Dialysis Clinic
Dialysis Clinic
Dialysis Clinic
insentif untuk mengontrol biaya, karena semakin tinggi biaya, semakin tinggi ganti rugi
(pembayaran kembali). Karena pegawai (asuransi kesehatan) atau pemerintah (Medicare)
bertanggung jawab untuk sebagian besar pembayaran kembali layanan kesehatan, masyarakat
Amerika dapat menghindari naiknya biaya kesehatan karena terdapat pihak ketiga yang
membayar hal tersebut.
Pada tahun 1983, Medicare mengimplementasikan sebuah sistem pembayaran
prospektif baru (PPS) yang menetapkan tarif pembayaran kembali adalah fixed (tetap) untuk
layanan rawat inap. Tarif pembayaran kembali (reimbursement) yang distandarisasi
ditentukan untuk kategori treatment atau diagnosis-related group (DRGs), sebuah organisasi
layanan kesehatan berstruktur biaya. Tujuan dari program baru ini adalah untuk
menstandarisasi pemberian pelayanan kesehatan, meningkatkan efisiensi layanan, dan
mempromosikan penahanan (pengurangan) biaya. Implementasi dari PPS, bagimanapun,
menghasilkan akibat yang tidak terduga, misalnya :
1) Penggeseran biaya operasi kepada pihak ketiga yang membayar (perusahaan asuransi
kesehatan privat)
2) Menurunkan ketersediaan treatment untuk Medicare dan pasien yang kurang mampu, dan
3) Meningkatan pengeluaran untuk treatment alternatif bagi layanan rawat inap.
Lebih jauh, pertimbangan keuangan (kompetisi) mulai berlawanan (bertentangan)
dengan pertimbangan kualitas treatment yang merupakan tujuan dari layanan kesehatan.
PPS menyebabkan organisasi kesehatan untuk menilai apakah sistem costing mereka
dapat mengakomodasi struktur harga reimbursement yang tetap dan mengakomodasi
meningkatnya kompetisi antar penyedia layanan kesehatan. Industri layanan kesehatan,
secara historis, menekankan kualitas dari pelayanan, bukan biaya pelayanan. Namun, sebagai
penyedia fasilitas layanan kesehatan yang menghadapi tingkat perubahan regulasi (misalnya
Medicare, review tarif, sertifikasi, atau program yang dibutuhkan), manajer fasilitas mulai
mensyaratkan data tingkat biaya atas treatment yangmana sistem informasi manajemen
internal tidak didesain untuk menyediakannya. Sebagaimana intensitas regulasi yang
meningkat, penyedia layanan kesehatan menghadapi tekanan yang meningkat untuk
meningkatkan sistem costing yang sudah ada sebagai usaha untuk mengidentifikasi cara
paling efektif untuk dapat memberikan layanan kesehatan yang berkelanjutan.
Dewasa ini, layanan kesehatan (healthcare) mengalami revolusi ekonomi yang ketiga
karena masyarakat telah menyimpulkan bahwa cost containment (penahanan/pengurangan
biaya) dan managed care lebih dipilih dalam biaya kesehatan yang terus meningkat. Karena
biaya kesehatan terus meningkat, perusahaan asuransi menegosiasikan kontrak yang tarifnya
1
tetap (fixed-rate) dengan penyedia jasa yang membuat pembayaran kembali per pasien
tarifnya menjadi tetap, tanpa memperhatikan layanan kesehatan yang telah diberikan.
Daripada memberikan pembayaran kembali yang bertarif tetap untuk jasa yang diberikan,
kontrak managed care memberikan tarif pembayaran kembali yang tetap per pasien.
Persetujuan tarif tetap ini dikenal sebagai kontrak capitation dan mencerminkan elemen
kunci dalam pergeseran industri pelayanan kesehatan menjadi managed care. Organisasi
perawatan kesehatan (Health Maintenance OrganizationsHMOs) dikembangkan untuk
melayani kontrak capitation yang dibuat antar anggota kelompok (misalnya karyawan
universitas seringkali merupakan anggota HMO) dan dokter yang berpartisipasi di dalamnya.
Penyedia jasa layanan kesehatan seringkali menemukan diri mereka menawar untuk
diberikan layanan managed care, kontrak tarif capitation dan, sebagai hasilnya biaya
berdasarkan tingkat pelayanan (treatment level cost) menjadi sangat penting. Profitabilitas
kini bergantung pada cost containment, karena pendapatan dari reimbursement (pembayaran
kembali) menjadi bertarif tetap di kontraknya. Oleh karena itu, keputusan manajemen yang
berfokus pada kontrak tarif tetap jangka panjang (long-term fixed rate) saat ini membutuhkan
costing yang akurat baik pada tingkat pelayanan (treatment) maupun tingkat pasiennya.
Model Alternatif Treatment Costing
Selama lebih dari 40 tahun, beberapa model costing telah dikembangkan untuk dapat
membantu pembuatan keputusan manajemen layanan kesehatan. Sebelum 1965, penyedia
layanan kesehatan mengadopsi pendekatan caretaker. Selama periode ini, ketika pasien
masuk rumah sakit, mereka diobservasi dengan intervensi pelayanan yang terbatas. Program
benefit karyawan oleh perusahaan pada waktu itu juga menyediakan layanan kesehatan
secara meningkat, tapi pembayaran dari pihak-ketiga masih merupakan fenomena baru saat
itu dan masih sedikit asuransi kesehatan yang tersedia untuk kalangan manula. Klinik
independen dan layanan tambahan rawat jalan masih jarang. Sebelum perkembangan dalam
antibiotic dan teknik operasi (bedah), layanan kesehatan utamanya melibatkan pengawasan
pasien, membuat mereka senyaman mungkin dan menyaksikan mereka (pasien) membaik
keadaannya atau bahkan meninggal.
Pendekatan yang relatif pasif untuk pasien berfokus pada sistem biaya dari jumlah
pasien dalam fasilitas perawatan kesehatan, daripada kuantitas dari jenis treatment yang
diberikan untuk tiap pasien individu. Costing agregat rata-rata adalah dapat dilogika karena
tiap pasien ditreatment sama seperti pasien lain yang penyakitnya mirip. Mereka semua
menerima kualitas, tipe, dan kuantitas pelayanan yang kira-kira sama. Beberapa pasien
2
mampu bertahan dan beberapa meninggal karena atau disamping pelayanan terbaik yang
diberikan, yang kebanyakan sama berdasarkan tingkat keparahan penyakit yang diderita.
Organisasi layanan kesehatan kurang insentif untuk memeriksa biaya di tiap tingkat selain di
tingkat fasilitas secara keseluruhan. Malahan, mereka menekankan utilisasi dari tempat tidur
yang tersedia dan perubahan dalam pasien yang dihitung. Sistem costing, karenanya,
berfokus pada biaya agregat dan penghitungan sederhana dari rata-rata biaya per pasien per
hari atau biaya rata-rata per treatment.
Dua model costing agregat dikembangkan selama periode ini dan mereka masih
umum digunakan disepanjang industri layanan kesehatan. Model ini mempertimbangkan
seluruh biaya dari organisasi sebagai sebuah pool tunggal biaya tidak langsung (agregasi
penuh), yang secara setara dibebankan pada jumlah hari rawat dan treatment tiap pasien
tanpa ada perbedaan. Pada model pertama, model rasio biaya per pasien per haripatient day
(RCP) mengurangi total cost menjadi biaya per patient day. Akhir-akhir ini, beberapa fasilitas
(misalnya panti jompo dan pelayanan penunjang) menerima pembayaran kembali
berdasarkan angka patient day dari jasa yang diberikan. RCP membagi biaya agregat tahunan
dengan total jumlah patient day, berdasarkan treatment/prosedur yang disediakan untuk tiap
pasien. Model kedua, model rasio biaya per treatment (RCT), memeriksa biaya per-treatment
tanpa membedakan antara tiap treatment yang diberikan, misalnya total biaya tahunan dibagi
dengan jumlah angka treatment yang diberikan. Saat ini, RCT lebih umum digunakan pada
costing ancillary service (pelayanan penunjang) misalnya laboratorium dan X-ray. Dengan
menggunakan biaya agregat departemen, biaya treatment individual biasanya diestimasi
(dihitung) tanpa membedakan intensitas relatif dari treatment per individu yang diberikan.
Dengan diterapkannya Medicare tahun 1965, costing dalam fasilitas pelayanan
kesehatan berubah dramatis. Mengikuti biaya Medicare ditambah kebijakan instruksi
pembayaran kembali (reimbursement), fasilitas kesehatan berfokus dalam maksimalisasi
reimbursement sebagai tujuan utama. Manajer memaksimalisasi reimbursement dengan
mengalokasikan biaya overhead ke departemen yang menghasilkan biaya terbesar. Pada
tahun 1969, bagaimanapun, biaya dialokasikan secara lebih meningkat ke departemen
pelayanan penunjang karena patient day di rumah sakit dibatasi dengan ketentuan baik dari
panjang hari menginap dan tarif reimbursement per hari. Hasilnya, penekanan lebih besar
diletakkan pada penyediaan layanan penunjang baik pada pasien rawat jalan maupun rawat
inap (misalnya prosedur laboratorium dan X-ray) karena layanan ini tetap dapat dibayarkan
kembali secara penuh (fully reimbursable) atas dasar biaya lama ditambah
kebijakan
Medicare. Penyedia jasa layanan kesehatan berinvestasi secara besar-besaran atas fasilitas
3
dan teknologi baru karena dapat meningkatkan diagnosis dan kapabilitas treatment mereka.
Selama periode ini, secara virtual, biaya medis yang lebih tinggi dapat dipulihkan melalui
reimbursement bila mereka (biaya medis) dibebankan secara tepat ke pasien Medicare
melalui Laporan Biaya Medicare (Medicare Cost Report).
Laporan Biaya Medicare mensyaratkan sebuah alokasi biaya tidak langsung yang
sifatnya stepdown yang diikuti dengan fasilitas menerima reimbursement untuk jasa yang
telah diberikan. Rasio yang dihasilkan dari metode cost to charge (RCC) dikembangkan
secara transisional, model campuran biaya agregat/alokasi yang memenuhi persyaratan
pembayaran kembali dari Medicare. RCC mengalokasikan biaya tidak langsung secara
agregat ke departemen yang menghasilkan pendapatan, berdasarkan prosedur umum yang
dalam akuntansi mengacu pada metode step-down dari alokasi biaya departemen jasa. Tujuan
dari metode alokasi step-down adalah full costing dari departemen layanan penunjang yang
menghasilkan pendapatan (misalnya laboratorium, X-ray). Meskipun metode step-down
memberikan informasi pada tingkat departemen, penaksiran selanjutnya dibutuhkan terkait
mengestimasi biaya dari masing-masing prosedur/treatment yang dikerjakan dalam
departemen tersebut. Informasi biaya treatment dihitung dalam tiap departemen, berdasarkan
tarif RCC departemen (full cost + total yang dibebankan). Manajer dapat mengalikan tarif
RCC yang dihasilkan dikali standard charge untuk sebuah prosedur sebagai usaha untuk
memperkirakan biaya prosedur terkait. Oleh karena itu, model RCC mencerminakn
penghitungan biaya treatment pada tingkat fasilitas atau tingkat departemen.
RCC mendorong pembuat keputusan untuk mengejar treatment yang memberikan
reimbursement yang besar, daripada menekankan utilisasi biaya yang efisien, karena biaya
treatment individual kurang penting sepanjang pendapatan total fasilitas/departemen melebihi
biaya agregat. Ketika rumah sakit, klinik, atau departemen secara tingkat organisasi sifatnya
profitable, sebagai contoh, RCC akan mengindikasikan bahwa seluruh tipe treatment
individual dalam unit tersebut adalah menguntungkan karena RCC mengasumsikan sebuah
mark-up konstan (profitabilitas) untuk setiap tipe treatment dalam unit.
Sebagaimana manajer layanan kesehatan mulai menekankan cost containment
(pengurangan biaya) dan meningkatkan sistem costing treatment, tantangan untuk banyak
asumsi yang mendasari yang berhubungan dengan sistem yang berdasarkan biayaRCC
mereka kini dibuat dan disyaratkan oleh Medicare. Manajer mulai memeriksa bagaimana
hubungan antara biaya dan treatment/prosedur (misalnya aktivitas) mempengaruhi ketepatan
costing lini produk. Manajer mengakui bahwa semakin akurat identifikasi biaya treatment
spesifik dapat mengubah perceived profitability dari tipe treatment tertentu, yang sebelumnya
4
pada
tingkat
penggantian
mendorong
penyedia
dialisis
untuk
personel klinik. Buruh, peralatan tahan lama dan biaya overhead umum diidentifikasi dari
laporan keuangan akhir tahun. Dalam pembiayaan setiap metode pengiriman, sistem biaya
klinik yang diakui hanya persediaan-pengobatan khusus sebagai biaya langsung. Sisanya 60
persen dari total biaya merupakan biaya non-spesifik atau tidak langsung (misalnya,
pelayanan keperawatan, peralatan tahan lama dan beban fasilitas). Akibatnya, identifikasi
berikutnya dari biaya tidak langsung dengan jenis perawatan individu tergantung pada model
pembiayaan yang digunakan ketika menghitung metode profitabilitas pemberian pengobatan
alternatif. Misalnya, jika 62,2 persen dari biaya tidak langsung dialokasikan ke HD
(berdasarkan jumlah yang pasien menerima pengobatan), maka HD dan PD rupanya akan
menguntungkan. Di sisi lain, jika sekitar 60 persen dari biaya tidak langsung diberikan untuk
PD (berdasarkan jumlah perawatan yang tersedia), PD akan kehilangan uang. Dalam kasus
lainnya, terdapat ketidakpastian yang besar tentang metode pembiayaan pengobatan mana
yang tepat dan tidak ada indikasi yang jelas apakah satu atau alternatif pengobatan lain yang
lebih atau kurang menguntungkan. Selain itu, karena klinik secara keseluruhan
menguntungkan, memperkirakan biaya pengobatan menggunakan hasil model RCC pada HD
dan PD hasilnya menguntungkan.
Dokter dan pasien ingin melanjutkan kedua layanan tersebut. Selain itu, staf tidak
percaya kedua jenis pengobatan (atau modalitas) adalah financial loser, meskipun biaya dan
kerugian dihitung dengan dua model biaya agregat pengobatan tersebut. Diferensial utama
adalah biaya tidak langsung (overhead). Selanjutnya, efek dari alokasi biaya klinik akan
diperbesar untuk rumah sakit berbasis departemen dialisis yang mana departemen
bertanggung jawab untuk menambahkan overhead rumah sakit umum. Hal ini tentu dapat
menjelaskan mengapa begitu banyak rumah sakit selama dekade terakhir menjual layanan
dialisis mereka (dimana mereka kehilangan uang) ke klinik independen (yang membuat
keuntungan pada layanan-layanan yang sama).
Masalah yang dilihat oleh staf klinik adalah bagaimana menafsirkan informasi biaya
yang ada untuk menentukan efektivitas biaya HD dan PD. Pembayaran untuk layanan ini
tetap dan dikenal. Biaya agregat dikenal juga. Biaya perawatan individu dan komparatif,
memiliki banyak penafsiran. Manajemen bisa terus memberikan HD atau PD kerugian dan
mereka segan untuk mengurangi layanan yang terlepas dari kinerja keuangan negatif yang
ditunjukkan oleh sistem biaya mereka. Namun, manajemen tidak nyaman dengan hasil
analisis biaya. Studi kasus ini dirancang untuk mengatasi dilema ini, yaitu untuk estimasi
biaya
pengobatan
yang
lebih
baik,
mengevaluasi
profitabilitas
pengobatan
dan
Dalam fase proses biaya-perbaikan, terdapat empat kolam biaya overhead, dengan driver
aktivitas yang diidentifikasi sebagai sumber strategis yang diwakili oleh pengeluaran
overhead klinik (lihat Exhibit F.3). Sebagian analisis biaya overhead terdapat pada worksheet
di Exhibit F.3 yang memberikan dasar untuk memperkirakan sumber daya yang berhubungan
dengan overhead yang dikonsumsi oleh HD dan jenis pengobatan PD. Identifikasi driver
aktivitas yang sesuai atas sistem komunikasi dan catatan biaya medis terbukti kontroversial.
Beberapa anggota staf klinik percaya bahwa jumlah perawatan yang tersedia, terlepas dari
jenis, seharusnya menjadi driver aktivitas untuk biaya pada kolam ini. Alasan mereka
didasarkan pada gagasan bahwa sumber daya yang disediakan melalui biaya tersebut
difasilitasi oleh penagihan/ penggantian yang merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
pengobatan demi pengobatan. Namun, karena catatan medis dan penjadwalan perawatan
dilakukan dengan basis per pasien, maka jumlah pasien terpilih sebagai driver kegiatan akhir.
(Catatan: Analisis pada komunikasi/ catatan biaya medis dapat dilakukan dengan baik
melalui transaksi atau pasien sebagai driver aktivitas. Namun, biaya perawatan yang
dihasilkan dapat memberikan hal yang berbeda dengan melakukan pemilihan asumsi
alternatif.).
Pada titik ini, perhitungan awal dibuat dari biaya pengobatan yang menggunakan
analisis ABC dari biaya overhead umum. Exhibit F.4 termasuk sebagian dari lembar kerja
yang telah selesai yang menunjukkan bagaimana biaya pengobatan HD dan PD dihitung
setelah Tahap Satu dari proses biaya perbaikan. Beban erja dan peralatan jangka pangjang
tidak dianalisis dalam hal biaya selama fase proses biaya perbaikan. Sebaliknya, biaya ini
dikumpulkan dan dialokasikan ke jenis pengobatan individual, berdasarkan jumlah
perawatan. Tidak ada perbedaan yang dibuat antara sumber daya yang dikonsumsi untuk HD
dan PD karena staf klinik menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja dan biaya peralatan
merupakan biaya tetap yang tidak berubah tanpa memperhatikan prosedur yang dilakukan.
Tahap 2: Analisis Kerja Jasa / Perawatan dan Peralatan Durable
Setelah menyelesaikan analisis mereka pada biaya overhead umum di Tahap 1,
manajemen klinik mengembangkan perspektif yang berbeda pada perilaku biaya. Mereka
mengklarifikasi pemahaman mereka tentang kegiatan yang dilakukan di klinik dan
bagaimana biaya terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh staf klinik. Akibatnya, mereka
mengubah posisi mereka di jasa tenaga kerja/ keperawatan dan biaya peralatan tahan lama.
Sebuah kesepakatan dicapai bahwa kategori biaya ini juga harus dianalisis dari perspektif
ABC.
9
Kesimpulan
Tidak ada yang sengaja memilih untuk mendorong metode pemberian layanan
kesehatan yang menyia-nyiakan sumber dayanya. Sayangnya, mengingat buruknya sistem
biaya, metode penyampaian (delivery methods) yang lebih mahal sebenarnya bisa disarankan.
Demikian pula, biaya pengobatan alternatif yang efektif dapat secara keliru dikurangi atau
dihentikan. Asumsi dan data klasifikasi dari metode penetapan biaya sangat penting untuk
10
keputusan manajer untuk memberikan atau menghilangkan prosedur alternatif atau metode
pengiriman. Jika metode pengobatan atau pengiriman dihilangkan karena alasan biaya,
namun baik atau buruk alasannya, baik dokter maupun pasien mungkin pergi ke tempat lain
dan dengan demikian mengancam kelangsungan hidup keuangan organisasi secara
keseluruhan. Solusinya adalah dengan meningkatkan akurasi biaya pengobatan dan
meningkatkan nilai atas informasi biaya untuk pembuatan keputusan. Ketika informasi biaya
diidentifikasi secara akurat, eksekutif kesehatan secara efektif dapat menjamin potensi
keuntungan jangka panjang potensi kontrak pengelolaan perawatam mereka.
Pertanyaan Diskusi
1. Mengidentifikasi tiga perubahan kebijakan kesehatan selama 30 tahun terakhir dan
mendiskusikan bagaimana perubahan ini mempengaruhi sistem biaya organisasi
kesehatan.
2. Hitung biaya perawatan HD dan PD menggunakan model biaya aggregat (gunakan
data Exhibit F.1 ):
a. Ratio of cost per patient (biaya yang ditidak dapat dilacak dialokasikan untuk
jenis pengobatan berdasarkan jumlah pasien yang menerima setiap suatu
tindakan);
b. Ratio of cost per treatment (biaya yang tidak dapat dilacak dialokasikan untuk
jenis pengobatan berdasarkan jumlah relatif perawatan yang tersedia untuk
masing-masing pengobatan alternatif);
c. Ratio of cost to charges (semua biaya dialokasikan berdasarkan tingkat alokasi
konstan yang ditentukan dengan membagi total biaya dengan total pendapatan).
3. Hitung biaya perawatan HD and PD berdasarkan Fase 1 hasil cost-refinement process
(lihat Exhibits F.3 dan F.4)
4. Hitung biaya perawatan HD and PD berdasarkan Fase 2 hasil dari cost refinement
process (lihat Exhibit F.5 dan F.6).
5. Diskusikan kekuatan dan kelemahan dari model biaya alternatif. Dengan
mempertimbangkan asumsi yang mendasari keterkaitan setiap model biaya,
pergeseran biaya dan profitabilitas (atau rugi) yang terkait dengan HD dan PD pada
metode biaya yang berbeda dan dampak potensial dari metode biaya alternatif pada
pengambilan keputusan manajemen klinik.
11