Laporan Pendahuluan Kolelitiasis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KOLELITIASIS

A.Pengertian
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran
kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003)
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu
empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi
yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama
pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan
genetik.
B.Anatomi Fisiologis
Anatomi sistem empedu:
Sistem bilier terdiri dari organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan struktur yang
terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu. Transportasi empedu berikut
urutan ini:
Bila sel-sel hati mensekresi kan empedu, maka dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir
dari hati melalui saluran hati kanan dan kiri.
Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik umum.
Duktus hepatika komunis kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari kandung emped u
untuk membentuk saluran empedu, yang berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama
dari usus kecil).
Namun, tidak empedu semua berjalan langsung ke dalam duodenum. Sekitar 50 persen dari
empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama yang disimpan di kantong empedu, organ
berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati. Kemudian, saat makanan dimakan, kontrak
kandung empedu dan melepaskan disimpan empedu ke duodenum untuk membantu memecah
lemak.
Fungsi dari sistem empedu:
Fungsi utama sistem empedu ini termasuk yang berikut:
menguras produk limbah dari hati ke duodenum
untuk membantu pencernaan dengan rilis terkendali empedu

Empedu adalah cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk limbah, kolesterol, dan garam
empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk yang
berikut:
untuk mengangkut sampah
untuk memecah lemak selama proses pencernaan
garam empedu adalah komponen yang sebenarnya yang membantu memecah dan menyerap
lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tinja, adalah apa yang memberi tinja
berwarna gelap cokelat.
C.Etiologi
Faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
1. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan
batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat
jenuh den gan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu
untuk membentuk batu empedu.
2. Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi
kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor
hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin ) dapat dikaitkan dengan keterlambatan
pengosongan kandung empedu.
3. Infeksi bakteri dalam saluran em pedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus
meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu ,dibanding panyebab
terbentuknya batu.
D.Patofisiologis
Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat,
karbonat, fosfat dan asam lemak
Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi
karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terk onjugasi
tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan
bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu


'3f
Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase
'3f
Presipitasi / pengendapan
'3f
Berbentuk batu empedu
'3f
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam pembentukan
empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari
asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
Proses degenerasi dan adanya penyakit hati
'3f
Penurunan fungsi hati
'3f
Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme
'3f '3f
Mal absorpsi garam empedu Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu
'3f
Peningkatan sintesis kolesterol
'3f
Berperan sebagai penunjang

iritan pada kandung empedu Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol
'3f '3f
Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol
kandung empedu
'3f '3f
Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu
Penyakit kandung '3f
empedu (kolesistitis)
Pengendapan kolesterol
'3f
Batu empedu
E.Tanda dan gejala
F.Pemeriksaan Diagnostik
1. Ronsen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Akurasi
pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan pilihan.
2. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan
Yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi
bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus
hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat te rlihat. Meskipun angka
komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan
syok septik.
3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duk tus pancreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan
visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian
distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfung s i untuk membedakan ikterus
yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh

obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasienpasien yang kandung empedunya sudah dia ngkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda
perforasi/ infeksi
G.Penatalaksanaan Medis
a. Non Bedah, yaitu :
Therapi Konservatif
Pendukung diit : Cairan rendah lemak
Cairan Infus
Pengisapan Nasogastrik
Analgetik
Antibiotik
Istirahat
Farmako Therapi
Pem berian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu
terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pela rut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu
hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak
dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melaru t kan batu empedu
tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan
sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi.
Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3
bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun ,
dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
Pembedahan Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas ind ikasi cholesistitis atau pada
cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif .
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy
1. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.
2. Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis

3. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan dilakukan pada post
operasi.
Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy
1. Posisi semi Fowler
2. Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya
3. Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri :
Teknik Relaksasi
Distraksi
Terapi
1.Ranitidin
Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi.
Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum,
hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan
muntah / anti emetik).
Perhatian : pengobatan dengan ranitidin dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak
dianjurkan untuk wanita hamil.
2.Buscopan (analgetik /anti nyeri)
Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi
Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita.
Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat.
3. Buscopan Plus
Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,.
Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner,
bilier, dan organ genital wanita.
4. NaCl

i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya
sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh.
ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih
tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.
Penatalaksanaan Diet
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang
dimakan karena sel sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien
dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah l emak. Menghindari kolesterol yang tinggi
terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat
diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi
ketela, daging tanpa lemak, sayur an yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh.
H

CHOLELITHIASIS
I. PENDAHULUAN
Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu batu ini mungkin terdapat
dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis).1,2
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,
bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia
diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki factor resiko,yaitu: obesitas, usia
lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.1
Sinonim batu empedu adalah gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan
untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.1,2
Batu empedu yang mengandung material kristal atau amorf dapat mempunyai berbagai
macam bentuk. Batu itu di bentuk di dalam vesica vellea. Empedu terdiri dari larutan netraldari
garam empedu yang terikat (conjugated bile salt) dalam bentuk natrium, kolestrol, fosfolipid dan
pigmen empedu.(buku gastro)
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun, sering
menimbulkan gejala sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan gejala kolik.
Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung pada berat atau tidaknya obstruksi
yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi parsial baik disebabkan oleh
batu duktus choledochus, tumor papilla vateri atau cholangitis sklerosis, kadang-kadang tidak
memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran
yang berkala. Bila menimbulkan gejala sumbatan, akan timbul tanda cholestasis ekstrahepatal.
Di samping itu dapat terjadi infeksi, timbul gejala cholangitis, dan cairan empedu menjadi kental
dan berwarna coklat tua (biliary mud). Dinding dari duktus choledochus menebal dan mengalami

dilatasi disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama di sekitar letak batu dan di ampula
vateri.3,
II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20% penduduk
dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini menjalani
pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua dekade pertama.
Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50 tahun yang menderita batu
empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita
batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat sering
bertambahnya usia. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tinggi pada
orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Batu
saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan
dengan pasien di negara barat.3,5,6
III. ETIOLOGI
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk pada
bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori menyatakan
bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah
beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai
membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan
metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan
infeksi kandung empedu.5,6
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu, di nataranya:
1. Eksresi garam empedu
Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam empedu atau fosfolipid dalam
empedu. Asam empedu dihidroksi atau dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam

trihidroksi. Jadi dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin menyebabkan
terbentuknya batu empedu.
2. Kholestrol empedu
Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol, sehingga kadar kolesrtol dalam
vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi batu empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan
kholestrol empedu dapat di jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak.
3. Substansia mukus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus dalam empedu mungkin penting
dalam pembentukan batuempedu.
4. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin di sebabkan karena bertambahya pigmen
empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin
adalah berupa larutan bilirubin glukorunid.
5. Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung empedu, sehinggamenyebabkan
terjadinya stasis dan dengan demikian menaikan pembentukan batu.
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan
dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi
fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir
inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum

minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceral hati.1,2,3
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan.
Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil
dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju
ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe
berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus. 1,2,3
Gambar 2. Anatomi empedu.
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica
fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini,
mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan.
Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga
mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian
keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum
terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. 1,2
Pengosongan Kandung Empedu
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian
masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot
polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu
dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal
yaitu: 1,2

a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang
mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar
peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
b) Neurogen:
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung
atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.1,
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai
Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan
empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.1
V. PATOGENESIS DAN TIPE BATU
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :1,3,7
1. Tipe kolesterol
2. Tipe pigmen empedu
3. Tipe campuran
Untuk batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu:3,7
1) Batu kolesterol di mana komposisi kolesterol melebihi 70%. Terjadinya batu kolesterol adalah
akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas nilai
kritis kelarutan kolesterol dalam empedu.
2) Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai
komponen utama. Tipe pigmen biasanya adalah akibat proses hemolitik atau infestasi
Escherichia coli atau Ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin
diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirubin.
3) Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.

Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol : 1) hipersaturasi
kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3)
gangguan motilitas kandung empedu dan usus.3
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi,
dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim -glucuronidase bakteri dan manusia (endogen)
memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis
bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap
sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan
kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang
konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.3
Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon
wanita, infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi hormon, kehilangan berat badan
yang cepat, penyakit crohn, trigliserida darah yang meningkat serta faktor genetik.3,7
VI. DIAGNOSIS
VI.1. Gambaran Klinis
Kebanyakan orang dengan batu empedu (60% sampai 80%) tidak memiliki gejala. Pada
kenyataannya, mereka biasanya tidak menyadari bahwa mereka memiliki batu empedu kecuali
gejala-gejala muncul. Ini di namakan "silent gallstones" biasanya tidak memerlukan
pengobatan.8
Gejala umumnya terjadi setelah komplikasi. Gejala yang paling umum adalah nyeri di
bagian atas kanan perut. Karena nyeri yang terjadi berepisode, sering sebagai serangan.3,8
Serangan

dapat terjadi setiap beberapa hari, minggu, atau bulan, mereka bahkan

mungkin dipisahkan oleh tahun.


Rasa sakit

biasanya dimulai dalam waktu 30 menit setelah makanan berlemak atau

berminyak.

Rasa sakit

ini biasanya memberat, nyeri tumpul, dan menetap, dan dapat berlangsung

dari satu sampai lima jam.


Nyeri ini

dapat menjalar ke bahu kanan atau punggung belakang.

Ini sering

terjadi pada malam hari dan dapat membangunkan orang dari tidur .

Rasa sakit

dapat membuat orang bergerak disekelilingnya untuk mencari bantuan, tetapi

banyak pasien lebih memilih untuk berbaring diam dan menunggu serangan mereda.
Gejala umum lainnya dari batu empedu adalah sebagai berikut:8
mual

dan muntah ,

demam ,
gangguan

pencernaan , sendawa , kembung,

intoleransi makanan
sakit kuning

berlemak atau berminyak, dan

(menguningnya kulit atau putih mata).

Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan
dan ke kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak,
nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.5
VI.2. Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung
empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda murphy positif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh
ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.1,2
Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba
hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal
ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.
1,2

VI.3. Pemeriksaan Radiologis


Manfaat pemeriksaan radiologi intervensional, diantaranya :
Digunakan pemeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreatography dan percutaneous
transhepatic cholangiography.
Radiologi intervensional memiliki keakuratan yang sangat tinggi untuk mendeteksi cholelithiasis
dan sebagai akses dalam memberikan terapi.
Merupakan suatu tatacara yang invasif dengan risiko terjadinya pankreatitis, hemoragik dan
sepsis.
Pemeriksaan untuk menunjukkan lokasi batu dalam saluran empedu, antara lain:6
a. CT Scan Abdominal
b. Endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)
c. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
d. Percutaneous transhepatic cholangiogram (PTCA)
VI.3.a. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra
hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis
atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada
dengan palpasi biasa.1,2
Gambar 4.US Abdomen
Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan) dengan
dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi
membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada dinding bawah bagian
posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah

suatu duktus choledochus melebar atau tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita
diberi makan lemak terlebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus choledochus, maka setelah
fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar; sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia
tua, di mana elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih
kecil. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.6
VI.3.b. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu
kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.1,2
Gambar 5. X-ray opaque gallstones.
VI.3.c. Computed Tomography (CT)
Batu ginjal dengan kalsifikasi memberikan gambaran yang khas pada pemeriksaan CT
scan tapi tidak jelas menggambarkan batu ginjal tanpa kalsifikasi.
Komplikasi seperti sumbatan saluran empedu dan kolesistitis juga dapat terlihat pada
pemeriksaan ini tapi USG merupakan tes investigasi yang utama.9
Gambar 6: CT Scan abdomen
VI.3.d. Pemeriksaan Cholecystography
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut

kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.2
Gambar 7: Kolesistografi
VI.3.e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit saluran
empedu termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terap. Karena
ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus biliaris.
Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan dengan kelahiran maupun
kematian.6
ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa bercahaya)
dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada biliaris memberikan efek yang
sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi
seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan biliaris. ERCP dikerjakan
dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit, gauge berada
di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya memungkinkan operator mengadakan
drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan
menempatkan eksternal dan internal drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan.6,10
Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk
prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan
atau minum apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6
hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator harus
mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.11
Gambar 9. Cholelithiasis (panah) dideteksi oleh endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP).
VI.4. Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang tidak spesifik untuk
diagnosis cholelithiasis. Karena pasien dengan cholelithiasis tidak menimbulkan gejala atau

sering asimptomatik sehingga hasil tes laboratorium normal berarti tidak ditemukan kelainan.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim pankreatik.
Hasil yang diperoleh, diantaranya : 3,6
o Meningkatnya serum kolesterol
o Meningkatnya fosfolipid
o Menurunnya ester kolesterol
o Meningkatnya protrombin serum time
o Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL, transaminase (serum glumaticpyruvic transaminase dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase) meningkat pada pasien
choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis atau keduanya.
o Menurunnya urobilirubin
o Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya infeksi atau inflamasi, tapi
penemuan ini non-spesifik.
o Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:2
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut
Empiema
Perikolesistitis
Perforasi
e. Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu


Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu
terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel,
bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis
akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat
sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.1,2
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi
dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap
asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus
juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. 1,2
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit
saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.1,2
VIII. PENATALAKSANAAN
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilangtimbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.
Pilihan penatalaksanaak antara lain :1,2
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris
yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari

0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.1,2
2. Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini
pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis
keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari
prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang
mungkin dapat terjadi lebih sering selama olesistektomi laparaskopi.1,2
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan
manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap
terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. 1,2
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil-ter-butileter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat
efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan
kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). 1,2
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 1,2
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia local bahkan di samping tempat
tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang
sakitnya kritis. 1,2

IX. PROGNOSIS
Pada cholelithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya kematian atau
ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya komplikasi. Jadi
prognosis cholelithiasis tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi. Namun,
adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga
dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta
tepat, hasil yang didapatkan biasanya sangat baik.

Anda mungkin juga menyukai