Analisis Kasus Wanprestasi 1
Analisis Kasus Wanprestasi 1
Analisis Kasus Wanprestasi 1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
pihak Batavia di kantor Batavia, tetap saja tidak ada respon timbal-balik dari
Batavia. Padahal jika dilihat dari perlakuan yang dilakukan oleh Batavia dengan
membawa perkara mesin itu ke pengadilan bisa yang berbanding terbalik dengan
perlakuan GMF yang ingin menyelesaikan perkara hutang Batavia dengan cara
kekeluargaan tanpa di bawa ke pengadilan. Setelah pihak GMF bertenggang rasa
selama tiga bulan, akhirnya permasalahan ini diserahkan kepada kuasa
hukumnya Sugeng Riyono S.H.
Menurut Sugeng Batavia sebagai salah satu perusahaan pesawat telah
melakukan transaksi hutang yang semena-mena dengan didasarkan itikad
buruk, tidak pernah memikirkan kondisi dan kepentingan klien yang diajak
bekerjasama bahkan tiga somasi yang telah dilayangkan oleh pihak GMF
terhadap Batavia pun masih tidak ada konfirmasi balik kepada pihak GMF,
dengan dasar ini pula Sugeng selaku kuasa hukum GMF akan menggugat
Batavia ke pengadilan. Begitulah, Batavia benar-benar dalam keadaan siaga
satu.
B. Rumusan Masalah
Dalam kasus diatas maka hal yang menjadi rumusan masalah ialah :
1. Pengadilan manakah yang berwenang mengadili kasus tersebut ?
2. Apa yang menjadi titik taut kasus ini sehingga merupakan hukum perdata ?
3. Bagaimana tahap penyelesaian kasus tersebut ?
C. Tujuan
Agar mengetahui bagaimana asal usul kasus ini terjadi,serta mengetahui siapa
yang salah dan siapa yang benar.
D. Manfaat
Terciptanya keadilan dalam kedua belah pihak yang bersangkutan dalam kasus
ini agar tidak ada yang dirugikan oleh kedua belah pihak.
E. Kronologi Kasus
PT Metro Batavia salah satu perusahaan pesawat terkemuka tersandung
masalah dengan PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia. Kasus ini
muncul saat keduanya menjalin kerjasama pada juli 2006. Kala itu, Batavia
membeli mesin ESN 857854 dan ESN 724662 dari Debisin Air Supply Pte. Ltd.
Singapura. Lalu dimasukkan ke GMF untuk memenuhi standar nasional.
Kemudian, pada 12 September 2007 mesin selesai diperbaiki dan digunakan
untuk pesawat rute Jakarta-Balikpapan. Tak berselang lama dari itu, tepatnya
tanggal 23 Oktober 2007 mesin ESN 857854 rusak setelah terbang 300 jam
terbang. Batavia menuding anak perusahaan PT Garuda Indonesia ini
mengingkari kontrak perbaikan mesin pesawat mereka yang menurut perjanjian
memiliki garansi perbaikan hingga 1.000 jam terbang. Saat itu Batavia meminta
mesin tersebut diservis kembali lantaran baru dipakai 300 jam sudah ngadat,
akan tetapi GMF menolak. Alasannya, kerusakan itu di luar yang diperjanjikan.
Dalam kontrak, garansi diberikan jika kerusakan karena kesalahan pengerjaan.
Ini yang membuat pihak Batavia naik pitam. Pada April 2007 Batavia pun
menggugat GMF US$ 5 juta (Rp 76 miliar) ke Pengadilan Negeri Tangerang.
Mediasi memang sempat dilakukan, tapi menemui jalan buntu. Dengan dasar
hasil itu, pada Agustus 2008 Batavia mengalihkan gugatannya ke Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi ternyata gugatan itu ditolak
oleh pengadilan. Padahal di sisi lain, Batavia memiliki hutang perawatan
pesawat milik GMF sejak Agustus 2006, dan tiba-tiba di tengah transaksi
perjanjian tersebut Batavia memutuskan secara sepihak beberapa kontrak
perjanjian perbaikan dan pembelian pesawat, padahal pesawat sudah sudah siap
untuk diserahkan sehingga kerugian di pihak GMF mencapai ratusan juta rupiah
disebabkan pengingkaran atas perjanjian secara sepihak tersebut dan atas ini
yang kemudian masuk hutangnya, dan sudah jatuh tempo sejak awal 2007. Tapi
tak kunjung dilunasi oleh Batavia hingga pertengahan tahun 2008.
F. Materi
1. Pengertian Perikatan
2)
3)
Perikatan
yang
bersumber
dari
perjanjian
perikatan.
3.
Somasi
istilah
pernyataan
lalai
atau
somasi
merupakan
adalah
tidak
memenuhi
atau
lalai
dalam
debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada tiga
keadaan, yaitu:
a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru
c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau
7.
terlambat
Adapun beberapa akibat hukum bagi Debitur yang telah melakukan
wanprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum sebaimana berikut:
a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang diderita
oleh kreditur (pasal 1243 KUH Perdata)
b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut
pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim (pasal
1266 KUH Perdata)
c. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih
kepada Debitur sejak terjadi wanprestasi (pasal 1273 ayat 2
KUH Perdata)
d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat
dilakukan atau pembatalan disertai pembayaran ganti-kerugian
(pasal 1267 KUH Perdata)
e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan
dimuka pengadilan negeri dan Debitur dinyatakan bersalah
Berakhirnya Perikatan Undang-undang menyebutkan ada sepuluh
macam cara terhapusnya perikatan, yaitu antara lain: karena
pembayaran, pembaharuan hutang, penawaran pembayaran tunai,
diikuti oleh penitipan, kompensasi atau perjumpaan hutang,
percampuran hutang, pembebasan hutang, hapusnya barang yang
dimaksudkan dalam perjanjian, pembatalan perjanjian, akibat
berlakunya syarat pembatalan dan sudah lewat waktu.
BAB 2
ANALISIS
A. Pengadilan yang berwenang dalam mengadili kasus
Apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak atau undang-undang maka wanprestasinya
si
debitor
dinyatakan
lalai
oleh
kreditor
(ingebrekestelling)
yakni
dengan
dikeluarkannya akta lalai (somasi) oleh pihak kreditor (pasal 1238 B.W).
dikeluarkannya akta ini berdasarkan mekanisme yang telah ditentukan oleh undangundang.
Dalam hal ketentuan di atas maka Batavia dikenakan beberapa pasal, antara lain:
1. Pasal 1243 B.W : Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya
2.
3.
4.
5.
dapat ditebus, sebagaimana Batavia yang tidak merespon baik ketika pihak
GMF datang menemui Batavia di kantornya untuk menagih utang Batavia
yang tersendat menimbulkan dampak pada produksi lain, mengingat
hubungan baik Batavia-GMF mengundang rasa kecewa dikarenakan akhir
cerita kerjasama yang dilakukannya mengalami permasalahan hukum.
Dengan demikian, ganti rugi hanyalah merupakan obat atas derita yang
dialami karena apa yang diinginkan itu tidak datang atau diberikan oleh
pihak lawan.
Adapun kasus diatas ialah Wanprestasi dalam jenis perkara perdata. Tahapantahapan beracara sebagai berikut:
1. Gugatan = jawaban
2. Replik = duplik
3. Tambahan replik = tambahan duplik
4. Pemeriksaan alat bukti
5. Konklusi
6. Vonnis
BAB 3
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, tampaklah hubungan antara perjanjian dan perikatan yang
dilakukan oleh PT. Metro Batavia dan PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero
Asia yang mana hubungan diantara keduanya berawal dari Batavia membeli mesin ESN
857854 dan ESN 724662 dari Debisin Air Supply Pte. Ltd. Singapura. Lalu dimasukkan
ke GMF untuk memenuhi standar nasional. Seterusnya Batavia memiliki hutang
perawatan dan pembelian pesawat yang kala itu penyerahannya sudah siap seratus
persen sehari sebelumnya, akan teatpi ada berakhir menjadi suatu permasalahan hukum,
dikarenakan Batavia melakukan wanprestasi terhadap GMF.
Di sini debitor melakukan kesalahan dengan tidak melaksanakan apa yang
diperjanjikan maka dikatakan wanprestasi ingkar janji. Dan kreditur dapat menunutut
debitor yang telah melakukan ini (wanprestasi) melalui mekanisme, yakni somasi
dengan bertujuan mendorong debitor untuk segera memenuhi prestasinya, tanpa
melalaikannya atau meninggalkannya.
DAFTAR PUSTAKA
H.S,Salim.2003.Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW).Jakarta:Sinar Grafika
http://www.liputan6.com/
Saifullah.2006.Buku Ajar Wawasan Hukum Perdata.Malang
Subekti Subekti dan Tjitrosudibio.2008. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jakarta: Pradnya Pramita
Subekti.1990.Hukum Perjanjian.Jakarta
Subekti.1995.Pokok-pokok Hukum Perdata.Jakarta:Inter Masa