Sistem Bangunan Tinggi 2016 PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Transkrip Paparan:

RANCANGAN SISTEM BANGUNAN TINGGI


Jimmy S. Juwana E-mail: [email protected]

PENGANTAR

Pada tahun 1890an, bangunan 10 lantai sudah terhitung sebagai bangunan tinggi,
namun 40 tahun kemudian Empire State Building di kota New York dibangun dengan
ketinggian 102 lantai. Ini menunjukkan bahwa dalam empat dekade perkembangan
bangunan tinggi begitu pesatnya. Pembangunan bangunan tinggi diawali pada tahun
1871 pada saat terjadi kebakaran besar di kota Chicago yang memusnahkan sekitar
18.000 bangunan dengan jumlah korban yang meninggal sekitar 300 orang dan sekitar
100.000 orang kehilangan tempat tinggalnya.

Diawali dengan pembangunan bangunan tinggi yang menitik beratkan pada fungsi
bangunan (Periode fungsional 1880 1900) dan dibuat dengan struktur dinding
penahan beban. Periode berikunya dinamakan periode elektik (1900 1920), bangunan
tinggi menampilkan dekorasi gothic dan renaissance yang dibangun di kota New York.
Dua dekade selanjutnya, dinamakan periode art deco (1920 1940) bangunan sudah
menampilkan hiasan art deco dengan paduan warna, seperti Chrysler building,
Rockefeller Center dan Empire State building di New York. Penemuan teknologi bahan
mengubah tampilan bangunan dekoratif menjadi lebih sederhana (periode gaya
internasional 1950 1970), seperti Seagram building di New York. Gaya ini dipelopori
oleh biro arsitek Sikdmore, Owings & Merrill (SOM). Pada pertengah periode ini,
bermunculan bangunan di atas 105 lantai, seperti Sear Tower di Chicago dan Word
Trade Center Center di New York (periode Super Tinggi 1965 1975); periode ini
selanjutnya diikuti dengan periode di mana bangunan tinggi mempertimbangkan
keberadaan bangunan dengan interaksi sosial di sekitarnya (periode penncakar langit
sosial 1970 1980), di mana lantai dasar (street level) menjadi ruang interaktif sosial,
1

seperti bangunan citicorp center di New York. Setelah itu, mulai tahun 1980 diawali
periode postmodern, dengan berkembangnya ragam bangunan tinggi di banyak negara,
seperti petronas tower di Kuala Lumpur, Jin mao tower di Shanghai, Bank of China di
Hong Kong, UOB building di Singapura, dan lain-lain.

Dengan bertambah tinggi bangunan yang dapat dibangun manusia dengan bantuan
teknologi bahan dan bangunan, metode pelaksanaan dan kecanggihan program analisa
struktur,

membawa

konsekuensi

diperlukan

pengetahuan

dan

panduan

bagi

perencanaan dan pembangunan bangunan tinggi.


BENTUK DAN FUNGSI BANGUNAN TINGGI

Bentuknya yang tinggi menjadikan daya tarik bagi suatu bangunan, dan makin tinggi
bangunannya makin rumit sistem bangunan yang perlu dipertimbangkan, lebih-lebih
bangunan tinggi yang dibangun di daerah rawan gempa.

Salah satu pertimbangan adalah, membuat denah lantai dasar dan/atau denah tipikal
mengikuti bentuk geometris yang sesederhana mungkin. Perbedaan yang mendasar
bagi perancangan bangunan tinggi dibandingkan dengan bangunan rendah adalah awal
pertimbangan perancangannya. Jika bangunan rendah perancangan diawali dengan
mengatur tata ruang (sistem arsitektural) baru kemudian menempatkan sistem
bangunan lainnya (sistem struktural dan mekanikal/elektrikal), maka pada bangunan
tingg diawali dengan menentukan sistem bangunan, utamanya sistem struktural (yang
difokuskan pada konfigurasi inti bangunan) dan sistem utilitasnya (mekanikal dan
elektrikal), baru penataan ruang dilakukan setelah itu.

Salah satu batasan ketinggian adalah sisi terpendek bangunan berbanding total
ketinggian bangunan tidak melebihi satu berbanding tujuh (B : H < 1 : 7). Namun
sampai saat ini belum ada patokan yang baku tentang batasan bangunan tinggi yang
berlaku umum.
2

Mengingat jumlah orang yang beraktivitas dalam bangunan tinggi cukup besar dan bila
terjadi kondisi darurat, dalam waktu lima menit penghuni gedung harus dapat
dievakuasi, maka fungsi bangunan tinggi hanya dibatasi untuk fungsi kantor, rumah
susun/apartemen dan hotel.

Dari ketiga fungsi tadi, dari sudut pandang rancangan, bangunan tinggi dengan fungsi
kantor merupakan yang tersulit. Hal ini disebabkan karena tiap lantai memiliki
kemungkinan untuk digunakan oleh satu sampai tujuh penyewa. Dalam hal satu lantai
tidak digunakan oleh satu penyewa, maka setiap pembagian luasan sewa harus
memiliki kelengkapan yang merata, baik dari peralatan dan perlengkapan bangunan,
maupun kesempatan untuk mendapat kenyamanan termal dan visual (view) yang sama
serta jalur evakuasi yang aman.

ASPEK-ASPEK RANCANGAN BANGUNAN TINGGI

Sehubungan dengan kondisi tersebut, ada 18 aspek yang perlu diperhatikan dalam
merancang bangunan tinggi (dengan fungsi kantor):
1.

Fungsi Bangunan
Kantor, hotel dan/atau rumah susun/apartemen.

2.

Lease Span
Jarak antara kulit bangunan dengan inti bangunan, umumnya berkisar antara 9
sampai 13 meter (terkait dengan bahan struktur yang digunakan).

3.

Leasing Space
Luas bersih ruangan yang dapat disewakan, umumnya minimal luas kantor sewa
adalah 140 m2. Dengan demikian lantai tipikal yang ideal antara 1.600 sampai
2.000 m2.

4.

Floor to Floor
Jarak dari lantai ke lantai, perhitungan tinggi lantai lantai ke lantai akan
mempengaruhi total ketinggian bangunan. Pertimbangan lain, setiap kelebihan
tinggi lantai ke lantai akan berdampak pada efisiensi penggunaan bahan.

5.

Inti bangunan (Core)


Pada inti bangunan terdapat lif, tangga darurat, toilet, ruang tata udara (Air
Handling Unit AHU) dan shaf utilitas, sehingga luas inti bangunan tergantung
dari sistem dan jumlah lif yang digunakan. Pada umumnya luas inti bangunan
sekitar 20% dari total luas lantai.

Kofigurasi dan perletakan lif juga akan mempengaruhi distribusi jaringan utilitas,
demikan halnya dengan zona layanan lif akan menentukan efisiensi penggunaan
lif.
4

L etak In ti
D i U ju n g

D i L u ar

D i T en g ah

In ti G an d a

Di Sudut

Acak

F leksib ilitas R u an g

B a ik

S a nga t B a ik

C uk up

K ura ng

B a ik

K ura ng S e k a li

R u an g D i S isi
K elilin g B an g u n an

K ura ng

C uk up

S a nga t B a ik

S a nga t B a ik

K ura ng S e k a li

B a ik

P em an faatan L an tai
D asar

C uk up

S a nga t B a ik

C uk up

K ura ng

B a ik

K ura ng S e k a li

Jarak d ari In ti

K ura ng

K ura ng S e k a li

B a ik

S a nga t B a ik

C uk up

C uk up

K ejelasan P o la
S irku lasi

C uk up

K ura ng

B a ik

S a nga t B a ik

C uk up

K ura ng S e k a li

B a ik

S a nga t B a ik

K ura ng S e k a li

K ura ng S e k a li

S a nga t B a ik

K ura ng

C uk up

K ura ng S e k a li

S a nga t B a ik

B a ik

K ura ng

C uk up

C uk up

K ura ng

B a ik

S a nga t B a ik

K ura ng S e k a li

C uk up

K ura ng

K ura ng S e k a li

S a nga t B a ik

S a nga t B a ik

B a ik

C uk up

P en g aru h p ad a

P en cah ayaan Alam i

H u b u n g an d en g an
U tilitas d i Atap

H u b u n g an d en g an
U tilitas d i L t. D asar
K ekaku an S tru ktu r
(G aya L ateral)

Pembagian zona lif, juga akan berpengaruh pada pengaturan transfer level dan
penempatan interlevel connection, untuk memeudahkan perpindahan anatar lantai.
Pada daerah podium, sistem transportasi vertikal dan dilengkapi dengan eskalator
dengan pembatasan maksimum tujuh lantai.

6.

Bebas kolom
Mengingat fleksibilitas pengaturan pembagian ruang sewa, antara inti bangunan
dengan kulit bangunan tidak ada kolom.

7.

Sistem & Bahan Struktur


Teknologi bahan berkembang dengan sangat pesatnya; saat ini mutu beton sudah
dapat mencapai kekuatan tekan yang cukup tinggi, begitu juga dengan bahan
struktur baja. Pilihan struktur dapat menggunakan beton bertulang, beton pre
tegang, baja (tunggal atau rangka), ataupun struktur komposit.
Pertimbangan yang utama, bahwa bahan dan sistem struktur bukan saja mampu
menahan segala jenis beban tapi juga mampu berathan pada waktu terjadi
kebakaran.

8.

Transfer Level
Jika layanan lif dibagi atas beberapa zona layanan, maka setiap akhir dari zona
layanan, diperlukan ruang lif, sehingga di atasnya, lantai bangunan dapat
dimanfaatkan. Penempatan ruang lif dan perlengkapan utilitas pendukungnya
diletakkan dalam satu lantai yang merupakan lantai mekanikal/elektrikal (lantai
utilitas). Tiap zona melayani 8 14 lantai bangunan.

Pembagian zona lif dibatasi maksimum tiga zona, sehingga jika ketinggian
bangunan sedemikain tingginya, maka setia tiga zona dipisah dengan sky lobby,
yang fungsinya sama dengan lobby di lantai dasar.

9.

Aspect Ratio
Nisbah antara dimensi terpendek bangunan dengan total ketingian bangunan.
Untuk di Indonesia, sementara dibatasi 1:7 dengan mempertimbangkan keamanan
terhadap bahaya gempa.

10. Perpindahan & Rotasi Ruang Utilitas dalam Core


Agar penataan ruangan (khusunya pada kantor sewa), maka penempatan tangga
darurat dan fasilitas toilet dan ditata agar diperoleh efisiensi (tambahan) ruang
sewa. Dengan demikian lokasi tangga dan/atau toilet dan AHU dapat dipindah
dan/atau dirotasi, sejauh alur evakuasi dan distribusi jaringan utilitas tidak
terganggu.
11. Bentuk Massa bangunan
Mengingat rancangan terpenting pada bangunan tinggi terletak pada rancangan
inti bangunan, bentuk massa bangunan dapat ditentukan kemudian sesuai dengan
tuntutan dan persyaratan keperluan fungsi bangunan.
12. Ekpresi Arsitektur
Ekspresi bangunan dari luar akan selalu sejalan dengan pembagian zona sistem
bangunan yang ada di dalamnya. Bentuk lekukan, perubahan luasan lantai tipikal
dan rancangan kulit bangunan (fascade) harus sesuai dengan letak dan zonasi
yang dirancang.
7

13. Sistem Utilitas


Seluruh sistem utilitas perlu diintegrasikan dengan sistem struktur dan arsitektural.
Kelebihan dan kekurangan jaringan distribusi tergantung dari tata letak dan
konfigurasi inti bangunan.

Pada umumnya perlengkapan utilitas (pompa dan lif) efektif melayani sampai
batas ketinggian 15 lantai, oleh karenanya penempatan perlengkapan dan
peralatan utilitasnya ini diletakkan pada transfer level.
Alternatif
Distribusi Vertikal

Alternatif
Distribusi Horizontal

Pada Inti Bangunan

Pada Struktur

Pada Ujung Bangunan

Pada Jalur Sirkulasi

Pada Struktur

Pada Sisi Bangunan

Seluruh Permukaan
Di atas atau Di bawah
Lantai

14. Koordinasi Modul


Mengingat rancangan bangunan tinggi merupakan pengulangan dari lantai yang
satu ke lantai yang lain, maka setiap pemborosan yang diakibatkan oleh sisa
bahan (waste material) merupakan hal yang perlu dihindarkan. Oleh karena itu
penggunaan pendekatan sistem modular dijadikan acuan bagi bahan-bahan pra
cetak dan/atau pra pabrikasi. Penggunaan pra pabrikasi pada pelaksanaan
bangunan akan mempercepat waktu dan dapat menghemat biaya konstruksi.

15. Keamanan, Keselamatan , Kesehatan & Kenyamanan


Pada kondisi darurat evakuasi pada bangunan rendah jauh lebih sederhana
dibandingkan dengan evakuasi pada bangunan tinggi. Oleh karena itu aspek
keselamatan pada persyaratan keandalan bangunan gedung merupakan hal yang
tidak dapat dikompromikan.

16. Building Operation & Maintenance


Pemeliharaan bangunan tinggi, khususnya untuk pekerjaan di luar bangunan
membutuhkan perancangan sejak awal. Penentuan peralatan gondola yang sesuai
dengan bentuk bangunan akan mempermudah pekerjaan pemeliharaan dan
perawatan bangunan gedung pada saat sudah dioperasionalkan.

17. Basement & Parkir


Penghuni dan pengguna bangunan memerlukan tempat parkir bagi kendaraannya.
Basement yang merupakan bagian dari rancangan struktur (sub structure) dapat
dimanfaatkan sebagai lahan parkir, begitu juga bagian dari podium (jika
memungkinkan dapat dialokasikan juga sebagai ruangan untuk parkir kendaraan).
18. Rancangan Efisien, Ekonomis & Optimal
Rancangan efisien dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan bangunan
hijau, sehingga efisiensi penggunaan energi dan air dapat dioptimalkan. Pemilihan
bahan dan metode konstruksi juga akan dapat mempengaruhi efisiensi biaya.
9

Di samping itu, penemuan peredam getaran (base isolation dan damper) dapat
digunakan untuk menjadikan struktur bangunan tinggi menjadi lebih efisien tanpa
mengurangi kekuatannya dalam menahan gaya gempa.
PENUTUP

Dari uraian di atas, secara sepintas tergambar bahwa perancangan sitem bangunan
tinggi memerlukan pemahaman yang lebih sungguh-sungguh, bukan hanya karena
bangunan tadi dibangun dengan investasi yang cukup tinggi, tetapi juga sedikit
kesalahan yang dibuat pada saat perancangan akan berdampak pada malapetaka
besar di kemudian hari..

Dengan mengikuti kaidah-kaidah perancangan bangunan tinggi, diharapkan bangunan


tinggi tadi tidak menjadi monumen tanpa nyawa dan gedung tanpa makna, sehingga
bangunan tinggi yang dibangun dapat menjadi tengaran (land mark) dari suatu kota
atau kawasan tertentu. Hendaknya bangunan tinggi tersebut dapat bermanfaat sesuai
fungsinya, menambah nilai bagi keindahan kota dan memiliki usia manfaat
sebagaimana yang diharapkan pada saat dirancang.

Jakarta, September 2016.

Jimmy S. Juwana
HP 0816794511
Email: [email protected]

10

Anda mungkin juga menyukai