Proses Pengolahan Tebu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

PROSES PEMBUATAN GULA TEBU

A. Proses Panen

Untuk memperoleh gula tebu dengan kualitas yang baik, proses panen
tebu perlu diperhatikan. Penebangan secara manual (dengan tangan) hasilnya
lebih baik dibandingkan dengan menggunakan mesin tebu. Penebangan meliputi
seluruh bagian tebu, termasuk bagian pucuk dan daun (Notojoewono 1964).
Bagian pucuk dan daun tebu dibuang karena hanya mengandung sedikit sukrosa
tetapi banyak mengandung pati dan gula reduksi. Tebu yang telah dipanen harus
segera diproses karena dapat rusak akibat pengaruh proses enzimatis, reaksi
kimia, maupun mikroba.

B. Pembuatan Gula Tebu

Proses pembuatan gula dari tebu terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap
penggilingan tebu (pemerahan nira), pemurnian, penguapan, kristalisaasi,
pemutaran, dan penyelesaian.

Penggilingan Tebu

Tebu hasil panen, sebelum masuk ke penggilingan dibersihkan dengan air


yang bertekanan tinggi. Proses penggilingan tebu melibatkan 2 tahap, yaitu
pemotongan (breaking) dan pencacahan/penggilingan (grinding) tebu.

Pemotongan (breaking)
Proses ini bertujuan untuk membuka sel-sel tebu, sehingga tahap
penggilingan selanjutnya akan lebih mudah. Pada proses ini biasanya
digunakan knives, shredders, crusher atau kombinasi ketiga alat tersebut.

Penggilingan (Grinding)
Proses ini bertujuan untuk menghancurkan bagian dalam tebu dan
mengekstraknya dengan penambahan air imbibisi. Proses ini secra umum
menggunakan 5-6 rol gilingan dalam 1 unit gilingan. Ekstraksi tebu dilakukan
dengan memerah cacahan tebu menggunakan tekanan akan menghasilkan
ampas tebu yang masih banyak mengandung gula, sehingga untuk menekan
kadar gula dalam ampas tebu seminimal mungkin perlu ditambahkan air
imbibisi yang berguna untuk mengekstrak gula yang masih tertinggal dalam
ampas. Ekstrak tebu (nira) dan bagasse akan dihasilkan dari proses ini
(Neulicht R & Shular J 1997).

Klarifikasi

Nira yang diperoleh masuk ke clarifier. Pada proses klarifikasi biasanya


ada penambahan lime dan sejumlah fosfat yang dapat larut. Penambahan lime
untuk netralisasi asam-asam organik pada saat temperatur nira mencapai 95 oC
(200oF), sedangkan fosfat berfungsi sebagai floculating agent.

Pada proses ini akan diperoleh partikel-partikel yang tidak larut yang
disebut mud atau blotong. Mud ini kemudian ditambah air dan dilanjutkan
dengan proses filtrasi sehingga akan diperoleh air pencucian mud dan ampas.
Nira dari clarifier bergabung menuju evaporator (Neulicht R & Shular J 1997).

Penguapan

Proses penguapan bertujuan untuk memekatkan nira dengan cara


menguapkan kandungan airnya sebanyak mungkin. Penguapan air diusahakan
mendekati keadaan jenuh sehingga mengurangi beban penguapan pada tahap
kristalisasi. Proses penguapan ini terdiri dari 2 tahap (Neulicht R & Shular J
1997), yaitu:

1. Pemekatan nira dalam evaporator.

2. Pengupan dalam vacuum pans untuk kristalisasi.

Proses penguapan nira tidak dilakukan pada suhu tinggi untuk mencegah
kerusakan gula.Gula yang dipanaskan pada suhu tinggi akan membentuk
karamel yang berwarna cokelat tua, sehingga mempengaruhi warna kristal gula
yang dihasilkan.Upaya yang dilakukan dalam mengurangi terjadinya karamel
selama proses penguapan adalah dengan menjalankan proses penguapan pada
tekanan yang rendah (vacuum). Nira kental yang dihasilkan dari proses
penguapan kemudian diberi gas SO2 untuk memucatkan warna, sehingga
diharapkan dapat menghasilkan kristal gula yang lebih putih.Nira kental dengan
kandungan berupa 65% padatan dan 35% air dihasilkan dari proses penguapan
tahap pertama.
Kristalisasi

Kristalisasi bertujuan untuk mengubah semua gula yang terdapat dalam


nira kental menjadi bentuk kristal yang mempunyai ukuran dan kemurnian yang
diinginkan. Kristalisasi dilakukan dengan menguapkan nira dalam sebuah pan
masak yang memiliki tekanan vakum untuk mencegah kerusakan gula. Jarak
antara molekul-molekul sukrosa akan semakin dekat dengan menguapkan air
pelarutnya.

Apabila jarak molekul-molekul sukrosa cukup dekat, maka akan saling


mempengaruhi dan saling tarik-menarik. Bila di sekitarnya terdapat kristal
sukrosa, maka akan ada keseimbangan antara molekul sukrosa yang melarut
dan molekul sukrosa yang menempel/mengkristal. Keadaan ini dapat disebut
sebagai larutan jenuh. Derajat kejenuhan dapat dinyatakan dengan
perbandingan antara kandungan sukrosa di dalam larutan jenuh pada suhu yang
sama. Harga perbandingan ini dikenal sebagai koefisien kejenuhan (KK) atau
OVC (Over Verzading Coefficient)

% Sukrosa dalam larutan yang diukur


KK
% Sukrosa dalam larutan jenuh

Berdasarkan koefisien kejenuhan, daerah kejenuhan dapat dibagi menjadi lima,


yaitu:

a. Larutan Encer
Larutan yang mempunyai kejenuhan di bawah satu. Pada daerah ini
larutan masih dapat melarutkan kristal.

b. Larutan Jenuh
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan sama dengan satu. Larutan
ini sudah tidak dapat melarutkan kristal sukrosa lagi, tetapi terjadi
kesetimbangan antara jumlah sukrosa yang melarut dan yang mengkristal.

c. Daerah Menstabil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu.
Molekul sukrosa yang terdapat di daerah ini hanya dapat menempelkan diri pada
kristal yang telah ada. Daerah ini disebut juga dengan daerah pembesaran
kristal.

d. Daerah Intermediet
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu.
Molekul sukrosa pada daerah ini telah mampu membentuk inti kristal. Apabila
terdapat kristal sukrosa dalam larutan, timbul kristal palsu.

e. Daerah Labil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu.
Molekul pada daerah ini telah mampu membentuk inti kristal dengan serentak
tanpa hadirnya kristal yang lain (Ginting B F 2002).

Pemurnian Raw Sugar

Tahap pemurnian merupakan tahap yang menentukan kualitas gula yang


akan dihasilkan dalam suatu proses pembuatan gula. Pemurnian bertujuan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran (bukan gula) yang terbawa dalam nira. Hal yang
perlu diperhatikan dalam tahap pemurnian adalah menjaga agar gula tidak rusak
yang dapat diakibatkan oleh suasana asam dan temperatur yang tinggi, semakin
banyak gula yang dihilangkan akan semakin tinggi kemurnian, dan semakin
putih kristal gula yang didapatkan.

Tahap pertama dari proses pemurnian yaitu penggilingan Raw Sugar dan
penambahan sirup, kemudian sirup dan kristal gula yang telah halus dicampur.
Campuran tersebut kemudian disentrifugasi dengan adanya penambahan air.
Proses tersebut disebut afinasi dan akan dihasilkan kristal gula dan sirup afinasi.
Kristal gula hasil sentrifugasi kemudian masuk ke premelter sebagai awal dari
proses pelelehan sebelum masuk ke melter. Sirup afinasi hasil sentrifugasi
dipanaskan dan akan dihasilkan kristal gula dan sirup hitam (molase). Kristal
gula masuk ke melter mengalami pelelehan dan bergabung dengan kristal gula
hasil afinasi, kemudian mengalami tahap pemurnian (refined)

Sukrosa tahan terhadap suasana basa, tetapi tidak terhadap asam.


Sebaliknya, gula reduksi dalam suasana basa akan terurai menjadi asam organik
dan senyawa yang berwarna gelap sehingga kualitas dan kuantitas gula akan
menurun. Ada tiga cara pemurnian, yaitu defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi.
a. Pemurnian Cara Defekasi
Pemurnian dengan cara defekasi merupakan cara yang paling sederhana,
karena hanya menggunakan kapur sebagai bahan pembantu. Gula yang
dihasilkan dengan cara ini adalah gula kristal yang masih berwarna merah.
Ada tiga cara pemurian secara defekasi:

i. Defekasi Dingin

Proses dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur


pada nira mentah, pada temperatur rendah atau suhu kamar.
Penambahan kapur tersebut bertujuan untuk menetralkan asam-asam
yang terdapat di dalam nira, dan membentuk garam-garam (gumpalan)
yang mengendap. Penambahan kapur dilakukan hingga pH larutan
menjadi 7.2-8.3, nira dipanaskan sampai pada titik didihnya (+105 C),
dengan tujuan:

Garam-garam kapur dalam nira dapat terbentuk dengan cepat dan


menghasilkan gumpalan yang besar sehingga mudah diendapkan.
Mengendapkan kotoran yang hanya mengendap pada temperatur
yang tinggi, seperti protein.
Mematikan mikroorganisme.
Nira yang telah mengalami pemanasan sampai pada titik didihnya,
lalu dimasukkan ke dalam bejana pengambangan (expander) untuk
mengeluarkan udara-udara yang terdapat dalam nira. Gas-gas dan udara
yang terdapat dalam nira harus dikeluarkan karena dapat mengganggu
dalam proses pengendapan. Selanjutnya nira dimasukkan ke dalam alat
pengendap untuk memisahkan endapan yang terjadi dengan nira yang
jernih.

ii. Defekasi Panas

Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan menambahkan


air kapur pada nira yang telah dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 70-
90 C. Pemanasan ini bertujuan untuk mendapatkan proses pemurnian
yang berlangsung dengan baik dan cepat. Setelah penambahan air kapur,
nira dimasukkan ke dalam alat pengendap.

iii. Defekasi Sacharat


Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan membagi nira
mentah menjadi dua bagian. Bagian pertama ditambah air kapur hingga
pH nya menjadi 10-11, dalam kondisi ini kapur bereaksi dengan sukrosa
membentuk kalsium sakharat. Nira kedua dipanaskan sampai suhu 70 C.
Kedua nira tersebut dicampurkan hingga menghasilkan endapan yang
lebih besar, sehingga mudah untuk diendapkan dan dihasilkan larutan nira
yang lebih jernih.

b. Pemurnian Cara Sulfitasi


Pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan cara
defekasi, karena telah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Cara
pemurnian ini menggunakan kapur dan SO 2 sebagai bahan pembantu
pemurnian. Pemberian kapur pada cara ini dilakukan secara berlebih,
kemudian kelebihan kapur ini akan dinetralkan oleh gas SO 2, sehingga
terbentuk ikatan garam kapur yang dapat mengendap. Reaksi yang terjadi
dalam proses ini adalah:

SO2 + H2O H 2SO3

Ca(OH)2 + H2SO4 CaSO 3 + 2H2O

Ca(OH)2 + SO2 CaSO 3 + H2O

Endapan CaSO3 yang terbentuk dapat mengabsorbsi partikel-partikel


koloid yang berada di sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa oleh
endapan semakin banyak. Gas SO2 juga mempunyai sifat dapat memucatkan
warna, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kristal dengan warna yang lebih
terang, khususnya pada nira kental penguapan. Ada tiga cara sulfitasi, yaitu:

Sulfitasi dingin

Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan menambahkan


kapur dan gas SO2 ke dalam nira mentah pada temperatur ruangan
sampai titik didihnya (+105 C). Selanjutnya nira dimasukkan ke dalam
alat pengendap untuk memisahkan endapan yang terbentuk.

Sulfitasi Panas

Proses dengan cara ini dilakukan dengan memanaskan nira hingga


temperatur 70 C. kemudian nira diberi susu kapur dan gas SO 2 hingga
pH-nya menjadi 7-7.4 dan terbentuk endapan. Proses ini dilanjutkan
dengan pemanasan sampai titik didihnya 100 C dan dilakukan
pengendapan untuk memisahkan endapan dengan nira yang jernih.

Sulfitasi Sacharat

Proses ini dilakukan dengan membagi nira mentah menjadi dua


bagian. Bagian pertama dipanaskan sampai suhu + 80 C. Bagian kedua
ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5. Kedua bagian nira tersebut
kemudian dicampur sambil dialirkan gas SO2 sampai pH + 7. Proses ini
dilanjutkan dengan pemanasan hingga titik didihnya dan dilakukan
pengendapan. Pemurnian dengan cara ini mempunyai keuntungan
dibandingkan dengan cara defekasi, yaitu kotoran mengendap lebih
mudah dan lebih cepat serta lebih banyak. Proses kristalisasi lebih baik
dan warna gula yang dihasilkan lebih putih. Sedangkan kekurangannya
adalah defisit nira dalam pemanas lebih banyak, serta biaya investasi dan
perawatan lebih besar.

c. Pemurnian Cara Karbonatasi


Proses ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur dan gas CO 2
sebagai bahan pembantu. Susu kapur yang ditambahkan pada cara ini lebih
banyak dibandingkan cara sulfitasi, sehingga menghasilkan endapan yang
lebih banyak. Kelebihan susu kapur yang terdapat pada nira dinetralkan
dengan menggunakan gas CO2. Reaksi yang terjadi adalah:

Ca(OH)2 + CO2 CaCO 3 + H2O

Kotoran dalam nira akan terabsorbsi dalam endapan CaCO 3 dan kemudian
akan diendapkan. Pemurnian cara karbonatasi akan menghasilkan gula relatif
lebih putih dibandingkan dengan cara sulfitasi.

Cara karbonatasi yang dilakukan di Indonesia adalah karbonatasi rangkap,


yaitu pemberian gas CO2 dilanjutkan dalam dua tingkat. Nira yang telah
ditimbang dipanaskan terlebih dahulu sampai suhu 55 C. Pemanasan tidak
boleh melebihi dari suhu tersebut, karena akan menguraikan gula reduksi
menjadi bahan yang berwarna gelap (terbentuk karamel) sehingga kualitas
gula menjadi turun. Kemudian nira dimasukkan ke dalam peti karbonatasi I,
ditambahkan susu kapur dan gas CO2 sampai pH + 10.5, kemudian nira
ditapis di pressan I untuk memisahkan kotoran dengan filtratnya atau nira
tapis I. Selanjutnya nira tapis I dimasukkan ke dalam peti karbonatasi kedua
untuk diberi gas CO2 dan dipanaskan sampai suhu 70 C, kemudian ditapis di
pressan II untuk memisahkan blotong, dan nira jernih dikeluarkan dari alat
penapis. Selanjutnya diberi gas SO2 di peti sulfitasi sampai pH 7.0-7.2.
Blotong di pressan I dibuang, blotong dalam pressan II dicampurkan dengan
nira karbonatasi I.

Dekolorisasi

Setelah melewati clarifier, kemudian difiltrasi untuk menghilangkan


padatan tersuspensi. Dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor
dengan cara adsorpsi. Jenis adsorben yang digunakan yaitu karbon aktif, resin
dan tepung tulang, namun resin jarang sekali digunakan. Karbon aktif dan
tepung tulang digunakan dalam sistem fixed bed atau moving bed. Dengan fixed
bed cairan gula mengalami beberapa sirkulasi sampai diperoleh warna cairan
yang mendekati warna yang akan ditentukan. Moving bed sistem beroperasi
secara kontinyu, jadi cairan gula akan melewati adsorben.

Adsorben yang digunakan pada proses dekolorisasi akan mengalami


regenerasi. Cairan gula yang telah didekolorisasi akan masuk ke heaters sebelum
masuk ke evaporator. Proses penguapan yang terjadi sama dengan pembuatan
gula sebelumnya. Cairan yang telah dipekatkan akan masuk ke vacuum pans
dengan adanya penambahan seed solution kemudian dicampur dan dipisahkan
dengan sentrifugasi. Dari proses tersebut akan dihasilkan sirup yang akan masuk
ke vacuum pans. Gula putih dicuci dengan air sekali menggunakan sentrifugasi
dan cairan pencuci kembali lagi ke vacuum pans. Gula putih yang terbentuk
masuk ke granulator yang terdiri dari drum pengering dan drum pendingin.
Dalam drum pengering digunakan temperatur 11 oC (230oF), setelah dari
granulator masuk ke drum pendingin. Setelah semua proses selesai akan
diperoleh raw sugar yang telah dimurnikan biasanya dikemas dan disimpan dlam
gudang penyimpanan. Gula yang berwarna coklat diperoleh dari sirup dengan
kemurnian yang rendah, proses pembuatannya sama dengan pembuatan gula
putih.
Tebu

Air imbibisi Penggilinga


n Bagasse

Air
Asam fosfat
Klarifikasi Filtrasi
lime MUD/Blotong

Filtercake
Penguapan

Bibit kristal gula Kristalisas


i

Raw Sugar Gudang


penyimpana
n

Gambar 2 Diagram Proses Pembuatan Gula


Gudang kristal gula Kristal gula

Sirup
Mixing

Sentrifugasi Sirup
afinasi

Melting Melting Molasse

Gas CO2 Kristal


Klarifikasi

Filtrasi Filtercake

Adsorben
Dekolorisasi

Penguapan

Kristalisasi

Air Sentrifugasi

Granulator
Refine Sugar

Kemasan Filling

Labeling

Gudang barang jadi


Gula siap jual

Gambar 3 Diagram Proses Pemurnian Gula Kasar (Raw Sugar Refined)

Anda mungkin juga menyukai