Ipm Integumen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

Dermatitis Atopik

Tingkat Kemampuan : Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant) 4A


Masalah Kesehatan
Dermatitis Atopik (DA) adalah peradangan kulit berulang dan kronis dengan disertai gatal. Pada
umumnya terjadi selama masa bayi dan anak-anak dan sering berhubungan dengan peningkatan kadar
IgE dalam serum serta riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Sinonim dari penyakit ini adalah
eczema atopik, eczema konstitusional, eczema fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo Besnier.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan gatal yang bervariasi lokasinya tergantung pada jenis dermatitis atopik
(lihat klasifikasi).
Gejala utama DA adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada
malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk.
Pasien biasanya juga mempunyai riwayat sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa
tertekan.
Faktor Risiko
1. Wanita lebih banyak menderita DA dibandingkan pria (rasio 1,3 : 1).
2. Riwayat atopi pada pasien dan atau keluarga (rhinitis alergi, konjungtivitis alergi/vernalis, asma
bronkial, dermatitis atopik, dan lain-lain).
3. Faktor lingkungan: jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu semakin tinggi, penghasilan meningkat,
migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunaan antibiotik.
4. Riwayat sensitif terhadap wol, bulu kucing, anjing, ayam, burung, dan sejenisnya.
Faktor Pemicu
1. Makanan: telur, susu, gandum, kedelai, dan kacang tanah.
2. Tungau debu rumah
3. Sering mengalami infeksi di saluran napas atas (kolonisasi Staphylococus aureus)
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
Kulit penderita DA:
1. Kering pada perabaan
2. Pucat/redup
3. Jari tangan teraba dingin
4. Terdapat papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi dan krusta pada lokasi predileksi
Lokasi predileksi:
1. Tipe bayi (infantil)
a. Dahi, pipi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai, serta lutut (pada anak yang mulai
merangkak).

b. Lesi berupa eritema, papul vesikel halus, eksudatif, krusta.


2. Tipe anak
a. Lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian dalam, kelopak mata, leher, kadang-kadang di wajah.
b. Lesi berupa papul, sedikit eksudatif, sedikit skuama, likenifikasi, erosi. Kadang-kadang disertai pustul.
3. Tipe remaja dan dewasa
a. Lipat siku, lipat lutut, samping leher, dahi, sekitar mata, tangan dan pergelangan tangan, kadangkadang ditemukan setempat misalnya bibir mulut, bibir kelamin, puting susu, atau kulit kepala.
b. Lesi berupa plak papular eritematosa, skuama, likenifikasi, kadang-kadang erosi dan eksudasi, terjadi
hiperpigmentasi.
Berdasarkan derajat keparahan terbagi menjadi:
1. DA ringan : apabila mengenai < 10% luas permukaan kulit.
2. DA sedang : apabila mengenai 10-50% luas permukaan kulit.
3. DA berat : apabila mengenai > 50% luas permukaan kulit.
Tanpa penyulit (umumnya tidak diikuti oleh infeksi sekunder).
Dengan penyulit (disertai infeksi sekunder atau meluas dan menjadi rekalsitran (tidak membaik dengan
pengobatan standar).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan IgE serum (bila diperlukan dan dapat dilakukan di pelayanan primer
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik harus terdiri dari 3 kriteria mayor
dan 3 kriteria minor dari kriteria Williams (1994) di bawah ini.
Kriteria mayor:
1. Pruritus
2. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
3. Dermatitis di fleksura pada dewasa
4. Dermatitis kronis atau berulang
5. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor:
1. Xerosis

4. Pitriasis alba

2. Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus atau


virus herpes simpleks)

5. Dermatitis di papilla mamae

3. Iktiosis/ hiperliniar palmaris/ keratosis piliaris

6. White dermogrhapism dan delayed blanch


response

7. Kelilitis
8. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan

18. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor


lingkungan dan atau emosi

9. Konjungtivitis berulang

19. Tes kulit alergi tipe dadakan positif

10. Keratokonus

20. Kadar IgE dalam serum meningkat

11. Katarak subskapsular anterior

21. Mulai muncul pada usia dini

12. Orbita menjadi gelap

Pada bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi


menjadi:

13. Muka pucat atau eritem


1. Tiga kriteria mayor berupa:
14. Gatal bila berkeringat
a. Riwayat atopi pada keluarga
15. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
b. Dermatitis pada muka dan ekstensor
16. Aksentuasi perifolikular
c. Pruritus
17. Hipersensitif terhadap makanan

2. Serta tiga kriteria minor berupa:


a. Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi perifolikular
b. Fisura di belakang telinga
c. Skuama di scalp kronis
Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik (terutama pada bayi), Dermatitis kontak, Dermatitis numularis, Skabies, Iktiosis ,
Psoriasis (terutama di daerah palmoplantar), Sindrom Sezary, Dermatitis herpetiformis
Pada bayi, diagnosis banding, yaitu Sindrom imunodefisiensi (misalnya sindrom Wiskott-Aldrich),
Sindrom hiper IgE
Komplikasi
1. Infeksi sekunder
2. Perluasan penyakit (eritroderma)
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, yaitu:
a. Menemukan faktor risiko.
b. Menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan termasuk pakaian seperti wol atau bahan sintetik.
c. Memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab.
d. Menjaga kebersihan bahan pakaian.
e. Menghindari pemakaian bahan kimia tambahan.
f. Membilas badan segera setelah selesai berenang untuk menghindari kontak klorin yang terlalu lama.
g. Menghindari stress psikis.
h. Menghindari bahan pakaian terlalu tebal, ketat, kotor.
i. Pada bayi, menjaga kebersihan di daerah popok, iritasi oleh kencing atau feses, dan hindari pemakaian
bahan-bahan medicatedbaby oil.
j. Menghindari pembersih yang mengandung antibakteri karena menginduksi resistensi.
2. Untuk mengatasi keluhan, farmakoterapi diberikan dengan:
a. Topikal (2 kali sehari)

- Pada lesi di kulit kepala, diberikan kortikosteroid topikal, seperti: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak
tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonidkrim 0,025%) selama maksimal 2 minggu.

-Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1%.

- Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal atau sistemik bila lesi
meluas.
b. Oral sistemik
- Antihistamin sedatif:klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama maksimal 2 minggu atau setirizin 1 x
10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
- Antihistamin non sedatif: loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk menegakkan atopi, misalnya skin prick test/tes uji tusuk pada kasus dewasa.
Konseling dan Edukasi
1. Penyakit bersifat kronis dan berulang sehingga perlu diberi pengertian kepada seluruh anggota
keluarga untuk menghindari faktor risiko dan melakukan perawatan kulit secara benar.
2. Memberikan informasi kepada keluarga bahwa prinsip pengobatan adalah menghindari gatal, menekan
proses peradangan, dan menjaga hidrasi kulit.
3. Menekankan kepada seluruh anggota keluarga bahwa modifikasi gaya hidup tidak hanya berlaku pada
pasien, juga harus menjadi kebiasaan keluarga secara keseluruhan.
Rencana tindak lanjut
1. Diperlukan pengobatan pemeliharaan setelah fase akut teratasi. Pengobatan pemeliharaan dengan
kortikosteroid topikal jangka panjang (1 kali sehari) dan penggunaan krim pelembab 2 kali sehari
sepanjang waktu.
2. Pengobatan pemeliharaan dapat diberikan selama maksimal 4 minggu.
3. Pemantauan efek samping kortikosteroid. Bila terdapat efek samping, kortikosteroid dihentikan.
Kriteria Rujukan
1. Dermatitis atopik luas dan berat
2. Dermatitis atopik rekalsitran atau dependent steroid
3. Bila diperlukan skin prick test/tes uji tusuk
4. Bila gejala tidak membaik dengan pengobatan standar selama 4 minggu
5. Bila kelainan rekalsitran atau meluas sampai eritroderma
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit ini.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, dapat terkendali dengan pengobatan pemeliharaan.

Dermatitis Numularis

Tingkat Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin) atau lonjong, berbatas tegas,
dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing/madidans).
Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Usia puncak awitan pada
kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita usia puncak terjadi juga pada usia 15 sampai
25 tahun. Dermatitis numularis tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada timbulnya jarang pada usia
sebelum satu tahun, umumnya kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Bercak merah yang basah pada predileksi tertentu dan sangat gatal. Keluhan hilang timbul dan sering
kambuh.
Faktor Risiko
Pria, usia 55-65 tahun (pada wanita 15-25 tahun), riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena Kobner:
gambaran lesi yang mirip dengan lesi utama), riwayat dermatitis kontak alergi, riwayat dermatitis atopik
pada kasus dermatitis numularis anak, stress emosional, minuman yang mengandung alkohol,
lingkungan dengan kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit sebelumnya
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
1. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3 1 cm), berbentuk uang logam, eritematosa, sedikit
edema, dan berbatas tegas.
2. Tanda eksudasi karena vesikel mudah pecah, kemudian mengering menjadi krusta kekuningan.
3. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral, atau simetris, dengan ukuran yang
bervariasi.
Tempat predileksi terutama di tungkai bawah, badan, lengan, termasuk punggung tangan.
Tidak diperlukan, karena manifestasi klinis jelas dan klasik.
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak, Dermatitis atopi, Neurodermatitis sirkumskripta, Dermatomikosis
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin memprovokasi seperti stres dan fokus
infeksi di organ lain.
2. Farmakoterapi yang dapat diberikan, yaitu:
b. Topikal (2 kali sehari)
- Kompres terbuka dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000, menggunakan 3 lapis kasa bersih,
selama masing-masing 15-20 menit/kali kompres (untuk lesi madidans/basah) sampai lesi mengering.
-Kemudian terapi dilanjutkan dengan kortikosteroid topikal: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak
tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama maksimal 2 minggu.
-Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).

- Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal atau sistemik bila lesi
meluas.
c. Oral sistemik
-Antihistamin sedatif:klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama maksimal 2 minggu atau setirizin 1 x
10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
-Antihistamin non sedatif: loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
d. Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik topikal atau antibiotik sistemik bila lesi luas.
Komplikasi
Infeksi sekunder
Konseling dan Edukasi
1. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis danberulang sehingga penting untuk pemberian
obat topikal rumatan.
2. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor risiko terjadinya relaps.
Kriteria Rujukan
1. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topikal standar.
2. Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain, misalnya fokus infeksi pada organ lain, maka konsultasi
danatau disertai rujukan kepada dokter spesialis terkait (contoh: gigi mulut, THT, obgyn, dan lain-lain)
untuk penatalaksanaan fokus infeksi tersebut.
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis numularis.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam apabila kelainan ringan tanpa penyulit, dapat sembuh
tanpa komplikasi, namun bila kelainan berat dan dengan penyulit prognosis menjadi dubia
ad bonam.

Liken Simpleks Kronik (Neurodermatitis Sirkumkripta)


Tingkat Kemampuan : 3A
Masalah Kesehatan
Liken simpleks kronik atau yang sering disebut juga dengan neurodermatitis sirkumkripta adalah kelainan
kulit berupa peradangan kronis, sangat gatal berbentuk sirkumskrip dengan tanda berupa kulit tebal dan
menonjol menyerupai kulit batang kayu akibat garukan dan gosokan yang berulang-ulang. Penyebab
kelainan ini belum diketahui. Prevalensi tertinggi penyakit ini pada orangyang berusia 30-50 tahun dan
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan gatal sekali pada kulit, tidak terus menerus, namun dirasakan terutama
malam hari atau waktu tidak sibuk. Bila terasa gatal, sulit ditahan bahkan hingga harus digaruk sampai
luka baru gatal hilang untuk sementara.
Faktor Risiko
Wanita lebih sering ditemukan dibandingkan pria, dengan puncak insidens 30-50 tahun.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis

1. Lesi biasanya tunggal, namun dapat lebih dari satu.


2. Dapat terletak dimana saja yang mudah dicapai tangan. Biasanya terdapat di daerah tengkuk, sisi
leher, tungkai bawah, pergelangan kaki, kulit kepala, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor,
skrotum dan vulva.
3. Awalnya lesi berupa eritema dan edema atau kelompok papul, kemudian karena garukan berulang,
bagian tengah menebal, kering, berskuama serta pinggirnya mengalami hiperpigmentasi. Bentuk
umumnya lonjong, mulai dari lentikular sampai plakat.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding
Dermatitis atopik, Dermatitis kontak, Liken planus, Dermatitis numularis
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Pasien disarankan agar tidak terus menerus menggaruk lesi saat gatal, serta mungkin perlu dilakukan
konsultasi dengan psikiatri.
2. Prinsip pengobatan yaitu mengupayakan agar penderita tidak terus menggaruk karena gatal, dengan
pemberian:
a. Antipruritus: antihistamin dengan efek sedatif, seperti hidroksisin 10-50 mg setiap 4 jam, difenhidramin
25-50 mg setiap 4-6 jam (maksimal 300 mg/hari), atau klorfeniramin maleat (CTM) 4 mg setiap 4-6 jam
(maksimal 24 mg/hari).
b. Glukokortikoid topikal, antara lain: betametason dipropionat salep/krim 0,05% 1-3 kali sehari,
metilprednisolon aseponat salep/krim 0,1% 1-2 kali sehari, atau mometason furoat salep/krim 0,1% 1 kali
sehari. Glukokortikoid dapat dikombinasi dengan tar untuk efek antiinflamasi.
Konseling dan Edukasi
1. Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien dan penanganannya.
2. Menyarankan pasien untuk melakukan konsultasi dengan psikiatri dan mencari kemungkinan penyakit
lain yang mendasari penyakit ini.
Kriteria Rujukan
Rujukan dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi penyebab lain yang mendasari penyakit dengan
berkonsultasi kepada psikiatri atau dokter spesialis kulit.
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit liken simpleks kronik.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, namun quo ad sanationamnya adalah dubia ad bonam.

Dermatitis Kontak Alergik


Tingkat Kemampuan : 3A
Masalah Kesehatan
Dermatisis kontak alergik (DKA) adalah reaksi peradangan kulit imunologik karena reaksi
hipersensitivitas. Kerusakan kulit terjadi didahului oleh proses sensitisasi berupa alergen (fase
sensitisasi) yang umumnya berlangsung 2-3 minggu. Bila terjadi pajanan ulang dengan alergen yang
sama atau serupa, periode hingga terjadinya gejala klinis umumnya 24-48 jam (fase elisitasi). Alergen

paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da. DKA terjadi
dipengaruhi oleh adanya sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Keluhan kelainan kulit berupa gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Keluhan dapat
disertai timbulnya bercak kemerahan.
Hal yang penting ditanyakan adalah riwayat kontak dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan
riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan yang
dapat menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di keluarga
Faktor Risiko
1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan alergen.
2. Riwayat kontak dengan bahan alergen pada waktu tertentu.
3. Riwayat dermatitis atopik atau riwayat atopi pada diri dan keluarga
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya tergantung pada kondisi akut atau
kronis. Lokasi dan pola kelainan kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebabnya, seperti di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan seterusnya.
Faktor Predisposisi
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat alergen.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak iritan.
Komplikasi
Infeksi sekunder
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Keluhan diberikan farmakoterapi berupa:
a. Topikal (2 kali sehari)
- Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
- Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan Fluosinolon asetonid
krim 0,025%).
-Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).
- Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.
b. Oral sistemik
- Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau
- Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.

2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang bersifat alergen, baik yang
bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab serta
memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat bekerja.
Konseling dan Edukasi
1. Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
2. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot.
3. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.
Kriteria rujukan
1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test.
2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu setelah pengobatan standar dan sudah menghindari
kontak.
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak alergi.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, sedangkan quo ad sanationam adalah dubia ad malam (bila sulit
menghindari kontak dan dapat menjadi kronis).

Dermatitis Kontak Iritan


Tingkat Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Dermatisis kontak iritan (DKI) adalah reaksi peradangan kulit non-imunologik. Kerusakan kulit terjadi
secara langsung tanpa didahului oleh proses sensitisasi. DKI dapat dialami oleh semua orang tanpa
memandang usia, jenis kelamin, dan ras. Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah bahan yang
bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu yang
biasanya berhubungan dengan pekerjaan.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Keluhan di kulit dapat beragam, tergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut,
sedangkan iritan lemah memberikan gejala kronis. Gejala yang umum dikeluhkan adalah perasaan gatal
dan timbulnya bercak kemerahan pada daerah yang terkena kontak bahan iritan. Kadang-kadang diikuti
oleh rasa pedih, panas, dan terbakar.
Faktor Risiko
1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan iritan
2. Riwayat kontak dengan bahan iritan pada waktu tertentu
3. Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli bangunan, montir, penata rambut
4. Riwayat dermatitis atopik
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya, tergantung pada kondisi akut atau
kronis. Selengkapnya dapat dilihat pada bagian klasifikasi.
Faktor Predisposisi

Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat iritan.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tertentu, DKI dibagi menjadi:
1. DKI akut:
a. Bahan iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl), termasuk luka bakar
oleh bahan kimia.
b. Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai nekrosis.
c. Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris.
2. DKI akut lambat:
a. Gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 jam atau lebih setelah kontak.
b. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI tipe ini diantaranya adalah podofilin, antralin, tretionin,
etilen oksida, benzalkonium klorida, dan asam hidrofluorat.
c. Kadang-kadang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata),
penderita baru merasa pedih keesokan harinya, pada awalnya terlihat eritema, dan pada sore harinya
sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
3. DKI kumulatif/ DKI kronis:
a. Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis misalnya gesekan, trauma
minor, kelembaban rendah, panas atau dingin, faktor kimia seperti deterjen, sabun, pelarut, tanah dan
bahkan air).
b. Umumnya predileksi ditemukan di tanganterutama pada pekerja.
c. Kelainan baru muncul setelah kontak dengan bahan iritan berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa
bertahun-tahun kemudian sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.
d. Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak
terus-menerus dengan deterjen. Keluhan penderita
umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering
atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.
4. Reaksi iritan:
a. Merupakan dermatitis subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya
penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama, kelainan kulit monomorfik (efloresensi
tunggal) dapat berupa eritema, skuama, vesikel, pustul, dan erosi.
b. Umumnya dapat sembuh sendiri, namun menimbulkan penebalan kulit, dan kadang-kadang berlanjut
menjadi DKI kumulatif.
5. DKI traumatik:

a. Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi.


b. Gejala seperti dermatitis numularis (lesi akut dan basah).
c. Penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu.
d. Lokasi predileksi paling sering terjadi di tangan.
6. DKI non eritematosa:
Merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai dengan perubahan fungsi sawar stratum korneum, hanya
ditandai oleh skuamasi ringan tanpa disertai kelainan klinis lain.
7. DKI subyektif/ DKI sensori:
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas)
setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak alergi
Komplikasi
Infeksi sekunder.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Keluhan dapat diatasi dengan pemberian farmakoterapi, berupa:
a. Topikal (2 kali sehari)
- Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
- Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid
krim 0,025%).
- Pada kasus DKI kumulatif dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan
golongan betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1%).
- Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.
b. Oral sistemik
- Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau
Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan, baik
yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung
pelembab, serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak iritan saat bekerja.
Konseling dan Edukasi
1. Konseling untuk menghindari bahan iritan di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
2. Edukasi untuk menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot.
3. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.

Kriteria Rujukan
1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test
2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar dan sudah menghindari kontak.
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak iritan.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam. Pada kasus DKI akut dan bisa menghindari kontak, prognosisnya
adalah bonam (sembuh tanpa komplikasi). Pada kasus kumulatif dan tidak bisa menghindari kontak,
prognosisnya adalah dubia.

Napkin Eczema (Dermatitis Popok)


Tingkat Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Napkin eczema sering disebut juga dengan dermatitis popok atau diaper rash adalah dermatitis di daerah
genito-krural sesuai dengan tempat kontak popok. Umumnya pada bayi pemakai popok dan juga orang
dewasa yang sakit dan memakai popok. Dermatitis ini merupakan salah satu dermatitis kontak iritan
akibat isi napkin (popok).
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan gatal dan bercak merah berbatas tegas mengikuti bentuk popok yang
berkontak, kadang-kadang basah dan membentuk luka.
Faktor Risiko
1. Popok jarang diganti.
2. Kulit bayi yang kering sebelum dipasang popok.

3. Riwayat atopi diri dan keluarga.


4. Riwayat alergi terhadap bahan plastik dan kertas.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
1. Makula eritematosa berbatas agak tegas (bentuk mengikuti bentuk popok yang berkontak)
2. Papul
3. Vesikel
4. Erosi
5. Ekskoriasi
6. Infiltran dan ulkus bila parah
7. Plak eritematosa (merah cerah), membasah, kadang pustul, lesi satelit (bila terinfeksi jamur).
Pemeriksaan Penunjang
Bila diduga terinfeksi jamur kandida, perlu dilakukan pemeriksaan KOH atau Gram dari kelainan kulit
yang basah.
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding
1. Penyakit Letterer-Siwe
2. Akrodermatitis enteropatika
3. Psoriasis infersa
4. Eritrasma
Komplikasi
Infeksi sekunder
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Untuk mengurangi gejala dan mencegah bertambah beratnya lesi, perlu dilakukan hal berikut:
a. Ganti popok bayi lebih sering, gunakan pelembab sebelum memakaikan popok bayi.
b. Dianjurkan pemakaian popok sekali pakai jenis highly absorbent.
2. Prinsip pemberian farmakoterapi yaitu untuk menekan inflamasi dan mengatasi infeksi kandida.
a. Bila ringan: krim/salep bersifat protektif (zinc oxide/pantenol) dipakai 2 kali sehari selama 1 minggu
atau kortikosteroid potensi lemah (hidrokortison salep 1-2,5%) dipakai 2 kali sehari selama 3-7 hari.
b. Bila terinfeksi kandida: berikan antifungal nistatin sistemik 1 kali sehari selama 7 hari atau derivat azol
topikal dikombinasi dengan zinc oxide diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.

Konseling dan Edukasi


1. Memberitahu keluarga mengenai penyebab dan menjaga higiene kulit.
2. Mengajarkan cara penggunaan popok dan mengganti secepatnya bila popok basah.
3. Mengganti popok sekali pakai bila kapasitas telah penuh.
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Biasanya tidak perlu dilakukan, hanya dilakukan untuk mengekslusi diagnosis banding.
Rencana Tindak Lanjut
Bila gejala tidak menghilang setelah pengobatan standar selama 1 minggu, dilakukan:
1. Pengobatan dapat diulang 7 hari lagi.
2. Pertimbangkan untuk pemeriksaan ulang KOH atau Gram.
Kriteria Rujukan
Bila keluhan tidak membaik setelah pengobatan standarselama 2 minggu.
Peralatan
Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH dan Gram
Prognosis
Prognosis umumnya bonam dan dapat sembuh tanpa komplikasi

Anda mungkin juga menyukai