10 - 244diagnostik Dan Tatalaksana Onikomikosis

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Diagnostik dan Tatalaksana Onikomikosis


Radityo Anugrah
Bamed Skin Care, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Infeksi jamur pada kuku terjadi pada 30% pasien infeksi jamur kulit; dapat disebabkan oleh jamur dermatofita dan non-dermatofita. Diagnosis
mikroskopis dan kultur sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan. Modalitas pengobatan injeksi jamur pada kuku dapat topikal atau sistemik,
sesuai subtipe infeksi jamur, anatomi kuku yang terinfeksi, dan lokasi. Tinjauan ini membahas subtipe, diagnosis, dan pilihan pengobatan infeksi
jamur pada kuku.
Kata kunci: Dermatofita, itraconazole, laser, onikomikosis, terbinafine

ABSTRACT
Fungal nail infections occurred in 30% patients with fungal skin infections; may be caused by dermatophyte and non-dermatophyte. Diagnosis
should be done by microscopic and culture examination before treatment. Treatment modalities for fungal nail infection can be topical or
systemic, tailored to the fungal infection subtypes, the infected nail anatomy, and location. This review discussed subtype, diagnosis, and
treatment options of fungal nail infection. Radityo Anugrah. Diagnosis and Management of Onychomycosis
Keywords: Dermatophyte, itraconazole, laser, onychomycosis, terbinafine

PENDAHULUAN
Onikomikosis merupakan infeksi jamur
pada kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita (tinea unguium), kapang nondermatofita, dan ragi. Penyakit ini dapat
terjadi pada matriks, nail bed, atau nail plate.
Onikomikosis dapat mengakibatkan rasa nyeri,
tidak nyaman, dan terutama tampilan kurang
baik.1 Kejadian onikomikosis meningkat
seiring bertambahnya usia, dikaitkan dengan
menurunnya sirkulasi perifer, diabetes, trauma
berulang pada kuku, pajanan lebih lama
terhadap jamur, imunitas yang menurun, serta
menurunnya kemampuan merawat kuku.1
Gambar 1. Anatomi kuku.2

KEJADIAN
Insidens onikomikosis pada populasi umum
di Amerika Serikat sekitar 2-8% dan meningkat
menjadi 14-28% pada usia di atas 60 tahun.3
Di Kanada, prevalensinya diperkirakan 6,5%.3
Prevalensi di Inggris, Spanyol, dan Finlandia
berkisar 3 8 %.3 Infeksi jamur ini lebih sering
terjadi pada kuku kaki dibandingkan kuku
tangan. Sebanyak 30% pasien infeksi jamur
pada kulit, juga mengalami infeksi jamur
pada kuku. Prevalensi onikomikosis berkisar
2,6% pada anak di bawah usia 18 tahun,
mencapai 90% pada usia lanjut. Sebanyak
70% infeksi jamur pada kuku disebabkan

oleh Trichophyton rubrum dan 20% oleh


Trichophyton mentagrophytes.4
KLINIS
Onikomikosis dikelompokkan dalam empat
gambaran klinis yang berkaitan dengan jenis
patogen serta jalur masuknya (Tabel 1).5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebelum pengobatan, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis. Dua pemeriksaan penunjang utama
yaitu pemeriksaan mikroskopik dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopik dapat menghasilkan

Tabel 1. Manifestasi klinis onikomikosis5


Gambaran Klinis

Patogen Tersering

Patogen Lain

OSD

Onikolisis dan penebalan subungual.


Diskolorasi kuning kecokelatan.

Trichophyton rubrum

T. mentagrophytes

OSPT

Warna keputihan pada lempeng kuku


("white island")

Trichophyton
mentagrophytes

Aspergillus terreus

Hiperkeratotik subungual

Trichophyton rubrum

Acremonium potronii
Fusarium oxysporum

OSP dan OSPP

Onikolisis proksimal
Leukonikia
Onikomikosis
Kuku menebal dan distrofik
Dapat merupakan hasil akhir
distrofik total
dari OSDL, OSPT, dan OSP
OSD, onikomikosis subungual lateral; OSPT, onikomikosis superfisial putih; OSP, onikomikosis subungual proksimal; OSPP,
onikomikosis subungual putih proksimal
Alamat Korespondensi

email: [email protected]

CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016

675

TINJAUAN PUSTAKA
10% negatif palsu dan pemeriksaan kultur
dapat menghasilkan 30% negatif palsu.6
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan
preparat KOH 20%. Sampel diambil dari
kerokan jaringan dasar kuku yang terinfeksi.
Pada mikroskop akan tampak elemen
jamur berupa hifa atau ragi, tetapi tidak bisa
membedakan spesies; untuk itu diperlukan
pemeriksaan tambahan, yaitu kultur.6
PENGOBATAN
Pengobatan tergantung jenis klinis, jamur
penyebab, jumlah kuku yang terinfeksi,
dan tingkat keparahan keterlibatan kuku.
Pengobatan sistemik selalu diperlukan pada
pengobatan subtipe OSP (Onikomikosis
Subungual Proksimal) dan subtipe OSD
(Onikomikosis Subungual Distal) yang
melibatkan daerah lunula. OSPT (Onikomikosis
Superfisial Putih) dan OSD (Onikomikosis
Subungual Distal) yang terbatas pada distal
kuku dapat diobati dengan agen topikal.
Kombinasi pengobatan sistemik dan topikal
akan meningkatkan kesembuhan. Tingkat
kekambuhan tetap tinggi, bahkan dengan
obat-obat baru, sehingga dibutuhkan
kerjasama yang baik antara pasien dan tenaga
kesehatan.7
British
Association
of
Dermatologists
menerbitkan pedoman diperbarui8 yang akan
dibahas berikut ini.
Antijamur Topikal
Struktur keras keratin dan kompak kuku
menghalangi difusi obat topikal ke dalam
dan melalui lempeng kuku. Konsentrasi obat
topikal dapat berkurang 1000 kali dari luar ke
dalam.8
Penggunaan agen topikal harus dibatasi pada
kasus-kasus yang melibatkan kurang dari
setengah lempeng kuku distal atau jika tidak
dapat mentoleransi pengobatan sistemik.
Agen yang tersedia termasuk amorolfine,
ciclopirox, tioconazole, dan efinaconazole.8
Amorolfine (Strength of Recommendation D;
Level of Evidence 3)8
Amorolfine termasuk obat antijamur golongan
morpholine sintetis dengan spektrum
fungisida yang luas. Obat ini menghambat
enzim delta 14 reduktase dan delta 8 dan delta
7 isomerase dalam jalur biosintesis ergosterol
dan bersifat fungisida terhadap C. albicans

676

Gambar 2. Manifestasi klinis OSD (Onikomikosis Subungual Distal).1,6

Gambar 3. Manifestasi klinis OSPT (Onikomikosis


Superfisial Putih).1,6

Gambar 4. Manifestasi klinis OSP (Onikomikosis


Subungual Proksimal).1,6

dan T. mentagrophytes. Obat ini dioleskan


pada kuku yang terkena sekali atau dua kali
seminggu selama 6-12 bulan. Amorolfine
telah terbukti efektif pada sekitar 50% kasus
infeksi jamur kuku distal. Efek samping lacquer
amorolfine jarang dan terbatas, berupa rasa
terbakar, pruritus, dan eritema.9

menghasilkan tingkat kesembuhan mikologi


mendekati 50% dan kesembuhan klinik
mencapai 15% setelah 48 minggu aplikasi.14

Ciclopirox (SoR D; LoE 3).8


Ciclopirox merupakan turunan hydroxypyridone
dengan aktivitas antijamur spektrum luas
terhadap T. rubrum, S. brevicaulis, dan Candida
spesies. Obat dioleskan pada kuku sekali
sehari selama 48 minggu. Ciclopirox sekali
sehari terbukti lebih efektif daripada plasebo
(34% ciclopirox vs 10% plasebo).10 Durasi
pengobatan yang dianjurkan adalah hingga
24 minggu untuk kuku tangan dan sampai 48
minggu untuk kuku kaki. Tidak ada uji klinik
yang membandingkan amorolfine dengan
ciclopirox untuk onikomikosis. Efek samping
yang sering adalah eritema periungual dan
lipat kuku.11
Tioconazole (SoR D; LoE 3).8
Tioconazole adalah antijamur imidazole,
tersedia sebagai larutan 28%. Dalam sebuah
studi terbuka atas 27 pasien onikomikosis,
kesembuhan klinik dan mikologi dicapai
pada 22% pasien.12 Efek samping yang sering
adalah dermatitis kontak alergi.13
Eficonazole (SoR D; LoE 3).8
Eficonazole 10% adalah obat antijamur
golongan triazole. Obat ini diaplikasikan sekali
sehari pada kuku. Sebuah uji klinik barubaru ini menunjukkan bahwa eficonazole

Pengobatan Sistemik
Obat sistemik utama yang diindikasikan dan
secara luas digunakan untuk pengobatan
onikomikosis
adalah
terbinafine
dan
itraconazole. Griseofulvin juga diindikasikan,
tetapi lebih jarang digunakan.8
Griseofulvin (SoR C; LoE 2+).8
Griseofulvin adalah obat fungistatik lemah,
bertindak menghambat sintesis asam
nukleat dan menghambat sintesis dinding
sel jamur. Pada orang dewasa, dosis yang
dianjurkan adalah 500-1000 mg per hari
selama 6-9 bulan untuk infeksi kuku tangan
dan 12-18 bulan untuk infeksi kuku kaki.15
Sebaiknya dikonsumsi dengan makanan
berlemak untuk meningkatkan penyerapan
dan bioavailabilitas. Tingkat kesembuhan
mikologi untuk infeksi kuku hanya 30-40%.
Efek samping antara lain mual dan ruam
kulit pada 8-15% pasien.16 Uji klinik yang
membandingkan terapi griseofulvin dengan
terbinafine dan itraconazole menunjukkan
bahwa tingkat kesembuhan griseofulvin lebih
rendah dari terbinafine dan itraconazole.
Griseofulvin memiliki beberapa keterbatasan
termasuk kesembuhan lebih rendah, durasi
pengobatan panjang, risiko interaksi obat
yang lebih besar dibandingkan obat antijamur
yang lebih baru. Oleh karena itu, griseofulvin
tidak lagi menjadi pilihan kecuali obat lain
tidak tersedia atau kontraindikasi.17

CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016

TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2. Penelitian in vitro dan in vivo laser pada onikomikosis.
Penelitian

imun yang menyerang organisme patogen.21

Jenis

Jenis Laser

Hasil

in vitro

Q-switched Nd: YAG 532 nm


dan 1064 nm

Menghambat pertumbuhan koloni T.


rubrum

Manevitch (2010)25

in vitro

Titanium safir femtodetik

Eliminasi sempurna T. rubrum setelah


4 minggu

Kozarev dan Mitrovica (2009)21

in vivo

Nd: YAG 1064 nm 25-milidetik

Kesembuhan 100% pada 42 kuku


setelah 4 sesi terapi.

Hochman (2011)26

in vivo

Nd: YAG 1064 nm 0,65-milidetik

7 dari 8 kuku sembuh setelah 9 minggu


terapi.

Landsman (2010)27

in vivo

Laser diode panjang gelombang


ganda 870 nm dan 930 nm

22 dari 26 menunjukkan perbaikan


setelah 4 bulan terapi.

Vural (2008)

24

Terbinafine (SoR A; LoE 1+)8


Terbinafine bekerja menghambat enzim
squalene epoxidase yang penting untuk
biosintesis ergosterol, komponen integral
dinding sel jamur. Lebih dari 70% terbinafine
diserap setelah pemberian oral, dan tidak
terpengaruh asupan makanan. Terbinafine
dimetabolisme sebagian besar melalui ginjal
dan diekskresikan dalam urin. Terbinafine
sangat lipofilik, sehingga terdistribusi dengan
baik di kulit dan kuku. Pengobatan biasanya
dengan dosis 250 mg per hari selama 6
bulan untuk infeksi jamur kuku tangan dan
12 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.18
Terbinafine memiliki efek fungisida yang luas
dan kuat terhadap dermatofita, terutama T.
rubrum dan T. mentagrophytes, tetapi memiliki
aktivitas fungistatik rendah terhadap spesies
Candida dibandingkan golongan azole.19
Sebuah penelitian surveilans postmarketing
mengungkapkan bahwa efek samping yang
paling umum adalah gastrointestinal (4 - 9%)
seperti mual, diare, atau gangguan rasa, dan
dermatologis (2 - 3%) seperti ruam, pruritus,
urtikaria, atau eksim.8
Itraconazole (SoR A; LoE 1+)8
Itraconazole aktif terhadap berbagai jamur
termasuk ragi dan dermatofita.18 Mekanisme
kerja itraconazole sama dengan antijamur
azole lainnya, yaitu menghambat mediasi
sitokrom P450 oksidase untuk sintesis
ergosterol, yang diperlukan untuk dinding
sel jamur.20 Itraconazole diserap optimal pada
pemberian bersama makanan dan pH asam.

Obat ini sangat lipofilik dan dimetabolisme


di hati oleh sitokrom P450 3A4, yang
meningkatkan risiko interaksi dengan obat
lain yang dimetabolisme oleh enzim ini.
Seperti terbinafine, obat ini dikonsumsi sekali
sehari (200 mg per dosis) selama 6 bulan
untuk infeksi jamur kuku tangan dan selama 9
bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.8
Laser
Onikomikosis banyak terjadi pada pasien
dengan beberapa penyakit sistemik lain yang
sulit diberi obat antijamur sistemik jangka
panjang. Terapi laser merupakan salah satu
pilihan terapi.21
Terapi laser sejak tahun 2010 diteliti baik
secara in vitro maupun in vivo. Food and
Drug Administration (FDA) telah menyetujui
beberapa jenis laser untuk onikomikosis,
di antaranya: PinPointeTM FootLaserTM
(PinPointe USA, Inc.), Cutera GenesisPlusTM
(Cutera, Inc.), Q-ClearTM (Light Age, Inc.),
CoolTouch VARIATM (CoolTouch, Inc.),
dan JOULE ClearSenseTM (Sciton, Inc.).11-15
Laser mempunyai efek bakterisidal. Energi
yang disalurkan menyebabkan hipertermia
lokal, destruksi mikroorganisme patogen,
dan stimulasi proses penyembuhan.21
Energi laser bekerja melalui mekanisme
denaturasi molekul, baik total maupun
parsial pada organisme patogen.30 Energi
laser menghasilkan reaksi fotobiologi atau
fotokimia yang merusak sel patogen atau
melalui mekanisme yang memicu respons

Mekanisme kerja laser pada onikomikosis


belum diketahui dengan pasti.25 Diduga
berdasarkan prinsip fototermolisis selektif.22
Absorpsi laser tidak sama antara infeksi
jamur dan jaringan sekitarnya, menyebabkan
konversi energi tersebut menjadi energi panas
atau mekanik.23
Hasil penelitian menunjukkan laser dapat
memberikan perbaikan sementara pada
kasus onikomikosis. Laser belum dikatakan
sebagai terapi onikomikosis serta masih
sedikit penelitian mengenai peran laser pada
onikomikosis.22 Laser yang banyak digunakan
pada penelitian onikomikosis antara lain
Nd:YAG, titanium safir (Ti:Sapphire), dan
laser diode. Energi laser dapat diberikan
secara terpulsasi untuk menghasilkan energi
yang lebih besar dalam waktu lebih singkat.
Durasi pulsasi mulai dari milidetik (10-3 detik)
sampai femtodetik (10-15 detik) telah dipelajari
penggunaannya pada kasus onikomikosis.23
PROGNOSIS
Pengobatan
sistemik
menghasilkan
kesembuhan
lebih
baik.
Itraconazole
menghasilkan angka kesembuhan sekitar
63% dan terbinafine menghasilkan angka
kesembuhan sekitar 76%.28 Dibandingkan
dengan terapi topikal ataupun sistemik, laser
mampu memberikan hasil yang lebih baik.
SIMPULAN
Infeksi jamur pada kuku memiliki spektrum
luas, dengan empat subtipe. Diagnosis
perlu dilakukan secara mikroskopis atau
kultur sebelum pengobatan. Pengobatan
disesuaikan dengan subtipe infeksi, spesies
jamur, anatomi kuku yang terinfeksi dan lokasi
(tangan atau kaki). Secara umum pengobatan
sistemik lebih baik dibandingkan dengan
pengobatan topikal. Laser dapat digunakan
untuk tatalaksana onikomikosis.

DAFTAR PUSTAKA :
1. Onychomycosis: Practice essentials, background, pathophysiology [Internet]. 2015 Aug 11 [cited 2015 Aug 18]. Available from: http://emedicine.medscape.com/
article/1105828-overview
2. Nail anatomy. Nailsatpanaches Blog [Internet]. [cited 2015 Aug 18]. Available from: https://nailsatpanache.wordpress.com/nail-anatomy/
3. Cohen AD, Medvesovsky E, Shalev R, Biton A, Chetov T, Naimer S, et al. An independent comparison of terbinafine and itraconazole in the treatment of toenail
onychomycosis. J Dermatol Treat. 2003;14(4):23742.
4. Crawford F, Young P, Godfrey C, Bell-Syer SEM, Hart R, Brunt E, et al. Oral treatments for toenail onychomycosis: A systematic review. Arch Dermatol. 2002;138(6):811
6.

CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016

677

TINJAUAN PUSTAKA
5. D
juanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Universitas Indonesia; 1999.
6. R
odgers P, Bassler M. Treating onychomycosis. Am Fam Physician 2001;63(4):66372, 6778.
7. G
upta AK, Drummond-Main C, Cooper EA, Brintnell W, Piraccini BM, Tosti A. Systematic review of nondermatophyte mold onychomycosis: Diagnosis, clinical types,
epidemiology, and treatment. J Am Acad Dermatol. 2012;66(3):494502.
8. A
meen M, Lear JT, Madan V, Mohd Mustapa MF, Richardson M. British Association of Dermatologists guidelines for the management of onychomycosis 2014. Br J
Dermatol. 2014;171(5):93758.
9. Z
aug M, Bergstraesser M. Amorolfine in the treatment of onychomycoses and dermatomycoses (an overview). Clin Exp Dermatol. 1992;17 (Suppl 1):6170.
10. Gupta AK, Fleckman P, Baran R. Ciclopirox nail lacquer topical solution 8% in the treatment of toenail onychomycosis. J Am Acad Dermatol. 2000;43(4 Suppl):7080.
11. B
ohn M, Kraemer KT. Dermatopharmacology of ciclopirox nail lacquer topical solution 8% in the treatment of onychomycosis. J Am Acad Dermatol. 2000;43(4
Suppl):5769.
12. Hay RJ, Mackie RM, Clayton YM. Tioconazole nail solution--an open study of its efficacy in onychomycosis. Clin Exp Dermatol. 1985;10(2):1115.
13. Stubb S, Heikkil H, Reitamo S, Frstrm L. Contact allergy to tioconazole. Contact Dermatitis. 1992;26(3):1558.
14. E lewski BE, Rich P, Pollak R, Pariser DM, Watanabe S, Senda H, et al. Efinaconazole 10% solution in the treatment of toenail onychomycosis: Two phase III multicenter,
randomized, double-blind studies. J Am Acad Dermatol. 2013;68(4):6008.
15. Roobol A, Gull K, Pogson CI. Griseofulvin-induced aggregation of microtubule protein. Biochem J. 1977;167(1):3943.
16. Davies RR, Everall JD, Hamilton E. Mycological and clinical evaluation of griseofulvin for chronic onychomycosis. Br Med J. 1967 ;3(5563):4648.
17. Walse I, Stangerup M, Svejgaard E. Itraconazole in onychomycosis. Open and double-blind studies. Acta Derm Venereol. 1990;70(2):13740.
18. Debruyne D, Coquerel A. Pharmacokinetics of antifungal agents in onychomycoses. Clin Pharmacokinet. 2001;40(6):44172.
19. B
ueno JG, Martinez C, Zapata B, Sanclemente G, Gallego M, Mesa AC. In vitro activity of fluconazole, itraconazole, voriconazole and terbinafine against fungi causing
onychomycosis. Clin Exp Dermatol. 2010;35(6):65863.
20. V
anden Bossche H, Marichal P, Gorrens J, Coene MC, Willemsens G, Bellens D, et al. Biochemical approaches to selective antifungal activity. Focus on azole antifungals.
Mycoses. 1989;32 (Suppl 1):3552.
21. Kozarev J, Mitrovica S. Laser treatment of nail fungal infection. Proc Berl Conf Eur Acad Dermatol Venereol. 2009;
22. Anderson R, Parrish J. Selective photothermolysis: Precise microsurgery by selective absorption of pulsed radiation. Science. 1983;220(4596):5247.
23. Altshuler GB, Anderson RR, Manstein D, Zenzie HH, Smirnov MZ. Extended theory of selective photothermolysis. Lasers Surg Med. 2001;29(5):41632.
24. Vural E, Winfield HL, Shingleton AW, Horn TD, Shafirstein G. The effects of laser irradiation on Trichophyton rubrum growth. Lasers Med Sci. 2008;23(4):34953.
25. M
anevitch Z, Lev D, Hochberg M, Palhan M, Lewis A, Enk CD. Direct antifungal effect of femtosecond laser on Trichophyton rubrum onychomycosis. Photochem
Photobiol. 2010;86(2):4769.
26. H
ochman LG. Laser treatment of onychomycosis using a novel 0.65-millisecond pulsed Nd:YAG 1064-nm laser. J Cosmet Laser Ther Off Publ Eur Soc Laser Dermatol.
2011;13(1):25.
27. L andsman AS, Robbins AH, Angelini PF, Wu CC, Cook J, Oster M, et al. Treatment of mild, moderate, and severe onychomycosis using 870- and 930-nm light
exposure. J Am Podiatr Med Assoc. 2010;100(3):16677.
28. Gupta AK, Ryder JE, Johnson AM. Cumulative meta-analysis of systemic antifungal agents for the treatment of onychomycosis. Br J Dermatol. 2004;150(3):53744.

678

CDK-244/ vol. 43 no. 9 th. 2016

Anda mungkin juga menyukai