Proses Pengelasan
Proses Pengelasan
Proses Pengelasan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengelasan
Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktivitas menyambung dua bagian
benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari
keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan
bisa dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik
cair maupun strukturnya.
Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai
titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan
menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga
dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan.
Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan
membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara
memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga
mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk keberhasilan proses pengelasan
yaitu :
1. Material yang akan disambung dapat mencair oleh panas.
2. Antara material yang akan disambung terdapat kesesuaian sifat lasnya.
3. Cara penyambungan sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan
penyambungan.
Permukaan
Permukaan
asli benda kerja
Daerah HAZ
Dalam proses pengelasan, secara umum dapat dikategorikan beberapa daerah hasil
pengelasan (Gambar 1), sesuai dengan perbedaan karakteristik metalurginya yaitu
[Timing,1992]:
1. Weld Metal (WM) atau logam las, merupakan daerah yang mengalami
pencairan dan membeku kembali sehingga meyebabkan perubahan
struktur mikro dan sifat mekaniknya.
2. Heat Affected Zone (HAZ) atau daerah terkena pengaruh panas,
merupakan daerah yang tidak terjadi pencairan dan pembekuan tetapi
mengalami pengaruh panas sehingga terjadi perubahan struktur mikro.
3. Fusion Line (LF) atau daerah fusi, merupakan garis batas antara logam
yang mencair dan daerah HAZ.
4. Based Metal (BM) atau logam induk, dimana panas dan suhu pengelasan
tidak menyebabkan perubahan struktur dan sifat.
1. Klasifikasi Las
Pengelasan
(Welding)
Pengelasan mencair
(Fusion Welding)
Soldering
Dan Brazing
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa proses pengelasan dapat dibagi dalam
tiga bagian utama yaitu pengelasan mencair (fusion welding), pengelasan tidak
10
Las elektroda terbungkus atau pengelasan busur listrik logam terlindung (Shielded
Metal Arc Welding atau SMAW) merupakan salah satu jenis yang paling
sederhana dan paling canggih untuk pengelasan baja struktural. Proses SMAW
sering disebut proses elektroda tongkat manual. Pemanasan dilakukan dengan
busur nyala (listrik) antara elektroda yang dilapis dan logam yang akan disambung
yang kemudian akan menjadi satu dan membeku bersama [Salmon, 1990].
Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari logam.
Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi dengan
butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus
dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang digunakan
untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan membentuk terak
yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja
sebagai penghalang oksidasi.
11
Prinsip kerja las busur listrik ini adalah dengan mengubah energi listrik menjadi
panas untuk mencairkan permukaan logam induk dengan menghasilkan busur
nyala listrik melalui sebuah elektroda. Terjadinya busur nyala listrik ini
diakibatkan oleh perbedaan tegangan antara kedua kutub pada dua logam
konduktif yaitu elektroda dan logam induk (seperti Gambar 3). Busur nyala listrik
itu sendiri terbentuk dengan mendekatkan elektroda ke logam induk hingga pada
jarak beberapa millimeter kemudian menarik elektroda agar tidak kontak langsung
dengan logam induk untuk menjaga busur tetap menyala. Suhu dari busur nyala
listrik tersebut dapat mencapai 5000C sehingga mampu mencairkan elektroda
dan logam induk.
12
Selama proses pengelasan elektroda yang berlapis fluks akan habis karena logam
pada elektroda dipindahkan ke logam induk selama proses pengelasan untuk
membentuk paduan baru yaitu paduan antara bahan inti elektroda yang mencair
dan logam induk yang turut mencair (seperti Gambar 4). Kawat elektroda menjadi
bahan pengisi dan lapisannya sebagian lagi dikonversi menjadi gas pelindung
untuk melindungi pengaruh atmosfir saat pencairan berlangsung dan sebagian lagi
menjadi terak oleh logam las untuk melindungi logam paduan selama proses
solidifikasi. Pemindahan logam dari elektroda ke bahan yang dilas terjadi karena
penarikan molekul dan tarikan permukaan tanpa memberikan tekanan.
13
14
Panjang (mm)
Arus (A)
450
300-500
6,3
450
200-370
450
190-310
450
150-250
450
120-180
350
120-190
3,25
450
80-125
3.25
350
80-130
2,5
350
60-95
300
50-80
(Sumber: W,Kenyon. 1979)
Pemilihan besar arus listrik tergantung dari beberapa faktor, antara lain; diameter
elektroda yang digunakan, tebal benda kerja, jenis elektroda yang digunakan,
polaritas kutub-kutubnya, dan posisi pengelasan. Umumnya pemilihan besar arus
diambil pada nilai tengah dari batas yang direkomendasikan.
15
Arus (Ampere)
2,5
60 - 90
2,6
60 - 90
3,2
80 - 130
4,0
150 - 190
5,0
180 - 250
(Sumber : Howard B .C, 1998)
B. Mesin Las
Mesin las pada unit peralatan las berdasarkan arus yang dikeluarkan pada ujungujung elektroda dibedakan menjadi sebagai berikut [Bintoro, 2000]:
1. Mesin las arus bolak-balik (mesin AC)
Arus listrik bolak-balik atau arus AC yang dihasilkan pembangkit listrik (PLN
atau generator AC), dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam proses
pengelasan. Tegangan listrik yang berasal dari pembangkit listrik belum sesuai
dengan tegangan yang digunakan untuk pengelasan. Bisa terjadi tegangan
terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga besarnya tegangan perlu
disesuaikan terlebih dahulu dengan cara menurunkan atau menaikkan
tegangan. Alat yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan tegangan
disebut transformator atau trafo. Kebanyakan trafo yang digunakan pada
peralatan las adalah trafo step-down, yaitu trafo yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan. Hal ini disebabkan listrik dari pembangkit listrik
16
mempunyai tegangan yang tinggi (110 volt sampai 240 volt), padahal
kebutuhan tegangan yang dikeluarkan oleh mesin las untuk pegelasan hanya
55 volt sampai 85 volt.
Trafo yang digunakan untuk pengelasan mempunyai daya yang cukup besar.
Untuk mencairkan sebagian logam induk dan elektroda dibutuhkan energi
yang besar. Untuk menghasilkan daya yang besar maka perlu arus yang besar.
Dengan aliran arus yang besar maka perlu kabel lilitan sekunder yang
berdiameter besar. Arus yang digunakan untuk pengelasan busur listrik
berkisar antara 10 ampere sampai 500 ampere. Besarnya arus listrik dapat
diatur sesuai dengan keperluan pengelasan.
17
Mesin Las DC
massa
busur
listrik
yang
dihasilkan stabil
dan
kabel
1. Nyala
digunakan
untuk
18
Gangguan-gangguan yang sering timbul dari mesin las yaitu tegangan melemah
atau turun dan mesin las terlalu panas. Gangguan-gangguan tersebut
menyebabkan mesin las tidak mengeluarkan arus listrik atau nyala busur listrik
melemah.
1. Sambungan Las
Sambungan las dalam kontruksi baja dibagi menjadi beberapa sambungan
antara lain sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut, sambungan
tumpang, sambungan silang, sambungan dengan penguat, dan sambungan sisi
(seperti ditunjukkan dalam gambar 8).
Pemilihan jenis sambungan las terutama berdasarkan pada ketebalan pelat
yang dilas. Dalam pengelasan ada yang disebut dengan pelat tipis dan pelat
tebal. Menurut AWS (American Welding Society) disebut pelat tipis apabila
ketebalannya kurang dari 1 inch atau sama dengan 25.4 mm, dan disebut pelat
tebal jika ketebalannya lebih dari 1 inch [Wiryosumarto, 1996].
(c) Sambungan T
19
Ada lima jenis sambungan dasar pengelasan (seperti pada Gambar 7),
meskipun dalam praktiknya dapat ditemukan banyak variasi dan kombinasi,
diantaranya adalah [Wiryosumanto, 1996]:
a. Sambungan tumpul/sebidang (butt joint)
Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien. Bentuk alur
sambungan
ini
sangat
mempengaruhi
efisiensi
pengerjaan,
efisiensi
sambungan dan jaminan sambungan. Karena itu pemilihan bentuk alur sangat
penting, di mana bentuk dan ukuran alur sambungan datar ini sudah banyak
distandarkan dalam standar AWS, BS, DIN, GOST, JSSC, dan lain-lain.
Sambungan tumpul digunakan untuk menyambung ujung-ujung pelat yang
datar dengan ketebalan yang sama atau hampir sama, biasanya divariasikan
pada alur atau kampuh. Jenis kampuh sambungan tumpul (butt joint) dapat
dilihat pada Gambar 8.
20
21
Pemilihan jenis sambungan las terutama didasarkan pada ketebalan pelat yang
akan dilas. Dalam pengelasan, ada yang disebut pelat tipis dan pelat tebal.
Menurut AWS Code (American Welding Society) disebut pelat tipis apabila
ketebalannya kurang dari 1 in (= 25,4 mm) dan disebut pelat tebal bila
ketebalannya lebih dari 1 in. Mungkin saja dalam pemilihan sambungan ini
terdapat lebih dari dua sambungan yang memenuhi persyaratan ketebalan pelat.
22
Jika hal itu terjadi maka harus dipilih kembali salah satu dari jenis sambungan
yang ada [Sonawan 2003].
Ada tiga faktor yang menentukan dalam pemilihan jenis sambungan, yaitu:
1)
2)
3)
23
D. Baja
Logam baja dihasilkan dari pengolahan lanjut besi kasar pada dapur konventer,
Siemens Martin atau dapur listrik, dimana hasil pengolahan dari dapur
menghasilkan baja karbon yang mempunyai kandungan karbon maksimum 1,7 %.
Baja karbon sangat banyak jenisnya, dimana komposisi kimia, sifat mekanis,
ukuran, bentuk dan sebagainya dispesifikasikan untuk masing-masing penggunaan
pada Standar Industri Jepang (JIS) dan Standar ASTM.
Besi murni lunak, tidak kuat sehingga tidak dapat dipakai. Untuk menambah
kekuatan, karbon (C) 2% atau kurang ditambahkan ke besi murni membentuk
material struktur campuran besi karbon. Material ini disebut baja karbon.
Disamping karbon, baja karbon terdiri dari sejumlah kecil mangan (Mn), dan
silikon (Si), dan sedikit phospor (P) serta belerang (S) sebagai unsur-unsur pada
pembuatan baja. Sifat baja karbon sangat bergantung pada kadar karbon yang
terkandung di dalamnya, bila kadar karbon tinggi maka nilai kekuatan dan
kekerasan juga akan bertambah tinggi tetapi perpanjangannya akan menurun.
Karena itu, baja karbon dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya
[Wiryosumarto, 1996].
Gambar 11 menunjukkan diagram keseimbangan fasa Fe-C untuk kandungan
karbon hingga 6,7%. Baja merupakan paduan dari besi, karbon dan elemenelemen lain, yang kandungan karbonnya kurang dari 2%. Wilayah pada diagram
dengan kadar karbon di bawah 2% menjadi perhatian utama untuk proses heat
treatment pada baja. Diagram fasa hanya berlaku untuk perlakuan panas pada baja
hingga mencair, dengan proses pendinginan perlahan-lahan, sedangkan pada
24
25
terdapat pada diagram tersebut antara lain austenit, ferit, perlit, sementit, dan lainlain [Sonawan, 2003].
1. Baja Karbon
26
Baja
karbon
rendah
Baja
karbon
sedang
Baja
karbon
tinggi
Kelas
Baja
lunak
khusus
Baja
sangat
lunak
Baja
lunak
Baja
setengah
lunak
Baja
setengah
keras
Baja
keras
Baja
sangat
keras
Kadar
Karbon
(%)
Kekuatan
Luluh
(kg/mm2)
Kekuatan
Tarik
(kg/mm2)
Perpanjangan
(%)
Kekerasan
Brinell
0,08
18-28
32-36
40-30
95-100
0,08-0,12
20-29
36-42
40-30
80-120
0,12-0,20
22-30
38-48
36-24
100-130
0,20-0,30
24-36
44-55
32-22
112-145
0,30-0,40
30-40
50-60
30-17
140-170
0,40-0,50
34-46
58-70
26-14
160-200
0,50-0,80
36-47
65-100
20-11
180-235
27
Sifat baja berubah sesuai dengan kondisi pembuatan baja dan metode perlakuan
panas. Sifat mekanis dari baja besar perbedaannya sesuai dengan kandungan
karbon. Umumnya dengan kandungan karbon yang lebih tinggi menaikkan
tegangan tarik, titik mulur dan kekerasan tetapi menurunkan perpanjangan, sifat
mampu pengerjaan dan sifat mampu las serta cenderung retak.
28
E. Elektroda
Elektroda terbungkus terdiri dari bagian inti dan zat pelindung atau fluks.
Pelapisan fluks pada bagian inti dapat dilakukan dengan destrusi, semprot atau
celup. Selaput yang ada pada elektroda berfungsi untuk melindungi cairan las,
busur listrik, dan sebagian benda kerja dari udara luar. Udara luar mengandung
gas oksigen, yang dapat mengakibatkan bahan las mengalami oksidasi, sehingga
dapat mempengaruhi sifat mekanis dari logam yang dilas. Oleh karena itu,
elektroda yang terbungkus digunakan untuk pengelasan benda-benda yang butuh
kekuatan mekanis.
29
Bila ditinjau dari logam yang dilas kawat elektroda dibedakan menjadi lima
bagian besar yaitu, baja lunak, baja karbon tinggi, baja paduan, besi tuang, dan
logam non ferro. Karena filler metal harus mempunyai kesamaan sifat dengan
logam induk, maka sekaligus ini berarti bahwa tidak ada elektroda yang dapat
dipakai untuk semua jenis dari pengelasan. Pemilihan ukuran diameter tergantung
dari perencanaan, ukuran las, posisi pengelasan, input panas, serta keahlian dalam
pengelasan. Ini berarti bahwa tiap ukuran diameter elektroda mempunyai kaitan
dengan besarnya kuat arus yang harus lewat pada elektroda tersebut. Di mana
elektroda tersebut mempunyai selubung atau coating.
Elektroda perlu disimpan di tempat yang kering dan hangat dan digunakan
berurutan misalnya elektroda baru tidak ditumpuk di atas yang lama. Kadangkadang elektroda yang sudah sangat lama mempunyai lapisan bulu berwarna putih
yang disebabkan oleh kaca air pada elektroda. Elektroda harus ditumpuk dengan
hati-hati dan jangan dijatuhkan yang akan menyebabkan retak dan terkelupasnya
lapisan. Las yang berkualitas jelek biasanya sebagai akibat jika digunakan
elektroda terkelupas, lembab, atau rusak. Jika elektroda kering digetarkan di
tangan menghasilkan bunyi logam yang kuat, akan tetapi yang lembab
mempunyai bunyi yang teredam [Kenyon, 1985]. Beberapa fungsi lapisan
elektroda, antara lain:
a. Menyediakan suatu perisai yang melindungi gas sekeliling busur api dan
logam cair dan dengan demikian mencegah oksigen dan nitrogen dari udara
memasuki logam las.
b. Membuat busur api stabil dan mudah dikontrol.
30
c. Mengisi kembali setiap kekurangan yang disebabkan oleh oksidasi elemenelemen tertentu dari genangan las selama pengelasan dan menjamin las
mempunyai sifat-sifat mekanis yang memuaskan.
d. Menyediakan suatu terak pelindung yang juga menurunkan kecepatan
pendinginan logam las dan dengan demikian menurunkan kerapuhan akibat
pendinginan.
e. Mambantu mengontrol (bersama-sama dengan arus las) ukuran dan frekuensi
tetesan logam cair.
f. Memungkinkan dipergunakannya posisi-posisi yang berbeda.
Dilihat dari fungsinya, maka untuk pemilihan jenis elektroda yang digunakan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Jenis logam yang akan dilas.
2. Tebal bahan yang akan dilas.
3. Kekuatan mekanis yang diharapkan dari hasil pengelasan.
4. Posisi pengelasan.
5. Bentuk kampuh benda kerja.
Dari kriteria di atas dapat dilihat kode elektroda yang sesuai untuk keperluan yang
diinginkan. Kode elektroda yang berupa huruf dan angka mempunyai arti khusus
yang berguna untuk pemilihan elektroda. Kode elektroda sudah distandarkan oleh
badan standarisasi kode elektroda yaitu AWS (American Welding Society) dan
ASTM (American Society For Testing Materials). Simbol atau kode yang
diberikan yaitu satu huruf E yang diikuti oleh empat atau lima angka
dibelakangnya, contoh E7016. Sedangkan simbol standarisasi JIS (Japan
31
Industrial Standard), kode yang diberikan yaitu satu huruf D yang diikuti oleh
empat atau lima angka dibelakangnya, contoh D5016.
Elektroda dengan kode E 7016, untuk setiap huruf dan setiap angka mempunyai
arti masing-masing, yaitu:
E
70
32
F. METODE PENGUJIAN
Pengujian untuk logam pada umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu: pengujian
bersifat merusak dan pengujian tak merusak. Tujuan dari pengujian dan
pemeriksaan ini adalah untuk menjamin mutu dan kepercayaan terhadap
konstruksi las. Syarat yang diutamakan dalam konstruksi las adalah kekuatan.
Dalam penelitian ini pengujian yang hendak dilakukan adalah pengujian yang
bersifat merusak pada konstruksi las, di mana pengujian tersebut dilakukan
terhadap model dari konstruksi atau batang uji yang telah dilas dengan cara yang
sama dengan proses pengelasan yang akan digunakan sampai terjadi kerusakan
pada model konstruksi atau batang uji. Sampai saat ini hubungan antara hasil
pengujian pada model dan batang uji terhadapa kekuatan konstruksi masih belum
jelas. Oleh karena itu, pada pengujian merusak yang penting adalah pengujian
untuk melihat kesamaan antara logam induk dan logam pada daerah lasan.
Pengujian merusak pada daerah lasan dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis,
antara lain: uji kekerasan, uji tarik, dan uji fatik. Jenis pengujian pada penelitian
ini menggunakan metode uji kekerasan dan impak.
1. Pengujian Impak
33
Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk
terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan
bahan tersebut. Pada Gambar 13 di atas dapat dilihat bahwa setelah benda uji
patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi
h. Bila bahan tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar
maka makin rendah posisi h. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki
kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau
terdeformasi dengan mudah. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh
34
benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala
(dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga
impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :
.. (1)
dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang
di bawah takik dalam satuan mm2. Secara umum benda uji impak dikelompokkan
ke dalam dua golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy sebagaimana
telah ditunjukkan pada Gambar 1, banyak digunakan di Amerika Serikat dan
batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy
memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik
(notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan
kedalaman 2 mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan
bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul. Benda uji Izod
mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di
dekat ujung yang dijepit. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan
Izod ditunjukkan oleh Gambar di bawah ini :
35
..(2)
Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi
tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain
berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang
kunci (key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak
Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis
perpatahan (fracografi) yang terjadi.
36
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka
perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahan
berserat
(fibrous
fracture),
yang
melibatkan
mekanisme
Gambar 15 Bentuk dan dimensi benda uji impak berdasarkan ASTM E23-56T
37
2. Pengujian Kekerasan
Permukaan material
b.
38
c.
d.
Pada pengujian kekerasan Vickers suatu benda penekan (intan), dengan bentuk
piramida lurus dengan alas bujur sangkar dengan sudut 136, ditekan ke dalam
spesimen uji dengan gaya F tertentu selama waktu tertentu. Setelah piramida
diangkat diagonal (d) bekas tekanan tepat diukur (Gambar 16). Kekerasan Vickers
dapat diperoleh dengan membagi gaya pada luas bekas tekanan yang berbentuk
piramida.
Approximatelly
3)
4)
39