saldo piutang retribusi pada tahun 2007 berasal dari sisa piutang
tahun 2006 yang belum dilunasi ditambah dengan piutang retribusi yang
diakui pada tahun 2007 yang terdiri dari Retribusi Sewa Rumah Dinas,
Retribusi Pasar Grosir, Retribusi Yankes PKM, dan Retribusi IMB. Saldo
piutang askes merupakan klaim kepada pihak askes karena pihak rumah sakit
pemerintah (RSUD) telah menalangi biaya kesehatan bagi warga yang
tergolong kurang mampu dan biaya tersebut merupakan piutang bagi pihak
pemda. Saldo piutang askes pada tahun 2007 berasal dari sisa pelunasan
piutang tahun 2006 ditambah dengan piutang yang diakui pada tahun 2007
yang berasal dari Dinas Kesehatan, RSUD dr. Soebandi, RSUD Balung, dan
RSUD Kalisat. Saldo piutang bunga pada tahun 2007 menjadi nihil karena
pendapatan bunga deposito telah disetor ke kasda. Pendapatan bunga deposito
dilaporkan pada laporan realisasi anggaran dan dicatat pada akun Lain-lain
PAD yang sah. Pada laporan arus kas, pendapatan bunga dicatat pada arus
masuk kas dari aktifitas operasi yaitu pada akun Lain-lain PAD yang sah.

3. Persediaan
Menurut SAP, persediaan yang disajikan di neraca hanya terdiri dari satu akun
saja yaitu persediaan dan dinilai berdasarkan harga perolehan. Pengungkapan
persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur tentang
persediaan.

Neraca Kabupaten Jember hanya menyajikan satu akun

persediaan saja. Saldo persediaan pada tahun 2007 terdiri dari sisa persediaan
yang belum terjual atau terpakai sampai akhir periode. Berdasarkan hasil
inventarisasi fisik, saldo persediaan pada tahun 2007 berjumlah Rp
13.311.952.291,81 yang merupakan total dari persediaan barang cetakan, alat
tulis kantor, alat-alat listrik dan rumah tangga, benih tanaman, obat-obatan,
dan persediaan hewan ternak.
4. Investasi jangka panjang
Menurut SAP, investasi jangka panjang yang disajikan di neraca terdiri dari
investasi nonpermanen dan investasi permanen, dan dicatat di neraca sebesar
biaya perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk
memperoleh kepemilikan yang sah atas investasi tersebut. Pengungkapan
sehubungan dengan investasi jangka panjang meliputi jenis-jenis investasi
yang diklasifikasikan berdasarkan investasi permanen dan nonpermanen.
Investasi jangka panjang yang disajikan di neraca Kabupaten Jember terdiri
dari investasi nonpermanen dan investasi permanen. Pemerintah telah
melakukan kegiatan investasi pada tahun 2007, baik secara permanen maupun
nonpermanen. Dana yang direalisasikan untuk kegiatan investasi ini adalah
sebesar Rp 7.513.809.875 yang merupakan pengeluaran pembiayaan sebagai

penyertaan modal Pemda. Realisasi anggaran tahun 2007 untuk investasi


nonpermanen adalah sebesar Rp 5.750.000.000 dalam bentuk dana bergulir.
Dana tersebut diberikan kepada sekelompok masyarakat sebagai modal usaha
dan pada jangka waktu tertentu akan ditarik kembali untuk diedarkan kepada
masyarakat lain yang membutuhkan. Hal ini menunjukkan wujud kepedulian
pemerintah daerah untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat kecil. Saldo
investasi permanen yang berupa penyertaan modal pada BUMD pada tahun
2006 adalah sebesar Rp 24.592.366.533,31, jumlah tersebut mengalami
kenaikan sebesar Rp 1.763.809.874,99, sehingga saldo investasi permanen
menjadi Rp 26.356.176.408,30. Kenaikan tersebut berasal dari bagian laba
Bank Jatim tahun buku 2006 sebesar Rp 3.527.619.749,98, dimana
berdasarkan hasil RUPS tahun buku 2006 dengan akte notaris No. 39
tertanggal 23 April 2007 diperoleh keputusan bahwa bagian laba untuk Pemda
diberikan dalam bentuk cash dividen 50 % dan stock dividen 50 %. Cash
dividen sebesar Rp 1.763.809.874,99 telah disetor ke rekening Pemkab Jember
dan stock dividen sebesar Rp 1.763.809.874,99 akan menambah nilai investasi
Pemkab dan ekuitas dana yang diinvestasikan dalam investasi jangka panjang.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan saldo investasi permanen sebesar
Rp 1.763.809.874,99 pada penyertaan modal Pemda merupakan setoran modal
hasil investasi pada Bank Jatim. Penerimaan cash dividen dilaporkan dalam
laporan realisasi anggaran pada pos pendapatan asli daerah yaitu pada akun
pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
dilaporkan dalam laporan arus kas pada pos arus masuk kas dari aktifitas

operasi yaitu pada akun pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Sedangkan penerimaan stock dividen akan menambah jumlah
investasi pemerintah dan dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran pada
pos pengeluaran pembiayaan yaitu pada akun penyertaan modal Pemda, dan
dilaporkan dalam laporan arus kas pada pos arus keluar kas dari aktifitas
pembiayaan yaitu pada akun penyertaan modal Pemda.
5. Aset Tetap
a. Tanah
Menurut SAP, aset tanah dicatat di neraca sebesar biaya perolehan, dan
bila tidak memungkinkan atau sulit diperoleh nilai historisnya maka
menggunakan nilai yang dapat diestimasikan. Pada neraca Kabupaten
Jember, aset tanah dinilai sebesar biaya perolehan, dan bagi aset tanah
yang tidak memiliki nilai historis dinilai berdasarkan harga yang wajar
(diestimasikan). Pada tahun 2006, saldo tanah adalah sebesar Rp
530.643.447.611. Pada tahun 2007 saldo tersebut meningkat menjadi Rp
534.650.201.897, berarti ada peningkatan sebesar Rp 4.006.754.286. Hal
ini dibuktikan dengan realisasi belanja modal untuk pengadaan tanah
sebesar Rp 4.006.754.286. Pengadaan tanah tersebut terdiri dari tanah
pertanian, tanah untuk jalan, tanah sarana umum terminal, tanah sarana
pendidikan menengah umum dan kejuruan, dan tanah sarana pendidikan
menengah lanjutan dan kejuruan.

b. Peralatan dan Mesin


Menurut SAP, aset peralatan dan mesin dicatat di neraca sebesar harga
perolehan dan mengalami penyusutan yang nilainya dicatat dalam akun
akumulasi penyusutan pada pos aset tetap. Sedangkan dalam neraca
Kabupaten Jember, aset peralatan dan mesin dicatat

sebesar harga

perolehan namun tidak mengalami penyusutan. Pada tahun 2006, saldo


peralatan dan mesin adalah sebesar Rp 256.125.248.777,22. Pada tahun
2007, terdapat realisasi belanja modal untuk pengadaan peralatan dan
mesin sebesar Rp 44.371.699.695, dan seharusnya saldo peralatan dan
mesin

di

neraca

berjumlah

Rp

300.496.948.472.

Namun

pada

kenyataannya saldo peralatan dan mesin dicatat di neraca tahun 2007


senilai 300.272.688.472,22, berarti ada pengurangan nilai terhadap aset
tersebut sebesar Rp 224.260.000.

Hal ini disebabkan oleh adanya

penghapusan alat-alat berat di RSUD dr. Soebandi dengan harga perolehan


sebesar Rp 224.260.000 karena kondisi alat tersebut sudah rusak dan
usang sehingga tidak layak untuk dimanfaatkan.
c. Gedung dan Bangunan
Menurut SAP, aset gedung dan bangunan dicatat dalam neraca sebesar
harga perolehan dan mengalami penyusutan yang nilainya dicatat dalam
akun akumulasi penyusutan pada pos aset tetap. Sedangkan dalam neraca
Kabupaten Jember, aset gedung dan bangunan dicatat sebesar harga
perolehan dan tidak mengalami penyusutan. Pada tahun 2006, saldo aset
gedung dan bangunan adalah sebesar Rp 406.247.500.944. Pada tahun

2007, terdapat realisasi belanja modal untuk pengadaan aset gedung dan
bangunan sebesar Rp 55.092.218.933, dan seharusnya saldo gedung dan
bangunan di neraca berjumlah Rp 461.339.719.877. Namun pada
kenyataannya saldo gedung dan bangunan dicatat di neraca tahun 2007
senilai Rp 459.125.023.708,64, berarti ada pengurangan nilai terhadap aset
tersebut sebesar Rp 2.214.696.169.

Hal ini disebabkan oleh adanya

gedung yang dirobohkan di RSUD dr. Soebandi dengan harga perolehan


sebesar Rp 2.214.696.169 karena akan diganti baru.
d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Menurut SAP, aset jalan, irigasi, dan jaringan dicatat dalam neraca sebesar
harga perolehan dan mengalami penyusutan yang nilainya dicatat dalam
akun akumulasi penyusutan pada pos aset tetap. Sedangkan dalam neraca
Kabupaten Jember, aset jalan, irigasi, dan jaringan dicatat sebesar harga
perolehan dan tidak mengalami penyusutan. Pada tahun 2006, saldo aset
jalan, irigasi dan jaringan adalah sebesar Rp 1.121.811.474.139,17. Pada
tahun 2007, terdapat realisasi belanja modal untuk pengadaan aset jalan,
irigasi, dan jaringan sebesar Rp 117.310.832.845, dan seharusnya saldo
aset tersebut di neraca berjumlah Rp 1.239.122.306.984,17. Namun pada
kenyataannya saldo aset tersebut dicatat di neraca tahun 2007 senilai Rp
1.239.076.374.677,32, berarti ada pengurangan nilai terhadap aset jalan,
irigasi, dan jaringan sebesar Rp 45.932.306,85. Hal ini disebabkan oleh
adanya penghapusan aset berupa reservoir di RSUD dr. Soebandi dengan

harga perolehan sebesar Rp 45.932.306,85 karena dianggap sudah tidak


layak untuk dimanfaatkan.
e. Aset Tetap Lainnya
Menurut SAP, aset tetap lainnya dicatat dalam neraca sebesar harga
perolehan dan mengalami penyusutan yang nilainya dicatat dalam akun
akumulasi penyusutan pada pos aset tetap. Sedangkan dalam neraca
Kabupaten Jember, aset tetap lainnya dicatat berdasarkan harga perolehan
dan tidak mengalami penyusutan. Pada tahun 2006, saldo aset tetap
lainnya adalah sebesar Rp 10.984.250.987. Pada tahun 2007, terdapat
realisasi belanja modal untuk pengadaan aset tetap lainnya sebesar Rp
9.294.038.950, sehingga saldo bertambah menjadi Rp 20.278.289.937 dan
saldo tersebut telah sesuai dengan saldo aset tetap lainnya yang tercatat di
neraca tahun 2007.
6. Aset Lainnya
a. Piutang Angsuran
Piutang angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari
penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah.
Menurut SAP, piutang angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari
kontrak/berita acara penjualan aset pemerintah setelah dikurangi dengan
angsuran yang dibayarkan pegawai ke kas daerah. Saldo piutang angsuran
di neraca Kabupaten Jember tahun 2007 berjumlah Rp 240.878.469. Saldo
tersebut diperoleh dari daftar saldo tagihan penjualan angsuran yang
nilainya menggambarkan nilai yang ditetapkan dalam berita acara

penjualan aset setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan


oleh pegawai ke kas daerah. Piutang angsuran tersebut terdiri dari Piutang
Kendaraan roda dua PNS, Piutang Kendaraan roda dua Sekcam, dan
Piutang Kendaraan roda empat.
b. Aset Lainnya-Piutang Dana Bergulir
Aset lainnya-piutang dana bergulir merupakan bantuan pemerintah kepada
masyarakat bertaraf ekonomi rendah yang berupa modal hewan ternak sapi
untuk dipelihara dan diambil hasilnya, dan pada jangka waktu tertentu
modal hewan tersebut akan ditarik kembali untuk diperbantukan kepada
masyarakat lain yang membutuhkan. Menurut SAP, aset lainnya dicatat ke
dalam neraca sebesar harga perolehan aset. Pada tahun 2006, saldo piutang
dana bergulir dicatat di neraca sebesar Rp 2.415.885.000 dan pada tahun
2007 saldo tersebut berkurang menjadi Rp 2.320.935.000, berarti terdapat
pengurangan nilai sebesar Rp 94.950.000. Hal tersebut disebabkan oleh
adanya penghapusan hewan ternak yang dikarenakan mati atau hilang.
Selama tahun 2007 tidak dilakukan pengadaan belanja modal aset lainnya.
Hewan ternak yang diinvestasikan adalah sapi kereman, sapi potong, sapi
bibit, dan sapi domba.
c. Piutang Lain-lain Tuntutan Ganti Rugi Daerah
Tuntutan ganti rugi daerah merupakan tuntutan penggantian atas kerugian
yang diderita oleh negara sebagai akibat kelalaian pegawai dalam
melaksanakan tugasnya. Menurut SAP, tuntutan ganti rugi dicatat sebesar
nilai nominal kerugian setelah dikurangi dengan angsuran yang dibayarkan

ke kas daerah. Pada tahun 2006, saldo di neraca Kabupaten Jember


berjumlah Rp 22.222.545.445,45 dan mengalami peningkatan sebesar Rp
3.024.689.335

sehingga

saldo

pada

tahun

2007

menjadi

Rp

25.247.234.780,45. Saldo tersebut berasal dari sisa piutang yang belum


dilunasi oleh pegawai yang bersangkutan. Informasi tentang saldo piutang
lain-lain dapat diketahui dari nilai yang terdapat dalam Surat Keterangan
Tanggung jawab Mutlak setelah dikurangi dengan angsuran yang
dibayarkan oleh pegawai yang bersangkutan ke kas negara. Tuntutan ganti
rugi tersebut terdiri dari ketekoran kas daerah, dana bantuan parpol
nonkursi, THR DPRD dan Muspida Plus, honor pimpinan DPRD, bantuan
keuangan parpol, dan biaya perjalanan dinas pejabat.
Dari pembahasan di atas, hasil analisis terhadap penyajian pos-pos aset
dan perlakuan akuntansi aset daerah dalam Neraca Kabupaten Jember dapat
diringkas sebagai berikut:
1. Kas
Aset kas yang disajikan dalam neraca telah sesuai dengan SAP, dimana kas
yang tampak pada neraca terdiri dari kas di kasda, kas di bendahara
penerimaan, dan kas di bendahara pengeluaran, dan kas dicatat sebesar nilai
nominal.
2. Piutang
Aset piutang yang disajikan dalam neraca telah sesuai dengan SAP, dimana
piutang yang tampak pada neraca terdiri dari piutang pajak, piutang retribusi,

dan piutang askes. Piutang dicatat sebesar nilai nominal tagihan yang belum
diterima pembayarannya.
3. Persediaan
Aset persediaan yang disajikan dalam neraca telah sesuai dengan SAP.
Persediaan dicatat sebesar harga perolehan barang-barang yang belum terjual
atau terpakai.
4. Investasi jangka panjang
Aset investasi jangka panjang yang disajikan dalam neraca telah sesuai dengan
SAP, dimana investasi yang tampak pada neraca terdiri dari investasi
nonpermanen dan investasi permanen, dan investasi jangka panjang dicatat
sebesar harga perolehan.
5. Aset tetap
a. Tanah
Aset tanah yang disajikan dalam neraca telah sesuai dengan SAP. Tanah
dinilai berdasarkan harga perolehan dan bagi aset tanah yang harga
perolehannya tidak tersedia dinilai berdasarkan nilai wajar.
b. Peralatan dan mesin
Aset peralatan dan mesin yang disajikan dalam neraca belum sesuai
dengan SAP, karena aset tersebut tidak disusutkan (didepresiasi) sehingga
nilai peralatan dan mesin yang tampak pada neraca adalah sebesar harga
perolehan dikurangi dengan penghapusan alat-alat berat.

c. Gedung dan bangunan


Aset gedung dan bangunan yang disajikan dalam neraca belum sesuai
dengan SAP, karena aset tersebut tidak disusutkan (didepresiasi) sehingga
nilai gedung dan bangunan yang tampak pada neraca adalah sebesar harga
perolehan dikurangi dengan penghapusan aset gedung yang dirobohkan.
d. Jalan, irigasi, dan jaringan
Aset jalan, irigasi, dan jaringan yang disajikan dalam neraca belum sesuai
dengan SAP, karena aset tersebut tidak disusutkan (didepresiasi) sehingga
nilai aset jalan, irigasi, dan jaringan yang tampak pada neraca adalah
sebesar harga perolehan dikurangi dengan penghapusan aset reservoir
yang sudah tidak layak pakai.
e. Aset tetap lainnya
Aset tetap lainnya yang disajikan dalam neraca belum sesuai dengan SAP,
karena aset tersebut tidak disusutkan (didepresiasi) sehingga nilai aset
tetap lainnya yang tampak pada neraca adalah sebesar harga perolehan.
6. Aset lainnya
a. Piutang angsuran
Piutang angsuran yang disajikan dalam neraca telah sesuai dengan SAP.
Piutang angsuran dicatat sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara
penjualan aset pemerintah setelah dikurangi dengan angsuran yang
dibayarkan pegawai ke kas daerah.

b. Aset lainnya-piutang dana bergulir


Piutang dana bergulir yang disajikan dalam neraca telah sesuai dengan
SAP. Piutang dana bergulir dicatat sebesar harga perolehan aset setelah
dkurangi dengan penghapusan aset.
c. Piutang lain-lain Tuntutan ganti rugi daerah
Aset tuntutan ganti rugi daerah yang disajikan dalam neraca telah sesuai
dengan SAP. Tuntutan ganti rugi daerah dicatat sebesar nilai nominal
dalam Surat Keterangan Tanggung jawab Mutlak (SKTM) setelah
dikurangi dengan setoran yang dilakukan pegawai yang bersangkutan ke
kas daerah.
Berdasarkan hasil ringkasan di atas, penyajian dan perlakuan akuntansi
untuk aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap tanah dan aset lainnya telah
sesuai dengan SAP. Namun untuk aset tetap selain tanah, penyajian dan perlakuan
akuntansinya masih belum sesuai dengan SAP karena aset tetap tersebut tidak
disusutkan (didepresiasi) berdasarkan ketentuan SAP, dimana nilai penyusutan ini
diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dan dana diinvestasikan dalam
aset tetap. Dalam neraca, nilai penyusutan atas aset tetap dicatat pada akun
akumulasi penyusutan pada pos aset tetap. Ketiadaan akun akumulasi penyusutan
ini disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:
1. Belum adanya kewajiban dari pemerintah pusat untuk mengakui penyusutan
atas aset tetap, karena penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan masih
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan perkembangan peraturan
perundang-undangan.

2. Penyusutan atas aset tetap dilakukan secara sekaligus yaitu melalui


penghapusan berdasarkan hasil inventarisasi oleh tim yang dibentuk oleh
kepala daerah. Pemerintah daerah cukup menganggarkan dana pada rencana
anggaran tahun berikutnya untuk pengadaan aset tetap baru.
3. Pemerintah

daerah

bukan

merupakan

profit

organization

sehingga

penandingan beban dan pendapatan dengan mengakui penyusutan sebagai


beban dianggap tidak relevan.

BAB V
PENUTUP

5.1

Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:


1. Pemerintah Kabupaten Jember merupakan instansi pemerintah yang
diwajibkan untuk membuat laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban
kepada publik atas aktifitas yang dilakukan, dan salah satu laporan keuangan
yang wajib disusun adalah neraca. Neraca Pemerintah Kabupaten Jember
menggambarkan posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana yang dimiliki oleh
Kabupaten Jember.
2. Penyusunan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Jember menggunakan
dasar kas menuju akrual (cash basis toward accrual) yaitu basis kas untuk
pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dalam Laporan
Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan
ekuitas dana dalam Neraca.
3. Penyusunan laporan keuangan khususnya Neraca Pemerintah Kabupaten
Jember didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
4. Perlakuan akuntansi aset daerah dalam Neraca Pemerintah Kabupaten Jember
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Kas, telah sesuai dengan SAP.

b. Piutang, telah sesuai dengan SAP.


c. Persediaan, telah sesuai dengan SAP.
d. Investasi jangka panjang, telah sesuai dengan SAP.
e. Aset tetap
1) Tanah, telah sesuai dengan SAP.
2) Peralatan dan mesin, belum sesuai dengan SAP karena tidak
mengalami penyusutan.
3) Gedung dan bangunan, belum sesuai dengan SAP karena tidak
mengalami penyusutan.
4) Jalan, irigasi, dan jaringan, belum sesuai dengan SAP karena tidak
mengalami penyusutan.
5) Aset tetap lainnya, belum sesuai dengan SAP karena tidak mengalami
penyusutan.
f. Aset lainnya
1) Piutang angsuran, telah sesuai dengan SAP.
2) Aset lainnya-piutang dana bergulir, telah sesuai dengan SAP.
3) Piutang lain-lain tuntutan ganti rugi daerah, telah sesuai dengan SAP.

5. Akumulasi penyusutan aset tetap masih belum dapat diterapkan pada


Kabupaten Jember, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan berikut:
a. Belum adanya kewajiban dari pusat untuk mengakui penyusutan atas aset
tetap, karena penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dilaksanakan

secara bertahap sesuai dengan perkembangan peraturan perundangundangan.


b. Penyusutan atas aset tetap dilakukan secara sekaligus yaitu melalui
penghapusan berdasarkan hasil inventarisasi oleh tim yang dibentuk oleh
kepala daerah. Pemerintah daerah cukup menganggarkan dana pada
rencana anggaran tahun berikutnya untuk pengadaan aset tetap baru.
c. Pemerintah daerah bukan profit organization sehingga penandingan beban
dan pendapatan dengan mengakui penyusutan sebagai beban dianggap
tidak relevan.

5.2

Keterbatasan Penelitian
Untuk dapat mengambil simpulan-simpulan sebagaimana diatas, penulis

menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini sehingga menimbulkan


kekurangan-kekurangan yang harus dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
1. Penulis melakukan analisis terhadap data-data aset yang tersedia saja, untuk
data yang tidak tersedia tidak dilakukan analisis.
2. Penelitian deskriptif terhadap kondisi Pemerintah Kabupaten Jember
sehubungan dengan perlakuan akuntansi aset daerah dalam penyusunan neraca
tahun anggaran 2007 menggunakan studi kasus yang mempunyai beberapa
kelemahan dalam hal menentukan temuan-temuan atau konklusi karena
dipengaruhi oleh bukti yang samar-samar atau pandangan yang subyektif
selama melakukan penelitian.

3. Pembatasan penelitian yang hanya dilakukan dengan studi kasus pada


Pemerintah Kabupaten Jember saja menyebabkan tingkat generalisasi yang
dimiliki oleh penelitian ini sangat rendah.

5.3

Saran-saran
Berdasarkan penelitian

yang dilakukan pada Kantor Pemerintah

Kabupaten Jember, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut:


1. Perlu dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia di Bagian
Keuangan

Pemerintah

Kabupaten

Jember

yang

pengetahuan

dan

pemahamannya tentang akuntansi sektor publik masih terbatas. Peningkatan


kualitas tersebut dapat ditempuh melalui jalur pendidikan formal, pendidikan
nonformal, pelatihan intensif, serta meminta bantuan konsultasi pada tim ahli.
2. Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia, peran lembaga diklat juga
sangat diperlukan untuk membangun atau meningkatkan kompetensi dari
aparatur pemerintahan yang bertugas di dalam menyiapkan, menyusun, dan
mengaudit laporan keuangan pemerintah.
3. Apresiasi dari masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan
dari penerapan akuntansi sektor publik. Karena itu masyarakat perlu didorong
untuk mampu memahami laporan keuangan pemerintah sehingga dapat
mengetahui dan memahami penggunaan atas penerimaan pajak yang diperoleh
dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang ada. Dengan
adanya dukungan yang positif dari masyarakat akan mendorong pemerintah
untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan roda pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Wuryan. 2007, Akuntansi Sektor Publik, Edisi Pertama. Bayumedia


Publishing. Malang.
Anis Chariri dan Imam Ghozali. 2001. Teori Akuntansi, Edisi Pertama. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, Edisi Pertama. BPFE.
Yogyakarta.
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2003. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara.
Jakarta.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Revisi. Salemba Empat.
Jakarta.
Kantor Informasi dan Komunikasi. 2006. Profil dan Potensi Kabupaten Jember.
Percetakan Megah. Jember.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta
Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Kieso, Donald. Jerry J. Weygandt. 1995. Akuntansi Intermediate,Edisi Ketujuh.
Binarupa Aksara. Jakarta
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik, Edisi Pertama. ANDI. Yogyakarta.

Mulyono, Hadi. 1998. Metodologi Riset Bisnis. Badan Penerbit IPWI. Jakarta.
Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem
Informasi Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2007.
Rahardjo, Budi. 2007. Keuangan dan Akuntansi, Edisi Pertama. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian untuk Bisnis, Buku Satu, Edisi Empat.
Salemba Empat. Jakarta.
Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. ALFABETA. Bandung.
Tulis. S. Meliala, Niko Silitonga, dan Timbul Sinaga. 2007. Akuntansi Sektor
Publik, Edisi Dua. Penerbit Semesta Media. Jakarta.

Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.


Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Willy. 2007. Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Daerah dalam Penyusunan
Neraca Awal Pemerintah Kota Malang. Skripsi. FE AK Universitas
Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai