Referat Airway Management
Referat Airway Management
Referat Airway Management
AIRWAY MANAGEMENT
Pembimbing:
dr. Indra K. Ibrahim, Sp.An
Disusun oleh:
Fenny Florencia A (2014-061-105)
Agatha Kristanti (2014-061-106)
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
PERIODE 21 MARET 2016 -23 APRIL 2016
Manajemen jalan nafas adalah teknik yang esensial dalam praktek anestesi.
ANATOMI
Jalan nafas atas terdiri dari faring, hidung, mulut, laring, trakea, dan
bronkus. Mulut dan faring juga merupakan bagian atas dari traktus
gastrointestinal. Laring merupakan bagian untuk mencegah aspirasi ke dalam
trakea.
Terdapat dua bukaan ke jalan nafas manusia, yaitu hidung yang terbuka ke
nasofaring dan mulut yang terbuka ke orofaring. Jalan ini terpisah secara anterior
oleh palatum tetapi bergabung posterior di bagian faring.
Persarafan sensorik pada jalan nafas atas berasal dari saraf cranialis.
Membran mukosa dari hidung dipersarafi oleh divisi ophtalmicus (V1) dari nervus
trigeminal
anterior (saraf ethmoidal anterior) dan oleh divisi maxilary (V2) posterior (saraf
sphenoplatine). Saraf palatina merupakan serat sensorik dari nervus trigeminus
(V) ke permukaan superior dan inferior palatum durum dan molle. Nervus
olfaktorius (nervus kranialis I) memepersarafi mukosa nasal untuk memberikan
sensasi bau. Nervus lingual (cabang divisi mandibular (V3) dari nervus
trigeminus) dan nervus glosofaringeus (N IX) memberikan sensasi secara umum
pada 2/3 anterior dan 1/3 posterior lidah. Cabang dari nervus facialis (VII) dan
nervus glosofaringeus memberikan sensari rasa ke area tersebut. Nervus
glosofaringeal juga mempersarafi atap faring, tonsil dan permukaan bawah
palatum mole. Nervus vagus memberikan sensasi udraa dibawah epiglotis.
Cabang laringeal superior dari vagus terbagi menjadi eksternal (motorik) dan
internal (sensorik) yang memberikan suplai sensorik ke laring diantara epiglotis
dan vocal cords. Cabang lain dari vagus, nervus larinegal rekuren mempersarafi
laring dibawah vocal cords dan trakea.
Preoksigenasi
Bag and mask ventilation (BMV)
Intubasi (jika diindikasikan)
Konfirmasi peletakan endotracheal tube
Manajemen intraoperatif dan penyelesaian masalah
Ekstubasi
temporomandibular.
Klasifikasi malampati: test yang sering untuk menilai ukuran lidah dalam
rongga mulut. Semakin besar lidah yang mengobstruksi penampakan
struktur faring, semakin susah intubasi.
pembukaan glotis.
Penemuan ini tidak sensitif untuk deteksi intubasi sulit, sedangkan absens dari
penemuan ini prediktif untuk intubasi yang relatif mudah.
Pasien dengan obesitas atau BMI lebih dari sama dengan 30kg/m2 meskipun
memiliki anatomi leher dan kepala yang normal, tetapi sebagian memiliki jarinagn
faringeal yang banyak dan peningkatan lingkar leher. Tidak hanya sulit di intubasi,
ventilasi rutin dengan bag mask juga problematik.
PERALATAN
Peralatan yang dibutuhkan dalam manajemen jalan nafas adalah:
Sumber oksigen
BMV
Laringoskop (direk dan video)
Beberapa ett dengan berbagai ukuran
Alat jalan nafas lain (oral dan nasal airway)
Suction
Oximetry dan deteksi CO2
Stetoskop
Tape
Monitor tekanan darah dan EKG
Akses intravena
difasilitasi dengan penekanan refleks jalan nafas dan kadang penekanan lidah
dengan spatula lidah. Jalan nafas oral dewasa berukuran kecil (80mm [guedel
no.3]), medium (90 mm [guedel no 4]), besar (100 mm[guedel no 5]).
Panjang jalan nafas nasal dapat diperkirakan dengan jarak dari nares ke
meatus telinga dan harus 2-4 cm lebih panjang dari jalan nafas oral. Karena resiko
epistaxis, jalan nafas hidung jarang pada pasien dengan antikoagulasi atau
trombositopeni. Jalan nafas hidung (dan nasogastric tube) seharusnya digunakan
dengan perhatian pada pasien fraktur tengkorak basilar, dimana terdapat laporan
kasus NGT memasuki kranial. Semua tube yang dimasukan lewat hidung harus
dilubrikasi sebelum memasuki jalan nafas.
PREOKSIGENASI
Ketika memungkinkan, preoksigenasi dengan sungkup wajah oksigen harus
mendahului semua intervensi manejemen jalan nafas. Oksigen diberikan via
masker selama beberapa menit sebelum induksi anestesi. Sehingga kapasitas
fungsional residual (FRC) dibersihkan dari nitrogen. Sampai 90% dari normal
FRC dari pemberian 2L preoksigenasi dipenuhi dengan oksigen. Dengan
kebutuhan oksigen 200-250 mL/menit, preoksigenasi memberikan cadangan 5-8
menit. Peningkatan durasi apneu tanpa desaturasi meningkatkan kemanan, jika
ventilasi setelah induksi terlambat. Kondisi yang meningkatkan kebutuhan
oksigen (sepsis, kehamilan) dan penuruanan FRC (obesitas, kehamilan)
mengurangi preiode apneu sebelum desaturasi muncul.
BAG AND MASK VENTILATION (BMV)
BMV adalah langkah pertama dalam manajemen jalan nafas pada kebanyakan
kasus, dengan pengecualian pasien akan diberikan intubasi cepat. Induksi sekuens
cepat menghindari BMV untuk menghindari inflasi lambung dan mengurangi
potensi untuk aspirasi isi gaster pada pasien tidak puasa dan pasien dengan
pengosongan lambung yang cepat. Jika jalan nafas patent, memompa bag akan
menghasilkan kenaikan dinding dada, bila inefektif (tidak ada kenaikan dada,
tidak ada deteksi CO2 end tidal, tidak ada embun di sungkup), oral atau nasal
airway dapat diletakkan untuk membebaskan jalan nafas dari obstruksi karena
jaringan faringeal. Ventilasi sungkup yang susah pada pasien dengan obesitas,
jambang, deformitas craniofacial.
SUPRAGLOTIC AIRWAY DEVICES (SAD)
SAD digunakan pada pasien yang bernafas spontasn atau dikontrol selama
anestesi. SAD terdiri dari tube yang disambungkan ke circuit pernafasan atau
breathing bag, yang disambungkan ke perangkat hipofaring yang mengunci dan
memberikan udara ke glotis, trakea, dan paru. Alat jalan nafas ini menutupi
esofagus dengan berbagai derajat, mengurangi distensi gas dari lambung.
ESOPHAGEAL-TRACHEAL COMBITUBE
Terdiri dari dua tube yang berfusi, setiap tube memiliki konektor pada akhir
proksimalnya. Maisng masing memiliki 100 ml cuff dan 15 ml cuff yang harus
dikembungkan. Bagian distal akan diletakkan di esofagus sehingga ventilaso dari
tube biru panjang akan memaksa udara keluar ke sisi perforasi dan kedalam
laring, sedangkan tube bening digunakan untuk dekompresi gaster
KING LARYNGEAL TUBE
Terdiri dari tube dengan balon esofagus yang kecil dan balon besar untuk
diletakkan di hipofaring.
ENDOTRACHEAL INTUBATION
TRACHEAL TUBE (TT)
Bentuk dan rigiditas dari TT dapat diubah dengan memasukkan stylet. Ujung dari
tube berbentuk miring untuk memberikan tambahan visualisasi dan kemudahan
untuk masuk lewat vocal cord. Terdapat murphy eye untuk menurunkan resiko
oklusi, terletak di carina atau trakea.
Resistensi pada jalan nafas bergantung pada diameter tube, tetapi juga oleh
panjang serta kuravtura. Ukuran TT biasanya didesain dengan diameter internal
dalam milimeter, atau skala French (diamter external dalam mm dikali tiga).
Pilihan diamter tube selalu berdasar pertimbangan maksimalisasi aliran dengan
ukuran besar dan minimalisir trauma jalan nafas dengan ukuran lebih kecil.
Terdapat dua jenis cuff, tekanan tinggi (volume rendah) dan tekanan rendah
(voulume tinggi). Cuff tekanan tinggi berhubungan dengan kerusakan iskemik di
mukosa trakea dan tidak cocok untuk intubasi durasi lama. Cuff tekanan rendah
dapat meningkatkan resiko sakit tenggorakan (area kontak mukosa yang luas),
aspirasi, extubasi spontan, dan masuk yang susah.
Tekanan cuff berdasarkan pada faktor volume inflasi, diameter cuff dan
hubungannya dengan trakea, compliance cuff dan trakea, tekanan intrathoracal
(tekanan cuff meningkat dengan batuk). Tekanan cuff juga meningkat selama
anestesi umum karena difusi nitrous oxide dari mukosa tracheal ke cuff.
Jenis TT seperti fleksibel, spiral, armored tubes yang menahan tekanan dan
berguna pada operasi kepala leher atau pada posisi prone. Jika armored tube
menjadi tertetekuk karen tekanan ekstrim (pasien menggigit), lumennya kan tetap
teroklusi secara permanen sehingga harus diganti.
LARINGOSKOP
Laringoskop adalah instrumen yang digunakan untuk memeriksa laring dan
memfasilitasi intubasi trakea. Pegangannya biasa terdapat baterai untuk
menyalakan lampu di ujung bilah atau mmemberikan tenaga pada fiberoptik yang
ada di ujung bilah. Cahaya dari fiberoptik lebih tajam dan tidak terlalu difus.
Bilah Macintosh dan Miller adalah desain lengkung dan lurus yang paling
populer,terutama di US. Pilihan bilah tergantung dari pilihan pribadi dan anatomi
pasien. Karena tidak ada blade yang sempurna untuk semua situasi, klinisi harus
mengenal berbagai desain bilah.
LARINGOSKOP VIDEO
Laringoskopi langsung dengan Macintosh dan Miller membutuhkan posisi dari
oral, faring, dan laring yang tepat untuk memfasilitasi penglihatan langsung dari
glotis. Berbagai manuver seperti, posisi sniffing, pergerakan eksternal dari
laring dengan menekan cricoid selama laringoskopi langsung digunakan asi
untukuntuk memperjelas pandangan. Laringoskop video atau optik memiliki chip
video dan sebuah lensa atau cermin pada ujung bilah intubasi untuk memberikan
gambaran glotis pada operator.
Berbagai bilah Macintosh dan Miller pada ukuran dewasa dan anak
memiliki kapabilitas di sistem Storz DCI. Bilahnya mirip bilah intubasi
ukuran bilah yang dapat diatur untuk anak 5 tahun hingga dewasa.
Glidescope dengan bilah sekali pakai pada ukuran anak dan dewasa. Bilah
ditaruh di tengah dan dimasukkan sampai terlihat glotis. Glidescope
yang dapat digunakan untuk suction sekret, insuflasi oksigen, instilasi anestesi
lokal. Lubang aspirasi susah dibersihkan dan jika tidak dengan benar dibersihkan
dan disterilkan akan membuat sumber infeksi.
Intubasi orotrakeal
Laringoskop digenggam dengan tangan kiri. Dengan mulut pasien terbuka, blade
laringoskop dimasukkan dari sisi kanan orofaring dengan hati-hati menghindari
gigi. Lidah kemudian dibawa ke kiri dan ke atas menuju dasar faring dengan
menggunakan pinggiran blade. Keberhasilan memindahkan lidah ke sisi kiri akan
memperlihatkan secara jelas penempatan untuk ETT.
Menjepit bibir di antara gigi dan blade serta menumpu pada gigi haruslah
dihindari. ETT dipegang dengan tangan kanan, dan ujungnya dimasukkan ke
dalam pita suara yang abduksi. Digunakan manuver BURP (backward, upward,
rightward, pressure) untuk memindahkan glotis posterior ke anterior untuk
memvisualisasikan glotis. Cuff ETT seharusnya berada di trakea bagian atas,
namun di luar laring. Laringoskop kemudian dikeluarkan secara hati-hati untuk
menghindari trauma pada gigi.
Cuff kemudian dikembangkan dengan udara yang minimal untuk
mengunci selama ventilasi tekanan positif agar meminimalisir tekanan terhadap
mukosa trakea. Pengembangan berlebihan di atas 30 mmHg dapat menghambat
aliran darah kapiler, dan melukai trakea.
Setelah intubasi, dada dan epigastrium secara cepat diauskultasi, dan jalur
kapnografik dilakukan untuk memastikan lokasi intratrakeal. Apabila ragu ETT
masuk ke dalam esofagus atau trakea, dapat dilakukan laringoskopi ulang untuk
memastikan. Setelah itu, ETT difiksasi untuk menjaga agar tidak terjadi
perubahan posisi.
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa TT masuk lewat
hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang
hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas
lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 0,25%) menyebabkan
pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa. Akan tetapi,
pemberian tetes hidung phenyleprine yang berlebihan dapat menimbulkan
hipertensi, takikardi dan lain lain. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan
blok saraf dapat digunakan.
TT yang telah dilubrikasi dengan jeli yang larut dalam air, dimasukkan
dipergunakan didasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel TT disisi lateral jauh
dari turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung
proksimal dari TT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur-angsur
dimasukan hingga ujungnya terlihat di orofaring, laringoskop, digunakan aduksi
pita suara. Seringnya ujung distal dari TT dapat dimasukan pada trakea tanpa
kesulitan. Jika ditemukan kesulitan memasukkan ujung pipa menuju pita suara
mungkin difasilitasi dengan forcep Magil, yang dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusakkan balon. Memasukkan TT melalaui hidung atau pemasangan
kateter nasogastrik berbahaya pada pasien dengan trauma wajah yang berat
disebabkan adanya resiko masuk ke intrakranial.
Flexible Fiberoptic Intubation
Fiberoptic intubation (FOI) sering digunakan pada pasien yang sadar
ataupun tidak sadar dengan permasalahan jalan nafas. FOI ideal pada :
-
FOI dapat dilakukan secara sadar dan tidak sadar melalui rute oral atau
nasal
-
lebih tumpul. Posisi TT yang tepat dikonfirmasi dengan melihat ujung dari pipa
diatas karina sebelum FOB ditarik.
Penggunaan
LMA
lebih
sedikit
mempengaruhi
perubahan
opioid, beta bloker, atau memperdalam anestesia inhalasi pada menit sebelum
laringoskopi.
Laringospasme adalah spasme involunter dari otot-otot laring yang
disebabkan oleh stimulus sensorik dari nervus laringeus superior. Pemicu stimulus
termasuk sekresi faring atau ketika ETT melewati laring selama ekstubasi.
Laringospasme dapat dicegah dengan ekstubasi dalam atau ketika pasien sudah
benar-benar
bangun.
Penanganan
laringospasme
dilakukan
dengan
cara
DAFTAR PUSTAKA
1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhails Clinical