Ipm Integumen
Ipm Integumen
Ipm Integumen
4. Pitriasis alba
7. Kelilitis
8. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
9. Konjungtivitis berulang
10. Keratokonus
- Pada lesi di kulit kepala, diberikan kortikosteroid topikal, seperti: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak
tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonidkrim 0,025%) selama maksimal 2 minggu.
-Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1%.
- Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal atau sistemik bila lesi
meluas.
b. Oral sistemik
- Antihistamin sedatif:klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama maksimal 2 minggu atau setirizin 1 x
10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
- Antihistamin non sedatif: loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk menegakkan atopi, misalnya skin prick test/tes uji tusuk pada kasus dewasa.
Konseling dan Edukasi
1. Penyakit bersifat kronis dan berulang sehingga perlu diberi pengertian kepada seluruh anggota
keluarga untuk menghindari faktor risiko dan melakukan perawatan kulit secara benar.
2. Memberikan informasi kepada keluarga bahwa prinsip pengobatan adalah menghindari gatal, menekan
proses peradangan, dan menjaga hidrasi kulit.
3. Menekankan kepada seluruh anggota keluarga bahwa modifikasi gaya hidup tidak hanya berlaku pada
pasien, juga harus menjadi kebiasaan keluarga secara keseluruhan.
Rencana tindak lanjut
1. Diperlukan pengobatan pemeliharaan setelah fase akut teratasi. Pengobatan pemeliharaan dengan
kortikosteroid topikal jangka panjang (1 kali sehari) dan penggunaan krim pelembab 2 kali sehari
sepanjang waktu.
2. Pengobatan pemeliharaan dapat diberikan selama maksimal 4 minggu.
3. Pemantauan efek samping kortikosteroid. Bila terdapat efek samping, kortikosteroid dihentikan.
Kriteria Rujukan
1. Dermatitis atopik luas dan berat
2. Dermatitis atopik rekalsitran atau dependent steroid
3. Bila diperlukan skin prick test/tes uji tusuk
4. Bila gejala tidak membaik dengan pengobatan standar selama 4 minggu
5. Bila kelainan rekalsitran atau meluas sampai eritroderma
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit ini.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, dapat terkendali dengan pengobatan pemeliharaan.
Dermatitis Numularis
Tingkat Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin) atau lonjong, berbatas tegas,
dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing/madidans).
Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Usia puncak awitan pada
kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita usia puncak terjadi juga pada usia 15 sampai
25 tahun. Dermatitis numularis tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada timbulnya jarang pada usia
sebelum satu tahun, umumnya kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Bercak merah yang basah pada predileksi tertentu dan sangat gatal. Keluhan hilang timbul dan sering
kambuh.
Faktor Risiko
Pria, usia 55-65 tahun (pada wanita 15-25 tahun), riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena Kobner:
gambaran lesi yang mirip dengan lesi utama), riwayat dermatitis kontak alergi, riwayat dermatitis atopik
pada kasus dermatitis numularis anak, stress emosional, minuman yang mengandung alkohol,
lingkungan dengan kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit sebelumnya
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
1. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3 1 cm), berbentuk uang logam, eritematosa, sedikit
edema, dan berbatas tegas.
2. Tanda eksudasi karena vesikel mudah pecah, kemudian mengering menjadi krusta kekuningan.
3. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral, atau simetris, dengan ukuran yang
bervariasi.
Tempat predileksi terutama di tungkai bawah, badan, lengan, termasuk punggung tangan.
Tidak diperlukan, karena manifestasi klinis jelas dan klasik.
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak, Dermatitis atopi, Neurodermatitis sirkumskripta, Dermatomikosis
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin memprovokasi seperti stres dan fokus
infeksi di organ lain.
2. Farmakoterapi yang dapat diberikan, yaitu:
b. Topikal (2 kali sehari)
- Kompres terbuka dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000, menggunakan 3 lapis kasa bersih,
selama masing-masing 15-20 menit/kali kompres (untuk lesi madidans/basah) sampai lesi mengering.
-Kemudian terapi dilanjutkan dengan kortikosteroid topikal: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak
tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama maksimal 2 minggu.
-Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).
- Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal atau sistemik bila lesi
meluas.
c. Oral sistemik
-Antihistamin sedatif:klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama maksimal 2 minggu atau setirizin 1 x
10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
-Antihistamin non sedatif: loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
d. Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik topikal atau antibiotik sistemik bila lesi luas.
Komplikasi
Infeksi sekunder
Konseling dan Edukasi
1. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis danberulang sehingga penting untuk pemberian
obat topikal rumatan.
2. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor risiko terjadinya relaps.
Kriteria Rujukan
1. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topikal standar.
2. Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain, misalnya fokus infeksi pada organ lain, maka konsultasi
danatau disertai rujukan kepada dokter spesialis terkait (contoh: gigi mulut, THT, obgyn, dan lain-lain)
untuk penatalaksanaan fokus infeksi tersebut.
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis numularis.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam apabila kelainan ringan tanpa penyulit, dapat sembuh
tanpa komplikasi, namun bila kelainan berat dan dengan penyulit prognosis menjadi dubia
ad bonam.
paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da. DKA terjadi
dipengaruhi oleh adanya sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Keluhan kelainan kulit berupa gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Keluhan dapat
disertai timbulnya bercak kemerahan.
Hal yang penting ditanyakan adalah riwayat kontak dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan
riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan yang
dapat menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di keluarga
Faktor Risiko
1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan alergen.
2. Riwayat kontak dengan bahan alergen pada waktu tertentu.
3. Riwayat dermatitis atopik atau riwayat atopi pada diri dan keluarga
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya tergantung pada kondisi akut atau
kronis. Lokasi dan pola kelainan kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebabnya, seperti di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan seterusnya.
Faktor Predisposisi
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat alergen.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak iritan.
Komplikasi
Infeksi sekunder
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Keluhan diberikan farmakoterapi berupa:
a. Topikal (2 kali sehari)
- Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
- Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan Fluosinolon asetonid
krim 0,025%).
-Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).
- Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.
b. Oral sistemik
- Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau
- Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang bersifat alergen, baik yang
bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab serta
memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat bekerja.
Konseling dan Edukasi
1. Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
2. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot.
3. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.
Kriteria rujukan
1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test.
2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu setelah pengobatan standar dan sudah menghindari
kontak.
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak alergi.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, sedangkan quo ad sanationam adalah dubia ad malam (bila sulit
menghindari kontak dan dapat menjadi kronis).
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat iritan.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tertentu, DKI dibagi menjadi:
1. DKI akut:
a. Bahan iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl), termasuk luka bakar
oleh bahan kimia.
b. Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai nekrosis.
c. Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris.
2. DKI akut lambat:
a. Gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 jam atau lebih setelah kontak.
b. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI tipe ini diantaranya adalah podofilin, antralin, tretionin,
etilen oksida, benzalkonium klorida, dan asam hidrofluorat.
c. Kadang-kadang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata),
penderita baru merasa pedih keesokan harinya, pada awalnya terlihat eritema, dan pada sore harinya
sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
3. DKI kumulatif/ DKI kronis:
a. Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis misalnya gesekan, trauma
minor, kelembaban rendah, panas atau dingin, faktor kimia seperti deterjen, sabun, pelarut, tanah dan
bahkan air).
b. Umumnya predileksi ditemukan di tanganterutama pada pekerja.
c. Kelainan baru muncul setelah kontak dengan bahan iritan berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa
bertahun-tahun kemudian sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.
d. Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak
terus-menerus dengan deterjen. Keluhan penderita
umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering
atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.
4. Reaksi iritan:
a. Merupakan dermatitis subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya
penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama, kelainan kulit monomorfik (efloresensi
tunggal) dapat berupa eritema, skuama, vesikel, pustul, dan erosi.
b. Umumnya dapat sembuh sendiri, namun menimbulkan penebalan kulit, dan kadang-kadang berlanjut
menjadi DKI kumulatif.
5. DKI traumatik:
Kriteria Rujukan
1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test
2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar dan sudah menghindari kontak.
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak iritan.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam. Pada kasus DKI akut dan bisa menghindari kontak, prognosisnya
adalah bonam (sembuh tanpa komplikasi). Pada kasus kumulatif dan tidak bisa menghindari kontak,
prognosisnya adalah dubia.