MODUL Metodelogi Studi Islam

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 52

Ravico, Muhammad Alfian

MODUL

METODELOGI STUDI
ISLAM

RAVICO, M.HUM
MUHAMMAD ALFIAN, M.Pd

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


KERINCI

1 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

LEMBAR PENGESAHAN

MODUL PEMBELAJARAN
SEJARAH PERADABAN ISLAM; PRIODE ARAB PRA-ISLAM

Oleh:
Ravico, M.Hum
Muhammad Alfian

Modul ini disusun sebagai pedoman dan acuan dalam pelaksanaan


Pembelajaran Metodelogi Studi Islam

Dinyatakan Dapat Digunakan

Disahkan Pada Tanggal ….Agustus 2021

Mengetahui,
Ketua Jurusan Ekonomi Syariah Tim Dosen

Suci Mahabbati, M.H Ravico, M.Hum


NIP.199012212018012002 NIP.198808132018011001

2 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

PENGANTAR

Metodologi Studi Islam (MSI) merupakan mata kuliah wajib yang harus
dipelajari dan dipahami oleh mahasiswa Pendidikan Agama Islam khususnya
pada semester satu. Mata kuliah ini dimaksudkan untuk memberi bekal
kepada mahasiswa sebagai pengantar studi agar memiliki pemahaman
terhadap Islam secara menyeluruh dari berbagai aspeknya, mengetahui
berbagai metode dan juga pendekatan dalam mempelajari Islam.
Pada pembelajarannya, mata kuliah ini difokuskan pada upaya
mempelajari Islam secara efektif dan efisien sehinga mahasiswa dalam waktu
yang relatif singkat dapat memperoleh pengetahuan yang menyeluruh
tentang Islam. Untuk dapat mengetahui Islam secara menyeluruh ini, Islam
perlu diidentifikasi terlebih dahulu menjadi tiga kategori, yaitu: (1) Islam
sebagai sumber ajaran berupa Qur’an dan Sunnah, (2) Islam sebagai hasil
pemahaman terhadap sumber ajaran Islam, yang sudah mengambil bentuk
disiplin ilmu keIslaman seperti akidah, fikih, ahlak tasawuf dan filsafat Islam,
dan (3) Islam sebagai produk pengalaman. Selanjutnya, pembahasan akan
dilanjutkan pada metode mempelajari Islam, sesuai dengan tiga kategori
tersebut.
Metodologi Studi Islam berhubungan erat dengan mata kuliah yang
lain, seperti mata kuliah Ulumul Quran, Tafsir, Ulumul Hadits, Hadis, Tauhid,
Fikih, Akhlak-Tasawuf, Filsafat Islam dan Pembaharuan Pemikiran Islam.
Namun demikian MSI pembahasannya berbeda dengan pembahasan mata
kuliah tersebut di atas. MSI diarahkan pada upaya mempelajari Islam.
Tegasnya, metode dan pendektan mempelajari Qur’an, Sunnah, Fikih, Tauhid,
Akhlak-Tasawuf, Filsafat Islam, dan pengamalan Islam, bukan mempelajari
isinya. Jika di sana-sini terdapat pembahasan yang menyentuh mata kuliah
yang lain, hanyalah sebagai contoh aplikasi metode mempelajari materi
bukan mendalami materi.

3 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Mata kuliah ini memiliki kegunaan teoritis dan praktis. Secara teoritis
mahasiswa akan memiliki pengetahuan tentang Islam dengan komprehensif
dalam berbagai aspeknya. Dengan demikian pengetahuan tentang Islamnya
menjadi luas dan dalam mempelajarinya menggunakan metode dan
pendekatan yang relevan. Sedangkan secara praktis mahasiswa yang telah
mempelajari MSI akan memiliki sikap dan pandangan yang luas tentang
Islam, bersikap toleran terhadap pihak lain yang berbeda pendapat dan dapat
menghargai pihak lain yang menggunakan metode dan pendekatan yang
berbeda.

4 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

MODUL 1
ISLAM DAN AGAMA-AGAMA

5 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

MODUL 1
ISLAM DAN AGAMA-AGAMA

A. Pendahuluan
Dalam modul satu ini, mahasiswa akan diajak untuk memahami Islam
dan Agama-agama. Hal ini menjadi penting, dikarenakan sebelum
mempelajari mengenai metodologi Studi Islam, mahasiswa perlu
mengetahui apa itu Islam, serta bagaimana kaitannya dengan agama
lainnya untuk menjadi dasar pengetahuan dalam pengembangan materi
kedepannya.
Modul satu ini akan membahas mengenai tiga aspek dari Islam dan
agama-agama, yaitu materi mengenai: Islam dalam wacana agama-
agama, signifikansi Studi Islam, dan pertumbuhan Studi Islam di dunia.
Materi ini masih berupa materi umum dan awal dari metodologi Studi
Islam.
Setelah mempelajari modul ini secara pribadi dan juga lewat arahan
dosen ketika di kelas, mahasiswa diharapkan mampu: (1) memahami
mengenai Islam dalam wacana agama-agama, dan (2) mengetahui dan
memahami peran Islam dalam menyatukan bangsa-bangsa.
Hal yang perlu diperhatikan, selama mempelajari modul ini,
mahasiswa harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
1. Membaca modul dengan seksama
2. Bertanya kepada dosen mengenai hal-hal yang tidak dan atau
kurang dipahami
3. Berdiskusi dengan teman yang lain agar pemahaman lebih
kompleks
4. Membaca literatur lain yang relevan untuk memperkaya
pengetahuan mengenai materi Islam dan Agama-Agama

6 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

B. Materi 1: Islam dalam wacana Agama-agama


Dalam Studi keagamaan sering dibedakan antara kata religion dengan
kata religiosity. Kata yang pertama, religion yang biasa dialihbahasakan
menjadi “agama”, pada mulanya lebih berkonotasi sebagai kata kerja,
yang mencerminkan sikap keberagamaan atau kesalehan hidup
berdasarkan nilai-nilai keTuhanan. Tetapi dalam perkembangan
selanjutnya, religion bergeser menjadi semacam kata benda; ia menjadi
himpunan doktrin, ajaran serta hukum-hukum yang telah baku yang
diyakini sebagai kodifikasi perintah Tuhan untuk manusia. Hal ini dalam
Islam misalnya, telah terbentuk ilmu-ilmu keagamaan yang dianggap
baku seperti ilmu kalam, fikih, dan tasawuf yang akhirnya masing-masing
berkembang dan menjauhkan diri antara yang satu dengan yang lainnya.
Sedangkan religiositas lebih mengarah pada kualitas penghayatan dan
sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang
diyakininya. Istilah yang lebih tepat sebenarnya bukan religiositas,
namun spiritualitas dikarenakan spiritualitas lebih menekankan
substansi nilai-nilai luhur keagamaan dan cenderung memalingkan diri
dari formalisme keagamaan. Biasanya, orang yang merespons agama
dengan menekankan dimensi spiritualitasnya cenderung bersikap
apresiatif terhadap nilai-nilai luhur keagamaan, meskipun berada dalam
wadah agama lain. Sebaliknya, ia akan merasa terganggu oleh berbagai
bentuk formalisasi agama yang berlebihan, karena hal itu dinilainya akan
menghalangi berkembangnya nilai-nilai moral dan spiritual keagamaan
(Komarudin Hidayat dalam Anditi (ed.), 1998: 41-2). Oleh karena itu, kita
perlu mengetahui kebenaran agama bukan hanya pada dataran
eksoterik, melainkan juga ada dataran esoteris.
Islam sebagai agama yang diturunkan Allah bagi umat manusia,
kehadirannya memberikan dimensi baru terhadap cara pandang
kebenaran agama-agama lain. Pertama, agama itu tidak lagi harus
dipandang sebagai sebuah dogma, yang harus diterima apabila orang

7 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

ingin selamat dari siksa yang selama-lamanya. Akan tetapi, Islam


diterima sebagai agama yang menjadi pilihan Tuhan dengan perantara
wahyu. Sebaliknya, wahyu diakui sebagai faktor yang sangat diperlukan
bai evolusi manusia. Jika dalam bentuknya yang kasar, wahyu
merupakan pengalaman universal dari kemanusiaan, dalam tingkatan
yang paling tinggi, wahyu merupakan pemberian Tuhan kepada semua
umat manusia dengan perantara nabi (Ali Anwar Yusur, 2002:18)
Kedua, ajaran Islam tidak hanya terbatas pada kehidupan setelah mati.
Perhatian utamanya adalah untuk kehidupan dunia dan dengan
perantaraan perbuatan baik di dunia ini manusia dapat memperoleh
kesadaran tentang eksistensinya yang lebih tinggi. Itulah sebabnya, Al-
Quran pada banyak tempat membahas masalah-masalah yang
menyangkut pada berbagai aspek kehidupan manusia. Ia bukan hanya
membahas cara beribadah, bentuk-bentuk peribadatan dengan cara-cara
yang menjadikan manusia dekat dengan Tuhan, tapi juga tentang
problem-problem disekitar manusia. Masalah hubungan antar manusia
dengan manusia, kehidupan sosial dan politik, perkawinan, perceraian
dan pewarisan, pembagian harta benda dan hubungan antara tenaga
buruh dan modal, peradilan, damai dan perang, keuangan, utang dan
kontrak, masalah kewanitaan, aturan untuk membantu fakir miskin,
janda, dan masih banyak lagi masalah hidup dan kehidupan yang
memungkinkan orang untuk mencapai hidup bahagia. Al-Quran –sebagai
pedoman hidup manusia- bukan hanya memberikan peraturan untuk
kemajuan individu, tetapi juga untuk kemajuan masyarakat secara
keseluruhan, kemajuan bangsa dan bahkan umat manusia. Semua
peraturan itu dijadikan efektif dengan dasar kemimanan kepada Allah
SWT (Mukti Ali, 1991: 52).
Kesanggupan Islam untuk menegakkan persaudaraan antarumat
manusia, bukan satu-satunya hasil yang dicapai. Transformasi yang
dibawa agama Islam di dunia ini merupakan tugas lain yang tidak kalah

8 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

penting dengan usaha-usaha menegakkan persaudaraan tersebut. Islam


telah terbukti menjadi kekuatan rohani yang dapat mengubah dunia, dan
hal ini tidak dapat dilakukan agama-agama lainnya (Mukti Ali, 1991: 54).
Demikianlah sebenarnya, Islam patut dipikirkan sedalam-dalamnya
oleh pemikir-pemikir dunia, bukan hanya karena ia merupakan kekuatan
rohani yang paling besar yang membawa peradaban, tetapi ia juga
memberikan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang menimpa
dunia. Materialisme yang menjadi cita-cita modern, selamanya tidak
akan membawa perdamaian dan menanamkan persaudaraan diantara
bangsa-bangsa di dunia. Agama kristen telah gagal untuk menghilangkan
prasangka ras dan warna kulit. Islam adalah satu-satunya kekuatan yang
telah berhasil menghilangkan bencana yang ditimbulkan oleh perbedaan
itu –dengan ayat yang menyatakan bahwa seluruh manusia sama di mata
Allah- dan dengan perantara Islam, persoalan dunia modern itu bisa
diselesaikan (Rosihon Anwar, 2011:19). Keberhasilan memecahkan
persoalan-persoalan itu, dan masih banyak lagi hal lain yang menjadi
teka-teki bagi manusia modern ini menjadikan Islam sebagai agama yang
benar-benar membawa kebahagiaan bagi umat manusia (Mukti Ali,
1991: 56).
C. Materi 2: Islam Menyatukan Bangsa-Bangsa
Apabila persatuan itu merupakan dasar bagi kebudayaan umat manusia,
tidak usah diragukan lagi bahwa Islam merupakan kekuatan yang
menyelamatkan dunia ini. tiga belas abad yang lalu, Islamlah yang
menyelamatkan dunia dari kebiadaban. Islamlah yang membantu suatu
peradaban yang dasar-dasarnya telah rapuh dan Islam pula yang
meletakkan dasar-dasar baru serta menegakkan kultur dan etika baru.
Ide tentang kesatuan umat manusia keseluruhan yang diperkenalkan
oleh Islam di dunia ini merupakan suatu ide yang begitu kuat yang
menjadikan bangsa-bangsa dapat menjadi satu, yang semula saling

9 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

bertengkar dan membenci antar satu suku dengan suku yang lain, antar
bangsa yang satu dengan bangsa yang lain.
Dari sinilah mukzizat Islam menampakkan diri. Islam bukan hanya
sekedar menyatukan suku-suku yang berperang dari suatu negeri, tetapi
juga menegakkan persaudaraan semua bangsa di dunia ini, bahkan
menyatukan semua orang yang mempunyai perbedaan warna, ras,
bahasa, batas geografis, bahkan kebudayaan. Ia menyatukan manusia
dengan manusia dan mendekatkan orang dengan orang. Memang, Islam
ternyata bukan hanya pemersatu yang paling besar, tetapi satu-satunya
kekuatan yang menyatukan. Jika agama-agama lain hanya berhasil dalam
menyatukan elemen-elemen yang berbeda-beda dari satu ras, Islam telah
menyatukan banyak ras dan juga mengharmoniskan berbagai elemen
yang berbeda dari umat manusia (Mukti Ali, 1991: 55).
Dengan itu, Islam telah meletakkan dasar bagi persatuan umat
manusia, yang agama lain tidak pernah bisa melakukannya. Islam bukan
hanya mengakui persamaan hak manusia, baik sipil maupun politik,
tetapi juga hak-hak rohaniah
D. Rangkuman
Islam, dalam posisinya diantara agama-agama, mucul sebagai agama
yang melengkapi agama samawi lain yang pernah muncul di muka bumi.
maka demikian, sesuai dengan apa yang termaktub dalam al-Qur’an,
Islam merupakan agama yang paling benar yang diturunkan bagi
manusia dimuka bumi. Sebagai agama yang paling kompleks ajarannya
dibanding dengan ajaran agama yang lainnya, dan juga sebagai umat
beragama yang paling besar didunia, mau tidak mau umat Islam
memegang tanggung jawab yang sangat besar guna menjawab
munculnya berbagai problematika kehidupan yang muncul dalam
perkembangan zaman milenial ini.
Dalam tataran serajah, Islam sebenarnya pernah bisa menjawab
tantangan kehidupan yang pernah muncul pada saat itu, dengan

10 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

mengubah tatanan kehidupan Arab kuno yang masih hidup dalam


budaya jahiliah, menuju pada budaya Islam yang lebih santun, terhormat
dan bijak. Islam muncul menghancurkan sistem kasta dan perbudakan,
menyatukan suku-suku arab yang terpecah kedalam satu pemerintahan
Islam, bahkan sampai mempersatukan negara-negara kedalam daulah
dirasah Islamiyah, sampai dengan runtuhnya bani ustmani sebagai
pemerintahan Islam terakhir. Kondisi sekarang, sebenarnya masih
memperlihatkan bahwa Islam masih bisa mempersatukan umat dari
berbagai bangsa dalam satu agama dan satu tuntunan Ibadah. Namun
seperti yang disebut sebelumnya, Islam masih mempunyai tugas untuk
memunculkan nilai-nilai yang bisa diterima bagi kehidupan global, guna
untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul di kehidupan
mileneal sekarang.
E. Tugas dan latihan
1. Apa yang dimaksud dengan religion? (jawaban ada pada paragraf
pertama materi 1).
2. Apa yang dimaksud dengan religiusitas? (jawaban ada pada paragraf
kedua materi 1).
3. Bagaimana posisi Islam dalam hubungannya dengan agama-agama
yang lainnya? (jawaban ada pada paragraf ketiga dan keempat materi
1).
4. Jelaskan peran Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamiin!
(jawaban ada pada paragraf pertama dan kedua materi 2).
F. Balikan dan tindak lanjut
Cocokkan jawaban saudara sesuai dengan tips yang ada dalam tanda
kurung setelah soal disampaikan. Tiap soal mempunyai bobot 25 poin,
yang berarti jika semua jawaban terjawab bobot maksimal yang bisa
didapatkan adalah 100 poin.
Saudara dinyatakan lolos tugas, jika poin yang saudara capai sebesar
75 poin, atau menjawab 3 jawaban yang benar dari total 4 soal yang ada.

11 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :

90 - 100 Poin = Baik sekali

80 - 89 Poin = Baik

70 - 79 Poin = Cukup

< 70 Poin = Kurang

Jika nilai kurang dari 75 poin, saudara diharapkan untuk mempelajari


kembali materi 1 dan 2 dalam modul 1 ini, sampai target minimal untuk
lolos yang diharapkan bisa tercapai.

12 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

MODUL 2
PENGANTAR STUDI ISLAM

13 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

MODUL 2
PENGANTAR STUDI ISLAM

A. Pendahuluan
Dalam modul dua ini, mahasiswa akan diajak untuk mempelajari
pengantar Studi Islam. Hal ini menjadi penting, dikarenakan sebelum
mempelajari mengenai metodologi Studi Islam secara menyeluruh,
mahasiswa perlu mengetahui mengenai dasar-dasar dari materi Studi
Islam guna pengembangan materi kedepannya.
Modul dua ini akan membahas mengenai empat aspek dari Pengantar
Studi Islam, yaitu materi mengenai: pengertian Studi Islam, objek srudi
Islam, urgensi Studi Islam, dan tujuan Studi Islam. Materi ini masih
berupa materi umum dan awal dari metodologi Studi Islam.
Setelah mempelajari modul ini secara pribadi dan juga lewat arahan
dosen ketika di kelas, mahasiswa diharapkan mampu: (1) memahami
pengertian dari Studi Islam, (2) mengetahui apa saja objek Studi Islam,
(3) mengetahui dan memahami urgensi mempelajari Studi Islam, dan (4)
mengetahui tujuan Studi Islam.
Hal yang perlu diperhatikan, selama mempelajari modul ini,
mahasiswa harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
1. Membaca modul dengan seksama
2. Bertanya kepada dosen mengenai hal-hal yang tidak dan atau
kurang dipahami
3. Berdiskusi dengan teman yang lain agar pemahaman lebih
kompleks
4. Membaca literatur lain yang relevan untuk memperkaya
pengetahuan mengenai materi Pengantar Studi Islam

14 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

B. Materi 1: Studi Islam


Akhir-akhir ini, kajian tentang Islam bukan hanya dilakukan oleh orang
Islam, namun juga dilakukan oleh orang-orang diluar Islam. Kajian Islam
bukan hanya dilakukan di negara-negara timur yang mayoritas
penduduknya muslim, namun juga di negara-negara barat yang
kebanyakan penduduknya bukan Muslim. Bahkan, akhir-akhir ini,
semangat untuk kajian ini di Barat semakin tinggi sehingga orang-orang
Islam pun, untuk melakukan kajian ini harus pergi ke Barat. Di barat,
kajian Islam lebih dikenal dengan nama Islamic Studies, yang secara
sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan lain, usaha sadar
dan sistematis untuk mengetahui secara mendalam seluk-beluk atau hal-
hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah, maupun
praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-
hari (Muhaimin dkk, 1994: 11).
Tujuan dan motivasi Studi keIslaman dikalangan umat Islam pun
tentunya sangat berbeda dengan orang-orang diluar Islam. Di kalangan
umat Islam, Studi keIslaman bertujuan mendalami dan memahami serta
membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan
mengamalkannya dengan benar. Adapun di luar kalangan umat Islam,
Studi keIslaman bertujuan mempelajari seluk beluk agama dan praktik
keagamaan yang berlaku di kalangan umat Islam yang semata-mata
sebagai ilmu pengetahuan.
Lebih jelasnya, secara material ruang lingkup kajian keIslaman dalam
tradisi sarjana barat (orientalism scholar) meliputi pembahasan
mengenai ajaran, doktrin, pemikiran, teks, sejarah dan institusi-institusi
keIslaman. Pada awalnya, ketertarikan sarjana Barat terhadap pemikiran
Islam lebih karena kebutuhan akan penguasaan daerah koloni,
mengingat daerah koloni pada umumnya adalah negara-negara yang
banyak didomosili warga negara yang beragama Islam, sehingga mau

15 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

tidak mau mereka harus paham tentang budaya lokal agar bisa
mengetahui seluk beluk budaya, kebiasaan setempat dan lain sebagainya.
Namun, seiring dengan berkembangnya waktu, para orientalis mulai
tertarik kembali untuk mempelajari pemikiran Islam karena melihat
adanya gerakan bangkit kembali dari keterpurukan Islam yang
dilakukan oleh para pembaharu Islam (sebut saja Muhammad Abduh,
Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Ridho, dll), yang pada masa ini, para
orientalis tertarik untuk mengkaji substansi ide dan gagasan para
pembaharu Islam ini (Jamali Sahrodi, 2008: 57).
C. Materi 2: Objek Studi Islam
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa Studi Islam atau Islamic
Sudies adalah kajian ilmiah berkaitan dengan Islam, prosedur dalam
memahami Islam secara ilmiah. Oleh karena itu yang menjadi objek Studi
Islam adalah ajaran Islam itu sendiri dalam berbagai aspeknya dan
berbagai madzhab alirannya. Ajaran Islam tidak hanya sebatas ibadah
dalam arti sempit, tetapi meliputi interaksi sosial kemasyarakatan.
Sejauh ini, umat Islam Indonesia menduga bahwa Islam hanya salat,
zakat, puasa, haji dan dzikir. Di samping itu, sebagian kaum muslim
masih menduga bahwa pemahaman Islam itu bersifat permanen,
sehingga penafsiran atas ajaran Islam harus mengikuti penfsiran-
penafsiran ulama, terutama ulama masa klasik.
Kalangan ahli belum sepakat tentang apakah Studi agama Islam dapat
dimasukan ke dalam kelompok ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan
karakteristik antara ilmu pengetahuan (sains) berbeda. Amin Abdullah
(1996: 106) misalnya, menyatakan jika penyelenggaraan dan
penyampaian Islamic Studies atau Dirasah Islamiah hanya mendengarkan
dakwah keagamaan dalam kelas, apa bedanya dengan kegiatan pengajian
dan dakwah yang sudah ramai diselenggarakan di bangku kuliah.
Menanggapi kritik tersebut, Amin Abdullah menyatakan bahwa pangkal
tolak kesulitan pengembangan scope wilayah kajian Islamic Studies

16 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

berakar pada kesulitan para agamawan untuk membedakan antara yang


normativitas dan historisitas. Pada tataran normativitas kelihatan Islam
kurang pas untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu, dari sisi normativitas
Studi Islam masih banyak terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat
memihak, sehingga kadar muatan analitis kritis, metodologis kurang
menonjol, kecuali di kalangan para peneliti yang jumlahnya terbatas.
Sedangkan untuk tataran historisitas, yakni jika dilihat dari segi historis,
Islam dalam arti yang dipraktekan oleh manusia serta tumbuh dan
berkembang dalam sejarah kehidupan manusia justru telah menjadi ilmu
pengetahuan Islam yaitu sebuah disiplin ilmu, yakni ilmu Ke-Islaman
atau Islamic Studies. (Abuddin Nata, 1998: 102-103).
Untuk memantapkan Studi Islam ini, perlu dipahami juga pemetaan
ajaran Islam kepada beberapa kategori, misalnya dua wilayah, yaitu yang
absolut-mutlak (sakral) dan Nisbiy-zhanniy (profan). Islam sebagai the
original text bersifat mutlak dan absolut, sedangkan Islam yang berupa
hasil pemikiran dan praktek umat Islam bersifat relatif-temporal,
berubah sesuai dengan perubahan konteks zaman dan konteks sosial.
Dengan demikian, yang menjadi obyek Studi Islam semua hal yang
membicarakan tentang Islam, mulai dari level wahyu (nash), hasil
pemikiran ulama hingga level praktek yang dilakukan masyarakat
Muslim. Perbedaan-perbedaan Studi Islam ini meniscayakan adanya
perbedaan dalam menentukan pendekatan dan metode yang digunakan.
Jauh sebelum wacana di atas, Harun Nasution telah merancang objek
kajian Islam yang membaginya menjadi beberapa aspek, melalui dua
buah bukunya yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,
Dalam perkembangan berikutnya Studi Islam diarahkan pada delapan
bidang sesuai dengan pengakuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) pada tahun 1982 yakni meliputi: (1) Sumber ajaran
yakni AlQuran dan Hadits, (2) Pemikiran Dasar Islam, yang meliputi
Kalam, Falsafat dan tasawuf, (3) Fikih dan Pranata Sosial, (4) Sejarah

17 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Kebudayaan Islam, (5) Dakwah, (6) Pendidikan Islam, (7) Bahasa dan
Sastera Arab, (8) Pembaharuan Pemikiran dalam Islam. Khusus nomor
delapan sejak tahun 1997 direkomendasikan oleh kelompok pakar untuk
dimasukan kedalam setiap bidang dari nomor 1 hingga nomor 7.
D. Materi 3: Urgensi Studi Islam
Setelah kita mengetahui mengenai apa yang dimaksud dengan Studi
Islam dan juga objek dari Studi Islam, kita beranjak pada materi
selanjutnya, yaitu urgensi atau pentingnya keberadaan Studi Islam dalam
kehidupan kita beragama.
Pada masa sekarang, ketika umat Islam sedang menghadapi tanpa
dari kehidupan dunia dan budaya modern, Studi keIslaman menjadi
sangat uren. Studi Islam dituntut untuk membuka diri terhadap
masuknya dan digunakannya pendekatan-pendekatan yang bersifat
objektif dan rasional, dan secara bertahap, meninggalkan pendekatan
yang bersifat subjektif-doktriner. Dengan demikian, Studi Islam akan
berkembang dan mampu beradaptasi dengan dunia modern serta
mampu menjawab tantangan kehidupan dunia dan budaya modern
(Muhaimin dkk, 1994: 13).
Jika diuraikan secara rinci, urgensi Studi Islam dapat dijabarkan,
diantaranya:
1. Umat Islam saat ini sedang berada dalam kondisi problematik
Maksudnya, kita sebagai bagian dari umat Islam menyadari bahwa
kita masih berada dalam posisi marginal (terpinggirkan) dan lemah
dalam segala aspek kehidupan sosial budaya, dan harus berhadapan
dengan dunia modern yang serba maju dan semakin canggih. Dalam
kondisi yang seperti ini, umat Islam dituntut untuk melakukan
gerakan pemikiran yang diharapkan mampu menghasilkan konsep
pemikiran yang cemerlang dan operasional untuk mengantisipasi
perkembangan dan kemajuan tersebut. Umat Islam tidak boleh
terjebak pada romantisme, dalam arti menyibukkan diri untuk

18 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

membesar-besarkan kejayaan masa lalu sebagaimana terwujud


dalam sejarah Islam, sementara Islam sendiri saat ini masih abu-abu
dalam menghadapi masa depannya.
Selain itu pula, umat Islam pun berada pada problematika yang
lain, yaitu di satu sisi jika mereka hanya berpegang pada ajaran-
ajaran Islam hasil penafsiran ulama terdahulu serta tidak ada
keberanian untuk melakukan perombakkan pemikiran, berarti
mereka sedang menghadapi posisi mandek (statis) dalam pemikiran,
yang pada gilirannya akan menghadapi masa depan yang suram. Di
sisi lain, jika dilakukan usaha pembaharuan dan pemikiran kembali
secara kritis dan rasional terhadap ajaran-ajaran Islam guna
menyesuaikan terhadap tuntutan zaman dan kehidupan modern,
mereka akan dituduh sebagai umat yang meninggalkan atau tidak
setia lagi pada ajaran-ajaran Islam yang dianggap sudah mapan dan
sempurna tersebut.
Maka oleh karenanya, Studi Islam diharapkan mampu
memberikan alternatif pemecahan masalah atau jalan keluar dari
kondisi yang problematik tersebut. Studi Islam diharapkan dapat
mengarah dan bertujuan untuk mengadakan usaha-usaha
pembaharuan dan pemikiran kembali ajaran-ajaran Islam tersebut,
agar mampu beradaptasi dan menjawab tantangan serta tuntutan
zaman dan dunia modern, dengan tetap berpegang pada sumber
dasar ajaran agama Islam yang asli dan murni, yaitu al-Qur’an dan as-
Sunnah. Studi Islam juga diharapkan mampu memberikan pedoman
dan pegangan hidup bagi umat Islam agar tetap menjadi seorang
muslim sejati, yang hidup dalam dan mampu menjawab tantangan
serta tuntutan zaman modern maupun era global sekarang ini
(Muhaimin dkk, 1994: 15).

19 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

2. Umat manusia dan peradabannya berada dalam suasana problematis


Islam, sebagai agama yang rahmatan lil‘alamin, tentunya mempunyai
konsep atau ajaran yang bersifat manusiawi dan universal, yang
dapat menyelamatkan manusia dan alam semesta dari
kehancurannya. Oleh karenanya, Islam harus bisa menawarkan nilai,
norma, dan aturan yang bersifat manusiawi dan universal itu kepada
dunia modern, yang diharapkan mampu memberikan alternatif
pemecahan terhadap keadaan problematis umat manusia sekarang
ini. namun, umat Islam sendiri saat ini juga sedang mengalami situasi
yang serba problematis, apakah mampu dengan keadaan yang seperti
ini, umat Islam mewujudkan misi agamanya sebagai rahmatan lil
‘alamin tadi?
Di sinilah urgensi Studi Islam, untuk menggali kembali ajaran-
ajaran Islam yang asli dan murni, dan yang bersifat manusiawi
sebagai rahmatan lil ‘alamin. Dari sini, kemudian ajaran ini dididikkan
dan ditransformasikan kepada generasi penerusnya dan dihadapkan
dengan budaya dan peradaban modern agar mampu berhadapan dan
beradaptasi dengannya. Dengan demikian, diharapkan bisa
menawarkan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh
manusia dalah kehidupan milenneal sekarang ini.
E. Materi 4: Tujuan Studi Islam
Sebagaimana pengertian yang tertulis mengenai Studi Islam sebelumnya,
Studi Islam merupakan sebuah usaha untuk mempelajari Islam secara
mendalam dan segala bentuk seluk-beluk yang berhubungan dengan
agama Islam. Studi Islam ini juga mempunyai tujuan yang jelas, yang
sekaligus menunjukkan arah Studi Islam tersebut. Dengan arah dan
tujuan yang jelas itu, dengan sendirinya Studi Islam menjadi suatu usaha
yang disusun secara sadar, sengaja dan sistematif.

20 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Muhaimin dalam bukunya mengemukakan bahwa arah dan tujuan


Studi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut (Muhaimin dkk, 1994: 19-
23):
1. Untuk mempelajari secara mendalam apa sebenarnya hakikat agama
Isla itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agama-
agama lain dalam kehidupan budaya manusia.
Sehubungan dengan hal ini, Studi Islam dilaksanakan
berdasarkan asumsi bahwa sebenarnya agama yang diturunkan Allah
adalah untuk membimbing dan mengarahkan serta
menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama
dan budaya umat manusia di muka bumi. Agama-agama yang pada
mulanya tumbuh dan berkembang berdasarkan pengalaman dan
penggunaan akal serta budi daya manusia, diarahkan oleh Islam
menjadi agama monoteisme yang benar dan lurus.
2. Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama
Islam yang asli, dan bagaimana penjabaran dan operasionalisasinya
dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam
sepanjang sejarahnya.
Studi ini berasumsi bahwa agama Islam merupakan agama
fitrah sehingga pokok-pokok isi ajaran agama Islam tentunya sesuai
dengan fitrah manusia. Potensi fitrah inilah yang menyebabkan
manusia hidup, tumbuh, dan berkembang, mempunyai kemampuan
untuk mengatur kehidupannya, berbudaya, dan membudidayakan
lingkungan hidupnya. Dari potensi fitrah inilah, manusia mampu
mengatur dan menyusun suatu sistem kehidupan dan lingkungan
budaya yang mewadahi kehidupan dan mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup bersama masyarakatnya. Sebagai agama
fitrah, pokok-pokok isi ajaran Islam tersebut akan tumbuh dan
berkembang secara operasional dan serasi bersama dengan
pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia tersebut. Kalau

21 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

sekarang ini tampak bahwa praktik dan pelaksanaan ajaran agama


Islam tidak sesuai atau dikatakan sebagai hal yang ketinggalan
zaman, perlu dipertanyakan “mengapa terjadi demikian?”, yang jelas
bahwa keadaan tersebut merupakan pertanda bahwa telah terjadi
penyimpangan dalam penjabaran dan operasionalisasi pokok-pokok
isi ajaran Islam, dan harus diluruskan kembali. Hal inilah yang
menjadi salah satu tujuan dari Studi Islam.
3. Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama
Islam yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya
sepanjang sejarahnya.
Studi ini berdasarkan asumsi bahwa agama Islam sebagai
agama samawi terakhir, membawa ajaran-ajaran yang bersifat final
dan mampu memecahkan masalah-masalah kehidupan manusia,
serta menjawab tantangan dan tuntutannya sepanjang zaman.
Sementara itu, dikarenakan perubahan zaman yang semakin maju,
membuat permasalahan kehidupan manusia menjadi semakin rumit
dan kompleks pula. Pertanyaannya adalah, mampukah sumber dasar
ajaran Islam tetap aktual dan menjadi faktor dinamik dari
perkembangan sistem budaya dan peradaban manusia yang semakin
maju dan kompleks itu? Ataukah mungkin yang terjadi, ajaran Islam
ini akan kehilangan dinamikanya, sehingga ketinggalan zaman dan
menghambat pembangunan? Inilah tantangan berikutnya dari Studi
Islam.
4. Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai-nilai
dasar ajaran Islam, dan bagaimana realisasinya dalam membimbing
dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan
peradaban manusia pada zaman modern ini.
Asumsi dari Studi Islam adalah bahwa agama Islam yang
diyakini membawa misi sebagai rahmatan lil ‘alamin tentunya
mempunyai nilai-nilai dan pprinsip-prinsip dasar yang bersifat

22 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

universal, yang mempunyai daya dan kemampuan untuk


membimbing, mengarahkan, mengontrol dan mengendalikan faktor-
faktor potensial dari pertumbuhan dan perkembangan sistem budaya
dan peradaban modern. Di era global ini manusia membutuhkan nilai
yang universal, yang bisa digunakan untuk mengontrol dan siterima
oleh seluruh umat manusia. Karena itu, nilai dan prinsip dasar ajaran
agama Islam tersebut diharapkan menjadi alternatif yang mampu
mengarahkan, mengontrol, dan mengendalikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern serta faktor dinamika lainnya
dari sistem budaya dan peradaban manusia. Mungkinkah hal ini
terwujud? Bagaimana caraya? Hal inilah yang menjadi salah satu
tantangan Studi Islam.

Dengan mengemukakan tujuan-tujuan tersebut, tampaklah karakteristik


dari Studi Islam yang selama ini dikembangkan di perguruan tinggi tidak
bersifat konvensional, tetapi lebih bersifat memadukan antara Studi
Islam dikalangan umat Islam sendiri yang bersifat subjektif-doktriner dan
kalangan luar yang bersifat ilmiah. Oleh karena itu, tampilannya lebih
banyak diwarnai oleh analisis kritis terhadap hasil-hasil Studi dari kedua
usaha Studi Islam tadi.

F. Rangkuman
Studi Islam merupakan hal yang penting untuk dilakukan dan dipelajari
secara dini oleh mahasiswa. Studi Islam sebenarnya sudah banyak
dilakukan oleh para sarjana muslim dan juga sarjana barat (yang biasa
disebut orientalis). Sarjana muslim mempelajari Islam lebih karena ingin
lebih mengetahui secara jauh ajaran-ajaran agama yang diyakini
kebaikan dan kebenarannya untuk diamalkan dalam kehidupannya.
Sedangkan para orientalis, mempelajari Islam karena melihat adanya
keunikan agama ini dibanding dengan agama lainnya, baik dari sedi
kehidupan sosial umatnya, budaya, ajaran-ajaran dan lain sebagainya.

23 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Urgensi serta tujuan Studi Islam secara umum adalah untuk


menghadapi problematika yang sedang dialami umat Islam sendiri
khususnya, dan juga problem keduniaan secara umumnya. Cita-cita dasar
dari Agama Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamiin masih
menjadi tujuan utama Studi Islam, dimana Islam diarahkan untuk
menghadapi problematika tersebut, baik dari ajaran nya secara tekstual,
maupun dalam aktualisasinya kedalam masyarakat.
G. Tugas dan Latihan
1. Bagaimana perkembagan Studi Islam di timur dan barat? Jelaskan
secara singkat! (jawaban ada pada pada paragraf 1 materi 1).
2. Apa motifasi sarjana barat mempelajari Islam? Jelaskan menurut
pendapat saudara! (jawaban baca pada paragraf 2 dan 3 materi 1).
3. Apa saja yang menjadi objek dari Studi Islam? (jawaban ada pada
materi 2).
4. Jelaskan menurut saudara Studi Islam penting untuk dilakukan!
(jawaban baca pada materi 3).
5. Sebutkan dan jelaskan satu saja tujuan dari Studi Islam! (jawaban ada
pada materi 4).
H. Balikan dan tindak lanjut
Cocokkan jawaban saudara sesuai dengan tips yang ada dalam tanda
kurung setelah soal disampaikan. Tiap soal mempunyai bobot 20 poin,
yang berarti jika semua jawaban terjawab bobot maksimal yang bisa
didapatkan adalah 100 poin.
Saudara dinyatakan lolos tugas, jika poin yang saudara capai sebesar
80 poin, atau menjawab 4 jawaban yang benar dari total 5 soal yang ada.
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :

90 - 100 Poin = Baik sekali

80 - 89 Poin = Baik

70 - 79 Poin = Cukup

24 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

< 70 Poin = Kurang

Jika nilai kurang dari 80 poin, saudara diharapkan untuk mempelajari


kembali materi 1 sampai 4 dalam modul 2 ini, sampai target minimal
untuk lolos yang diharapkan bisa tercapai.

25 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

MODUL 3
METODOLOGI STUDI ISLAM

26 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Modul 3
Metodologi Studi Islam

A. Pendahuluan
Dalam modul tiga ini, mahasiswa akan diajak untuk mempelajari
mengenai metodologi Studi Islam. Materi dalam modul ketiga ini menjadi
penting, agar mahasiswa bida mengetahui mengenai metodologi yang
umum dipakai dalam menelaah dan mengkaji masalah-masalah atau
problematika yang terjadi di indonesia maupun dunia, agar tidak asal
dalam menentukan penggunaan metodologi kedepannya.
Modul tiga ini akan membahas mengenai dua aspek dari metodologi
Studi Islam, yaitu materi mengenai: pengertian metodologi dan dan
mengenai berbagai macam pendekatan dan metode yang lazim
digunakan dalam Studi Islam. Materi ini sudah menjadi materi lanjutan
dalam metodologi Studi Islam.
Setelah mempelajari modul ini secara pribadi dan juga lewat arahan
dosen ketika di kelas, mahasiswa diharapkan mampu: (1) memahami
pengertian dari metodologi, dan (2) mengetahui dan memahami apa saja
pendekatan dan metode dalam Studi Islam.
Hal yang perlu diperhatikan, selama mempelajari modul ini,
mahasiswa harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
1. Membaca modul dengan seksama
2. Bertanya kepada dosen mengenai hal-hal yang tidak dan atau
kurang dipahami
3. Berdiskusi dengan teman yang lain agar pemahaman lebih
kompleks

27 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

4. Membaca literatur lain yang relevan untuk memperkaya


pengetahuan mengenai materi Metodologi Studi Islam
B. Materi 1: Pengertian dan Kegunaan Metodologi

Secara etimologi, metodologi berasal dari kata method dan logos. Method
artinya cara dan logos artinya ilmu. Secara sederhana metodologi adalah
ilmu tentang cara. Menurut Ahmad Tafsir (1995:9) metodologi adalah
cara yang paling cepat dan tepat dalam melakukan sesuatu. dalam hal ini
ilmu tentang cara Studi Islam. Abraham Kaflan yang dikutip Abuy Sodikin
(2000:4) menjelaskan bahwa metodologi adalah pengkajian dengan
penggambaran (deskripsi), penjelasan (explanasi) dan pembenaran
(justifikasi).
Berdasarkan pendapat Kaflan, metodologi mengandung unsur-unsur:
1. Pengkajian (study)
2. Penggambaran (deskripsi)
3. Penjelasan (ekplanasi)
4. Pembenaran (justifikasi)
Studi berasal dari bahasa Inggris, study artinya mempelajari atau
mengkaji, yang berarti pengkajian terhadap Islam secara ilmiah, baik
Islam sebagai sumber ajaran, pemahaman, maupun pengamalan.
Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata salima dan aslama. Salima
mengandung arti selamat, tunduk dan berserah. Aslama juga
mengandung arti kepaTuhan, ketundukan, dan berserah. Orang yang
tunduk, patuh dan berserah diri kepada ajaran Islam disebut muslim, dan
akan selamat dunia akhirat. Secara istilah, Islam adalah nama sebuah
agama samawi yang disampaikan melalui para Rasul Allah, khususnya
Rasulullah Muhammad SAW, untuk menjadi pedoman hidup manusia.
Dalam metodologi Studi Islam terdapat prosedur ilmiah, sebagai ciri
pokoknya, yang membedakan dengan Studi Islam lainnya yang tanpa
metodologi. Kegiatan pengajian misalnya, berbeda dengan kegiatan
pengkajian. Pengajian adalah proses memperoleh pengetahuan Islam

28 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

yang bersifat normatif-teologis bersumber pada AlQuran dan Sunnah


yang dipahami berdasarkan salah satu pemahaman tokoh madzhab
tertentu. Hasilnya umat memperoleh dan mengamalkan pengetahuan
Islamnya sesuai dengan pemahaman madzhabnya. Benar dan salah
diukur oleh pendapat madzhabnya. Dalam pengajian Islam tidak dibuka
wacana dan pemahaman lain selain paham madzhabnya. Jika suatu kali
menyentuh paham madzhab lain, tidak dibahas apalagi dipertimbangkan,
akan tetapi segera dianggap sesuatu yang keliru, sesat, menyimpang dan
tidak jarang dikafirkan. Umat nyaris tidak tahu ada banyak paham
madzhab lain yang juga benar. Umat Islam pada umumnya hanya tahu
bahwa Islam satu, yang benar itu satu yakni menurut madzhab tertentu.
Di Indonesia dalam pengajian itu umumnya kalau dalam bidang tauhid
madzhabny Asyariah/Ahlussunah waljamaah, bidang fikih madzhabnya
Imam Syafi’i, bidang tasawuf madzhab suni bercorak amali. Pengajian
biasanya diselenggarakan dalam majelis-majelis taklim dengan berbagai
bentuknya, begitu juga kebanyakan madrasah dan pesantren dalam
mempelajari Islam lebih mirip kegiatan pengajian ketimbang pengkajian.
Kelebihan dari pengajian, umat memperoleh pengetahuan yang
simpel, sederhana dan merasa mantap dengan pengetahuan yang
diperolehnya. Adapun kelemahannya amat banyak yaitu antara lain:

1. Umat pengetahuannya terbatas hanya pada satu madzhab tertentu,


padahal masih terdapat banyak madzhab yang lain, yang boleh jadi
lebih relevan.
2. Umat menjadi kaku ketika berhadapan dengan umat lain yang
berbeda madzhab. Mereka mengira hanya ada satu madzhab dan
hanya madzhabnya saja yang benar.
3. Umat tidak memiliki pilihan alternatif pemikiran sesuai dengan
perkembangan tempat dan zaman yang perkembangannya sangat
dinamis.

29 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Berbeda dengan pengajian Islam, pengkajian Islam adalah proses


memperoleh pengetahuan Islam yang disamping bersifat normatif-
teologis, juga bersifat empiris dan historis dengan prosedur ilmiah. Islam
dikaji dari berbagai aspeknya seperti aspek ibadah dan latihan spritual,
teologi, filsafat, tasawuf, politik sejarah kebudayaan Islam dan lain-lain.
Pada setiap aspek dikaji aliran dan madzhab-madzhabnya. Sehingga
Islam yang satu nampak memiliki ajaran yang banyak jenisnya dan tiap
jenis ajaran memiliki ajaran spesifik dari berbagai madzhab atau aliran.
Dengan demikian Islam yang satu memiliki ragam ajaran, ragam
pemahaman dan ragam kebenaran. Dengan mengetahui Islam dari
berbagai aspeknya dan dari berbagai madzhab dan alirannya melalui
metode yang sistematis, seseorang akan memiliki pengetahuan Islam
yang komprehensif.
Hingga sekarang umat Islam Indonesia masih banyak yang
beranggapan bahwa Islam, agama yang bersifat sempit. Anggapan ini
timbul karena salah dalam mengartikan hakikat Islam. Kekeliruan itu
terjadi karena pengajian tadi, dan kurikulum pendidikan hanya
menekankan pada aspek ibadah, tauhid, AlQuran, Sunnah. Itupun
mengajarkannya hanya menurut satu madzhab dan aliran saja, jadi
identik dengan pengajian Islam.
Sebetulnya ada juga orang yang pengetahuannya cukup luas dan
mendalam, namun tidak terkoordinasi dan tersusun secara sistematis.
Hal yang demikian menurut Abudin Nata (1998:95) karena orang yang
bersangkutan ketika menerima ajaran Islam tidak sistematik dan
terkoordinasi. Biasanya mereka belajar ilmu dari berbagai guru, namun
antara satu guru dengan guru lainnya tidak pernah saling bertemu dan
tidak memiliki satu acuan yang sama semacam kurikulum, akibatnya
tidak dapat melihat hubungan yang terdapat dalam berbagai
pengetahuan yang dipelajarinya.

30 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Di masyarakat Indonesia juga ditemukan orang yang penguasaannya


terhadap salah satu bidang keilmuan cukup mendalam tetapi kurang
memahami bidang keilmuan Islam yang lainnya. Pada satu waktu ilmu
fikih berkembang, orang memperdalam ilmu fikih, tapi sayang
pengetahuannya hanya dari satu madzhab aliran tertentu saja, madzhab
Syafi’i misalnya, hingga ia tidak tahu fikih dari aliran lain. Yang paling
disayangkan berakhir pada kesan bahwa Islam identik dengan fikih. Pada
waktu yang lain Islam hanya identik dengan tauhid saja atau tasawuf.
Karena Islam diidentikan dengan fikih, maka berbagai masalah
diselesaikan dengan ilmu fikih. Akhir-akhir ini diramaikan oleh akibat
buruk dari rokok, munculnya fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)
tentang “Rokok”, kemudian terbit fatwa bahwa merokok hukumnya
haram dengan alasan dapat menimbulkan penyakit. Kemudian apakah
persoalannya selesai, dan apakah fatwanya dipatuhi? Ternyata fatwa
tersebut belum menyelesaikan masalah. Karena rokok terkait dengan
banyak hal, misalnya tenaga kerja, ekonomi, kesehatan, bukan semata-
mata urusan fikih. Maka menyelesaikannya harus secara komprehensif
melibatkan banyak pihak. Contoh di atas menggambarkan bahwa
pemahaman masyarakat terhadap Islam masih bersifat parsial belum
utuh. Yang demikian boleh jadi akibat proses pengkajian Islam belum
tersusun secara sistematis dan tidak disampaikan dengan pendekatan
dan metode yang tepat.
Oleh karena itu Mukti Ali berpendapat bahwa metodologi adalah
masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu. Metode
diperlukan agar dapat menghasilkan pemahaman Islam yang utuh dan
komprehensif (Abuddin Nata, 1998:98).
Pentingnya metodologi juga digambarkan oleh Abuy Sodikin (2000:6):
Pertama, sebagaimana gagasan awal lahirnya bidang Studi Metodologi
Studi Islam di Perguruan Tinggi Agama Islam untuk mengupayakan cara
yang cepat dan tepat dalam mempelajari Islam. Kedua usaha untuk

31 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

menampilkan kembali Islam yang memiliki sejumlah khasanah dan


warisan intelektual dari masa lalu sampai sekarang. Dalam istilah
Nurcholish Madjid (1995:4) agar dapat menjawab tantangan untuk
menampilkan kembali Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Kemampuan menjawab tantangan ini, banyak tergantung kepada
pemikiran dan cara berpikir umat Islam tentang agamanya, dengan pola
pikir ilmiah yang Islami. Hal ini tentu membutuhkan kemampuan
metodologis dalam melakukan Studi tentang Islam dalam berbagai
dimensinya itu agar sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Ketiga,
ajaran Islam sendiri menuntut dipelajari dan dipahami melalui prosedur
yang tepat, yaitu memahami ruang lingkup dan isinya.
Masih berkaitan dengan signifikasi metodologi Studi Islam Atang
Abdul Hakim dan Jaih Mubarok (2000:7-8) menyimpulkan bahwa umat
Islam masih didominasi oleh pandangan yang eklusivisme. Suatu
pandangan yang menganggap bahwa ajaran yang paling benar hanyalah
agama atau madzhab aliran yang dianutnya, agama atau madzhab lain
sebagai sesat dan perlu dijauhi bahkan dimusnahkan. Selanjutnya
menurut Atang sikap eklusivisme dipandang wajar karena kalangan
umat Islam Indonesia dulu dalam Studi Islam tidak sistematis, tidak
komprehensif alias tanpa metodologi yang tepat. Tapi apapun
penyebabnya perlu ditekankan pentingnya merubah pandangan yang
ekstrim dengan pandangan yang bijaksana dan memancarkan rahmat
bagi semua. Tentu saja dimulai dari perubahan format dalam Studi Islam.
Selanjutnya Atang (2000:8) mengutip pendapat Harun Nasution yang
berpendapat bahwa persoalan yang menyangkut usaha perbaikan
pemahaman dan penghayatan agama terutama dari segi etika dan
moralitasnya kurang memadai. Senada dengan hal itu, Masdar F. Masudi
berpendapat bahwa kesalahan umat Islam Indonesia ialah mengabaikan
agama sebagai sistem nilai etika dan moral yang relevan bagi kehidupan
manusia sebagai makhluk yang bermartabat dan berakal budi. Sehingga

32 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

orang terperangah ketika ada hasil survei mengungkapkan Indonesia


termasuk salah satu negara korup di dunia. Sedangkan 90 persen
penduduk Indonesia muslim dan pejabatnya rajin merayakan hari-hari
besar Islam. Selanjutnya Atang mengatakan signifikasi Studi Islam di
Indonesia adalah mengubah pemahaman dan penghayatan keilmuan
masyarakat muslim Indonesia sehingga:

1. Bentuk formalistik keagamaan Islam diubah menjadi bentuk agama


yang substantif.
2. Sikap eklusivisme dirubah menjadi sikap inklusifisme dan atau sikap
universalisme.
3. Melahirkan suatu masyarakat yang siap hidup toleran dalam
masyarakat yang heterogen.
Dengan demikian dapat dipahami, Metodologi Studi Islam adalah
prosedur yang ditempuh dalam mempelajari Islam dengan cepat, tepat
dan menyeluruh, yakni dari berbagai aspeknya dan berbagai alirannya.
Karenanya MSI mempunyai arti penting dalam menempuh prosedur
Studi Islam yang dapat mengubah pemahaman masyarakat Muslim
Indonesia dari pemahaman semula yang sempit menjadi pemahaman
yang luas. Dari sikap yang ekstrim menjadi sikap yang toleran, bijaksana.
Sikap toleran tidak berarti akidahnya lemah. Posisi akidah seperti
dikatakan Ahmad Tafsir (2008:63) dalam keseluruhan ajaran Islam
sangat penting. Akidah adalah bagian dari ajaran Islam yang mengatur
cara berkeyakinan. Pusatnya ialah keyakinan kepada Tuhan. Akidah
merupakan fondasi ajaran Islam secara keseluruhan, di atas akidah itulah
keseluruhan ajaran Islam berdiri dan didirikan.
Karena kedudukan akidah demikian penting, maka akidah seseorang
muslim harus kuat. Dengan kuat akidahnya akan kuat pula keIslamannya
secara keseluruhan. Untuk memperkuat akidah perlu dilakukan
sekurang-kurangnya dua hal:

33 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

1. Mengamalkan keseluruhan ajaran Islam sesuai kemampuan secara


sungguh-sungguh.
2. Mempertajam dan memperluas pengertian tentang ajaran Islam. Jadi
akidah dapat diperkuat dengan pengamalan, pengalaman dan
pemahaman.
C. Materi 2: Berbagai pendekatan dan metode dalam Studi Islam
1. Pendekatan dalam Studi Islam

Sebagai objek kajian keilmuan atau objek penelitian ilmiah, agama


dapat difahami dan didekati dengan berbagai macam pendekatan
(approach). Di samping pendekatan filosofis, arkeologis,
antropologis, sosiologis, psikologis, fenomenologis, menurut
Chumaidy (1971:71), juga bisa menggunakan pendekatan
perbandingan (comparative-approach).
Pada prinsipnya, masing-masing pendekatan bertujuan untuk
meneliti dan mengkaji masalah-masalah yang spesifik dari berbagai
masalah keagamaan, dan juga memiliki metode penelitian yang khas
yang disesuaikan dengan masalah yang ditelitinya. Namun demikian,
dalam hubungan ini, Hasan Bisri (1997:32) mengemukakan bahwa
pendekatan apapun yang dkjunakan tentu memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Jadi dapat difahami bahwa, tidak ada
satu pende-katan pun yang utuh dan sempuma.
Di samping itu, dalam penggunaan salah satu dari berbagai
pendekatan itu dapat saja terjadi kekeliruan. Hal ini bisa bersumber
dari manusianya, baik karena keterbatasan-keterbatasan dalam
memahami peraturan dan menangkap gejala yang dihadapi, maupun
karena kerangka acuan (frame of reference) yang digunakan.
Berikut ini, secara rinci akan dikemukakan tentang pendekatan
historis, pendekatan antropologis, pendekatan sosiologis, dan
pendekatan holistik.

34 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

a. Pendekatan Historis (Sejarah)


Secara etimologis, sejarah mempunyai banyak arti; Sejarah bisa
berarti cerita; suatu rekonstruksi; atau juga kumpulan gejala
empiris masa lampau. Secara umum, sejarah mempunyai dua
pengertian, yaitu sejarah dalam arti subyektif, dan sejarah dalam
arti obyektif. Menurut materinya (subject-matter)nya, sejarah
dapat dibedakan atas: (a) Daerah (Asia, Eropa, Amerika, Asia
Tenggara, dan sebagainya); Zaman, (misalnya zaman kuno,
zaman pertengahan modern); dan (c) Tematis (ada sejarah sosial
politik, sejarah kota, agama, seni dll).
Sebuah Studi atau penelitian sejarah, baik yang lalu
maupun yang kontemporer, sebenamya merupakan kombinasi
antara analisa dari aktor dan peneliti, sehingga merupakan suatu
realitas dari hari lampau yang utuh.
Metode sejarah menitikberatkan pada kronologi
pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Soerjono Soekanto
(1969:30), pendekatan historis mempergunakan analisa atas
peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan
prinsip-prinsip umum. Metode ini dapat dipakai misalnya, dalam
mempelajari masyarakat Islam dalam hal pengamalan, yang
disebut dengan ”masyarakat Muslim” atau ”kebudayaan Muslim”.
Metode ini sebaiknya dikombinasikan dengan metode
komparative (perbandingan). Contohnya ialah seperti yang
digunakan oleh Geertz yang membandingkan bagaimana Islam
berkembang di Indonesia (Jawa) dan di Maroko.
b. Pendekatan Antropologis
Antropologi adalah ilmu tentang manusia dan kebudayaan. Ada
dua macam Antropologi, yakni Antropologi Fisik dan Antropologi
Budaya. Antropologi budaya ialah antropologi yang mempelajari

35 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

kebudayaan atau Antropologi yang ruang lingkupnya adalah


kebudayaan.
Menurut Parsudi Suparlan, kebudayaan adalah
”keseluruhan pengetahuan manusia yang diperoleh sebagai
mahkluk sosial yang digunakan untuk memahami dan
menginterpretasi pengalaman dan lingkungan, dan mendasari
serta mendorong tingkah lakunya.”
Kebudayaan manusia pada dasarnya adalah
serangkaian aturan-aturan, kategorisasi-kategorisasi, serta nilai-
nilai. Kebudayaan bukan hanya ilmu pengetahuan saja, tetapi
juga hal-hal yang ghaib, hal-hal yang buruk, bahasa, dan lain-lain.
Kebudayaan meliputi unsur-unsur: (1) Sistem sosial (organisasi
sosial, pendidikan); (2) Sistem bahasa dan komunikasi; (3)
Sistem agama; (4) Sistem ekonomi dan teknologi; dan (5) Sistem
politik dan hukum.
Dalam konteksnya sebagai metodologi, Antropologi
merupakan ilmu tentang masyarakat dengan bertitik tolak dari
unsur-unsur tradisional, mengenai aneka warna, bahasa-bahasa
dan sejarah perkembangannya serta persebarannya, dan
mengenai dasar-dasar kebudayaan manusia dalam masyarakat.
Memahami Islam secara antropologis memiliki makna
memahami Islam dengan mengungkap tentang asal-usul manusia
yang berbeda dengan pandangan Teori Evolusi (The Origin of
Species)nya Charles Darwin. Bisa juga memahami misalnya,
tentang kisah Ashabul Kahfi yang tidur (baca: ditidurkan oleh
Allah) selama kurang lebih 309 tahun. Ini merupakan salah satu
topik yang menarik untuk diteliti melalui pendekatan
antropologis.

36 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

c. Pendekatan Sosiologis
Pada prinsipnya, Sosiologi merupakan sebuah kajian ilmu yang
berkaitan dengan aspek hubungan sosial manusia antara yang
satu dengan yang lain, atau antara kelompok yang satu dengan
yang lain.
Sosiologi dan antropologi di Indonesia, pada umumnya
tidak memiliki perbedaan prinsipil, sehingga tidak heran kalau
kemudian, dikenal ada mata kuliah atau bidang Studi Sosiologi-
Antropologi dalam satu kajian yang sama. Jika mau dibedakan,
sebenarnya, perbedaannya terletak pada penekanannya
(orientasi kajiannya).
Sosiologi menitikberatkan pada sistem sosial
(masyarakat) yang kompleks, sedangkan antropologi
mengutamakan masyarakat yang erat dengan hubungan
kekerabatan (masyarakat sederhana). Sosiologi merupakan ilmu
sosial yang obyeknya adalah masyarakat, yang bersifat empiris
teoritis, dan kumulatif.
Jika dituntut secara historis dalam kajian bidang
keilmuan, pada awalnya ilmu sosial merupakan ilmu yang tidak
berdiri sendiri. Baru pada perkembangan berikutnya, ia
memisahkan diri dari pengetahuan budaya. Dalam
perkembangan berikutnya, yakni sekitar tahun 50-an, lahirlah
sosiologi sibemeutika yang mengemukakan teori bahwa dalam
kehidupan sosial ada keteraturan.
Jika ada keteraturan tentu ada yang mengatur dan ada
yang diatur, sehingga timbul sistem hirarki atau tingkatan,
biasanya yang di atas mengatur yang di bawah dan yang di
bawah memberi fasilitas atau menyediakan kondisi kepada yang
di atas. Yang di atas sebagai sumber informasi dan yang dibawah
menjadi sumber energi. Makin rendah tindak hirarki tersebut,

37 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

semakin sedikit atau kecil informasinya dan makin besar


energinya, dan sebaliknya. Semua ini berjalan secara alamiah.
Manusialah yang mengatur dan mengendalikan bagaimana
semestinya hubungan sosial ini terjadi.
Dalam kajian Islam, persoalan menjadi hal yang sangat
menarik untuk dikaji. Dimensi sosial ini biasanya disebut dengan
istilah “muamalah”, yakni hubungan dengan manusia (hablun min
an-naas). Sedangkan dimensi yang satu lagi, lazim disebut
“Ibadah” atau dimensi ritual, yakni hubungan langsung dengan
Allah (hablun min Allah). Dari dua dimensi penting ajaran Islam
tersebut, ternyata Islam adalah agama yang menekankan urusan
sosial (muamalah) lebih besar dari urusah ibadah (ritual). Islam
ternyata lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial
daripada aspek kehidupan ritual. Islam diantaranya mengajarkan
bahwa seluruh bumi Allah boleh dijadikan masjid (tempat sujud),
yakni tempat yang luas mengabdi kepada Allah.
Menurut Jalaludin Rahmat (1994: 48), aspek Muamalah
(sosial) jauh lebih luas dan dipentingkan daripada Ibadah
(ritual), karena beberapa alasan, diantaranya:
Pertama, dalam AlQuran atau kitab-kitab Hadits,
proporsi terbesar dalam kedua sumber hukum Islam tersebut
berkenaan dengan masalah sosial (muamalah). Dalam kitab al-
Hukumat al-Islamiyyah dikemukakan bahwa, perbandingan
antara ayat-ayat ritual dan sosial adalah satu berbanding dengan
seratus. Artinya, untuk satu ayat ritual sebanding dengan seratus
ayat sosial. Demikian juga dalam kitab-kitab hadits. Bab tentang
ibadah hanya merupakan bagian kecil dari seluruh hadits yang
diriwayatkan. Duapuluh jilid kitab syarah Fathul Bari (Syarah
kitab Shahih Bukhari), hanya empat jilid yang berkenaan dengan
masalah ibadah. Kitab Shahih Muslim juga yang terdiri dari dua

38 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

jilid, hadits-hadits tentang ibadah hanya terdapat dalam


sepertiga jilid pertama. Begitu pula dalam kitab Musnad Imam
Ahmad, al-Kabir Thabrani, dan kitab-kitab hadits lainnya.
Kedua, adanya kenyataan bahwa jika urusan ibadah
bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang sangat
penting , maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan
(tentu bukan ditinggalkan). Dalam salah satu hadits riwayat
Bukhari-Muslim dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda:
“Aku sedang shalat dan aku ingin memanjangkannya, tetapi aku
dengar tangisan bayi, maka aku pendekkan shalatku, karena aku
maklum akan kecemasan ibunya karena tangisan itu”. Begitulah
Rasulullah Saw memendekkan bacaan shalat, karena
memilkirkan kecemasan seorang ibu. Hadits ini juga
diriwayatkan oleh al-Jamaah, kecuali Abu Daud dan Nasai, dari
Abu Qatadah. Masih banyak hadits lain yang berkenaan dengan
masalah ini.
Ketiga, ibadah yang mengandung segi sosial
kemasyarakatan, diberi pahala yang lebih besar daripada ibadah
yang dilakukan perseorangan. Karena itu, shalat berjamaah lebih
tinggi nilainya daripada shalat munfaridh dengan 27 derajat. Hal
ini berdasarka hadits riwayat Bukhari Muslim dan ahli hadits
yang lain. Hadits-hadits lain juga banyak menjelaskan tentang
nilai sosial (berjamaah) dalam ibadah.
Keempat, jika urusan ibadah dilakukan tidak sempurna
atau batal karena melakukan pantangan tertentu, maka kifarat-
nya adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
muamalah. Contohnya, jika shaum tidak mampu dilakukan, maka
wajib membayar fidyah dengan memberikan makanan kepada
orang miskin. Jika suami-istri bercampur di siang hari pada bulan
suci Ramadlan, atau ketika istri dalam keadaan haidl, maka

39 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

tebusannya adalah memberi makan kepada orang miskin. Dalam


hadits qudsi, salah satu tanda orang yang diterima shalatnya
adalah orang yang menyantuni yang lemah, menyayangi orang
miskin, anak yatim, janda, dan orang yang mendapat musibah.
Sebaliknya, jika orang tidak baik dalam urusam
muamalah (sosial), maka ibadah tidak dapat menutupnya. Yang
merampas hak orang lain, tidak dapat dihapus dosanya dengan
shalat tahajud. Yang berbuat dzalim, tidak akan hilang dosanya
dengan membaca dzikir seribu kali, dan sebagainya. Inilah
pentingnya masalah sosial dalam Islam. Dan hal ini menarik para
peneliti agama untuk memahaminya. Salah satunya melalui
pendekatan sosiologis.
d. Pendekatan Holistik
Jika dianalisa, selama ini pengkajian terhadap Islam, terutama
seperti yang diberikan bagi para pelajar dari tingkat Ibtidaiyah
sampai dengan Aliyah terkesan tidak integral dan holistik.
Biasanya kepada mereka diberikan pengetahuan mengenai Islam
yang sifatnya parsial (sepotong-potong). Bahkan pada sebagian
kelompok atau individu muslim itu sendiri, mereka
mengidentikkan dan mengenai Islam dengan tafsir, fiqh, hadits,
aqidah, akhlak, tasawuf dan sebagainya. Hal ini berakibat pada
pengetahuan mereka tentang Islam hanyalah berupa kepingan
atau serpihan-serpihan kecil yang nyaris berantakan, tidak
sistematis dan integral, apalagi universal.
Maka salah satu solusinya adalah diperlukan approach
(pendekatan) yang menyeluruh (holistik) tentang Islam, sehingga
Islam sebagai ajaran yang universal dapat dipahami secaca utuh
dan integral, melalui pendekatan yang akurat dan tepat. Salah
satunya melalui pendekatan holistik.

40 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Menurut Afif Muhammad (1997:70), pendekatan


Holistik merupakan gambaran dari beberapa metode yang
dimaksudkan untuk melihat semua aspek yang terdapat dalam
suatu pemikiran. Cara berfikir deduktif digunakan untuk
membuat tipologi, perbandingan digunakan untuk melihat
pengaruh-pengaruh, dan hermeneutika digunakan untuk
menemukan hubungan pemikiran dengan gejala-gejala sosial
yang ada, sehingga pemahaman tentang Islam akan semakin
integral dan komprehensif (Abuy Sodikin, 2000).
2. Metode dalam Studi Islam

Di samping beberapa pendekatan (approach) yang dipergunakan


dalam memahami agama, dikenal juga beberapa metode yang
dipandang cukup populer. Menurut Afif Muhammad (1997), terdapat
metode-metode yang lazim digunakan dalam penelitian pemikiran
(keagamaan), antara lain metode filologi, metode deskriptif, metode
perbandingan, dan metode hermeneutika, serta fenomenologi. Untuk
kejelasan maksud setiap metode tersebut, di bawah ini akan
dijelaskan secara lebih rinci.

a. Metode Filologi

Pada dasarnya kata filologi berasal dari kata-kata Yunani


”philologia” (philo=cinta, logio=huruf ). Phiologica berarti cinta
kepada bahasa, karena huruf membentuk kata, kata membentuk
kalimat dan kalimat adalah inti dari bahasa. Kata ”filologi” dapat
ditemukan dalam khazanah bahasa Belanda dan Inggris, yang
masing-masing mempuinyai pengertian yang berbeda-beda.
Seorang tokoh pemikiran Islam ternama, Muhammad Arkoun
(1994:9) mengemukakan bahwa, ”filofog’ merupakan kata Yunani
yang secara harfiah berarti kesukaan akan kata, dipakai dalam arti
pengkajian teks atau penelitian yang berdasarkan teks. Misalnya,

41 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

dalam bidang ilmu kesusastraan atau ilmu sejarah. Metode


filologis adalah metode penelitian berdasarkan analisis teks. Jadi,
istilah filologi berarti suatu metode yang mempelajari dan
meneliti naskah-naskah lama untuk mengerti apa yang terdapat di
dalamnya sehingga diketahui latar belakang kebudayaan
masyarakat yang melahirkan naskah-naskah itu.
Jika dilihat dari efektifitas fungsinya, metode ini dipergunakan
jika sumber data berupa naskah atau manuskrip. Ia dimaksudkan
untuk mendeskripsikan secara cermat pemikiran-pemikiran yang
terdapat dalam naskah tersebut melalui analisis kosa kata yang
digunakan, berikut nuansa-nuansa yang ada di dalamnya,
sehingga dapat terhindar dari kesalahfahaman pemikiran.

b. Metode Deskriptif

Deskripsi memiliki arti uraian apa adanya yang berasal dari


suatu tempat atau tokoh pelaku sebuah peristiwa. Bisa juga
berasal dari seorang tokoh yang menyangkut pemikirannya.
Metode ini digunakan jika peneliti ingin mengangkat sosok
pemikiran yang diteliti. Karena tujuannya yang seperti itu, maka
yang dilakukan hanya menggunakan pemikiran pengarang dengan
cara menjelaskan dan menghubungkan secara cermat data dalam
bentuk-bentuk pernyataan dan rumusan-rumusan pendapat.
Selanjutnya, jika penelitian ingin diperdalam pada implikasi-
implikasi logis maupun emperik, maka dilakukan analisis rasional
kosa kata atau sosial empirik.

c. Metode Komparatif

Komparatif artinya perbandingan antara yang satu dengan


yang lainnya Metode perbandingan dimaksudkan untuk

42 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

menemukan tipe, corak atau kategori suatu pemikiran, kemudian


memposisikannya dalam peta pemikiran secara umum.
Yang dilakukan dalam metode perbandingan adalah, pertama-
tama mengemukakan teori induk yang menggambarkan tipologi
atau aliran-aliran pemikiran dengan berbagai indikatomya. Teori
ini kemudian digunakan untuk mendeduksi pemikiran yang telah
direkonstruksi (dibangun kembali).

d. Metode Hermeneutika dan Fenomenologi

Metode hermeneutika dimaksudkan untuk menemukan


hubungan pemikiran yang diteliti dengan gelala-gejala sosial yang
ada. Hermeneutik adalah Studi tentang prinsip-prinsip
metodologi interpretasi dan ekplanasi khususnya kajian tentang
prinsip-prinsip umum interpretasi kitab suci. Teks bukan sebuah
warisan yang hanya bermakna saat dijabarkan secara harfiyah,
tetapi sebuah proses pemaknaan yang amat mengandaikan subjek
sebagai perespons dan konteks sosial yang melingkupinya.
Sedangkan jika yang dicari adalah hubungan-hubungan pemikiran
tersebut dengan kondisi-kondisi sosial yang ada sebelum dan
sesudah pemikiran tersebut muncul, maka yang digunakan adalah
metode fenomenologi.
Menurut Jamali Sahrodi (2008:60) Pendekatan fenomenologi
adalah sebuah pendekatan yang didasari oleh filsafat
fenomenologi. Yakni mengajarkan pada pentingnya melihat gejala
yang tampak dari sebuah entitas untuk menafsirkan alam
pemikiran yang berkembang dalam entitas tersebut. Jika
fenomenologi digunakan dalam mengkaji Islam berarti seorang
peneliti memahami dan menganalisis Islam bukan atas dasar nili-
nilai yang tertuang dlm teks yang bersift normtif, namun

43 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

bagaimana seorang peneliti memahami dan menganalisis Islam


berdasarkn apa yang dipahami dan diamalkan oleh umatnya.
Dengan demikian Islam dipahami bukan dari sumber ajaran
atau doktrin berupa AlQuran dan Sunnah, tapi Islam dipahami
dari praktek yang ditampilkan oleh penganutnya.

e. Metode Mistikal

Metode Mistikal merupakan metode mamahami Islam dari


perspektif mistik. Mistik identik dengan hal-hal yang
supranatural, irrasional, tetapi empirik. Ini menjadi sebuah
dimensi yang menarik. Ternyata dalam Islam, tidak hanya aspek
realitas logis empiris yang harus difahami, tetapi juga adanya
aspek mistikal-supranatural yang juga harus dikaji. Tentu saja
tidak menggunakan kaidah-kaidah ilmiah yang logis-rasional,
empiris, tetapi menggunakan kaidah mistik, yang paradigmanya
berbeda dengan paradigma Sains-ilmiah.
Beberapa hal dapat dijadikan contoh, misalnya dalam catatan
sejarah Islam dinyatakan bahwa ketika Rasulullah Saw akan
hijrah, rumahnya telah dikepung oleh kaum kafir Quraisy yang
akan membunuhnya. Rasulullah keluar dari rumah dan melihat
yang mengepung dan akan membunuhnya. Konon, Rasulullah
melempatkan segenggam pasir ke arah mereka, sehingga mereka
menjadi tertidur pulas. Mereka siuman dan sadar menjelang pagi,
dan ketika itu mereka hanya mendapati Ali bin Abi Thalib yang
ada di pembaringan Rasulullah, sesuai dengan perintahnya.
Dalam hal lain, misalnya bagaimana kita bisa memahami ketika
Nabi Ibrahim dibakar di tengah bara api yang besar, tetapi tidak
hangus. Nabi Musa bisa mengubah tongkatnya menjadi ular, dan
sebagainya. Sekalipun ini merupakan bagian dari mu’jizat, tetapi

44 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

ini perlu difahami. Dan ini hanya bisa difahami melalui metode
mistik.

f. Metode Filsafat

Metode filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-


kesimpulan yang universal dengan meneliti akar
permasalahannya. Metode ini bersifat mendasar dengan cara
radikal dan integral, karena memperbincangkan sesuatu dari segi
esensi (hakikat sesuatu). Harun Nasution (1979:36)
mengemukakan bahwa berfilsafat intinya adalah berfikir secara
mendalam, seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya, tidak terikat
kepada apapun, sehingga sampai kepada dasar segala dasar.
Metode ini mempunyai kelemahan, diantaranya sebagaimana
dikemukakan Arkoun (1994:55) bahwa sikap filsafat mengunjung
diri daiam batas-batas anggitan dan metodologi yang telah
ditetapkan oleh nalar mandiri secara berdaulat. Selain itu,
terkesan metode filsafat ini melakukan pemaksaan gagasan-
gagasan. Hal ini dikemukakan Amal dan Panggabean (1992:19),
gagasan-gagasan yang dipaksakan terlihat dalam penjelasan para
filosof Muslim mengenai kebangkitan manusia di akhirat kelak.
Kemudian, sejumlah besar gagasan asing lainnya telah
disampaikan oleh para filosof ke dalam AlQuran ketika membahas
tentang kekekalan dunia, doktrin kenabian, dan Iain-Iain.
Para filosof menggunakan Q.S3:7 yang didalamnya dinyatakan
bahwa AlQuran mengandung ayat ”muhkamat dan mutasyabihat,
ayat-ayat muhkamat diartikan sebagai ayat yang ”kabur” dan ini
digunakan oleh para filosof itu untuk menjelaskan doktrin-
doktrinnya.
Sekalipun demikian, secara historis filsafat telah menjadi
pilihan banyak komunitas ilmuwan dalam memecahkan berbagai

45 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

masalahnya. Di atas kelemahan-kelemahannya, filsafat telah


membuktikan dirinya sebagai akar segala ilmu pengetahuan, dan
menjadikannya sebagai mother of sciences. Jika demikian, apakah
sesungguhnya filsafat itu?
Filsafat adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membahas
segala sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan
sedalam-dalamnya, sejauh di dalam jangkauan kemampuan akal
budi manusia. Hubungan/kaitan filsafat dengan agama adalah
kedua-duanya mencari kebenaran yang sedalam-dalamnya.
Bedanya filsafat dengan akal budi manusia, sedangkan agama
berdasarkan kepada kepercayaan (wahyu).
Untuk mencari kebenaran, diperlukan pendekatan dan metode
ilmiah. Pendekatan ialah suatu sikap ilmiah (persepsi) dan
seseorang yang harus ditunjukkan untuk menemukan kebenaran
ilmiah yang hendak dicapai. Sedangkan metode adalah sarana,
atau cara untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Pendekatan dan
metode erat hubungannya. Pendekatan bersifat umum. Dalam
suatu pendekatan tertentu dapat dipergunakan bermacam-macam
metode. Filsafat menggunakan pendekatan yang bersifat radikal,
kritis reflektif, dan integratif.
Adapun metode khusus yang lazim dipakai dalam Filsafat,
diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Metode Socrates.
Metode ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan
yang dapat menimbulkan pertanyaan berikutnya dan
jawabannya sekali. Semacam dialog secara kritis, si penanya
menemukan jawabannya sendiri.
2) Metode Dialektis.
Metode ini sudah dipakai sejak Aristoteles. Suatu metode
dengan proses dialektika. Menurut Aristoteles, dialektika

46 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

merupakan pemikiran yang togis. Sekarang dialektika dipakai


oteh Hegel daiam arti cara berfikir/pemikiran bertahap
melalui trilogi yakni these-anti these-synthesa.
3) Metode Fenomenologi.
Metode ini terkenal dipergunakan daiam filsafat dan sosiotogi.
Metode ini bertitik tolak dari fenomena-fenomena, dan
berusaha menemukan inti/hakikat yang ditujukan melalui
fenomena-fenomena tersebut (Abuy Sodikin, 2000:10-11).
D. Rangkuman
Secara umum, metodologi atau metode dan juga pendekatan merupakan
cara yang digunakan untuk mencapai sesuatu. Kaitannya dengan Studi
Islam, metodologi digunakan untuk memandang, menelaah, serta
mengolah mengolah suatu hal dalam agama Islam, yang diolah sesuai
dengan pendekatan ataupun metodologi yang diambil atau dipakai.
Diantara pendekatan yang dipakai dalam Studi Islam diantaranya
pendekatan historis, pendekatan antropologis, pendekatan sosiologis
dan pendekatan holistik. Sedangkan metodologi Studi Islam diantaranya
metode filologi, metode deskriptif, metode komparatif, metode
hermeunetika/fenomenologi, metode mistikal dan metode filosofis.
E. Tugas dan Latihan
1. Agama dapat difahami melalui berbagai pendekatan, karena dalam
konteks ini, agama dipandang sebagai:

a. Obyek kajian ilmiah


b. Sistem kehidupan
c. Petunjuk hidup
d. Jalan hidup
2. Memahami Islam melalui aspek kesejarahan berarti memahami Islam
dengan menggunakan pendekatan:
a. Filosofis c. Historis
b. Sosiologi d. Antropologis

47 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

3. Islam juga dapat difahami dalam kerangka ilmu sosial. Hal ini lazim
disebut dengan pendekatan:
a. Filosofi c. Historis
b. Sosiologis d. Antropologis

4. Memahami Islam dengan memahami aspek asal-usul manusia adalah


pendekatan:
a. Filosofis c. Historis
b. Sosiologis d. Antropologis

5. Memahami Islam dengan memahami sesuatu yang lebih mendalam


dibalik wujud formalnya adalah pendekatan:
a. Filosofis c. Historis
b. Sosiologi d. Antropologis
6. Dalam ajaran Islam, ternyata perbandingan aspek ritual dan sosial
adalah:
a. Sosial lebih besar dari ritual
b. Ritual lebih besar dari sosial
c. Ritual sama dengan sosial
d. Sama saja
7. Memahami Islam dengan menggabungkan berbagai pendekatan, agar
lebih komprehensif adalah menggunakan pendekatan:
a. Holistik c. Sosiologis
b. Filosofis d. Teologis Normatif

8. Metode komparatif adalah:


a. Perbandingan c. Pertimbangan
b. Perimbangan d. Semua benar

9. Metode yang mengungkap persoalan ke-Islaman yang sifatnya supra-


natural disebut:
a. Holistik c. Komparatif

48 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

b. Mistikal d. Filologi

10. Memahami Islam dengan mengungkap dan menganalisa naskah-


naskah atau manuskrip, disebut:

a. Metode Mistikal
b. Metode Deskriptif
c. Metode Filologi
d. Metode Komparatif

F. Balikan dan tindak lanjut


Cocokkan jawaban saudara sesuai dengan kunci jawaban yang telah
disiapkan. Tiap soal mempunyai bobot 10 poin, yang berarti jika semua
jawaban terjawab bobot maksimal yang bisa didapatkan adalah 100 poin.
Saudara dinyatakan lolos tugas, jika poin yang saudara capai sebesar
80 poin, atau menjawab 8 jawaban yang benar dari total 10 soal yang
ada.
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :

90 - 100 Poin = Baik sekali

80 - 89 Poin = Baik

70 - 79 Poin = Cukup

< 70 Poin = Kurang

Jika nilai kurang dari 80 poin, saudara diharapkan untuk mempelajari


kembali materi 1 dan 2 dalam modul 3 ini, sampai target minimal untuk
lolos yang diharapkan bisa tercapai.

Kunci Jawaban Pilihan Ganda:


1. A
2. C

49 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

3. B
4. D
5. A
6. B
7. A
8. A
9. B
10. C

50 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, 2006, Islamic Studies di Perguruan Tinggi (pendekatan


Integratif-Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ali, Mukti, “Metodologi Ilmu Agama Islam”, dalam Taufik Abdullah dan Rusli
Karim (ed.), 1998, Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar,
Yogyakarta: Tiara Wacana.

_____, Agama dalam Pergumulan Masyarakat Kontemporer, 1998, Yogyakarta:


Tiara Wacana Yogya.

Bisri, Hasan, 1999, Agenda Pengembangan Pendidikan Tinggi Agama Islam,


Jakarta: Logos.

Hidayat, Komaruddin dan Muhammad Wahyuni Nafis, 1995, Agama Masa


Depan Persfektif Filsafat Perenial, Jakarta: Paramadina, 1995.

Mubarok, Jaih, 2012, Metodologi Studi Islam, Cet. 14, Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.

Muhaimin, dkk, 1994, Dimensi-Dimensi Studi Islam, Surabaya: Abditama.

Muhammad, Afif, 2004, Dari Teologi ke Ideologi: Telaah atas Metode dan
Pemikiran Teologi Sayyid Quthb, Bandung: Pena Merah.

Nasution, Harun, 1989, Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta: Bulan


Bintang.

______, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI-Press.

Nata, Abuddin, 2012, Metodologi Studi Islam, cet.12, Jakarta: Rajawali Press.

Rahmat, Jalaludin, 1991, Islam Alternatif, Cet. IV, Bandung: Mizan.

Sahrodi, Jamali, 2008, Metodologi Studi Islam: Menelusuri Jejak Historis Kajian
Islam ala Sarjana Orientalis, Bandung: CV Pustaka Setia.

Sodikin, Abuy, 2002, Metodologi Studi Islam. Bandung: Insan Mandiri.

Tafsir, Ahmad, 1994, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, Bandung:
Rosdakarya.

51 Metodologi Studi Islam


Ravico, Muhammad Alfian

Tafsir, Ahmad (Ed.), 1992, Metoda Mempelajari Islam, Cirebon: Yayasan


Nurjati.

52 Metodologi Studi Islam

Anda mungkin juga menyukai