Makalah Hukum Penitensier LAPAS
Makalah Hukum Penitensier LAPAS
Makalah Hukum Penitensier LAPAS
Kedua, di dalam era globalisasi dimana dikehendaki penegakan hukum yang didasarkan
suatu kerangka hukum yang baik atau baku (good legal system), maka suatu negara
apabila melakukan penegakan hukum yang melanggar Hak Asasi Manusia (selanjutnya
disebut HAM) sudah pasti akan dikritik dan bahkan diisolasi oleh negara-negara lainnya
sebagai anggota masyarakat dunia yang tidak mempunyai komitmen terhadap HAM.3[3]
Hal ini harus diantisipasi oleh para penegak hukum, karena seperti disebutkan bahwa
potret pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dilihat antara lain
melalui proses penegakan hukum. Dengan perkataan lain bahwa proses penegakan
hukum yang berlaku di suatu negara dapat merupakan salah satu indikator sejauhmana
pelaksanaan hak-hak asasi manusia dilihat dari kacamata internasional. Jadi kalau terjadi
suatu peristiwa di suatu tempat terutama yang menyangkut praktek dehumanisasi dalam
proses penegakan hukum, maka dengan alam keterbukaan seperti sekarang ini, hal
tersebut seketika itu juga dapat diketahui oleh masyarakat di seluruh dunia. Keadaan ini
sudah barang tentu membawa citra yang tidak baik mengenai Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan adanya sikap kehati-hatian dan mawas diri, karena kalau tidak negara
Indonesia tidak mustahil akan dikucilkan dari pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia
yang pada gilirannya keadaan tersebut akan merugikan bangsa Indonesia terutama dalam
kaitannya dengan dukungan-dukungan internasional terhadap jalannya pembangunan
yang sedang berjalan, yang secara nyata masih sangat kita perlukan.
Dari uraian tersebut di atas, maka aparat penegak hukum yang terdiri dari aparat
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan sudah sepantasnya menyadari
kedudukannya yang sangat strategis itu, terutama dalam kaitannya dengan peranannya
dalam tujuan negara Indonesia yang adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan.
The founding fathers ketika mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia
merumuskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasar atas hukum
(rechstaat) bukan berlandaskan pada kekuasaan belaka (machstaat). Oleh karena itu
setiap tindakan negara harus dilandaskan pada aturan hukum yang berlaku. Maka hukum
hendaknya dijadikan sebagai kerangka pijakan untuk mengatur dan menyelesaikan
berbagai persoalan dalam menjalankan roda kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.4[4]
2
3
Negara hukum merupakan suatu dimensi dari negara demokratis dan memuat substansi
HAM, bila tidak dikuatirkan kehilangan esensinya dan cenderung sebagai alat penguasa
untuk melakukan penindasan terhadap rakyat, juga sebagai instrumen untuk melakukan
justifikasi terhadap kebijakan pemerintah yang sebenarnya melanggar HAM.5[5]
Berpedoman pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yaitu yang
menyatakan bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan
rakyat berdasarkan Pancasila. Pancasila merupakan falsafah bangsa Indonesia sehingga
segala usaha kenegaraan apapun haruslah berdasarkan yang dicita-citakan tersebut,
termasuk segala usaha pembangunan atau penegakan hukum nasional.
Hal inilah yang menjadi landasan dan tujuan dari usaha penegakan hukum
terutama dalam bidang hukum pidana yakni kebijaksanaan penanggulangan kejahatan di
Indonesia agar sesuai dengan yang diharapkan sekaligus politik hukum di Indonesia.
Dalam masyarakat yang sedang membangun pembangunan, tentu terdapat perubahan tata
nilai yang berpengaruh pada masing-masing lapangan kehidupan. Perubahan tersebut
dapat menuju ke arah yang positif maupun kearah yang negatif.
Seiring dengan itu, agar pembangunan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan
cita-cita bangsa Indonesia, sudah tentu dalam dalam pembangunan itu memerlukan
situasi yang aman dan tertib. Situasi tersebut hanya dapat terwujud apabila masyarakat
bersama-sama dengan pemerintah memiliki kesadaran hukum dan taat (tertib hukum)
terhadap segala peraturan yang ada.
Bangsa Indonesia mencita-citakan terwujudnya Negara yang adil sesuai dengan
Pancasila sila ke-5 yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Untuk
mewujudkan hal tersebut, peranan pemerintah sangat penting sehingga secara nyata
berusaha untuk mewujudkan rakyat Indonesia ke arah yang dicita-citakan. Dalam hal ini
salah satunya mencangkup aspek hukum yang berfalsafah pancasila yang tidak dapat
ditinggalkan.
Penjara atau yang lebih dikenal di Indonesia masa kini adalah Pemasyarakatan
merupakan penemuan baru yang mulai berkembang secara luas kurang lebih 300 tahun
terakhir, bagian dari perkembangan sistem pemidanaan dari masa ke masa.
Sistem kepenjaraan mengajarkan bahwa tujuan pemidanaan adalah penjeraan,
4
5
artinya seorang yang melakukan tindak pidana dibuat jera dan tidak melakukan tindak
pidana di kemudian hari. Sedangkan sistem pemasyarakatan yang lebih di kenal dengan
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) yaitu sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam
rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung
jawab.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil obyek penelitian di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Banceuy Bandung. Hal ini menarik bagi peneliti karena
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banceuy Bandung merupakan LAPAS khusus
narapidana kasus narkoba dimana masalah narkoba ini sedang menjadi perbincangan
hangat di tengah-tengah masyarakat Indonesia terkait ditangkapnya salah satu artis papan
atas Indonesia oleh Badan Narkotika Nasional beberapa bulan yang lalu.
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banceuy Bandung dibentuk Berdasarkan
Surat Menteri Kehakiman RI No. W8. UM. 01 .06 .245 A tanggal 30 september 1999
tentang Pembentukan Lapas Khusus Napi Narkoba. Hal tersebut guna memfungsikan
beberapa Lapas sebagai tempat pembinaan narapidana kasus narkotika, salah satunya
yaitu : Lapas Klas IIA Banceuy Bandung untuk menampung narapidana kasus narkotika
dari Kantor Wilayah Departemen Kehakiman DKI Jakarta dan Jawa Barat.6[6]
LAPAS Banceuy ini mempunyai kapasitas hunian untuk 600 orang narapidana. Tetapi di
dalam kenyataannya LAPAS ini dihuni oleh sekitar 1477 orang. Di dalam LAPAS ini
juga tidak semua penghuni merupakan narapidana kasus narkoba, karena ada sekitar 30
orang narapidana yang merupakan kasus pidana umum.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Banceuy Bandung?
2. Bagaimana optimalisasi kinerja dari hakim komisaris/pengawas di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Banceuy Bandung?
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Pembinaan Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Banceuy Bandung
Dinamika perkembangan dunia yang pesat, kesadaran hukum masyarakat yang
tinggi dan kualitas masyarakat yang semakin kritis dalam menangani permasalahan yang
berkaitan dengan hukum, menyebabkan kualitas pembinaan terhadap narapidana dan
pendekatannya juga harus meningkat ke arah yang lebih baik dan lebih manusiawi sesuai
dengan aspirasi dan tuntutan masyarakat akan kepastian dan pengayoman yang berintikan
keadilan dan kebenaran.
Beberapa fase perkembangan diawali dengan adanya faham balas dendam kepada
pelaku tindak pidana. Selanjutnya berkembang ke faham pembalasan yang setimpal.
Berikutnya pada kurang abad ke XVIII dan awal abad ke XIX lahir faham rehabilitasi
yaitu pelaku delik diperbaiki, dibina dan bukan semata-mata mendapat pembinaan.
Pada awalnya gagasan/konsepsi pemasyarakatan sebagai reformasi pembinaan
narapidana, diperknalkan pertama kali oleh Dr. Sahardjo dalam pidatonya tentang
konsepsi hukum nasional yang dilambangkan sebagai pohon beringin pengayoman pada
tanggal 5 Juli 1963. Disini pemasyarakatan dianggap sebagai tujuan dari pemidanaan,
yang membedakan dari sistem kepenjaraan. Sedang istilah pemasyarakatan baru secara
resmi digunakan dalam Konferensi Dinas Kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964.
Sistem kepenjaraan dan sistem pemasyarakatan perbedaannya terletak pada asas
tujuan dan pendekatan yang melandasi tata perlakuan (pembinaan) terhadap para
narapidana.
No.
Perbedaan
Sistem Kepenjaraan
Sistem Pemasyarakatan
1.
Asas
Titik
berat
pada Pancasila
(falsafah
pembalasan, memberikan negara).
derita kepada pelanggar
hukum.
2.
Tujuan
Supaya pelanggar hukum Disamping melindungi
menjadi jera, masyarakat masyarakat,
juga
dilindungi dari perbuatan membina
narapidana
jahatnya.
agar
selama
dan
terutama setelah selesai
menjalani pidananya ia
dapat menjadi manusia
3.
Pendekatan
2.
c. Mampu menempatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.7[7]
Mengingat ancaman pidana untuk tindak pidana narkotika ini merupakan ancaman pidana
yang tergolong cukup lama bahkan ancaman pidananya bisa seumur hidup, oleh karena
itu peranan lembaga pemasyrakatan sangatlah penting dalam hal pembinaan terhadap
narapidana yang hukuman pidananya cukup lama, dikarenakan sekalipun telah
diusahakan berbagai hal dalam rangka pembinaan narapidana selama menjalani pidana,
namun ternyata dampak psikologis akibat pidana penjara masih nampak dan memerlukan
pemikiran yang tuntas.
Bagaimana juga dampak psikologis akibat pidana penjara itu sendiri, sehingga
sebenarnya seorang narapidana tidak hanya dipidana secara fisik, tetapi juga secara
psikologis. Pidana secara psikologis merupakan beban yang berat bagi setiap narapidana,
sehingga diperlukan pemikiran untuk memecahkan. Berbagai dampak psikologis tersebut
antara lain :
a. Lose of personaling adalah seorang narapidana selama dipidana akan kehilangan
kepribadian diri, identitas diri akibat peraturan dan tata cara di lembaga pemasyarakatan.
b. Lose of security adalah pengawasan yang setiap saat, narapidana kan ragu dalam
bertindak, kurang percaya diri, dan tidak mampu mengambil keputusan secara baik.
c. Lose of liberty adalah hilangnya berbagai kemerdekaan individual seperti
kemerdekaan berpendapat dan sebagainya.
d. Lose of personal communication adalah hilangnya kebebasan untuk berkomunikasi
terhadap siapapun juga.
e. Lose of good and service adalah hilangnya pelayanan menyebabkan narapidana
kehilangan rasa affection, kasih sayang yang biasanya didapat di rumah.
f. Lose of heterosexual adalah hilangnya penyaluran nafsu sex yang terpendam,
sehingga akan terjadinya abnormalitas sexual eperti homo sex.
g. Lose of prestige adalah narapidana akan kehilangan dirinya, seperti kamar tidur (sel)
yang hanya berpintu terali besi.
h. Lose of believe adalah karena hukum yang dijalani narapidana cukup lama maka ia
7
akan kehilangan rasa percaya diri, seperti kurang memiliki stabilitas jiwa yang mantap.
i. Lose of creativity adalah narapidana akan terampas kreativitasnya, ide-idenya,
bahkan juga mpian dan cita-citanya.8[8]
Pembinaan narapidana yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan ditujukan agar selama
masa pembinaan dan sudah selesai menjalankan pidananya para narapidana dapat :
a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap
optimis akan masa depannya.
b. Dapat memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal mampu hidup
mandiri dan berpartisipasi dalam egiatan pembangunan nasional.
c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan erilaku
yang tertib, disiplin serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan nasional.
d. Memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara.
Pembinaan narapidana tidak dapat hanya dilakukan oleh petugas pemasyarakatan
saja, tetapi sangat diperlukan bantuan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pembinaan
narapidana. Harus disadari bahwa dalam embinaan narapidana prinsi-prinsip dasar
pembinaan harus berjalan seiring, searah dan selaras untuk mencapai tujuan.
Prinsip itu adalah kemauan atau hasrat narapidana untuk membina sendiri,
keterlibatan keluarga dalam membina anggota keluarganya yang menjadi narapidana dan
keterlibatan masyarakat untuk ikut serta membina narapidana dan peran kelompok
masyarakat serta pemerintah dalam membina narapidana. Hanya dengan peran serta
semua pihak, pembinaan narapidana dapai dicapai dengan baik, sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai.
Sesuai dengan prinsip-prinsip kemasyarakatan yang dihasilkan melalui konferensi
Lembang 27 April 1964, maka sebenarnya tujuan dari lembaga pemasyarakatan ini
adalah untuk membina narapidana agar setelah narapidana selesai menjalani masa
pidananya dapat berbaur dengan masyarakat sekitarnya serta bisa hidup mandiri dengan
baik.
Dengan memperhatikan pengertian pemasyarakatan adalah sebagai suatu proses
pembinaan terpidana yang dengan putusan hakim untuk menjalani pidananya
8
ditempatkan dalam lembaga pemasyarakatan. Hal ini dapat diartikan bahwa pembinaan
narapidana harus merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dapat menggugah
kesadaran setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam usaha pembinaan narapidana
tersebut.
Lembaga pemasyarakatan yang bertugas membina para narapidana secara teratur
dan terencana harus memperhatikan latar belakang narapidana itu, misalnya tingkat
pendidikannya, agar tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan. Dengan demikian
program pembinaan terhadap narapidana itu perlu ditangani secara khusus agar sesuai
dengan tingkat pendidikan dan kemampuan narapidana itu sendiri.
Narapidana sebagai bagian dari masyarakat Indonesia perlu mendapat perhatian
yang sungguh-sungguh dari berbagai lapisan masyarakat agar para narapidana itu dapat
menikmati hidup bermasyarakat yang tenteram.9[9]
Peran dari lembaga pemasyarakatan yang bertugas membina narapidana bahwa
narapidana tersebut harus dibekali pengertian norma-norma kehidupan serta melibatkan
mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam
kehidupan bermasyarakat, agar narapidana itu sanggup hidup mandiri. Narapidana itu
harus mempunyai daya tahan, dalam arti bahwa narapidana itu harus mampu hidup
bersaing dengan masyarakat tanpa melakukan kejahatan lagi.
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banceuy adalah merupakan unit pelaksana
teknis di bidang pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI
mempunyai tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana sesuai dengan Surat
Menteri Kehakiman RI No. W8. UM. 01 .06 .245 A tanggal 30 september 1999 tentang
Pembentukan Lapas Khusus Napi Narkoba.
Adapun visi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banceuy adalah Menjadi
lembaga yang akuntabel, transparan dan profesional dengan didukung oleh petugas
yang memiliki kompetensi tinggi yang mampu mewujudkan tertib
pemasyarakatan.10[10]
Visi tersebut dijalankan ke dalam misi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banceuy
yaitu :
9
10
MAPENALING merupakan Program pembinaan bagi WBP baru, dengan tujuan agar
dapat memahami tata tertib, hak dan kewajiban, serta larangan, program ini pembinaan
tahap awal dari proses pemasyarakatan, yang merupakan dasar dari program pembinaan
kepribadian sampai pada tahapan program integrasi.
b. Pembinaan Kepribadian
Adalah program pembinaan yang diarahkan pada kegiatan kesadaran beragama,
kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan) dan
pembinaan kesadaran hukum.
(1) Pembinaan Keagamaan
Kegiatan Agama Islam melalui Pondok Pesantren Nurul Falah Lapas Klas II A
Banceuy Bandung;
Pembinaan Kemandirian
Pelatihan Sablon;
Perikanan;
Pelatihan Elektronik;
Pelatihan Meubelair;
Pelatihan Sepatu;
BAB III
PENUTUP
Pembinaan terhadap narapidana khususnya kasus narkoba pada dasarnya
pembinaannya baik mental, kemandirian, sosial, keterampilan lebih ditingkatkan,
mengingat narkoba merupakan tindak pidana khusus, oleh karena itu maka ancaman
pidana penjaranya pun cukup lama yaitu maksimal bisa hukuman mati. Dalam
penanganan kasus narkoba ini bersifat mengakar dan mempengaruhi baik psikologis
maupun kondisi lingkungan Lembaga Pemasyarakatan juga mempengaruhi, oleh sebab
itu pembinaan narapidana tidak hanya melalui pendekatan secara kejeraan, namun perlu
juga proses secara kekeluargaan, karena menurut penulis hampir seluruh pengguna
narkoba disebabkan oleh kurangnya perhatian orang-orang sekitar para pengguna dan
kurangnya penanaman nilai-nilai agama.
Bahwa keberadaan hakim komisaris/pengawas di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Banceuy kurang berjalan secara optimal. Hal ini dikarenakan hakim
komisaris/pengawas jarang datang untuk mengawasi pembinaan terhadap para
narapidana. Dalam satu tahun, mungkin hanya sekedar dua atau tiga kali hakim
komisaris/pengawas ini datang ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banceuy.
DAFTAR PUSTAKA
11
[2]
12
[3] Sunarto, D.M, Alternatif Meminimalisasi Pelanggaran HAM dalam Penegakan Hukum
Pidana, dalam Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasi dalam Perspektif Hukum dan
11
12
13
[4] Joko Setiyono, Kebijakan Legislatif Indonesia, dalam Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan
Implikasi dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm. 120.
14
[5] Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
15
[6] Selayang
16
17
18
[7]
[8]
[9]
19
13
14
15
16
17
18
19