Stomatitis Acute Recurent SAR
Stomatitis Acute Recurent SAR
Stomatitis Acute Recurent SAR
TINJAUAN PUSTAKA
satu
faktor
saja
tetapi
terjadi
dalam
lingkungan
yang
SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan
riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat
dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.
2. Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat
trauma (Lewis, 1998). Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis,
bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut
(Gayford, 1990). Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan
buruk (bruksism), atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau
minuman yang terlalu panas (Houston, 2014). Trauma bukan merupakan faktor
yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi
trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.
3. Alergi
Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan
(hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen
dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang
dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak bisa membentuk antibodinya sendiri
(Pratiknyo M. & Hendarmin S, 2007).
Stomatitis Aftosa Rekuren dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut
terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik
atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.
Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa, akan meradang
dan edematous. Gejala ini disertai dengan rasa panas, kadang-kadang timbul
gatal-gatal, dapat juga berbentukvesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan
pecah membentuk daerah erosi kecildan ulser yang kemudian akan berkembang
menjadi SAR (Pratiknyo M. & Hendarmin S, 2007).
4.
Stres
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan
emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak
langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini (Lubis, 2005). Aktifnya hormon
glukokortikoid
pada
orangyang
mengalami
stres
dapat
menyebabkan
diameter 0,5- 3,0 mm dan bila ulser bergabung bentuknya tidak teratur. Setiap ulser
berlangsung selama satu hingga dua minggu dan tidak akan meninggalkan jaringan
parut ketika sembuh(Greenberg, 2004).
10
meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR pernah muncul. Semua lesi SAR
menyembuh dan lesi baru berkembang (Haikal, 2009).
2.6 Patofisiologi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Akibat Stres
2.6.1 Stres dan Stresor
Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan tidak
terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidak seimbangan
(Gunawan, 2007). Menurut Nisa (2011), faktor-faktor yang dapat menimbulkan
stres disebut stresor. Beberapa tipe stresor yaitu:
a. Fisikokimia: lingkungan eksternal misalnya perubahan iklim dan cuaca, polusi,
bencana dan zat kimia.
b. Sosial: lingkungan sosial misalnya lingkungan hidup seperti pekerjaan, rumah,
pendidikan, dan hubungan antara manusia.
c. Biologis: lingkungan internal yaitu beberapa perubahan yang terjadi di dalam
tubuh. Misalnya penyakit, cedera, kelelahan, dan lain-lain.
d. Psikis: kondisi psikologis seperti perkara yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan.
2.6.2 Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)
Beberapa peneliti telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan
antara stresor psikologis dengan pengaruh sistem imun, dimana respon imun
tubuh dapat dimodulasi oleh stresor psikologis. Pada kondisi stres, hipotalamus
memicu aktivitas sepanjang aksis HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal cortex).
Aderenal korteks mengeluarkan kortisol yang menghambat komponen dari respon
imun. Kortisol ini akan melepaskan glukokortikoid dan katekolamin yang akan
menyebabkan penurunan produksi INF- (sitokin tipe 1) dan meningkatkan
11
produksi IL-10 dan IL-4 (sitokin tipe 2) yang akan memicu terjadinya perubahan
keseimbangan sitokin tipe 1/tipe 2 yang lebih ke arah respon tipe 2. Namun,
penelitian terbaru menyatakan bahwa disregulasi dari keseimbangan sitokin tipe
1/tipe 2 inilah yang memainkan peranan penting dalam menghubungkan pengaruh
stres terhadap sistem imun. Dalam upaya menghasilkan homeostatis akibat stres
sering menghasilkan kondisi patologis terhadap tubuh (Agarwal, 2001).
Stres akibat stresor psikologis dapat mengakibatkan perubahan tingkat
molekul pada berbagai sel imunokompeten. Berbagai perubahan tersebut dapat
mengakibatkan keadaan patologis pada sel epitel mukosa rongga mulut, sehingga
sel epitel lebih peka terhadap rangsangan (Sulistyani, 2003).
Menurut penelitian Mcnally, menunjukkan kebanyakan orang yang
menderita ulser mempunyai level stres yang meningkat. Sedangkan pasien yang
menderita ulser pada waktu stres, maka ulser akan menjadi lebih parah, dan pada
beberapa studi telah dilaporkan ada hubungan diantara keduanya. Dengan
meningkatnya stresor seiring perkembangan zaman, maka prevalensi SAR yang
berhubungan dengan stresor psikologis dapat diduga akan lebih tinggi (Lubis,
2005).
12
dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut dengan bentuk yang oval
dengan lesi 1 cm yang jumlahnya sekitar 2-6. Pemeriksaan tambahan diperlukan
seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh
(Gayford, 1990).
13
kemudian pecah dengan cepat dan menimbulkan ulser bulat dangkal. Ulser dapat
terjadi pada semua bagian mukosa mulut. Dengan berkembangnya penyakit,
beberapa lesi bersatu membentuk lesi ireguler yang lebih besar. Lesi inidisertai
simptom demam, anoreksia, limfadenopati dan sakit kepala. Pemeriksaan darah
lengkap menunjukkan leukositosis atau neutropenia yang berhubungan dengan
infeksi virus (Field, 2004).
Faktor predisposisi ialah sistem imun yang buruk, seringkali menyertai
kondisi infeksi akut seperti pneumonia, meningitis, influenza, tifus, infeksi
mononukleusis dan kondisi stress. Cara penularan melalui dropplet infection dan
kontak langsung (Jaya, 2009).
Diagnosis banding gingivostomatitis herpetika primer adalah penyakit
ulseratif oral yaitu candidiasis oral, hand foot and mouth disease dan stomatitis
apthosa.
Gambaran
karakteristik
dapat
digunakan
untuk
membedakan
14
15
16