Bab 5 - Penerangan Alami
Bab 5 - Penerangan Alami
Bab 5 - Penerangan Alami
>> 05
penerangan alami
Q&A
CONCEPT MAP
pennerangan
alami
definisi
teknik pasif
teknik aktif
karakteristik
window
light shelf
satuan
clerestory window
prismatic skylight
skylight
fiber-optic
sloped glazing
reflector
tujuan
sawtooth roof
light tube
perencanaan
lightwell
heliostat
unsur
faktor
standar
silau
Gbr. 5-0 : Concept map Penerangan Alami
5-1
5-2 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Gbr. 5-6 Panjang gelombang yang dapat dilihat mata manusia [a21]
5-3
(300.000 km/det). Makin rapat massa media yang dilalui cahaya, kecepatan rambat
gelombangnya akan menurun.
Kecepatan rambat gelombang cahaya pada beberapa media [3]:
1. Melalui hampa
= 299.792.000 m/det
2. Melalui udara
= 299.724.000 m/det
3. Melalui air
= 224.915.000 m/det
4. Melalui kaca
= 198.223.000 m/det
5-4 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Luminance/ Luminansi
5.3.1.
5.3.2.
5-5
Persamaan 5-1
5.3.3.
Persamaan 5-2
Sudut Ruang sebesar satu Steradian dapat dianalogikan sebagai sudut yang dibentuk
oleh batas-batas ruang TABCD dan permukaan bola ABCD, dimana ABCD sejarak R = 1 m dari
pusat bola dan seluas 1 m2 (lihat Gbr. 5-9). Visualiasi sebenarnya dari Sudut Ruang lihat Gbr. 510 dan Gbr. 5-11.
5-6 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Kiri: Gbr. 5-10 Pengukuran Solid Angle/ Sudut Ruang sebesar 1 Steradian [a24]
Kanan: Gbr. 5-11 Visualisasi Solid Angle/ Sudut Ruang sebesar 1 Steradian [a25]
5.3.4.
Persamaan 5-3
5.3.5.
Luminance/ Luminansi
Persamaan 5-4
5-7
5-8 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Gbr. 5-13 Perbandingan penerimaan penerangan langsung dan tak langsung pada suatu ruang [25], diolah
Faktor Penerangan (FP) pada PASH adalah persentase Kuat Penerangan alami pada suatu
titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan (bidang kerja), dari Kuat Penerangan
alami pada bidang datar di lapangan terbuka (standar di Indonesia 10.000 lux).
5-9
= 2 % x 10.000 lux
= 200 lux
Gbr. 5.15 Potongan Bidang Kerja, lubang cahaya, dan Titik Ukur [26], diolah
5-10 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Gbr. 5.16 Denah lubang cahaya dan Titik Ukur [26], diolah
5-11
Gbr. 5.18 Posisi Titik Ukur pada Bidang Kerja di suatu ruang
5-12 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
2. SNI 03-2396-1991
tentang Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari untuk Rumah dan Gedung
3. SK SNI T-14-1993-03
tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung
Selain kedua standar di atas, masih terdapat petunjuk teknis yang dapat diterapkan pada
penerangan alami yaitu Petunjuk Pelaksanaan Konservasi Energi untuk Sistem Pencahayaan pada
Bangunan Gedung - Edisi 1 tahun 1995.
5-13
>> Kuat Penerangan yang terukur di Titik Ukur pada Bidang Kerja
harus memenuhi syarat minimal standar sesuai aktifitas/ fungsi
ruang dan sesuai tugas/ kerja visual. Luminan yang terukur tidak
melebihi batas maksimal standar sesuai aktifitas/ fungsi ruang
Kriteria penerapan PASH yaitu:
1. Waktu siang hari antara 08.0016.00
Cahaya matahari di Indonesia optimal hanya pada waktu tersebut
2. Ditentukan oleh Kuat Penerangan dari cahaya langit pada bidang datar di lapangan terbuka,
pada waktu yang sama
Di Indonesia, semua perhitungan Kuat Penerangan dihitung sebagai persentase dari
standar 10.000 lux
3. Distribusi cahaya dalam ruangan cukup merata atau tidak menimbulkan kontras cahaya
berlebih yang mengganggu kenyamanan visual
Dimensi dan posisi bukaan cahaya pada ruangan harus didesain dengan baik agar tidak
menghasilkan kontras cahaya berlebih
4. Terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan sehingga diperoleh Kuat
Penerangan sesuai aktifitas/ fungsi ruang
Jumlah cahaya pada Bidang Kerja harus cukup agar Kuat Penerangan yang diperoleh
memenuhi syarat
5. Terdapat Luminansi dengan besar yang cukup agar tidak terjadi kontras berlebih
Jumlah Cahaya tidak berlebih sehingga baik penerangan langsung maupun tak langsung
tidak menghasilkan kontras cahaya yang tajam
Gbr. 5-19 Penerimaan jumlah cahaya di Bidang Kerja terkait lokasi Titik Ukur dan desain bukaan cahaya
[25], diolah
5-14 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
5-15
menggambar
detail,
2. Kualitas B
Kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus, seperti menulis,
membaca, membuat alat atau merakit komponen-komponen kecil, dsb
3. Kualitas C
Kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi yang besar dari si pelaku, seperti pekerjaan
kayu, merakit suku cadang yang agak besar, dsb
4. Kualitas D
Kerja kasar, pekerjaan di mana hanya detil-detil yang besar harus dikenal, seperti pada
gudang, lorong lalu lintas orang, dsb
2. Kelas II
Bangunan baik, mis. hotel, gedung pertemuan, kantor, gedung olah raga, dsb
3. Kelas III
Bangunan biasa
Tabel 5-2 Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Umum [27]
Catatan:
FLmin TUS = 40 % FLmin TUU
FLmin TUS > 0,1 d
5-16 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Catatan:
FLmin pada 1/3 d di papan tulis pada tinggi 1,20 m = 50 % FLmin TUU
Tabel 5-4 Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Tempat Tinggal [26]
CONTOH KASUS 1
DITANYA
Tentukan E minimal untuk TUU dan TUS dari ruang dengan Kualitas A dan Kelas II. Jarak
antara 2 dinding berhadapan 10 m. Bidang Lubang Cahaya Efektif hanya berada pada salah
satu dinding berhadapan tersebut
JAWAB
Berdasarkan tabel, FLmin TUU dengan Kualitas A dan Kelas II adalah 0,45 d, dimana d = 10 m,
maka
E min TUU =
FLmin
Emin
TUS
TUS
0,45 d
0,45 10
10.000 lux =
10.000 lux = 450 lux
100
100
= 40 % FLmin
TUU
= 40 % x 0,45 d
CONTOH KASUS 2
DITANYA
Tentukan E minimal untuk TUU dan TUS dari ruang kelas biasa. jarak antara 2 dinding
berhadapan 10 m. Bidang Lubang Cahaya Efektif hanya berada pada salah satu dinding
berhadapan tersebut
teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>
5-17
TUU
E min TUU =
TUS
0,35 d
0,35 10
10.000 lux =
10.000 lux = 350 lux
100
100
dan
E min TUS =
0,20 d
0,20 10
10.000 lux =
10.000 lux = 200 lux
100
100
5-18 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Tabel 5-8 Nilai Indeks Kesilauan Maksimum untuk Berbagai Tugas Visual dan Interior [26]
>> Makin berat tugas/ kerja visual, maka makin tinggi kebutuhan
minimal Kuat Penerangan yang harus terukur di Titik Ukur pada
Bidang Kerja
>> Makin berat tugas/ kerja visual, maka makin rendah Indeks
Kesilauan yang berlaku
teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / penerangan alami >>
5-19
5-20 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Gbr. 5-23 Solar Factor pada bidang vertikal dengan orientasi berbeda di Jakarta [30]
5-21
Perhitungan luas minimal suatu bukaan cahaya pada fasad bangunan adalah 20 % luas
dinding (Window to Wall Ratio atau WWR = 1:5). Berikut contoh perhitungan luas minimal
bukaan cahaya pada kasus sederhana suatu model ruang dengan luas fasad 40 m2, dan tinggi
fasad 4 m.
Perhitungan luas minimal bukaan cahaya:
Luas
20 % x 40 m2
8 m2 (4 m x 2 m)
5-22 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
5.9.1.
5-23
5.9.2.
5-24 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
5-25
5-26 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Gbr. 5-34 Memperkecil luas bukaan cahaya dan pemberian filter berupa horizontal blind [34], warna diolah
5-27
5.9.3.
Gbr. 5-37 Penerapan warna muda pada interior untuk menaikkan FRD
>> Dengan penggunaan warna muda dan tekstur halus/ licin pada
interior, maka diperoleh kenaikan Faktor Refleksi Dalam, sehingga
tidak terjadi kontras cahaya berlebih antara sumber silau dari luar
ruang dengan obyek di dalam ruang
5-28 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Window/ Jendela
Clerestory Window
Skylight
Sloped Glazing
5.11.1.
Window/ Jendela
5.11.2.
Clerestory Window
5-29
Gbr. 5-38 Clerestory window di atas window/ jendela, pada fasad TK Santa Rita [a31]
5.11.3.
Skylight
5-30 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Gbr. 5-43 Cahaya terang dan diffuse hasil pemantulan reflector [a36]
5-31
5.11.4.
Sloped Glazing
5.11.5.
5-32 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
5.11.6.
Gbr. 5-51 Potongan shaft Lightwell/ Sumur Cahaya di tengah bangunan [a43], diolah
5-33
Gbr.
5-52
Lightwell/
Sumur
Cahaya yang juga berfungsi
sebagai Cool Well/ Sumur Udara
[a44]
Gbr. 5-54 Level lantai dengan cahaya alami dari Lightwell/ sumur Cahaya [a46]
5-34 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Light Shelf
Prismatic Skylight
Fiber-optic
Reflector
Heliostat
5.12.1.
Light Shelf
Gbr. 5-55 Dengan light shelf diperoleh indirect sunlight/ cahaya matahari tak langsung yang tak
menyilaukan [a47]
5-35
5-36 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
5-37
5.12.2.
Prismatic Skylight
5-38 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Gbr. 5-64 Dibandingkan Skylight (kanan), Prismatic Skylight (kiri) memberi cahaya yang lebih terang pada
ruang/ bangunan [a52]
5.12.3.
Fiber-optic
5-39
5-40 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Gbr. 5-73 Jarak tempuh transmisi Fiber-optic, Collector, dan lampu di dalam ruang/ bangunan [a59]
5-41
5.12.4.
Reflector
Berikut contoh penerapan Reflector pada Passenger Terminal Building 3 Changi Airport
di Singapura yang menggunakan atap datar. Reflector terbuat dari alumunium yang terintegrasi
menjadi suatu sistem penerangan cahaya alami yang terpasang pada atap, bersama komponen
Butterflies Louvres dan Skylight. Titik pemasangan sistem penerangan ini tersebar hampir
merata pada seluruh bidang permukaan atap.
Gbr. 5-75 Detil pemasangan Alumunium Reflector pada Passenger Terminal Building 3 Changi Airport [36],
diolah
Gbr. 5-76 View atap terpasang Butterflies Louvres pada Passenger Terminal Building 3 Changi Airport [36]
5-42 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Contoh lain penerapan Reflector yaitu pada bangunan Stansted Airport di London karya
Norman Foster. Reflector terpasang pada sistem penerangan yang terintegrasi dengan struktur
bangunan (Tress Column/ kolom pohon yang masing-masing menyangga atap bentang lebar
seluas 18 m x 18 m) dan sistem utilitas (Service Pod yang terpasang di setiap titik modul
struktur kolom pohon tersebut) (lihat Gbr. 5-80 dan Gbr. 5-81
Cahaya yang diperoleh di dalam ruang terang tetapi tidak menyilaukan. Warna interior
muda sehingga diperoleh peningkatan Faktor Refleksi Dalam yang membantu mencegah
terjadinya efek silau.
5-43
Gbr. 5-79 Dengan dibantu warna interior yang muda, diperoleh peningkatan FRD yang membantu
mencegah efek silau [37]
Gbr. 5-80 Integrasi sistem penerangan daengan sistem struktur dan sistem utilitas bangunan. Titik
pemasangan sistem penerangan setiap 18 m [38]
5-44 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
5.12.5.
5-45
Gbr. 5-82 Transmisi cahaya matahari di dalam Light Tube [a61], diolah
Gbr. 5-83 Pemantulan cahaya matahari yang terjadi pada Alumunium Base dan tabung Light Tube [a62]
5-46 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Kiri: Gbr. 5-86 Pemasangan Light Tube pada atap datar [a63]
Kanan: Gbr. 5-87 Pemasangan Light Tube pada atap miring [a64]
Gbr. 5-88 Penerapan Light Tube untuk penerangan alami pada ruang GOR [a65]
5-47
Gbr. 5-91 Dengan Dimmer sebagai pengatur Intensitas Cahaya, Light Tube dapat diintegrasikan
penerapannya dengan bukaan cahaya jendela [a67]
5.12.6.
Heliostat
5-48 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
5-49
Berikut contoh penerapan sistem penerangan Heliostat pada bangunan kantor Genzyme
Center di Jerman (lihat Gbr. 5-96). Pada atap bangunan terpasang 7 buah Heliostat yang
memantulkan cahaya matahari ke arah Fixed Reflector. Cahaya tersebut kemudian diteruskan ke
dalam ruang melewati celah-celah antara Adjustable Prisms/ Prisma yang dapat digerakkan,
agar menghasilkan arah pantulan di dalam ruang atrium sesuai kebutuhan, sekaligus
menaikkan perolehan Faktor Refleksi Dalam yang meningkatkan Luminansi sistem penerangan
tersebut.
Agar ruang atrium tidak memperoleh radiasi panas matahari terlalu tinggi, maka
Skylight yang terpasang di atap atrium menggunakan Heat Absorbing Glass yang memiliki
kemampuan transmisi radiasi cahaya sebesar 70 % dari yang diterima.
5-50 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
Gbr. 5-96 Pemantulan cahaya matahari oleh Heliostat pada bangunan Genzyme Center [a70], diolah
pada
5-51
Gbr. 5-100 Pemasangan sistem penerangan Heliostat dan potongan atrium pada bangunan Genzyme
Center [39], diolah
5-52 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami
cahaya
ke
dalam
ruangan,
serta
Reflector
Panels
yang
membantu
mengumpulkan cahaya.
Gbr. 5-101 Pemantulan dan transmisi cahaya matahari pada Heliostat di bangunan Tabung Haji Hotel [40],
diolah
5-53
Gbr. 5-102 Perolehan cahaya di atrium Hotel Tabung Haji dari Heliostat [40]
Fabric Scrim berfungsi sebagai jalur transmisi cahaya sekaligus membentuk pola cahaya
pada lantai atrium. Saat langit berawan, Kuat Penerangan yang diperoleh di atrium minimal 250
lux, dan di koridor yang mengelilingi atrium minimal 150 lux.
5-54 << teknik arsitektur itenas / nur laela, st, mt / peneranganan alami