Gula Rafinasi
Gula Rafinasi
Gula Rafinasi
A. PENGERTIAN GULA
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam
bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan
keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari
sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan
oleh sel.
Gula merupakan hal paling banyak digunakan dan memegang
peranan penting dalam kehidupan manusia. Berbagai makanan dan
minuman menggunakan bahan dari gula untuk pemanis misalnya dari
makanan kue, biscuit, roti, martabak manis dll. Karena kebutuhan gula
semakin bertambah hanpir 95%, maka produksi gula pun semakin
meningkat. Mengenai sejarah negara-negara maju, gula sangat di
perlukan selamanya, sehingga kebutuhan akan gula semakin meningkat.
Industri gula merupakan indutri yang sangat strategis dan dapat
menghasilkan pendapatan yang sangat besar. Produksi gula dengan
kualitas yang sangat baik, sangat diperlukan sehingga didirikan pabrik
gula Indonesia.
B. PROSES KIMIA DALAM PEMBUATAN GULA
Proses kimia dalam pembuaan gula rafinasi terjadi pada tahap pembuatan
nira(cairan hasil dari penggilingan tebu) sebagai bahan untuk membuat
raw sugar (bahan baku gula rafinasi) ,berikut ini adalah tahap dari proses
pembuatan raw sugar
1. Proses Pembuatan Gula (Raw Sugar)
Penggilingan(pemerasan tebu)
Langkah pertama dalam proses pembuatan gula adalah pemerasan tebu pada gilingan. Pada
proses ini
tebu yang di tebang dicacah menggunakan alat pencacah tebu., biasanya terdiri cutter,hammer
shredder atau kombinasi dari keduanya,berikut ini adalah gambarnya
kemudian tebu diperas untuk menghasilkan nira, setelah itu di lakukan proses pemurnian,
Pemurnian
Setelah tebu diperas kemudian diperoleh nira mentah,(raw juice) lalu
dimurnikan.dalam nira mentahengandung gula, terdiri dari sukrosa,gula
invert (glukosa+fruktosa) zat gula terdiri dari atom2 (Ca,Fe,Mg,Al),pada
proses pemurnian zat2 lain dipisahkan dengan zat yang mengandung
gula.
Proses pemurnian nira terdapat tiga buah jenis proses, yaitu:
1. Defikasi
2. Sulfitasi
3. Karbonasi
>>
CaHPO4
(1)
Ca2+ + 2H2PO4-
>>
Ca(H2PO4)2
(2)
2CaHPO4 + 2Ca3(PO4)2
->>
Ca8H2(PO4)6
(3)
>>
Ca5(PO4)3OH + 2H+
(4)
Setelah itu nira akan dialirkan kedalam sulfitator, dan direaksikan dengan gas SO2. Reaksi
antara nira dan gas SO2 akan membentuk endapan CaSO3, yang berfungsi untuk memperkuat
endapan yang telah terjadi sehingga tidak mudah terpecah, pH akhir dari reaksi ini adalah 7.
Tahap akhir dari proses pemurnian nira dialirkan ke bejana pengendap (clarifier) sehingga
diperoleh nira jernih dan bagian yang terendapkan adalah nira kotor. Nira jernih dialirkan ke
proses selanjutnya (Penguapan), sedangkan nira kotor diolah dengan rotary vacuum filter
menghasilkan nira tapis dan blotong.
Penguapan
Hasil dari proses pemurnian adalah nira jernih (clear juice). Langkah selanjutnya dalam
proses pengolahan gula adalah proses penguapan. Penguapan dilakukan dalam bejana
evaporator. Tujuan dari penguapan nira jernih adalah untuk menaikkan konsentrasi dari nira
mendekati konsentrasi jenuhnya.
Pada proses penguapan menggunakan multiple effect evaporator dengan kondisi vakum.
Penggunaan multiple effect evaporator dengan pertimbangan untuk menghemat penggunaan
uap. Sistem multiple effect evaporator terdiri dari 3 buah evaporator atau lebih yang dipasang
secara seri. Di pabrik gula biasanya menggunakan 4(quadrupple) atau 5 (quintuple) buah
evaporator.
Pada proses penguapan air yang terkandung dalam nira akan diuapkan. Uap baru digunakan
pada evaporator badan I sedangkan untuk penguapan pada evaporator badan selanjutnya
menggunakan uap yang dihasilkan evaporator badan I. Penguapan dilakukan pada kondisi
vakum dengan pertimbangan untuk menurunkan titik didih dari nira. Karena nira pada suhu
tertentu ( > 1250 C) akan mengalamai karamelisasi atau kerusakan. Dengan kondisi vakum
maka titik didih nira akan terjadi pada suhu 700 C. Produk yang dihasilkan dalam proses
penguapan adalah nira kental
Kristalisasi
Proses kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula. Sebelum dilakukan kristaliasi
dalam pan masak ( crystallizer ) nira kental terlebih dahulu direaksikan dengan gas
SO2 sebagai bleaching dan untuk menurunkan viskositas masakan (nira). Dalam proses
kristalisasi gula dikenal sistem masak ACD, ABCD, ataupun ABC.
Tingkat masakan (kristalisasi) tergantung pada kemurnian nira kental. Apabila HK nira kental
> 85 % maka dapat dilakukan empat tingkat masakan (ABCD). Dan apabila HK nira kental <
85 % dilakukan tiga tingkat masakan (ACD). Pada saat ini dengan kondisi bahan baku yang
rendah pabrik gula menggunakan sistem masakan ACD, dengan masakan A sebagai produk
utama.
Langkah pertama dari proses kristalisasi adalah menarik masakan (nira pekat) untuk diuapkan
airnya sehingga mendekati kondisi jenuhnya. Dengan pemekatan secara terus menerus
koefisien kejenuhannya akan meningkat. Pada keadaan lewat jenuh maka akan terbentuk
suatu pola kristal sukrosa. Setelah itu langkah membuat bibit, yaitu dengan memasukkan bibit
gula kedalam pan masak kemudian melakukan proses pembesaran kristal. Pada proses masak
ini kondisi kristal harus dijaga jangan sampai larut kembali ataupun terbentuk tidak
beraturan.
Setelah diperkirakan proses masak cukup, selanjutnya larutan dialirkan ke palung
pendingin(receiver) untuk proses Na Kristalisasi. Tujuan dari palung pendingin ialah :
melanjutkan proses kristalisasi yang telah terbentuk dalam pan masak, dengan adanya
pendinginan di palung pendingin dapat menyebabkan penurunan suhu masakan dan nilai
kejenuhan naik sehingga dapat mendorong menempelnya sukrosa pada kristal yang telah
terbentuk. Untuk lebih menyempurnakan dalam proses kristalisasi maka palung pendingin
dilengkapi pengaduk agar dapat sirkulasi
Pemisahan (centrifugal proses)
Setelah masakan didinginkan proses selanjutnya adalah pemisahan. Proses pemisahan kristal
gula dari larutannya menggunakan alat centrifuge atau puteran. Pada alat puteran ini terdapat
saringan, sistem kerjanya yaitu dengan menggunakan gaya sentrifugal sehingga masakan
diputar dan strop atau larutan akan tersaring dan kristal gula tertinggal dalam puteran. Pada
proses ini dihasilkan gula kristal dan tetes. Gula kristal didinginkan dan dikeringakan untuk
menurunkan kadar airnya. Tetes di transfer ke Tangki tetes untuk di jual.
Packing
Gula Produk dikeringkan di talang goyang dan juga diberikan hembusan uap kering. Produk
gula setelah mengalami proses pengeringan dalam talang goyang, ditampung terlebih dahulu
ke dalam sugar bin, selanjutnya dilakukan pengemasan atau pengepakan. Berat gula dalam
pengemasan untuk masing-masing pabrik gula tidak sama, ada yang per sak plastiknya 25 kg
atau 50 kg. Setelah itu gula yang berada di sak plastik tidak boleh langsung dijahit, harus
dibuka dulu supaya temperatur gula dalam sak plastik mengalami penurunan
suhu/temperatur. Suhu gula dalam karung tidak boleh lebih dari 30 oC/suhu kamar, setelah
gula dalam plastik dinyatakan dingin maka boleh dijahit. Jika gula dalam sak plastik dalam
keadaan panas dijahit maka berakibat penurunan kualitas gula.
Raw Sugar
Raw Sugar adalah gula mentah berbentuk kristal berwarna kecoklatan dengan bahan baku
dari tebu. Untuk mengasilkan raw sugar perlu dilakukan proses seperti berikut : Tebu Giling
Nira Penguapan Kristal Merah (raw sugar). Raw Sugar ini memiliki nilai ICUMSA
sekitar 600 1200 IU5. Gula tipe ini adalah produksi gula setengah jadi dari pabrik-pabrik
penggilingan tebu yang tidak mempunyai unit pemutihan yang biasanya jenis gula inilah
yang banyak diimpor untuk kemudian diolah menjadi gula kristal putih maupun gula rafinasi.
2)
Refined Sugar/Gula Rafinasi
Refined Sugar atau gula rafinasi merupakan hasil olahan lebih lanjutdari gula mentah atau
raw sugar melalui proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi oleh manusia
sebelum diproses lebih lanjut. Yang membedakan dalam proses produksi gula rafinasi dan
gula kristal putih yaitu gula rafinasi menggunakan proses Carbonasi sedangkan gula kristal
putih menggunakan proses sulfitasi. Gula rafinasi memiliki standar mutu khusus yaitu mutu 1
yang memiliki nilai ICUMSA < 45 dan mutu 2 yang memiliki nilai ICUMSA 46-806. Gula
rafinasi inilah yang digunakan oleh industri makanan dan minuman sebagai bahan baku.
Peredaran gula rafinasi ini dilakukan secara khusus dimana distributor gula rafinasi ini tidak
bisa sembarangan beroperasi namun harus mendapat persetujuan serta penunjukan dari pabrik
gula rafinasi yang kemudian disahkan oleh Departemen Perindustrian. Hal ini dilakukan agar
tidak terjadi rembesan gula rafinasi ke rumah tangga.
3)
White sugar/ Gula Kristal Putih
Gula kristal putih memiliki nilai ICUMSA antara 250-450 IU. Departemen Perindustrian
mengelompokkan gula kristal putih ini menjadi tiga bagian yaitu Gula kristal putih 1 (GKP 1)
dengan nilai ICUMSA 250, Gula kristal putih 2 (GKP 2)dengan nilai ICUMSA 250-350 dan
Gula kristal putih 3 (GKP 3) dengan nilai ICUMSA 350-4507. Semakin tinggi nilai ICUMSA
maka semakin coklat warna dari gula tersebut serta rasanya pun yang semakin manis. Gula
tipe ini umumnya digunakan untuk rumah tangga dan diproduksi oleh pabrik-pabrik gula
didekat perkebunan tebu dengan cara menggiling tebu dan melakukan proses pemutihan,
yaitu dengan teknik sulfitasi. Berikut rangkaian prosesnya :
Raw Sugar di bongkar dari bulk vessel kemudian di bawa dengan drum
truck menuju pabrik, setelah di timbang di weighbridge raw sugar di
lewatkan pada Belt Conveyor dan Bellow Floor Reclaim System yang akan
membawa Raw Sugar menuju gedung proses.
Macam-macam Raw Sugar
Raw sugar merupakan bahan baku utama gula dalam bentuk Kristal
dengan ukuran partikel yang bervariasi dan masih banyak mengandung
kotoran-kotoran yang terlarut dalam gula tersebut, dengan warna kuning
atau kecoklatan yang belum memenuhi standar industri pangan dan
belum layak untuk di konsumsi .
Affinasi
Affinasi adalah proses penghilangan pengotor pada permukaan Kristal
Raw Sugar dengan cara di bawah ini:
Raw Sugar di campur dengan sirup pekat kemudian di aduk dalam magma
mingler untuk membersihkan permukaan Kristal raw sugar dari pengotor
dan lapisan (film molasses ).
Kristal di pisahkan dari sirup dengan cara sentrifugasi, Kristal yang
didapat di sebut Affined Sugar. Selanjutnya affineed sugar dilarutkan
pada melter dengan menggunakan sweet water menjadi raw liquor.
Karbonisasi
Karbonisasi adalah proses penghilangan pengotor dalam Raw Liqour di
campur dengan susu kapur CaO kemudian di hembuskan dengan gas CO2
dari boiler sehingga membantu endapan tersebut kemudian di saring
sehingga menghasilkan filtrate yang di sebut Filtrate Liquor.
Filtrasi
Filtrasi adalah proses untuk memisahkan antara endapan dan filtrate yang
bersih dalam Carbonated Liquor. Filtrasi yang bersih di sebut dengan Leaf
Sludge dip roses kembali pada filter press untuk memisahkan antara
Sweet Water dengan pengotor padat yang di sebut Filter Cake.
Evaporasi
Yaitu proses penguapan air dalam Fine Liquor yang di lakukan secara
bertahap agar konsentrasi dan kekentalan yang lebih tinggi yang di sebut
thick liquor.
Kristalisasi
Yaitu proses pengkristalan gula (sukrosa) pada thick liquor pada pan
kristalisasi dilakukan bertingkat untuk mendapatkan Kristal sebanyakbanyaknya dan menekan kehilangan gula dalam final molasses sekecil-
Pengeringan
Pengeringan (Drying) adalah proses pemisahan air dari zat padat dengan
memberikan panas yang cukup untuk menguapkan air yang masih
menempel pada gula. Gula yang dikeringkan tidak boleh pada suhu tinggi
harus di lakukan pendinginan terlebih dahulu. Oleh karna itu pengeringan
di ikuti dengan pendinginan. Pada pendinginan udara yang dingin atau
udara atau udara yang luar di hembuskan melewati lapisan gula untuk
memisahkan air yang tidak terikat dan mendinginkan pada suhu yang
mendekati udara luar,
Dari semuua proses diatas didapatlah gula produk rafinasi.
Spesifikasi gula produk
Gula produk merupakan produk akhir dari proses rafinasi setelah melewati
beberapa tahap pemasakan dan penganalisaan. Maka, gula produk
rafinasi ini dapat di golongkan berdasarkan kualitas gula produknya, yaitu
meliputi
R1 merupakan gula produkyang berkualitas tinggi
R2 merupakan gula produk yang brerkualitas sedang
packing (pengepakan)
Pengepakan adalah prses pengemasan gula produk yang di peroleh dari
gula rafinasi yang telah kering , selanjutnya diayak utuk memisahkan
ukuran Kristal yang diinginkan.
Kristal gula rafinasi hasil pengayakan selanjutnya ditampung dalam sugar
bin untuk selanjutnya ditimbang dan dikemas dalam karung dengan berat
50kg atau 1 ton.
Pengepakan dibagi dari dua jenis kualitas produk, yaitu: R1 dikemas
dengan karung cap tebu merah, R2 dengan karung cap tebu hijau hasil
pengemasan disimpan dalam gudang produksi.
Gula rafinasi yang berupa gula Kristal yang di hasilkan melalui proses
rafinery (rafinasi).
Gula rafinasi di gunakan sebagai bahan pencampuran makanan dan
minuman. Penjualan gula rafinasi adalah dalam kemasan karung.
D. TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN ALAT
Hasil produk
Hasil produksi PT Jawamanis Rafinasi Yaitu Gula Rafinasi Yang tergolong
menjadi merk yaitu:
1. Merk jawamanis dari tebu merah (R1)
2. Merk jawamanis dari tebu hijau (R2)
R1 dan R2 produk terutama dikemas dalam 50 kg karung polypropylene tas luar dengan
polietilen kapal batin dijahit di bagian atas dan bawah. Namun, di mana kebutuhan pelanggan
dan fasilitas memerlukannya, kita juga dapat memberikan massal setengah dalam 1 (satu)
kantong jumbo ton.
b. Pemasaran
Untuk pemasaran PT Jawamanis,produk jawamanis dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan
industri farmasi, kualitas makanan internasional dan minuman manufaktur dan industri kecil
dan menengah.
F. PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA
Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping,
antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang
digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter
cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter,
sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah
dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin
lagi menghasilkan kristal.
LIMBAH BAGASSE
Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek
produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan
bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung
banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula).
Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah
seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan bagas
yang cukup melimpah.
Potensi bagasse di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia (P3GI) tahun 2008, cukup besar dengan komposisi rata-rata
hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9
persen, blotong 3,5 persen, ampas (bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5
persen dan gula 7,05 persen serta abu 0,1 persen.
Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan
oleh pabrik kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah
banyak tersedia bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga
pabrik kertas mulai jarang menggunakannya. Material bahan organik yang
dimiliki pabrik gula cukup banyak, sebagai contoh adalah limbah hasil
proses pasca panen di lapangan, yaitu klaras dan daun tebu, serta limbah
proses pabrik gula, antara lain blotong dan ampas tebu yang kadar bahan
organiknya dapat mencapai di atas 50% (Unus, 2002). Limbah padat
pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang
berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas
(bagasse) tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total
0,25%; 0,16% P2O5;
dan 0,38% K2O.
Kompos adalah hasil dekomposisi biologi dari bahan organik yang dapat
dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba
(bakteria, actinomycetes dan fungi) dalam kondisi lingkungan aerobik
atau anaerobic. Hasil pengomposan campuran blotong, ampas (bagasse)
dan abu ketel diinkubasi dengan bioaktivator mikroba selulolitik selama 1
dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke lahan tebu. Pemberian kompos
10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16,8 ton/ha.
Bioaktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis mikroorganisme
(mikroba lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, amilolitik, dan mikroba
fiksasi nitrogen non simbiotik) untuk mempercepat laju pengomposan
bahan organik . Bibit perombak Katalek merupakan bioaktivator
pembuatan kompos yang diteliti selama beberapa tahun akan keefektifan
mikrobanya dalam mempercepat perombakan bahan-bahan organik
menjadi unsur hara yang berguna bagi tanah. Bibit perombak Katalek
mengandung 13 macam mikroba (diantaranya Bacillus, Lactobacillus,
Pseudomonas, Streptomyces, Clostridium, Aspergillus) yang berperan
Seperti halnya pakan ternak dari limbah yang mengandung serat pada
umumnya, bagas tebu mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan
nutrisi dan kecernaannya yang sangat rendah. Bagas tebu mempunyai
kadar serat kasar dan kadar lignin sangat tinggi, yaitu masing-masing
sebesar 46,5% dan 14%. Pendekatan bioproses dalam rumen melalui
suplementasi amonium sulfat dan defaunasi yang dilakukan pada
kambing yang mendapat ransum berbahan dasar limbah tebu belum
berhasil meningkatkan produktivitas kambing. Pendekatan melalui teknik
pengolahan pakan sebelum pakan dikonsumsi akan dapat meningkatkan
daya guna bagas tebu. Rekayasa teknologi pengolahan pakan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas nutrisi bagas tebu adalah teknik
amoniasi dan fermentasi. Proses amoniasi akan melemahkan ikatan
lignoselulosa bagas tebu serta fermentasi telah terbukti dapat
menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar.
Mikroba yang sering digunakan sebagai agen fermentasi limbah yang
mengandung serat kasar tinggi adalah kapang Trichoderma viride. Kapang
tersebut akan menghasilkan enzim untuk mencerna serat kasar sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai pakan.
Teknologi pembuatan papan partikel dari ampas tebu PSUH 94-3
merupakan komponen teknologi pemanfaatan hasil samping tebu. Komposisi bahan dan teknologi pembuatan papan partikel telah memenuhi
Standar Industri Indonesia (SII) seperti terlihat pada tabel hasil uji coba.
Papan partikel dari ampas tebu dibuat dengan cara pengeringan,
penggilingan, dan pe-nyaringan ampas, pencampuran ampas dengan
perekat, resin dan parafin wax serta pencetakan dengan tekanan hidrolik
pada kondisi tekanan 10 kg per cm2, suhu 150?C selama 15 menit.
Perekat terdiri dari urea formaldehide, hardener, ammonia, dan air.
LIMBAH BLOTONG
tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur
selama beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka,
dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen
yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai
starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima
oleh masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan
blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik setelah kampanye
penggunaan energi alternaif didengungkan. Pemanfaatan blotong sebagai
kayu bakar, sebenarnya sudah lama dijalankan oleh masyarakat di sekitar
PG, hal ini diawali dari pengalaman mereka setelah melihat bahwa blotong
bisa terbakar, dan timbulah pemikiran untuk memanfaatkan blotong
sebagai pengganti kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang
terkandung didalamnya.\ untuk memudahkan dalam penggunaanya
sebagai kayu bakar, mereka mencetak dalam ukuran yang mudah
diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut kompor didapur mereka,
Proses pembuatan blotong pengganti kayu bakar sangat sederhana,
limbah blotong dari pabrik yang masih panas, diangkut dengan dump truk
menuju lokasi pengrajin/pembuat blotong kayu bakar, blotong ini
kemudian dijemur di terik matahari selama 2 3 minggu dengan
intensitas matahari penuh. Sebelum total kering, lapisan blotong ini
dipadatkan dengan tujuan untuk mempersempit pori dan membuang sisa
kandungan air, kemudian dipotong seukuran batu bata untuk
memudahkan pengangkutan. Setelah dirasa cukup kering pada satu
permukaan, bata blothong ini dibalik, supaya sisi lainnya juga kering. Hasil
yang diperoleh dari proses ini adalah blothong seukuran batu bata yang
bobotnya ringan karena kandungan airnya sudah hilang. Penggunaan,
untuk keperluan memasak di kompor tanah mereka, blothong kering
tersebut masih harus dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil
menyesuaikan lubang pemasukan kompor. Dari satu rit blothong tersebut,
setelah diolah dan kering, kemudian dipindahkan ke dapur sebagai
cadangan kayu bakar. Cadangan blothong / kayu bakar ini cukup untuk
memenuhi kebutuhan memasak sampai dengan musim giling tahun
depan.
Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein
dari nira sekitar 0.5 % berat zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut
telah dicoba untuk melakukan ekstraksi protein dari blotong dan
ditemukan bahwa kandungan protein dari blotong yang dipress sebesar
7.4 %. Protein hanya dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang kuat
seperti sodium dodecyl sulfate. Kandungan dari protein yang dapat
diekstrak antara lain albumin 91.5 %; globulin 1 %; etanol terlarut 3 %
dan protein terlarut 4 %. Dengan demikian blotong dapat juga digunakan
sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan dan dipisahkan partikel
tanah yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari kerusakan oleh
jamur dan bakteri blotong yang dikeringkan harus langsung digunakan
dalam bentuk pellet
Pada saat ini pemanfaatan blotong antara lain sebagai bahan bakar
alternative dalam bentuk briket. Untuk pembuatan briket blotong
dipadatkan lalu dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket blotong
adalah harganyayang lebih murah daripada kayu bakar dan bahan bakar
lain. Akan tetapi untuk membuat briket ini diperlukan waktu cukup lama
antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain itu juga tergantung dari
kondisi cuaca. Pada saat ini semakin banyak masyarakat yang
memanfaatkan blotong sebagai bahan bakar rumah tangga pengganti
MITAN dan kayu bakar. Kedepannya perlu ada kajian apakah briket blotong
ini juga bisa digunakan sebagai bahan bakar ketel sehingga dapat
mengurangi konsumsi bahan bakar minyak.
Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung
unsur hara yang dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong
dikompos dengan ampas tebu dan abu ketel (KABAK). Pemberian ke
tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar
dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara signifikan.
Kandungan hara kompos ampas tebu (KAT), blotong dan komposdari
ampas tebu, blotong dan abu ketel (KABAK) disajikan pada Tabel
Tabel Hasil Analisis Kimia KAT, Blotong dan KABAK
LIMBAH TETES
Tetes atau molasses merupakan produk sisa (by product) pada proses
pembuatan gula. Tetes diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade
dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Pada
pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 6 % tebu, sehingga
untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes
sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari. Walaupun masih
mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena
mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan
kesehatan. Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi
seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dll.
Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal mempunyai brix 85 92
dengan zat kering 77 84 %. Sukrosa yang terdapat dalam tetes
bervariasi antara 25 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12 35 %. Untuk
tebu yang belum masak biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar
daripada tebu yang sudah masak. Komposisi yang penting dalam tetes
adalah TSAI ( Total Sugar as Inverti ) yaitu gabungan dari sukrosa dan gula
reduksi. Kadar TSAI dalam tetes berkisar antara 50 65 %. Angka TSAI ini
sangat penting bagi industri fermentasi karena semakinbesar TSAI akan
Sumber utama air limbah adalah air pendingin pada kondensor barometik, air proses
dari pencucian pada penghilangan warna, pencucian endapan saringan tekan, dan air cuci
lantai dan alat, mempunyai laju alir lebih rendah tetapi mempunyai nilai BOD yang tinggi
(sampai 5000 mg/l) dan padatan tersuspensi yang kadar organiknya relatif rendah. Air limbah
yang terkumpul mempunyai BOD yang berkisar dari 300 sampai 2000 mg/l dan TSS dari 200
sampai 800 mg/l, tergantung pada faktor proses produksi yang terjadi di dalam pabrik
khususnya pada proses pemurnian gula. Limbah cair pabrik gula pada umumnya tidak
mengandung limbah berbahaya atau beracun.
Langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi pencemaran, khususnya
pencemaran air adalah dengan mengolah air buangan tersebut sebelum di buang ke badan
sungai, salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran yaitu
dengan penyerapan (adsorbsi) menggunakan zeolit maupun bahan pengendap (koagulan)
tawas dan perlakuan menggunakan ozon (O3). Zeolit digunakan untuk mengikat koloidkoloid dalam limbah, tawas berfungsi mengendapkan koloid dan ozon untuk mereduksi
senyawa organik, bau, warna dan menurunkan COD dan BOD. Sebelum dimanfaatkan
sebagai adsorben, dilakukan proses aktivasi terhadap zeolit alam yang akan dipakai. Aktivasi
terhadap zeolit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara fisis dan secara kimiawi.
Proses yang dilakukan selama ini adalah limbah dienapkan dalam kolam dan
dilakukan aerasi, setelah satu hari mengendap kemudian beningannya disirkulasi kembali lagi
ke dalam pabrik untuk keperluan proses. Dari perlakuan semacam ini dimungkinkan BOD
dan COD dalam air limbah semakin tinggi. Sehingga kurang efektif untuk digunakan dan
juga dapat merusak alat-alat proses. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk
menurunkan nilai BOD dan COD, sehingga apabila air limbah tersebut digunakan kembali
untuk tujuan proses akan menjadi lebih aman. Lebih-lebih lagi bila air limbah tersebut
langsung dibuang ke sungai.
Tawas merupakan bahan koagulan yang sering digunakan di pengolahan air minum
ataupun pada air buangan domestik dan industri, ini disebabkan bahwa tawas dapat
mengurangi konsentrasi warna, bau, kekeruhan. Sehingga nantinya diinginkan hasil akhir
pengolahan air limbah yang cukup jernih. Dalam ini perlakuan limbah yang pertama
digunakan koagulan tawas yang telah dihaluskan, sehingga dalam proses ozonisasi nantinya
didapatkan hasil yang optimal karena semakin kecil ukuran butiran tawas maka daya
penyerapannya semakin tinggi. Demikian juga untuk zeolit, dimaksudkan untuk menyerap
koloid-koloid yang ada dalam limbah, akan tetapi harga zeolit lebih mahal dibandingkan
harga tawas. Sedangkan pemakaian kapur tujuan utamanya adalah menaikkan pH limbah agar
> 8,0. Hal ini dikarenakan ozon lebih efektif bekerja pada pH > 7,0 (ke arah basa).
Penambahan bahan-bahan pembantu, seperti tawas, zeolit maupun kapur, sangat
membantu kerja ozon. Karena tawas dan zeolit merupakan bahan koagulan dan absorben
yang sangat efektif dan harganya murah, sehingga koloid-koloid yang ada dalam limbah
diserap oleh bahan-bahan tersebut kemudian senyawa yang lain dioksidasi oleh ozon.
Sedangkan kapur berfungsi menaikkan pH limbah menjadi lebih basa. Karena pada kondisi
basa kerja ozon sangat efisien. Sehingga pada penambahan kapur nilai COD dapat turun
sangat signifikan.
Gas Ozon (O3) dapat berfungsi sebagai pembersih, penghilang bau serta bahan
desinfektan yang mampu membunuh semua mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dsb.
Ozon merupakan bahan pengoksida yang sangat kuat kedua setelah fluorin. Ozon sebelum
dan sesudah bereaksi dengan unsur lain akan selalu menghasilkan oksigen (O2) sehingga
teknologi ozon sangat ramah terhadap linkungan. Ozon merupakan gas triatomic allotrope
oksigen yang dapat terbnentuk akibat adanya rekombinasi atom-atom oksigen.
Proses Pembentukan Ozon
+ O2
O3
Pembuatan ozon yang digunakan adalah dengan metoda plasma lucutan terhalang
dielektrik (dielectric barrier discharge) (5,6) atau karena lucutannya yang nyaris tak
terdengar maka metode ini sering dikatakan metode plasma lucutan senyap. Untuk
mendukung penyempurnaan aplikasi, dengan metode ini akan dirancang bangun ozonizer
dengan keluaran daya 1.000 1.500 watt. Keunggulan teknologi lucutan senyap dibanding
dengan teknologi sinar UV adalah efisiensi ozon yang dihasilkan lebih besar.
Dari skema ozoniser lucutan senyap tersebut dapat dijelaskan dalam gambar 1 tenaga
eksternal yang merupakan tegangan tinggi AC dibebankan pada bagian elektroda tabung
ozoniser lucutan senyap sehingga pada celah lucutan/daerah antara lapisan dielektrik dengan
elektroda akan terjadi lucutan-lucutan mikro yang kelistrikannya secara keseluruhan dapat
dijabarkan dengan kuantitas rerata. Komponen pendukung dalam alat ini diantaranya yaitu
rangkaian osilator, rangkaian penguat day dan tegangan. Awalnya rangkaian osilator memberi
sinyal bolak balik kemudian daya ditingkatkan oleh rangkaian penguat daya dan selanjutnya
oleh rangkaian pelipat tegangan. Adanya penutup dielektrik pada salah satu elektroda
1.
2.
1.
2.
3.
merupakan kunci dari keistimewaan lucutan senyap karena dielektrik berfungsi sebagai
sumber filamen arus yang berisi elektron energetik.
Terdapat 2 macam ozonizer diantaranya yaitu:
Tipe Palte dengan elektroda datar dan isolator (glass dielectrics)
Tipe tabung dengan elektroda silinder koaksial (cylindrical electrodes coaxial) dan isolator
gelas silinder. Sisi yang mempunyai tegangan tinggi didinginkan dengan konveksi
(pemindahan panas dengan sirkulasi) sedangkan sisi bertegangan rendah didinginkan dengan
air. Udara dilewatkan dimana elektroda-elektroda dan terozonisasi oleh tegangan listrik yang
ada diantara udara tersebut. Produksi ozon biasanya sampai 4% berat udara yang dilewatkan
dengan kebutuhan energi sekitar 25 kwh/kg ozon yang dihasilkan.
Proses Ozonisasi Limbah Cair
Limbah cair yang dijadikan sampel adalah limbah cair keluaran proses kristalisasi gula dan
keluaran unit pendingin dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu
dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk
dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen
pada limbah cair
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk
dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini,
polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat
diendapkan.
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses
adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi.
Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon
aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan
berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur
ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat
dibuang dengan aman ke sungai.
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal
bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V)
dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi
berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh,
fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol,
cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa
organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di
sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida
dan air (Purwadi, 2001). Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik
juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma,
menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan
dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen. Pada saringan karbon
aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh
permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses
penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan
cara dicuci (NN, 2002).
Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini pihak pabrik tidak hanya dapat mengolah
limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur
ulang) atau dapat langsung dibuang ke sungai. Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga
cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas.
Referensi:
NN. 2002. Ozone In Water Treatment Progressive. Environmental Co Osmonics Inc.
PURWADI, A. 2001. Studi dan Pembuatan Generator Ozon Menggunakan Lucutan Listrik.
Jurnal Nusantara Kimia, Vol. VIII, No. 1