Metode Sintesis Dalam Kimia Organik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Metode sintesis dalam kimia

organik
Berbagai macam metode sintesis dalam kimia organik bisa dilakukan
dengan berbagai metode, tergantung senyawa yang diinginkan. Metode
yang pernah saya gunakan adalah:
1. Refluks
2. MAOS (Microwave-Assisted Organic Synthesis) et
al., (2009), Bajia et al., (2007), dan Frank, et al.,
2007
Semua metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kedua metode tersebut dapat digunakan untuk sintesis senyawa tunggal
maupun polime. Pada masa sekarang ini , metode MAOS mulai banyak
digunakan termasuk berbagai variasi dalam optimasi maupun
modifikasi instumentasi yang digunakan.
Energi yang dihasilkan oleh microwave (MV) diketahui dapat
mempersingkat waktu reaksi dengan produk yang lebih banyak. Energi
yang digunakan dalam metode MAOS ini adalah berupa gelombag
elektromagnetik yang berada diantara frekuensi gelombang infra merah
dan gelombang radio dengan panjang gelombang 1 mm 1 dan
frekuensi 300 Hz300 MHz (E.S.H. El Ashry et al, 2007).
Microwave yang digunakan adalah microwave biasa atau yang sudah
dirancang untuk tujuan sintesis dengan efisiensi tertentu.

Microwave di atas merupakan microwave yang sudah dimodifikasi


dengan berbagai tujuan. Modifikasi microwave seperti pada bagian atas
yang dapat berfungsi untuk menyerap gas pada saat terjadi reaksi, atau
pada bagian tertentu adalah tempat untuk menambahkan suatu reaktan
pada saat reaksi dilakukan.
Selain microwave, metode sintesis konvensional yang masih efektif
digunakan untuk sintesis adalah refluks. Refluks pada prinsipnya adalah
pengaturan suhu, dan kondisi reaksi lainnya.

Kelebihan metode MAOS:


1. Waktu dilakukan reaksi lebih singkat ( bisa dalam
hitungan menit)
2. Lebih menghemat pelarut
3. Rendemen yang dihasilkan lebih tinggi
Kekurangan: dalam hal ini ketika dilakukan sintesis untuk polimer,
polimer yang dihasilkan memiliki berat molekul yang kecil, artinya ada
kemungkinan polimer yang terbentuk memiliki rantai yang pendek. Oleh
karena itu berbagai optimasi dilakukan, diantaranya adalah optimasi
pada energi yang digunakan serta waktu.
Pada metode refluks, memiliki kekurangan:
1. Waktu reaksi, bisa 7-72 jam, bergantung reaksi.

2. Suhu yang bisa berubah, sehingga waktu tidak


efektif
3. Diperlukan pelarut yang cukup banyak
Selain kekurangan tersebut, metode refluks juga memiliki kelebihan.
Kelebihannya antara lain:
1. Kondisi reaksi terkontrol dengan baik.
2. Rendemen bisa cukup banyak
3. Reaksi berlangsung bisa bertahap
4. Dalam sintesis polimer, produk yang dihasilkan
memiliki masa molekul yang tidak kecil.

Yang sedang dan sudah saya lakukan adalah menggunakan kedua


metode tersebut dan mendalami metode MAOS dengan berbagai
optimasi kondisi reaksi untuk sintesi polimer organik untuk
mendapatkan rendemen polimer yang memiliki berat molekul yang
tinggi, meminimalisasi pelarut organik, dan menghindari adanya H2O
dalam reakasi.
Polimer yang dihasilkan diharapkan memiliki struktur semi-kristalin
dan dapat dilakukan crosslink dengan gugus tertentu untuk
menghasilkan kombinasi sifat polimer yang dihasilkan.

Fenol melepas ion H+ pada gugus hidroksil sehingga atom oksigen bermuatan negative dan
kemudian mengikat ion Na+ dari NaOH, karena mengalami resonansi maka pada cincin benzene
yang berdekatan dengan atom Oksigen menjadi bermuatan negative dan mengikat atom C pada CO 2,
karena mendapat menambahakn electron maka pada senyawa CO 2 turut terjadi resonansi untuk
menstabilkan electron di atom C. setelah mengikat ion Na+ akan terlepas dan menjadikan atom O
mengikat hidrogen setelah beresonansi kembali begitupun pada atom C benzene yang mengikt

CO2 dan terbentuklah ion salisilat. Ion salisilat ditambhakan asam sulfat H 2SO4 untuk memberikan ion
H+ pada atom C bermuatan negative di ion salisilat sehingga terbentuklah asam salisilat

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Aspirin adalah asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS dalam asetilasi (dan juga
inaktivasi) siklo-oksigenase irreversible. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh,
menghasilkan salisilat yang mempunyai efek anti-inflamasi, antipiretik dan atau analgesik. Efek antipiretik
dan anti-inflamasi salisilat terjadi karena penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengaturan panas
dalam hipotalmus dan perifer di daerah target (Mycek, 2002).
Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga
merupakan zat anti-inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka
yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap
tahunnya, lebih dari 40 juta pound aspirin diproduksi di Amerika Serikat, sehingga rata-rata penggunaan
aspirin mencapai 300 tablet untuk setiap pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan
aspirin secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang
cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan bahkan
berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30 gram dapat mengakibatkan
kematian (Austin, 1984).
Pembuatan aspirin sintesis dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Fessenden, 1990):
1. Sintesa Aspirin menurut Kolbe. Pembuatan asam salisilat dilakukan dengan Sintesis Kolbe, metode ini
ditemukan oleh ahli kimia Jerman yang bernama Hermann Kolbe. Pada sintesis ini, sodium phenoxide
dipanaskan bersama CO2 pada tekanan tinggi, lalu ditambahkan asam untuk menghasilkan asam salisilat.

Asam salisilat yang dihasilkan kemudian di reaksikan dengan asetat anhidrat dengan bantuan asam sulfat
sehingga dihasilkan asam asetilsalisilat dan asam asetat.
2. Sintesa
Aspirin
Setelah
Modifikasi
Sintesa
Kolbe
oleh
Schmitt.
Larutan sodium phenoxide masuk ke dalam revolving heated ball mill yang memiliki tekanan vakum dan
panas (130 oC). Sodium phenoxide berubah menjadi serbuk halus yang kering, kemudian dikontakkan
dengan CO2 pada tekanan 700 kPa dan temperatur 100 oC sehingga membentuk sodium salicylate.
Sodium salicylate dilarutkan keluar dari mill dan lalu dihilangkan warnanya dengan menggunakan karbon
aktif. Kemudian ditambahkan asam sulfat untuk mengendapkan asam salisilat, asam salisilat dimurnikan
dengan sublimasi. Untuk membentuk aspirin, asam salisilat di reflux bersama asetat anhidrat di dalam
pelarut toluene selama 20 jam. Campuran reaksi kemudian di dinginkan dalam tangki pendingin aluminium,
asam asetilsalisilat mengendap sebagai kristal besar. Kristal dipisahkan dengan cara filtrasi atau
sentrifugasi, dibilas, dan kemudian dikeringkan. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2C6H5ONa + 2H2O
2C6H5OH + 2NaOH
Phenol Sodium Phenoxide
ONaC6H4COONa + C6H5OH

2C6H5ONa + CO2

Sodium salicylate
OHC6H4COOH + Na2SO4

ONaC6H4COONa + H2SO4

Asam salisilat
OHC6H4COOCH3 + H2O

OHC6H4COOH + (CH3CO)2O

Asetat anhidrid Aspirin


Berdasarkan proses ini, untuk menghasilkan 1 ton asam salisilat, dibutuhkan phenol 800 kg, NaOH 350 kg,
CO2 500 kg, Seng 10 kg, Seng Sulfat 20 kg, dan karbon aktif 20 kg.
Aspirin dalam bentuk tablet mengandung asam asetilsalisilat 0,5 g. Dimaksudkan untuk mengatasi
segala rasa sakit terutama sakit kepala dan pusing, sakit gigi, pegal linu dan nyeri otot, demikin juga pilek,
indfluenza dan demam. Efek terapeutik aspirin, menghambat pengaruh dan biosintesa dari pada zat-zat
yang menimbulak rasa nyeri, demam dan peradangan (prostaglandin, kinin), days keria antipiretik dan
analgetik dari pada aspirin diperkuat oleh pengaruhnya langsung terhadap susunan saraf pusat (Dirjen
POM, 1979).
Efek samping aspirin yang sering terjadi adalah indikasi tukak lambung atu tukak peptik yang
kadang kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna (Tjay, 2002).
Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesic, antipiretik, dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dengan dosis ini laju
metabolisme juga meningkat. Pada dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga terjadi
demam dan hiperhidrosis pada keracunan berat (Ganiswarna, 1995).
Asam asetil salisilat diabsorbsi cepat dan mencapai suatu persentase yang tinggi setelah
pemberian secara oral. Bagian asetil sebagian sudah diuraikan pada jalur mukosa. Dalam hati, setelah
dihidrolisis ester lebih lanjut, terbentuk ester glukuronida dan eter glukuronida serta glisinat (asam
salisilurat) dari asam salisilat. Hanya sebagian kecil yang dioksidasi menjadi asam gentisinat (Mustchler,
1991).
Pada pemberian asam asetil salisilat bersama-sama dengan anti koagulan dan glukokortiroid,
bahaya perdarahan pada saluran cerna dipertinggi. Selanjutnya asam asetil salisilat menaikkan kerja
hipoglikemik, golongan sulfonylurea dan toksisitas metotreksat. Di samping itu senyawa ini mengurangi
kerja diuretic dari diuretika jerat henle akibat penghambatan sintesis prostaglandin, serta mengurangi efek
urikosurika karena persaingan terhadap pembawa asam pada alat tubuli ginjal (Mustchler, 1991).
Walaupun asam salisilat memiliki banyak kegunaan, namun ada efek samping yang tidak disukai
yaitu menyebabkan iritasi pada lambung. Penelitian dilakukan untuk menetralisir keasaman asam salisilat
dengan natrium, dan dengan mengkombinasikan natrium salisilat dan asetil klorida, namun usaha ini masih
belum berhasil. Baru pada tahun 1899, ilmuwan yang bekerja pada Bayer, Felix Hoffman berhasil
menemukan asam asetilsalisilat yang lebih ramah ke lambung. Kemudian produk ini diberi nama aspirin, adari gugus asetil, -spir- dari nama bunga spiraea , dan in merupakan akhiran untuk obat pada waktu itu
(Tjay, 2002).
Pembahasan

Aspirin merupakan salah satu bentuk aromatik asetat yang paling dikenal dapat disintesa dengan
reaksi esterifikasi gugus hidroksi fenolat dari asam salisilat dengan menggunakan asam asetat. Sintesa
asam asetil salisilat berdasarkan reaksi asetilasi antara asam salisilat dengan anhidrida asetat dengan
menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator.
Asam asetat anhidrat digunakan pada praktikum ini karena asam asetat anhidrat tidak
mengandung air dan dengan mudah menyerap air sehingga dapat mencegah atau menghindari terjadinya
hidrolisis aspirin menjadi salisilat dan asetat oleh air.
Asam sulfat pekat yang berfungsi sebagai katalisator ditambahkan pada larutan campuran asam
salisilat dengan asam asetat anhidrat. Dengan kata lain, asam sulfat berfungsi untuk mempercepat
terjadinya sintesa dengan cara menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi berjalan lebih cepat dan energi
yang diperlukan semakin sedikit.
Larutan asam salisilat yang telah tercampur sempurna kemudian dipanaskan dengan bunsen.
Pemanasan ini dilakukan dengan tujuan menghilangkan zat-zat pengotor yang ada pada larutan sehingga
menghasilkan aspirin dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Bukan hanya itu, pemanasan ini juga
bertujuan mempercepat kelarutan asam salisilat, dimana hal ini akan mempengaruhi laju reaksi yang
semakin cepat karena mempercepat gerak kinetik dari molekul-molekul larutan tersebut.
Kemudian setelah pemanasan, larutan yang ada pada erlenmeyer didinginkan pada suhu kamar
selama beberapa menit. Lalu disiapkan baskom yang berisi es batu atau air es dan dimasukkan
erlenmeyer yang berisi larutan tadi ke dalam baskom tersebut. Dibiarkan hingga larutannya membeku.
Untuk mempercepat pembentukan kristal aspirin, dilakukan penggoresan dengan batang pengaduk pada
dinding erlenmeyer.
Pada saat kristal apirin terbentuk, dilakukan penembahan 50 ml air. Hal ini dilakukan agar reaksi
pembentukan berjalan sempurna dan untuk menghidrolisis kelebihan asam pada kristal aspirin.
Setelah itu, dilakukan penyaringan dengan kertas saring yang telah ditimbang sebelumnya.
Penyaringan ini dilakukan untuk mendapatkan kristal aspirin yang terdapat dalam larutan. Kemudian kristal
aspirin yang ada pada kertas saring dikeringkan di oven selama beberapa menit dan setelah kering maka
ditimbang di timbangan analitik.
Pada praktikum sintesa aspirin terjadi suatu reaksi yang dinamakan reaksi asetilasi. Pada reaksi
ini terjadi pemutusan gugus hidroksi pada asam-asam salisilat akan terlepas oleh gugus COCH 3, sehingga
akan menghasilkan aspirin dan asam asetat.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keslahan dalam melakukan praktikum :


1. Ketidakmurnian bahan-bahan yang digunakan.
2. Kesalahan dalam penimbangan dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh.
AFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Organik Sintetik. Fakultas Farmasi, UMI: Makassar.

Austin, George T. 1984. Shreves Chemical Process Industries 5th ed. McGraw-Hill Book Co. : Singapura.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI: Jakarta.
Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden. 1990. Organic Chemistry, 4th ed. Brooks/Cole Publishing Co. :
Amerika.
Ganiswarna, Sulistia, G. 1995. FARMAKOLOGI DAN TERAPI
Indonesia: Jakarta.

EDISI 4. Fakultas Kedokteran-Universitas

Mutscler, Ernst, 1991. DINAMIKA OBAT.Penerbit ITB,Bandung.


Mycek, Mary.J , 2001. FARMAKOLOGI ULASAN BERGAMBAR EDISI 2. Widya Medika, Jakarta.
Tjay, dkk. 2002. Obat Obat Penting. PT. Elex Media.

Anda mungkin juga menyukai