Demokrasi Dalam Quran
Demokrasi Dalam Quran
Demokrasi Dalam Quran
Oleh:
Husnan Ripai
(15210006)
Diah Cahyanti Putri
(15210011)
M Zakky Ubaid Ermawan
(15210024)
Nurfiana
(15210030)
Halimatus Saadah
(15210031)
Rizqi Kurniawan
(15210035)
JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini tentang Demokrasi menurut Alquran dan Al-Hadits
Shalawat beserta salam semoga tetap terlimpahkan kepada
baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW, karena dengan jasa
beliaulah kita dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Hj. Umi Sumbulah, M.Ag. yang telah membimbing kami
dalam mata kuliah Studi Al-Quran Hadist.
Kami sangat berharap karya makalah ini dapat berguna bagi
semua teman-teman dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Demokrasi menurut Al-Quran dan
Hadis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
Kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang,
Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah di susun ini dapat
berguna bagi kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terjadi kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dihati para pembaca, karena setiap manusia pasti pernah
melakukan kesalahan, apabila ada baiknya itu datang dari sisi Allah
dan apabila ada kesalahan itulah kekurangan kami. Akhir kata kami
ucapkan Terima kasih.
Malang, 20 Nopember
2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................I
DAFTAR ISI ................................................................................................................II
BAB I:
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................1
1.3 Tujuan ............................................................................................1
BAB II:
PEMBAHASAN
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
BAB III:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian ini dijabarkan secara spesifik mengenai (1) latar belakang
pemilihan judul dan (2) fokus pembahasan. Kedua hal tersebut dijabarkan melalui
sub-sub bab berikut ini.
1.1 Latar belakang
Pada saat ini banyak sekali negara yang menganut sistem
demokrasi sebgai sisem pemerintahannya. Demokrasi sering
diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
partisipai dalam pengambilan keutusan, dan persamaan hukum.
Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa
rakyat seharusnya menjadi pemerintah bagi dirinya sendiri. Oleh
karenarakyat tidak mungkin mengambil keputsuan karena
jumlahnya terlalu besar maka dibentuklah dewan perwakilan
rakyat. Sitem ini pouler karena masyarakat merupakan komponen
utamanya. Pemerintah diplih langsung oleh rakyat yang berfungsi
sebagai penyalur aspirasi dan membuat kebijakan untuk
kepentingan rakyat dei kesejahteraan rakyat. Pada saat ini, banyak
negara yang mengadaptasi sistem demokrasi yang berasal dari
negara Barat, padahal sitem demokrasi tersebut belum tentu
sesaui dengan kaidah-kaidah Islam. Oleh karena itu, kita perlu
mengajari sistem demokrasi yang sejalan dengan aturan Islam.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana demokrasi/ musyawarah menurut Al-Quran dan Hadits?
2. Mengapa demokrasi/musyawarah itu diperlukan?
3. Bagaimana sikap musyawarah yang dapat diterima oleh banyak
orang?
3.2 Tujuan
1. Memaparkan keterkaitan demokrasi/musyawarah menurut Al-Quran dan
Hadits
2. Memaparkan diperlukannya demokrasi/musyawarah
3. Memaparkan tata cara berdemokrasi/bermusyawarah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Demokrasi
Demokrasi terdiri dari kata, yakni demos (Yunani) yan berarti
rakyat dan kratos atau kratein yang berarti kekuasaan. Adapun
yang dimaksud dengan demokrasi menurut beberapa ahli, yaitu:
1. Joseph Schemeter
Demokrasi adalah suatu pernacanaan institusional untuk
mencapai suatu putusan politik dimana para individu memperoleh
kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas
suara rakyat.
2. Sydney Hook
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana
putusan-putusan pemerintah yang penting secara langsung atau
tidak langsung yang didasarkan atas kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
3. Philippe C. Schimitter
Demokrasi adalah suatu sestem pemerintahan dimana
pemerintah dimintakan tanggung jawab atas tindakan-tindakan
mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara
tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasam dengan para wakil
mereka yang telah terpilih.
4. Henry B. Mayo
Demokrasi adalah suatu sistem dimana kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
seacara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan
dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Sebenarnya yang dimaksud dengan demokrasi adalah suatu sistem
pemerintahan dalam suatu negara dimana semua warga negara secara umum
memiliki hak, kewajiban, kedudukan, dan kekuasaan yang baik dalam menjalankan
kehidupannya maupun dalam berpartisipasi terhadap kekuasaan negara, dimana
rakyat berhak untuk ikut serta dalam menjalankan atau menguasai jalannya
2
kekuasaan negara, baik secara langsung misalnya melalui ruang-ruang publik (public
sphere) maupun melalui wakil-wakilnya yang telah dipilih secara adil dan jujur
dengan pemerintahan yang dijalankan semata-mata untuk kepentingan rakyat.
Karena itu, dalam wacana politik modern, demokrasi didefinisikan
seperti apa yang dirumuskan oleh negarawan Amerika, Abraham
Lincoln, pada tahun 1863, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, untuk rakyat (government of the people, by the people, for
the people)1. Karena itu sistem pemerintahan demokrasi dipakai
sebagai lawan dari sistem pemerintahan tirani, otokrasi,
depsotisme, totaliterisme,arsitokrasi, oligarki, dan teokrasi. Secara
teori, dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang dianggap berdaulat,
rakyat yang membuat hukum dan orang yang dipilih rakyat
haruslah melaksanakan apa yang ditetapkan rakyat.
Selain itu, demokrasi juga menyerukan kebebasan manusia
secara menyeluruh dalam hal (1) kebebasan beragama, (2)
kebebasan berpendapat, (3) kebebasan kepemilikan, dan (4)
kebebasan bertingkah laku. Tentu saja dalam implemetasiya akan
mengalami variasi-variasi tertentu yang dilatar belakangi oleh
kebiasaan, adat istiadat, serta agama yang dianut oleh suatu
negara.
Dalam demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat,
konsekuensinya bahwa hak legislasi (penetapan hukum) berada di
tangan rakyat (yang dilakukan oleh perwakilan rakyat, seperti DPR).
Semenara dalam Islam, kedaulatan berada di tangan Syara bukan
di tangan rakyat. Ketika syara telah mengaharamkan sesuatu,
maka sesuatu itu tetap haram walaupun seluruh rakyat sepakat
membolehkannya.
Berkenaan dengan kebebasan beragama, Islam memang
melarang memaksa seseorang untuk masuk agama tertentu.
1 William Ebestein, Democracy dalam Wiliam D. Halsey &
Bernard Johnston (Eds.), Colliers Encyclopedia Vol. VIII, h.75.
kalifah di bumi.
(
Artinya: Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW pernah
bersabda: Musyawarah adalah dapat dipercaya. (HR. Tirmidzi dan
Abu Daud)
10
11
dengan orang yang ahli dalam bidang agama, dan dalam hal ini
adalah para ulama dan intelektual muslim.
:
( )
Artinya: Rasulullah SAW berkata kepada Abu Bakar dan Umar:
Apabila kalian berdua sepakat dalam musyawarah, maka aku tidak
akan menyalahi kalian (HR. Ahmad).
Dari hadis ini sudah terlihat dengan jelas bahwa hasil musyawarah yang telah
disepakati oleh banyak orang, maka orang yang sedikit harus menyepakati juga, tapi
tanpa harus dengan paksaan.
1. Musyawarah dengan perempuan dan istri.
Artinya: Sesungguhnya perempuan adalah bagian dari laki-laki
Hadis ini menunjukan bahwa secara peran tidak ada bedanya antara laki-laki
dan perempuan dalam mengembangkan kiprahnya di ranah sosial dan politik. Ketika
laki-laki mempunyai hak dan peran aktif di parlemen pemerintahan, maka
perempuan pun mempunyai hak yang sama untuk ikut aktif memilih atau dipilih oleh
rakyat dalam tatanan pemerintahan yang resmi, seperti pencalonan kepala daerah,
wilayah, bahkan negara.
Dalil dari argumen tersebut dapat ditemukan dalam sebuah riwayat yang
tercantum dalam kitab shahin al-Bukhary, riwayat tersebut menjelaskan bahwa nabi
Muhammad SAW meminta pendapat istrinya yang bernama Ummu Salamah dalam
masalah- masalah yang menyangk,ut kepentingan masyarakat luas. Pada kejadian
perjanjian damai Hudaibiyah, Nabi SAW berkata kepada sahabat-sahabatnya:
bangkitlah, sembelihlah qurban, kemudian potonglah rambut. Nabi menyeruka
kalimat tersebut sebanyak tiga kali, namun tidak ada satupun dari sahabat yang
melekukannya. Lalu nabi saw menceritakan kejadian tersebut kepada istrinya Ummu
Salamah, lantas Ummu Salamah berkata: ya rasulullah apakah engkau
menginginkan hal itu terjadi?, jika memang demikian aku akan berkata kepada
mereka seperti yang engkau katakan, sehingga engkau keluar kepada mereka tanpa
sedikitpun bicara, dan mereka akan menuruti perkataan engkau. Setelah itu nabi
12
13
14
15
16
17
sedang dibahas.
Musyawarah dapat mengurangi pertikaian ataupun perselisihan
pendapat karena msing-masing peserta dimungkinkan memiliki
18
Adanya kebersamaan
19
penjelasan dari anggota lainnya, yang nantinya akan menghindarkan kita dari
berprasangka atau menduga-duga.
Menghindari celaan
20
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dalam tuntunan Islam seperti Al-Quran dan Hadits, bab
demokrasi sesungguhnya memang tidak banyak dibahas dan yang
menjelaskan secara rinci. Belum ditemukan pula hukum islam yang
berhubungan secara langsung mengatakan tentang demokrasi
sendiri itu bagaimana mestinya. Tapi, bukan berarti Islam
melupakan masalah ketata-negaraan ini. Banyak ayat-ayat atau
dalil-dalil yang isinya menuju masalah ini, terutama perihal
musyawarah.
Suatu demokrasi selalu berkaitan dengan musyawarah. Hal
ini merujuk pada keikut- sertaan rakyat dalam sistem
pemerintahan. Musyawarah ini juga merupakan kaidah demokrasi
yang utama.
Musyawarah ini didasarkan pada surat Ali-Imran ayat 159 dan
surat Asy-Syura ayat 38. Kedua ayat ini membahas tentang sebuah
tindakan yang dilakukan oleh suatu kaum mengenai hal apa yang
harus mereka lakukan saat diantara mereka ada sebuah perbedaan
pendapat. Saat tidak ditemukan keputusan, mereka pun juga harus
berpedoman pada Al-Quran dan Hadits.
Islam tidak menganut demokrasi karena demokrasi sangat
berbeda dengan islam, tidak ada hukum atau ketetapan islam yang
berasal dari Al-Quran, Hadist maupun hukum lain yang
berpedoman atau diputuskan berdasarkan Al-Quran dan Hadits
tersebut yang menyatakan tentang demokrasi secara langsung.
Karena demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, jika
rakyat sepakat maka selesailah sudah. Sedangkan islam
menjalankan dan memutuskan sesuatu berdasarkan hukum dan
ketetapan Al-Quran, Hadist, serta hukum dan ketetapan lainnya
21
DAFTAR PUSTAKA
Hadna, Musthofa, Ayo Mengakji al-Quran dan Hadits, (Jakarta:
Erlangga, 2010)
Nurdin, Ali, Quranic Society: Menelusuri Masyarakat Ideal
dalam Al-Quran, (Jakarta: Erlangga, 2006)
Sinamo, Nomensen, Pendidikan Kewarganegaraan, (Bumi
Intitama Sejahtera: 2010)
Sumbulah, Umi, Studi al-Quran dan Hadits, (Malang, UIN
Maliki Press, 2010)
Winarto, Dwi, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan,
(Bumi Aksara: 2006)
22