Tugas Pendahuluan ASP
Tugas Pendahuluan ASP
Tugas Pendahuluan ASP
Jawab :
1. Primary Cementing
Adalah suatu penyemenan dimana langsung dilakukan setelah pemasangan casing,
kegunaan primary cementing diantaranya :
Penyemenen production casing bertujuan untuk mencegah terjadinya aliran antar formasi
ataupun aliran fluida formasi yang tidak diinginkan, yang akan memasuki sumur, untuk
mengisolasi zona produktif yang akan diproduksikan fluida formasi dan juga untuk
mencegah terjadinya korosi pada casing yang disebabkan oleh materialmaterial korosif.
Secondary Cementing
Adalah penyemenan ulang untuk menyempurnakan primary cementing atau untuk
memperbaiki penyemenan yang rusak. Suatu cara dimana cemen slurry ditekan masuk
kesuatu formasi atau tidak disumur, gunanya antara lain :
Memperbaiki Primary Cementing yang tidak sempurna.
Mengurangi gas oil, water oil atau water gas ratio.
Memperbaiki casing yang patah.
Menutup zona lost circulation.
Membantu pada primary cementing bila fill up ( pengisian kolom yang harus disemen )
tidak cukup.
Secondary cementing dapat dibagi menjadi 3 bagian :
a. Squezze Cementing, bertujuan untuk :
Mengurangi WOR, WGR, GOR.
Menutup formasi yang tidak lagi produktif.
Menutup zona lost circulation.
Memperbaiki kebocoran pada casing.
b. ReCementing
Dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang gagal dan untuk
memperluas perlindungan casing diatas top Cement.
c. Plug Back Cementing, dilakukan untuk :
Menutup dan meninggalkan sumur.
Melakukan directional drilling sebagai landasan Whip Stock yang dikarenakan
adanya perbedaan Compressive Stregh antara semen dan formasi maka akan
mengakibtakan bit berubah arahnya.
Menutup zona air dibawah zona minyak agar WOR berkurang pada open hole
completion.
2. fdf
3. Semen portland mempunyai 4 komponen mineral utama, yaitu :
1. Tricalcium Cilicate
Tricalcium cilicate (3CaO.SiO2) dinotasikan sebagai C3S, yang dihasilkan dari
kombinasi CaO dan SiO2. Komponen ini merupakan yang terbanyak dalam semen
Portland, sekitar 40-45 % untuk semen yang lambat proses pengerasannya dan sekitar
60-65 % untuk semen yang cepat proses pengerasannya (high-early strength cement).
Komponen C3S pada semen memberikan strength yang terbesar pada awal
pengerasan.
2. Dicalcium Cilicate
Dicalcium cilicate (2CaO.SiO2) dinotasikan sebagai C2S yang juga dihasilkan dari
kombinasi CaO dan SiO2. Komponen ini sangat penting dalam memberikan final
strength seemn. Karena C2S ini menghidarasinya lambat maka tidak berpengaruh
dalam setting time semen, akan tetapi sangat menentukan dalam kekuatan semen
lanjut. Kadar C2S dalam semen tidak lebih dari 20 %.
3. Tricalcium Aluminate
Tricalcium Aluminate (3CaO.Al2O3) dinotasikan sebagai C3A, yang terbentuk dari
reaki antara CaO dengan Al2O3. Walaupunkadarnya lebih kecil dari komponen silikat
(sekitar 15 % untuk high-early strength cement dan sekitar 3% untuk semen yang
tahan terhadap sulfat), namun berpengaru terhadap rheology suspensi semen dan
membantu proses pengerasan awal pada semen.
4. Tetracalcium Aluminoferrite
Tetracalcium Aluminoferrite (4CaO.Al2O3.Fe2O3) dinotasikan sebagai C4AF, yang
terbentuk dari reaki antara CaO dengan Al2O3 dan Fe2O3. Komponen ini hanya sedikit
berpengaruh pada strength semen. API menjelaskan bahwa kadar C4AF ditambah
dengan 3 kali kadar C3A tidak boleh lebih dari 24 % untuk semen yang tahan terhadap
kandungan sulfat yang tinggi. Penambahan kadar besi yang berlebihan akan
menaikkan kadar C3A dan berfungsi menurunkan panas hasil reaksi/hidrasi C3A dan
C2S.
Wet Process
Material-material mentah dicampur dengan air, lalu dimasukkan ke tempat
penggilingan (grinding mill). Campuran ini kemudian dipompa melalui vibrating
screen. Material-material yang kasar dikembalikan ke penggilingan, sementara
campuran yang lolos yang berupa susupensi ditampung pada suatu tempat
berbentuk kolom-kolom. Di tempat ini, suspensi mengalami proses rotasi dan
pemampatan sehingga didapat campuran yang homogen. Di tempat ini pula
komposisi kimia suspensi diubah-ubah untuk didapatkan komposisi yang
diinginkan sebelum dibawa ke klin.
Gambar 2.2. Proses Pembuatan Semen Melalui Wet Process
2. Proses Pembakaran
Proses pembakaran (lihat Gambar 2.3. dilakukan setelah melalui salah satu proses
peleburan di atas (dry process atau wet process), campuran masuk ke dalam rotary
klin Di klin, campuran ini berputar-putar kemudian dipanaskan perlahan-lahan
melalui beberapa proses temperatur seperti berikut (API Spec. 10, Material and
Testing for Well Cement) :
> 1280 oC = fasa liquid terus terbentuk dan komponen-komponen semen terjadi.
3. Proses Pendinginan
Setelah pembakaran dilakukan proses pendinginan kualitas klinker, produk
yang dihasilkan dari rotary klin sangat tergantung dari kecepatan dan metode pada
proses pendinginan. Bila laju pendinginan lambat, akan dihasilkan produk yang baik
dimana akan terjadi proses kristalisasi dari klinker akan meningkatkan kekuatan
semen. Sedangkan bila laju pendinginan cepat akan dihasilkan produk seperti gelas
yang dapat mempersukar klinker digiling, ini dapat mengakibatkan kekuatan semen
cepat naik tetapi tidak lama.
Proses pendinginan sebenarnya telah dimulai ketika temperatur mulai menurun
dari clinkering temperature. Kualitas clinker dan selesainya pembuatan semen sangat
tergantung dari laju pendinginan-perlahan sekitar 4-5 oC (7-8 oC) sampai suhu 1250
o
C, kemudian cepat sekitar 18-20 oC (32-36 oF) permenit.
4. Proses Penggilingan
Pada tabung penggiling ada bola-bola baja, yang dapat mengakibatkan sekitar 97-
99 % energi yang masuk diubah menjadi panas. Selama proses penggilingan ini
biasanya ditambahkan gypsum sekitar 3 5 % yang berguna untuk mengontrol
pembebasan CaO dan untuk menghindari flash setting. Oleh karena itu diperlukan
pendinginan, karena jika terlalu panas akan banyak gypsum ynag menghidrasi
menjadi kalsium sulfat hemidrat (CSH2). atau larutan anhidrit (CS). Akhirnya dari
proses penggilingan didapat bubuk semen yang diinginkan. Bubuk semen yang
dihasilkan kemudian ditempatkan di silo-silo dan dipak.
Kelas B : Digunakan untuk sumur sampai kedalaman 1830 meter (6000 ft) apabila
kondisi formasi membutuhkan tahan sulfat sedang sampai tahan sulfat tinggi.
Kelas C : Digunakan pada sumur dengan kedalaman 1830 meter (6000 ft) apabila
kondisi membutuhkan sifat kekuatan awal yang tinggi.
Kelas D : Digunakan untuk sumur dengan kedalaman 1830 meter (6000 ft) sampai
kedalaman 3050 meter (10000 ft) dengan kondisi suhu dan tekanan sedang.
Kelas E : Digunakan untuk sumur dengan kedalaman 3050 meter (10000 ft) sampai
kedalaman 4270 meter (14000 ft) dengan kondisi suhu dan tekanan tinggi.
Kelas F : Digunakan untuk sumur dengan kedalaman 3050 meter (10000 ft) sampai
kedalaman 4880 meter (16000 ft) dengan kondisi suhu dan tekanan tinggi.
Kelas G : Digunakan sebagai semen pemboran dasar untuk kedalaman 2440 meter
(8000 ft), atau dapat digunakan dengan akselerator dan retarder untuk memperoleh
batas jangkauan kedalaman sumur dan suhu yang lebuh luas.
Kelas H : Digunakan sebagai semen pemboran dasar untuk kedalaman sampai 2440
meter (8000 ft) dan dapat digunakan dengan penambahan akselerator dan retarder
untuk memperoleh batas jangkauan suhu dan kedalaman sumur yang lebih luas.
Kelas J : Digunakan untuk semen dasar pemboran untuk kedalaman 3660 meter
(12000 ft) samapai kedalaman 4880 meter (16000 ft) pada kondisi suhu dan
tekanan yang amat tinggi atau dapat digunakan dengan penambahan akselerator dan
retarder untuk memperoleh batas jangkauan sumur dan suhu yang lebih besar.
6. jugdayf
7. Additive yang umum digunakan untuk bahan campuran pada suspensi semen/slurry antara
lain :
A. Retarder
adalah additive berfungsi untuk memperlambatkan atau memperpanjang
thickening time. Hal ini diperlukan untuk menyemen surat bertemperatur tinggi, atau
untuk sumur yang dalam atau kolom penyemenan yang panjang. Atau bila air banyak
terisap oleh penambahan additive lain sehingga thickening time berkurang.
Sebagaimana telah disebut diatas bahwa bila thickening time lebih kecil dari
waktu pemompaan bubur semen maka bubur semen akan mengeras sebelum sampai
ke tempat yang diinginkan.
Bahan-bahan yang bertindak sebagai retarder adalah sebagai berikut :
Modified lignin adalah retarder untuk temperatur yang tinggi. Dan juga dapat
sebagai additive untuk menurunkan viskositas dari bubuk semen.
Pozzolan lime
Semen kelas D dan E
Modified lignin tidak perlu menambahkan air yang banyak. Bahan ini dianjurkan
untuk kedalaman 12.000 ft keatas atau untuk temperatur 260 0F lebih. Pada tabel
berikut ini diperlihatkan modified lignin sebagai retarder untuk kadalaman 12.000
ft sampai 18.000 ft. Untuk penyemenan casing dan squeeze cementing dalam
keadaan statis maupun saat dinamis, untuk semen kelas D atau F. Dengan
kenaikan kedalaman sumur dan penambahan berbagai harga modified lignin
didapatkan thickening time bubur semen antara 3 4 jam.
2. CMHEC
CMHEC adalah singkatan dari Carboxy Methyl Hidroxy Etyl Cellulose.
Bahan ini digunakan untuk temperatur yang ekstrim. CMHEC memerlukan
banyak air dalam pencampurannya.
3. Garam NaCl
Konsentrasi NaCl yang dicampurkan harus lebih besar dari lima persen (5%).
Kalau 1.5 sampai 3% NaCl mempercepat thickening time. NaCl berguna juga
untuk memperbaiki ikatan semen untuk menyemen formasi garam. Untuk formasi
shale digunakan juga air garam formasi shale tidak mengisap air dari bubuk
semen. Sebab formasi shale menghisap air tawar.
Additive ini dapat pula menaikkan berat jenis bubur semen. Umumnya digunakan
3.1 lb untuk setiap gallon air.
B. Accelerator
Adalah additive untuk mempercepat thickening time. Pada umumnya accelerator
ditambahkan bbila menyemen sumur yang dangkal. Kalau tidak ditambahkan
accelerator terlalu lama menunggu bubur semen menjadi keras.
3. Densified cement
Densified cement maksudnya bubur semen yang dikurangi WCR-nya. Dengan
mengurangi air yang dicampurkan dalam membuat bubur semen, maka dihasilkan
semen yang padat.
Dengan demikian akan didapatkan berat jenis bubur semen yang lebih besar
dan thickening bubur semen yang lebih kecil.
C. Weighting Agent,
Digunakan untuk menambah densitas suspensi semen. Weight material
ditambahkan dalam bubur semen bila akan menyemen formasi bertekanan tinggi.
Untuk menaikkan berat jenis bubur semen ditambahkan dalam pembuatan semen
antara lain:
5. Sodium chlorida
Untuk menaikkan berat jenis bubur semen yang kecil saja, dapat ditambahkan
natrium chlorida. Kenaikan yang diperoleh 0.5 ppg sampai 1 ppg.
D. Ekstender,
adalah additive untuk menaikkan volume dari bubuk semen. Pada umumnya
penambahan extender diiringi dengan penambahan air. Kenaikan volume tidak
seimbang dengan kenaikan berat bubur semen. Sehingga akan cepat penurunan berat
jenis bubur semen.
1. Bentonite
Bentonite merupakan bermineral clay. Sifat utamanya adalah dapat mengisap
air dengan banyak, sehingga volume bubur semen yang terjadi bisa naik sampai
10 kali. Akibatnya berat jenis bubur semen dapat turun lebih besar. Penambahan
bentonite harus diiringi dengan penambahan air. Untuk 2% bentonite kira-kira
penambahan air adalah 1.3 gallon per sack.
2. Pozzolan
Pozzolan merupakan extender yang tidak terlalu banyak menurunkan
compressive strength semen. Sedangkan pengaruh penambahan pozzolan terhadap
bubur semen adalah sama dengan penambahan bentonite. Umumnya campuran
bubuk semen dengan pozzolan adalah 50% berbanding 50% dan biasanya
bentonite 2%. Semen yang dibuat dari campuran bubuk semen dan pozzolan
disebut dengan pozzolan cement.
3. Diatomaceous earth
Bahan ini berasal dari silika suatu sedimen. Diatomaceous earth mempunyai
surface area yang besar, sehingga memerlukan banyak air dalam pembuatan bubur
semen.
Umumnya dicampurkan antara 10% sampai 40%, dari berat bubuk semen.
Dipasaran sering disebut dengan :
5. Expanded perlite
Expanded merupakan extender yang berasal dari vulkanik. Umumnya
ditambahkan juga bentonite 2% sampai dengan 6% untuk mencegah pemisahan
air.