Identifikasi Problem Produksi
Identifikasi Problem Produksi
Identifikasi Problem Produksi
BAB III
IDENTIFIKASI PROBLEM PRODUKSI
Pada lumpur water base mud invasi mud filtrate menyebabkan lempung
mengembang dalam pori batuan sehingga pori-pori batuan mengalami clay
blocking. Clay adalah material dari tanah dengan ukuran koloid yang mengembang
bila basah dan bersifat mengabsorbsi terhadap air. Oleh karena itu disebut
hydrophilic, berbeda dengan shale yang bersifat hydrophobic yang mempunyai
sifat dapat menghidrat.
Banyaknya air yang diserap oleh partikel clay tergantung pada sifat-sifat
ikatan ionnya. Na adalah kation monovalent, oleh karena itu ion-ion ini terikat
begitu lemah pada batas-batas permukaan memungkinkan masuknya air lebih
banyak yang menyebabkan clay lebih mudah mengembang.
Menurut Carl Gatlin ada dua faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya
kerusakan formasi yaitu :
a. Invasi Cairan
Formasi yang mengalami kontak dengan fluida asing seperti fluida
reservoir, fluida pemboran, atau fluida injeksi adalah dasar yang menyebabkan
terjadinya kerusakan formasi. Kerusakan formasi oleh fluida asing besarnya
96
pengujian Jet Perforating Gun. Bila peluru perforasi ditembakkan, maka peluru
perforasi akan menembus casing, semen, formasi dan membuat lubang.
Material pada alur peluru tidak hilang, sebagian logam dan semen mengalami
disintegrasi/hancur dan sebagian lainnya dalam bentuk pecahan.
3.1.1.3. Kerusakan Formasi Akibat Produksi
Yang dimaksudkan kerusakan formasi akibat produksi adalah kerusakan
yang diakibatkan oleh adanya pengecilan permeabilitas yang disebabkan oleh
adanya perpindahan butiran formasi dan pengembangan clay..
Kenampakan clay tidak berarti bahwa akan terjadi masalah selama produksi
berlangsung. Clay akan menjadi masalah apabila dalam reservoir terdapat dalam
jumlah yang besar dan bereaksi terhadap aliran fluida yang melalui pori-pori
batuan. (Tabel III-2.) menunjukkan komponen penyusun utama clay yang umum
terjadi pada sumur produksi. Luas permukaan clay per unit berat menggambarkan
pentingnya analisa clay terhadap sumbatan yang ditimbulkan pada sumur.
Tabel III-2.
Komposisi Penyusun Utama Clay pada Masing-masing Tipe Clay 6)
Perbandingan antara massa dan luas permukaan dari clay membuat clay
menjadi sangat penting. Clay dapat dilibatkan dalam penyerapan dan reaksi kimia.
Perbedaan tipe-tipe clay digolongkan menurut penyusun utama dari clay tersebut.
3.1.1.3.1. Tipe Clay
Ada empat macam tipe clay yang umum, yaitu:
a. Kaolinite
Kaolonite mempunyai struktur kimia seperti clay yang stabil, karena tidak
dapat bereaksi dengan HCl tetapi dapat larut dalam HF + HCl. Kaolinite
100
dapat menjadi masalah utama dalam produksi jika membentuk struktur dan
menggumpal di dalam reservoir sehingga menutupi lubang pori.
b. Smectite (Montmorillonite)
Smectite mempunyai daya serap yang tinggi terhadap air sehingga smectite
mudah sekali melakukan swelling apabila terdapat air. Swelling clay
ditentukan oleh besarnya komposisi Na (sodium). Smectite menjadi
penghambat/masalah produksi dalam dua cara yaitu membeku terhadap air
sehingga mengakibatkan penyumbatan dan dapat menjadi butiran clay
dengan porositas yang sangat kecil.
c. Illite
Illite sering dijumpai dalam bentuk yang menyerupai smectite dalam
campuran clay. Masalah yang ditimbulkan adalah membentuk
mikroporosity (porositas kecil) yang tinggi. Illite terbentuk seperti jerami
atau serabut yang menyerupai rambut. Pembentukan serabut yang banyak
dan padat sehingga membentuk perangkap dan membentuk porositas yang
sangat kecil sehingga dapat menutupi laju aliran fluida.
d. Klorite
Klorit mempunyai hubungan yang sangat erat dengan butiran batuan dan
tidak ada hubungan dengan perpindahan clay. Klorite dapat larut dalam HCl
secara lambat. Klorite dapat menyebabkan masalah dengan cara bereaksi
seacara kimia pada reservoir yang mengandung unsur besi yang tinggi.
Seandainya asam klorit tidak dipisahkan maka besi dapat berikatan
membentuk hidroksida yang berupa padatan yang akan menutupi pori
batuan.
3.1.1.3.2. Klasifikasi Clay
Klasifikasi mineral clay didasarkan pada sifat menyerap air dibagi menjadi:
a. Expandable (swelling) Clay
Pada jenis ini clay dibedakan antara smectite dan vermiculte. Perbedaan
antara keduanya adalah bahwa smectite terus mengembang selama
menyerap air. Pada golongan ini mineralnya adalah montmorillonite
saponite, hetonite dan beidelite. Sedangkan vermiculite tingkat
101
Clay problem dapat terjadi oleh lautan air yang hilang ke dalam formasi
selama operasi kerja ulang. Fluida-fluida tersebut kemungkinan dapat
menyebabkan swelling atau migrasi. Masalah ini umumnya terjadi pada
batuan pasir lempungan (shaly-sandstone), tetapi ada beberapa formasi
karbonat mengandung lempung yang sensitif. Tingkat masalah lempung
erat berhubungan dengan jumlah dan jenis dari fluida air dan aditif yang
masuk formasi, jumlah dan tipe lempung serta kondisi dan keberadaan
lempung dalam keadaan alaminya.
Terjadinya water blocking
Masuknya fluida kerja ulang ke dalam formasi akan menambah saturasi air
yang menyebabkan turunnya permeabilitas relatif terhadap hidrokarbon,
fenomena ini dikenal dengan sebutan water block. Perubahan saturasi ini
dapat bersifat sementara, permeabilitas tehadap hidrokarbon biasanya akan
kembali bila air invasi ini didesak oleh hidrokarbon yang terproduksi.
Meskipun demikian, oleh karena air mempunyai tegangan permukaan 72
dyne/cm, maka air cenderung menghambat pendesakan hidrokarbon.
Tegangan permukaan fluida air yang kontak dengan formasi harus turun
sampai 20-30 dyne/cm dengan surfaktan agar jumlah dan waktu yang
diperlukan untuk memproduksikan/menghilangkan air dari water block
keluar formasi menjadi lebih singkat.
Terjadinya perubahan wettabilitas
Beberapa surfaktan yang digunakan untuk memperkecil tegangan
permukaan air dan minyak maksud dapat mengubah wettabilitas alami
formasi. Formasi alami water wet akan berubah menjadi oil wet, yang
berarti menambah permeabilitas relatif terhadap air dan menurunkan
permeabilitas relatif terhadap minyak. Hal ini akan memudahkan
menghilangkan air, tetapi akan mendapat kesulitan dalam memproduksikan
minyak atau sebaliknya.
3.1.2. Identifikasi Problem Kerusakan Formasi
Adanya formation damage dapat ditandai dengan adanya pressure drop
disekitar sumur, dimana keadaan ini disebabkan oleh adanya penurunan
103
K r
S 1 ln s ................................................................................(3-1)
Ks rw
Hawkins mengekivalensikan seluruh hambatan aliran sebagai skin total
yang dapat dinyatakan sebagai hambatan aliran dalam formasi pada zona terinvasi
yang mengalami perubahan sifat alir.
Para analisis menyadari bahwa baik skin total maupun komponen-
komponenya adalah merupakan jumlah aljabar. Michael C. Economides
menegaskan bahwa skin efek total dari suatu sumur terdiri dari beberapa komponen
atau dipengaruhi oleh banyak parameter, dalam hal ini perlu memepertimbangkan
efek perforasi, drilling damage, deviation, partial completion. Bila variabel diatas
dibuat suatu persamaan, akan menjadi :
104
dimana :
Sd = skin damage
Sc+θ = skin akibat komplesi sebagian dan kemiringan
Sp = skin efek perforasi
ΣSpseudo = jumlah dari semua pseudo skin, termasuk efek terhadap laju aliran
dalam fasa fluida.
Adanya perubahan kondisi fisik atau komposisi air yang akan menurunkan
kelarutan lebih rendah dari konsentrasi yang ada.
Kenaikan temperatur akan menyebabkan terjadinya proses penguapan,
sehingga akan terjadi perubahan kelarutan.
Air formasi yang mempunyai derajat keasaman (pH) besar akan
mempercepat terbentuknya endapan scale.
Proses pembentukan endapan scale dapat dikategorikan dalam tiga tahapan
pokok, yaitu :
1. Tahap Pembentukan Inti (nukleasi)
Pada tahap ini ion-ion yang terkandung dalam air formasi akan mengalami
reaksi kimia untuk membentuk inti kristal. Inti kristal yang terbentuk sangat
halus sehingga tidak akan mengendap dalam proses aliran.
2. Tahap Pertumbuhan Inti
Pada tahap pertumbuhan inti kristal akan menarik molekul-molekul yang
lain, sehingga inti akan tumbuh menjadi butiran yang lebih besar, dengan
diameter 0,001 – 0,1 (ukuran koloid), kemudian tumbuh lagi sampai
diameter 0,1 – 10 (kristal halus). Kristal akan mulai mengendap saat
pertumbuhannya mencapai diameter > 10 (kristal kasar).
3. Tahap Pengendapan
Kecepatan pengendapan kristal dipengaruhi oleh ukuran dan berat jenis
kristal yang membesar pada tahap sebelumnya. Selain itu proses
pengendapan juga dipengaruhi oleh aliran fluida pembawa, dimana kristal
akan mengendap apabila kecepatan pengendapan lebih besar dari kecepatan
aliran fluida.
Mekanisme pembentukan endapan scale berkaitan erat dengan komposisi
air di dalam formasi. Secara umum, air mengandung ion-ion terlarut, baik itu berupa
kation (Na+, Ca2+, Mg2+, Ba2+, Sr2+ dan Fe3+), maupun anion (Cl-, HCO3-, SO42- dan
CO32-). Kation dan anion yang terlarut dalam air akan membentuk senyawa yang
mengakibatkan terjadinya proses kelarutan (solubility). Proses terlarutnya ion-ion
dalam air formasi merupakan fungsi dari tekanan, temperatur serta waktu kontak
(contact time) antara air dengan media pembentukan. Pengendapan scale akan
106
meningkat dengan lamanya waktu kontak dan ini akan mengarah pada
pembentukan scale yang lebih padat dan keras. Air mempunyai batas kemampuan
dalam menjaga senyawa ion-ion tersebut tetap dalam larutan, sehingga pada kondisi
tekanan dan temperatur tertentu dimana harga kelarutan terlampaui, maka senyawa
tersebut tidak akan terlarut lagi melainkan terpisah dari pelarutnya dalam bentuk
padatan.
3.2.1.1. Bercampurnya Dua Jenis Air yang Berbeda
Dua jenis air yang berbeda mempunyai kecenderungan untuk membentuk
scale atau membentuk suatu komponen yang tidak larut apabila bercampur. Contoh
yang umum adalah percampuran antara air injeksi dengan air formasi di bawah
sumur, dimana yang satu mempunyai kelarutan garam-garam barium yang tinggi,
sedangkan yang lainnya mengandung larutan sulfate. Percampuran ini akan
mengakibatkan pembentukan endapan barium sulfate (BaSO4) yang dapat
menyumbat dan sulit untuk dibersihkan. Endapan tersebut akan menjadi lebih keras
dan semakin bertambah apabila larutan mineralnya dalam keadaan bersentuhan
(kontak) dengan bidang permukaan alat dalam waktu yang lama (terendapkan secara
perlahan-lahan).
3.2.1.2. Penurunan Tekanan
Pada saat air formasi mengalir dari reservoir menuju lubang sumur, maka
akan terjadi penurunan tekanan. Penurunan tekanan ini dapat pula terjadi dari dasar
sumur ke permukaan dan dari well head ke tanki pengumpul. Penurunan tekanan
ini akan menyebabkan terlepasnya CO2 dan ion bikarbonat (HCO3) dari larutan.
Karbon dioksida sebenarnya berfungsi untuk menahan kalsium karbonat
dan kalsium bikarbonat untuk tetap dalam larutan. Dengan terbebaskannya CO2,
maka pembentukan suatu asam yang bernama asam karbonat (H2CO3) akan terjadi
lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Reaksi pembentukannya adalah:
CO2 + H2O H2CO3
H2CO3 H+ + HCO3
HCO3 H+ + CO3=.
Bila ion HCO3 dan Ca++ yang ada dalam air berasosiasi, maka akan terjadi reaksi:
Ca++ + 2(HCO3) CaCO3 + CO2 + H2O.
107
Tabel III-3.
Komponen Utama dan Sifat Fisik Air Formasi 13)
Tabel III-4.
Sifat Fisik Air Murni 13)
Berat Molekul 18
Densitas @ 4 oC 1 mg/lt
o
Titik Beku 0 C
o
Titik Didih 100 C
109
Tabel III-5
Larutan Titrasi dan Indikator Perubahannya 13)
Ions Titrant Indikator
CO32- H2SO4 atau HCl Phenolphthalein
HCO3- H2SO4 atau HCl Methyl Purple
Ca2+ EDTA Cal-Red, Calcon, Murexide
2+
Mg EDTA Eriochrome Black T
Cl- AgNO3 (Silver Nitrate) Potassium Chromate
b. Metode Colorimetric
Metode analisa ini merupakan metode analisa yang sering digunakan karena
sederhana, yaitu dengan menambahkan indikator kedalam sampel air. Selanjutnya
diamati adanya perubahan warna pada indikator. Intensitas warna yang terdapat
dalam indikator menunjukkan besarnya parameter yang dianalisa. Besarnya
konsentrasi ditentukan dengan membandingkan warna sampel dengan warna
standar dari konsentrasi yang telah diketahui. Standar warna indikator dapat dilihat
pada (Gambar 3.1.).
Gambar 3.1.
Standar Warna Indikator Colorimetric 13)
111
Gambar 3.2.
Skema Filter Photometer 13)
c. Metode Turbidimetric
Untuk metode analisa jenis ini, pada sampel air ditambahkan zat reagent
yang akan bereaksi dengan ion yang dimaksud untuk membentuk endapan padatan.
Lapisan endapan tersebut akan membuat larutan menjadi keruh dan derajat
kekeruhan atau turbiditas (degree of cloudiness) menunjukkan besarnya konsentrasi
ion yang dianalisa.
Dari ketiga jenis metode analisa air formasi diatas, metode yang paling
akurat adalah metode titrasi, dan metode yang paling sensitif adalah metode
colorimetric. Sedangkan metode dengan tingkat akurasi paling rendah adalah
metode turbidimetric.
Hasil dari analisa yang berupa konsentrasi berbagai komponen obyek
analisadapat dinyatakan dengan beberapa satuan, sebagai berikut :
1. Hasil dari analisa titrasi dinyatakan dalam mg / lt dari komponen yang
dimaksud.
112
b. Grains / US Gallon
mg / lt
dimana grn/US gal =
17,1
c. ppm CaCO3
Satuan ini dihitung dengan mengalikan konsentrasi ion dengan
perbandingan berat ekivalen CaCO3 dengan berat ekivalen ion tersebut.
Sebagai contoh adalah sebagai berikut :
berat ekivalen CaCO3
ppm Ca2+ - CaCO3 = ppm Ca2+ x
berat ekivalen Ca 2
50
= ppm Ca2+ x
20
= 2,5 (ppm Ca2+).
Hasil analisis kimia air formasi biasanya disajikan dalam bentuk diagram,
yang disebut dengan Diagram Stiff. Diagram Stiff dibagi menjadi dua bagian,
sebelah kiri untuk memplot kadar atau konsentrasi kation-kation, dan sebelah kanan
untuk anion-anion.
Ada dua jenis pola, yaitu pola linear dan pola logaritma. Harga konsentrasi
yang diplot pada grafik tersebut antara lain adalah konsentrasi Na+, Ca2+, Mg2+,Fe
(total), Cl-, HCO3-, SO42- dan CO32-. (Gambar 3.3.) berikut meruakan contoh pola
dengan menggunakan data pada (Tabel III-6). Sedangkan (Gambar 3.4),
merupakan hasil analisa air formasi pada beberapa lapangan, yang menunjukkan
persamaan pola pada air yang sejenis.
113
Tabel III-6
Contoh Hasil Analisa Air Formasi 13)
Ions mg/lt meq/lt
Na+ 93.230 4.053
Ca2+ 5.173 258
Mg2+ 620 51
Fe (total) 12 0,6
Cl- 153.175 4.320
-
HCO3 195 3
2-
SO4 10910 40
2-
CO3 0 0
Na Cl
Ca HCO3
Mg SO4
Fe CO3
1
10000
1000
100
10
10
100
1000
10000
Na Cl
1000 1000
Ca HCO3
100 1,0
Mg SO4
10 10
Fe CO3
1,0 1,0
b. Linear Pattern (meq/lt)
Gambar 3.3.
Graphical Result of Water Analysis – Stiff Method 13)
114
Bloomer
Field
Staltenberg
Field
Drach
Field
scale
Na
(meq / lt)
Cl
100 100
Ca HCO3
10 10
Mg SO4
10 10
St. John Fe
10
CO3
10
Field
Gambar 3.4.
Hasil Analisa Air Formasi Beberapa Lapangan Minyak 5)
keterangan :
SI = Scaling Index.
Jika SI berharga negatif (-), air di bawah kejenuhan CaCO3 dan
scale tidak terbentuk.
pH = pH air sebenarnya
K = Konstanta yang merupakan fungsi komposisi, salinitas, dan
temperatur air. Harga K didapat dari hubungan grafik dengan ionic
strength dan temperatur air.
Ionic strength adalah:
keterangan:
Ca 2 HCO 2
SI log 3
5.85 15.19 x10 3 T
P g CO2 g CO2 ............. (3-9)
1.64 x10 6 T 5.27 x10 5 P 3.334 1.431
2 0.5
HCO3
8.60 5.31x10 T
3
pH log
P g CO2 g CO2 ......... (3-10)
2.253x10 6 T 2.33x10 5 P 0.99 0.658
2 0.5
SI log
Ca 2 HCO
3
2
3.63 8.68 x10 3 T
CaqCO 2 ............. (3-11)
8.55 x10 6 T 6.56 x10 5 P 3.42 1.373
2 0.5
117
pH log
HCO 2
3
6.39 1.19 x10 3 T
CaqCO2 ........... (3-12)
7.94 x10 6 T 3.53 x10 5 P 1.067 0.599
2 0.5
SI log Ca 2 HCO3 pH 2.76 9.88 x10 3 T
............ (3-13)
0.61x10 6 T 3.03x10 5 P 2.348 0.77
2 0.5
keterangan:
Ca++ = total calcium, M = mg/lt/40,000
HCO3 = bicarbonate alkalinity, M = mg/lt/61,000
P = tekanan total absolut, psia
T = temperatur, oF
= ionic strength, M = mg/lt TDS/58,500
gCO2 = fraksi mole CO2 dalam fasa gas terhadap P dan T
=
tot CO2 ............... (3-14)
1
CO 5 V
g 2 brine 10 Voil 10 5 P
ntot T 460
totCO2 = fraksi mole CO2 dalam air formasi, minyak dan gas
= fraksi mole CO2 dalam gas dipermukaan, %
gCO2 = koefisien fugacity CO2 terhadap kompresibilitas gas
0.255
= Exp P 2.84 10 4 ............................ (3-15)
T 460
Vbrine = produksi air formasi per hari, BWPD
Voil = produksi minyak per hari, BOPD
ntot = produksi total gas per hari, MMCF.
Hasil analisa Langelier, StiffDavis dan ThompsonOddo menunjukkan bahwa:
SI berharga negatif, maka air tidak jenuh dengan CaCO3 dan scale tidak
terbentuk.
SI berharga positif, maka air di atas kejenuhan CaCO3 dan mengindikasikan
terbentuknya scale.
118
SI berharga nol, maka air pada titik kejenuhan dan scale tidak terbentuk.
2) Perhitungan Kelarutan Calcium Sulfate (CaSO4)
a. Metode Case
keterangan:
dapat bercampur dengan minyak dinamakan air bebas dan dengan mudah
dipisahkan dengan cara pengendapan. Namun segi lain dari emulsi yaitu adanya
air yang tidak dapat berpisah, sehingga perlu dilakukan suatu usaha untuk
pemecahannya.
Dengan demikian problem emulsi harus dipecahkan dan untuk itu telah
dilakukan beberapa cara, seperti: pemanasan, secara arus listrik, pemberian additive
kimia ataupun sacara kombinasi.
3.4.1. Faktor Penyebab Problem Emulsi
Terbentuknya emulsi bilamana salah satu cairan yang tidak dapat bercampur
tersebut dihamburkan pada cairan lainnya. Cairan yang dihamburkan selanjutnya
berbentuk butiran kecil. Terdapat beberapa kondisi yang memungkinkan
terbentuknya emulsi, yaitu:
1. Adanya dua macam zat cair yang tak dapat bercampur pada kondisi tertentu,
misalnya air dan minyak.
2. Adanya suatu koloid yang dapat membentuk terjadinya emulsi (emulsifying
agent).
3. Adanya pengadukan (agitasi) yang cukup kuat untuk menghamburkan atau
menyebarkan salah satu cairan yang satu kedalam cairan yang lainnya.
Emulsi terdiri dari air dan minyak, dan terjadi karena adanya agitasi dalam
pengaliran sewaktu minyak diproduksikan. Bahan-bahan pembentuk emulsi yang
sangat menentukan dalam kestabilan emulsi antara lain:
a. Partikel-partikel clay atau butiran-butiran lainnya.
b. Asphalt
c. Asam organik
d. Resin
3.4.2. Jenis-jenis Emulsi
a. Berdasarkan tingkat kestabilannya :
- Emulsi stabil, yaitu emulsi yang tidak dapat dipisahkan tanpa menggunakan
emulsifying agent.
- Emulsi tidak stabil, yaitu emulsi yang dengan mudah dapat dipisahkan atau
pecah meskipun tanpa menggunakan emulsifying agent.
123
b. Berdasarkan viskositasnya :
- Emulsi kental, yaitu emulsi dimana jumlah droplet yang dihamburkan dalam
cairan lebih banyak.
- Emulsi encer, yaitu emulsi dimana jumlah droplet yang dihamburkan lebih
sedikit.
c. Berdasarkan fasa-fasanya :
- Water in oil emulsion, yaitu emulsi dimana minyak menjadi fasa external,
sedangkan air menjadi fasa internal.
- Oil in water emulsion, yaitu emulsi dimana air menjadi fasa external, dan
minyak menjadi fasa internal.
Fasa external atau fasa kontinyu adalah fluida atau cairan yang mengelilingi
droplet, sedangkan fasa internal atau fasa dispersi adalah fluida atau cairan yang
dikelilingi oleh fasa external ( sebagai droplet ).
Jika persentase air bertambah besar, maka diperlukan agitasi yang lebih kuat
untuk mencapai kestabilan emulsi. Emulsi dengan persentase air yang besar
akan mempunyai droplet yang besar pula, yang mana masing-masing droplet
per satuan volume lebih besar pula, yang mana masing-masing droplet akan
bergabung satu sama lain membentuk tetesan air yang lebih besar lagi sehingga
akan terjadi pemisahan antara minyak dengan air yang disebabkan karena gaya
beratnya sendiri. Sehingga dapat dikatakan pada umumnya persentase air yang
besar akan membentuk emulsi yang stabil.
5. Umur Emulsi
Bila emulsi dimasukkan ke dalam tangki tanpa melalui proses pemecahan
emulsi terlebih dahulu, maka sebagian air akan mengendap dan sebagian lagi
akan tetap tinggal sebagai emulsi. Selanjutnya walaupun dilakukan proses
pemecahan emulsi dan diperpanjang waktu pengendapannya, namun akan tetap
tertinggal sebagian kecil di dalam emulsi. Persentase air yang kecil cenderung
membentuk emulsi yang stabil dan amat sulit untuk dipecahkan, karena itu
sebaiknya emulsi hendaknya langsung dipecahkan, begitu diproduksikan,
karena pada saat itu kondisi butiran air dalam keadaan masih besar. Pada saat
butiran air masih besar proses pemisahan akan relatif lebih mudah bila
dibandingkan dengan butiran kecil.
3.4.4 Identifikasi Problem Emulsi
Jenis water in oil emultion jika dibandingkan dengan oil in water emultion
lebih sering terjadi dan ditemui di lapangan. Karena sering ditemukan, maka untuk
mengidentifikasikan ada tidaknya emulsi tersebut dapat digunakan salah satu cara
yaitu berupa analisa fluida hidrokarbon yang dilakukan di laboratorium. Adapun
metode yang digunakan adalah “Dean and Stark Methode”, ini merupakan
pengidentifikasian problem emulsi secara tidak langsung
Sedangkan identifikasi secara langsung dapat dilihat dari hasil production
test yang berupa yang berupa water oil ratio (WOR). Dari WOR tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar harga WOR maka makin besar pula kandungan air
dalam minyak, maka tendensi untuk timbulnya emulsi menjadi makin besar.
Disamping itu dari tipe tenaga pendorong air (water drive mechanism) juga dapat
125
menimbulkan emulsi karena semakin banyak air yang ikut terproduksi sejalan
dengan produksi jika dibandingkan dengan minyak yang ada.
Pada analisa fluida formasi tadi harga standar yang diijinkan untuk
perbandingan antara air dengan minyak berkisar antara 2 – 3%. Diatas ataupun
dibawah harga standart tersebut dapat menyebabkan kemungkinan timbulnya
emulsi, baik itu water in oil emultion maupun oil in water emultion.
3.5. Problem Korosi
Korosi adalah kerusakan dari metal akibat reaksi kimia atau elektrokimia
dari metal tersebut dengan kondisi sekelilingnya atau lingkungannya. Problem
korosi ini sering timbul dalam produksi suatu susmur minnyak yang disebabkan
oleh air formasi. Air yang bersifat asam atau garam, atau keduanya dan
kecenderungan mengkorosi peralatan-peralatan yang terbentuk dari logam yang
disentuhnya.
3.5.1. Faktor Penyebab Problem Korosi
Korosi pada logam dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Pengaruh komposisi logam, dimana setiap logam yang berbeda komposisinya
mempunyai kecenderungan yang berbeda pula terhadap korosi.
2. Pengaruh komposisi air, dimana pengkaratan oleh air akan meningkat dengan
naiknya konduktivitas. Di samping itu pengkaratan oleh air juga akan
meningkat dengan menurunnya pH air.
3. Kelarutan gas, dimana oksigen, karbondioksida atau hidrogen sulfida yang
terlarut dalam air akan menaikkan korosivitas secara drastis. Gas yang terlarut
adalah sebab utama problem korosi. Jika gas-gas tersebut dapat dibuat tidak
memasuki sistem air dan air dipertahankan pada pH yang netral atau pH yang
lebih tinggi, maka kebanyakan sistem air akan mempunyai problem korosi
sedikit.
Sedangkan syarat-syarat terjadinya korosi adalah sebagai berikut:
1. Anoda
Anoda merupakan bagian dari logam yang terkorosi. Pada waktu logam larut
maka atom melepaskan elektronnya sehingga logam menjadi positif. Reaksinya
adalah sebagai berikut:
126
Fe Fe++ + 2e
2. Katoda
Katoda merupakan logam yang tidak terlarut tetapi merupakan tempat yang
dituju oleh gerakan elektron yang dalam perjalanannya bereaksi dengan ion
yang ada dalam air. Proses ini disebut reduksi, adapaun reaksinya sebagai
berikut:
2 H+ + 2e H2
3. Elektrolit
Proses korosi akan berjalan secara simultan jika ada penghantar listrik yang
disebut elektrolit. Dalam hal ini air merupakan zat elektrolit yang mempunyai
sifat hantar listrik, ini akan naik jika kadar garam dalam air itu bertambah.
4. Elektrolit Konduktor
Untuk melengkapi agar aliran arus tertutup, maka besi sebagai konduktor yang
dapat melewatkan arus dari katoda ke anoda kembali. Kombinasi antara anoda,
katoda, elektrolit dan elektrolit konduktor disebut “Corrosion Cell”.
3.5.2. Mekanisme Pembentukan Korosi
Pada mekanisme pembentukan korosi akan dibahas mengenai jenis-jenis
dari korosi serta faktor yang mempengaruhi pembentukan korosi.
3.5.2.1.Jenis-jenis Korosi
Macam-macam korosi ini, penjelasannya dikorelasikan dengan terdapatnya
kandungan berbagai macam gas yang terlarut dan akibat yang ditimbulkannya.
Macam-macam korosi tersebut adalah :
1. Sweet Corrosion
Sweet Corrosion adalah korosi yang disebabkan oleh reasi-reaksi CO2 dan
asam organik. CO2 tidak akan menyebabkan korosi bila tidak ada uap air. Bila
uap air ada maka CO2 akan melarut atau bereaksi dan membentuk asam
karbonat. Jadi korosi ini akan segera timbul bila sumur mulai memproduksi air
asin. Dan korosi ini biasanya mulai timbul bila produksi air mencapai >40%.
Reaksi kimia dari sweet corrosion adalah:
CO2 + H2 H2CO3 (asam karbonat)
127
Umumnya hasil dari pada korosi ini berupa tepung berwarna hitam atau
endapan karat.
3. Oxygen Corrosion
Yaitu korosi yang di sebabakan oleh oksigen (O2). Oksigen yang terlarut
didalam air menyebabkan cepatnya proses korosi. Oleh karena itu korosi ini
terutama sekali terjadi pada hal-hal yang berhubungan dengan air asin, sistem
injeksi, instalasi offshore dan pada sumur-sumur produksi yang dangkal.
Reaksi kimianya adalah sebagai berikut :
2 Fe + 3/2 O2 + H2 2 FeO(OH)
2 FeO(OH) Fe2O3 + H2O
Oksigen tercampur secara pelan dengan logam tetap, pada temperatur di bawah
100 oF, pada permukaan yang basah dengan cepat mengoksidasi besi, baja atau
besi yang berlapis dengan seng. Korosi berat dapat di indikasikan dalam air
yang mengandung H2S dan O2 sekecil-kecilnya 0.09 ppm.
4. Electrochemical Corrosion
Terjadi bila adanya sumber arus searah di mana arus tersebut melalui jaringan
pipa-pipa dan terjadi pula bila pipa atau peralatan di letakkan di atas tanah yang
lembab atau basah. Jadi secara umum dapat dikatkan bahwa korosi
elektrokimia disebabkan terjadinya perubahan lapisan kimia yang disebabkan
terjadinya oleh arus listrik. Dalam hal ini kemungkinan dapat terjadi pada sumur
sumur minyak yaitu soil corrosion pada pipa dan peralatan permukaan lainnya.
Sebab-sebab yang lain adalah karakteristik dari pada tanah yang dapat
128
d. Tekanan Air, karena tekanan air mempengaruhi pada kelarutan gas dalam
air, maka secara tidak langsung kenaikan tekanan akan menaikkan
kecepatan korosi.
e. Kecepatan Aliran, makin besar kecepatan aliran air kecepatan korosi juga
akan meningkat. Kecepatan alir mula-mula akan menaikkan kecepatan
korosi, kemudian reaksi diperlambat karena pembentukan Fe(OH)3 pada
permukaan logam. Tetapi kenaikan kecepatan alir selanjutnya akan
menghilangkan film pelindung permukaan tersebut.
3.5.3. Identifikasi Problem Korosi
Berkebalikan dengan problem scale, identifikasi problem korosi ini
mempunyai harga Stability Index (SI) negatif. Ini dipengaruhi oleh kandungan gas-
gas korosif sehingga pH fluida menjadi rendah. Ada beberapa cara yang digunakan
untuk mengidentifikasi adanya problem korosi, yaitu :
a. Pemeriksaan Secara Langsung
Pada metode ini peralatan yang digunakan diperiksa secara langsung
kerusakan yang terjadi akibat adanya korosi.
1. Caliper Survey
Caliper survey dilakukan untuk memeriksa bagian dalam dari tubing atau
casing. Cara ini sangat berguna untuk mengetahui area kerusakan akibat korosi.
2. Casing Thickness Log
Di sini digunakan suatu alat untuk mengukur ketebalan casing. Jika logam yang
hilang dari bagian dalam casing diukur dengan caliper log, maka kehilangan
logam pada bagian luar casing dapat diperkirakan dari data thickness log.
3. Mengukur Kehilangan dengan Coupons
Di sini sepotong logam (coupon) disisikan ke dalam sistem untuk suatu waktu
tertentu. Sebelumnya logam tersebut ditimbang dahulu. Dengan demikian
dapat ditentukan jumlah logam yang hilang, massa jenis logam dan waktu yang
diperlukan. Laju korosi biasa dinyatakan dalam mils per year (MPY).
berat yang hilang x konstanta
Besar Laju Produksi
luas coupon x waktu
berat yang hilang x konstanta
Laju Penetrasi
luas coupon x waktu x massajenis logam
130
Adapun laju yang biasa digunakan untuk menyatakan derajat korosi adalah:
Laju korosi < 5 MPY ; korosi ringan
Laju korosi = 5 MPY ; korosi sedang
Laju korosi > 5 MPY ; korosi berat
b. Pemeriksaan secara tidak Langsung
Mengetahui korosi secara tidak langsung ini dengan mengadakan analisa air
formasi, hal ini dimaksudkan untuk:
1. Memperkirakan adanya korosi dengan cara menentukan kadar O2, H2 dan
CO2 dalam air yang diproduksikan.
2. Mengetahui efektivitas inhibitor dengan jalan menentukan kadar besi dalam
fluida yang diproduksikan sebelum dan setelah pemakaian inhibitor. Kadar
besi dalam fluida formasi kemudian dibandingkan dengan kadar besi yang
ditunjukkan di permukaan. Dengan demikian akan diketahui kadar besi
yang terkena korosi.
c. Pengukuran Ketebalan Metal dari satu sisi
Dengan menggunakan audio gauge dan penentron dapat mengukur
ketebalan pipa dan dinding tanki hanya dari satu sisi saja. Audio gauge mengukur
kecepatan suara dalam metal sedangkan penentron mengitensitaskan sinar gamma
yang dihambur oleh metal.
perubahan water oil ratio. Akan tetapi penyebab utama adalah yang berhubungan
dengan perubahan laju produksi, sehingga water cut akan mengalami perubahan.
Meningkatnya laju fluida produksi akan berati temperatur well head menjadi tinggi
dan pengendapan paraffin akan berkurang.
Air dapat menyebabkan meningkatkan derajat kebasahan dari permukaan
metal, dan jika kebasahan ini mengalami penurunan, maka akan menyebabkan
terjadinya kontak antara paraffin dan minyak dengan permukaan air metal. Adanya
kebasahan dari permukaan air metal menandakan mulainya terjadinya korosi. Jika
dari peningkatan air tidak menyebabkan atau mengakibatkan permukaan metal
basah, maka pengendapan paraffin akan tetap berlangsung. Dengan demikian
mencegah timbulnya paraffin lebih mahal daripada mencegah timbulnya korosi.
3.6.3. Identifikasi Problem Paraffin
Masalah endapan paraffin pada prinsipnya terjadi karena sifat yang dimiliki
oleh minyak yang diproduksikan, yaitu berkaitan dengan komposisi minyak,
dimana komposisi minyak tersebut dapat mempengaruhi harga titik kabut (cloud
point) dan titik tuang (pour point) dari minyak yang bersangkutan. Pada umumnya
endapan paraffin terjadi bila minyak yang diproduksikan banyak mengandung
komponen berat (C18H38) atau biasa disebut dengan minyak berat, dengan demikian
dapat dikatakan bahwa minyak berat sering menimbulkan endapan paraffin dapat
pula terbentuk jika temperatur minyak lebih rendah dari pour dan cloud point-nya.
Kemungkinan terbentuknya endapan paraffin dapat diidentifikasi dari
analisa tersebut, dapat diperkirakan jenis hidrokarbon yang ada, apakah termasuk
minyak berat atau minyak ringan. Endapan paraffin dapat diidentifikasi dari analisa
air formasi yang dilakukan di laboratorium yang berupa uji harga pour point dan
clout point dari minyak yang ada., dimana endapan paraffin yang bterbentuk pada
temperatur yang lebih rendah dari pour point dan cloud point-nya.
air dan gas merupakan gejala yang sering dijumpai di lapangan. Gejala ini ditandai
oleh breaktrough air atau gas yang terlalu dini. Water coning bisa terjadi bersama-
sama dengan gas coning atau terjadi sendiri-sendiri, tergantung pada reservoirnya.
Jika reservoirnya memiliki lapisan gas diatas lapisan minyak dan atau lapisan air
dibawahnya, maka kemungkinan terjadi gejala coning ada.
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan
produksi minyak, tetapi juga dapat mengakibatkan sumur di tutup atau ditinggalkan
sebelum waktunya.
3.7.1. Faktor Penyebab Problem Water/Gas Coning
Penyebab timbulnya gejala coning pada sumur-sumur minyak pada
dasarnya disebabkan oleh laju produksi yang berlebihan atau melebihi laju alir
kritis.Terproduksinya air atau gas berlebihan dapat disebabkan karena:
a. Pergerakan air atau posisi batas air – minyak telah mencapai lubang
perforasi.
b. Pergerakan gas atau batas gas – minyak telah mencapai lubang perforasi.
c. Terjadinya water fingering atau gas fingering
Di dalam reservoir yang berlapis-lapis, aliran gas dari zona zona di atas atau
di bawahnya mungkin dapat terjadi karena:
a. Adanya casing yang pecah
b. Adanya ikatan semen yang pecah
c. Rekahan-rekahan yang berhubungan dengan zona gas, baik secara alamiah
atau buatan.
d. Akibat adanya aktifitas acidizing yang masuk ke zona gas.
Pada (Gambar 3.6.) dapat dilihat bentuk kerucut air dan kerucut gas yang
telah mencapai lubang perforasi. Water fingering didefinisikan sebagai gerakan air
menuju ke atas dalam zona yang lebih permeabel dari multi zona. Di dalam
reservoir yang berlapis lapis gas fingering mungkin dapat terjadi secara awal pada
lubang bor dengan perbedaan tekanan yang tinggi. Gas fingering lebih umum
terjadi didalam reservoir dimana permeabilitas antar zona cukup besar
perbedaanya.
135
Di dalam reservoir yang berlapis-lapis, aliran gas dari zona-zona di atas atau
di bawahnya mungkin dapat terjadi karena :
a.Adanya casing yang pecah
b.Adanya ikatan semen yang pecah
c.Rekahan-rekahan yang berhubungan dengan zona gas, baik secara alamiah
ataupun buatan.
d.Akibat adanya aktifitas acidizing yang masuk ke zona gas.
Sebagai batasan untuk laju produksi kritis agar tidak terjadi coning dapat
digunakan metode Chierici et. al., yaitu:
a. Untuk gas coning
ho 2 og K h
Qoc, g 0.003073 g (rDe , , g ) ……...................…..……….(3-17)
Bo o
b. Untuk water coning
ho 2 wg K h
Qoc,w 0.003073 w(rDe , , w) ……..….....................…....(3-18)
Bo o
keterangan:
Qoc,w = laju produksi maksimum tanpa terjadi water coning, STB/D
Qoc,g = laju produksi maksimum tanpa terjadi gas coning, STB/D
136
h = ketebalan formasi, ft
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
o = viscositas minyak, cp
Kh = permeabilitas horizontal, mD
Kv = permeabilitas vertikal, mD
Re = jari-jari reservoir, ft
Parameter Geometrik
re Kv hp
rDe = =
ho Kh ho
hpg hpw
g = w =
ho ho
perbandingan air-minyak sehingga karena viskositas air lebih kecil maka air akan
lebih banyak terproduksi.
3.7.2. Identifikasi Water/Gas Coning
Produksi air atau gas yang berlebihan sebelum waktunya merupakan
indikasi terjadinya water/gas coning. Oleh karena itu sejak awal produksi, sumur
sudah diperhitungkan penanggulangannya.
Untuk mengidentifikasikan bahwa suatu sumur akan mengalami water/gas
coning perlu diketahui antara lain:
a. Jenis Reservoir
Misalnya reservoir water drive untuk kasus water coning dan reservoir gas
cap untuk kasus gas coning.
b. Karakteristik Reservoir, yang meliputi :
Ketebalan zona minyak dari arah vertikal dan horizontal, diperoleh dari
analisa inti batuan.
Densitas minyak, air dan gas, diperoleh dari analisa fluida reservoir.
Faktor volume formasi dan viskositas fluida, yang diperoleh dari analisa
PVT.
c. Water/Gas Breakthorugh
Water/gas breakthrough atau terproduksikan air atau gas dari sumur secara
tiba-tiba atau di luar perencanaan menjadi indikasi awal telah terjadi
problem produksi coning. Water/gas breakthrough yang muncul di awal
umur produksi sumur, dapat diperkirakan telah terjadi kesalahan atau
problem pada komplesi sumur. Water/gas breakthrogh yang muncul di
tengah-tengah umur produksi sumur, dapat diperkirakan telah terjadi
kerusakan mekanis. Kerusakan mekanis ini berupa casing yang bocor,
korosi, dan tekanan berlebih di sekitar lubang sumur.
Dari data tersebut diatas maka dapat dihitung kapasitas produksi kritis.
Sehingga dapat direncanakan berapa laju produksi yang diijinkan sehingga tidak
akan memproduksi water/gas yang berlebihan.
Untuk pencegahan dan penanggulangan masing-masing problem produksi
diatas, akan dibahas dalam bab selanjutnya.