Askep Ispa Pada Anak
Askep Ispa Pada Anak
Askep Ispa Pada Anak
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah
pendidikan, perekoomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan usia yang
rentan penyakit. Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah
ISPA( Insfeksi Saluran Pernafasan Atas )
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) di negara berkembang masih merupakan masalah
kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak merupakan penyebab
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi. Angka kematian ISPA di negara
maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi.
Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %. Hingga saat ini salah
satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut) .ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian
bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4kematian yang terjadi. Setiap anak
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di
puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,2009)
B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan umum :
untuk memahami teoritis dan asuhan keperawatan dari penyakit ISPA.
b. Tujuan khusus:
1. untuk memahami teoritis dari ISPA pada anak( definisi, etiologi, anatomi &
fisiologi, patofisiologi,woc, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan)
2. Untuk memahami dan mengetahui asuhan keperawatan yang
tepat(pengkajian, pemeriksaan fisik, diagnosa, intervensi,) untuk penderita
ISPA pada anak
BAB II
TINJAUAN TEORI
1
A. DEFINISI
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang terutama mengenai
struktur saluran pernafasan di atas laring,tetapi kebanyakan,penyakit ini mengenai bagian
saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan. (Nelson,edisi 15)
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan nafasdan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan
pernafasan (Pincus Catzel& Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan
nafasdalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418). ISPA adalah
radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkanoleh infeksi jasad renik
bakteri, virus maupun riketsia, tanpa / disertai radang parenkim paru.(Mohamad, 35)
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi pernapasan jarang
memilki ciri area anatomik tersendiri. Infesi sering menyebar dari satu struktur ke struktur
lainya karena sifat menular dari membran mukosa yang melapisi seluruh saluran.
Akibatnya,infeksi saluran pernapasan akan melibatkan beberapa area tidak hanya satu
struktur, meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi penyakit lain.
B. ETIOLOGI
Kebanyakan, infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan
mikoplasma, kecuali epiglotitis akut. Organisme streotokokus dan difteria merupakan
agen bakteri utama yang mampu menyebabkan penyakit faring primer, bahkan pada
kasus tonsilofaringitis akut, sebagian besar penyakit berasal dari non bakteri. Walaupun
ada bayak hal yang tumpang tindih, beberapa mikroorganisme lebih mungkin
menimbulkan sindrom pernafasan tertentu daripada yang lain, dan agen tertantu
mempunyai kecenderungan lebih besar dari pada yang lain untuk menimbulkan penyakit
yang berat. Beberapa virus ( misalnya campak) dapat di hubungkan dengan banyak sekali
variasi gejala saluran pernafasan atas dan bawah sebagai bagian dari gambaran klinis
umum yang melibatkan sistem organ lainnya.
2
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antara
lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan
korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus,
koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus. Bakteri dan virus yang paling sering
menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus
influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian
atas yaitu tenggorokan dan hidung.Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-
anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna.
Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada
anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi
lingkungan. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan
yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering
terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
3
Gambar Sistem Pernafasan
4
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus, segmen
bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan.
f. Trakhea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki panjang kurang
lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorakalis
kelima. Trakhea tersebut tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran
tidak lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
g. Bronkus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar dari
pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah; sedangkan
bronkhus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dalam lobus atas dan
bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus adalah bagian percabangan yang
disebut sebagai bronkhiolus.
h. Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu sendiri di
dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru
terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan
pleura viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan
surfaktan. Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian (paru kanan
dan paru kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung
beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut
apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki fungsi
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
2. FISIOLOGI
5
Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi (pernapasan) di dalam tubuh
terdapat tiga tahapan yakni ventilasi, difusi, dan transportasi.
a. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer
ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer, dalam proses ventilasi ini
terdapat beberapa hal yang mempengaruhi, di antaranya adalah perbedaan
tekanan antara atmosfer dengan paru. Semakin tinggi tempat maka tekanan
udara semakin rendah.
Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara semakin
tinggi. Hal lain yang mempengaruhi proses ventilasi kemampuan thoraks dan
paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya,
adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf
otonom, terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi
sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan konstriksi sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi atau
proses penyempitan, dan adanya refleks batuk dan muntah juga dapat
mempengaruhi adanya proses ventilasi, adanya peran mukus ciliaris yang
6
sebagai penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat mengikat
virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians (complience)
dan recoil yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, di antaranya surfaktan yang terdapat pada lapisan
alveoli yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan masih ada
sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan thoraks atau keadaan
paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli,
surfaktan disekresi saat klien menarik napas, sedangkan recoil adalah
kemampuan untuk mengeluarkan CO2 atau kontraksi atau menyempitnya
paru. Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO2 tidak
dapat keluar secara maksimal.
Pusat pernapasan yaitu medula oblongata dan pons pun dapat
mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat
dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila pCO2 kurang dari sama
dengan 80 mmHg maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
b. Difusi Gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2
kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhinya, di antaranya :
a) pertama, luasnya permukaan paru.
b) Kedua,tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstisial keduanya. Ini dapat mempengaruhi proses
difusi apabila terjadi proses penebalan.
c) Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2, hal ini dapat terjadi
seperti O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2
dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi) dan pCO2 dalam
arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli
d) Keempat, afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling
mengikat Hb
7
c. Transportasi Gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan
Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%).
Kemudian pada transportasi CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk
karbominohemoglobin (30%), dan larut dalam plasma (5%), kemudian
sebagian menjadi HCO berada pada darah (65%).
Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, di
antaranya curah jantung (cardiac output) yang dapat dinilai melalui isi
sekuncup dan frekuensi denyut jantung. Isi sekuncup ditentukan oleh
kemampuan otot jantung untuk berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi
denyut jantung dapat ditentukan oleh keadaan seperti over load atau beban
yang dimiliki pada akhir diastol. Pre load atau jumlah cairan pada akhir
diastol, natrium yang paling berperan dalam menentukan besarnya potensi
aksi, kalsium berperan dalam kekuatan kontraksi dan relaksasi. Faktor lain
dalam menentukan proses transportasi adalah kondisi pembuluh darah
latihan/olahraga (exercise), hematokrit (perbandingan antara sel darah dengan
darah secara keseluruhan atau HCT/PCV), eritrosit, dan Hb.(Hidayat A. Aziz
Alimul, 2006)
D. FATOFISIOLOGI
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis
penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi
virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa karena nya tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit
dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyaklit dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.
8
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara
amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu
keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi. Infeksi
bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat
infeksi yang terdahulu.
Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan
gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara),
sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivit
is. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala,
anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya
menunjukkan adanya penyulit.
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting
expiratoir dan wheezing. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam,
hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah
terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. Tanda-tanda laboratoris
hypoxemia,hypercapnia dan acydosis (metabolik dan atau respiratorik) Tanda-tanda
bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak
golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing.
F. PENATALAKSANAAN
9
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Penatalaksanaan Medis
a. Istirahat yang cukup
b. Minum sedikitnya 2 3 liter air sehari, kecuali kalau pada kontra indikasi.
10
c. Medikasi : gunakan semprot hidung atau tetes hidung dua atau tiga kali sehari
atau sesuai yang diharuskan untuk mengatasi gejala hidung tersumbat.
d. Diberikan antibiotik apabila penyebabnya adalah bakteri. (Corwin Eli
Zabeth.J, 2000)
G. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIK
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering digunakan dalam
menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas.
a. Kultur
Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang
menyebabkan faringitis.
b. Biopsi
Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan
tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring,
laring, dan rongga hidung. Dalam tindakan ini mungkin saja pasien mendapat
anastesi lokal, tropical atau umum tergantung pada tempat prosedur
dilakukan.
c. Pemeriksaan pencitraan
Termasuk di dalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CT Scan,
pemeriksaan dengan zat kontras dan MRI (pencitraan resonansi magnetik).
Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari
pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis
atau pertumbuhan tumor dalam kasus tumor.
H. KOMPLIKASI
SPA (saluran pernafasan akut ) sebenarnya merupakan self limited disease yang
sembuh sendiri dalam 5 6 hari jika tidak terjaidi infasi kuman lain, tetapi penyakit ispa
yang tidak mendapatkan pengibatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan
penyakit seperti : sinusitis paranosal, penutupan tuba eustachii, laryngitis, tracheitis,
bronchitis, dan brhoncopneumonia dan berlanjut pada kematian karna adanya sepsis yang
meluas.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA PENDERITA ISPA
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua,
pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah,
nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.
b. Riwayat penyakit dahulu
biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
c. Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.
d. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
12
b. Tanda vital
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
c. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
d. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
f. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
g. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak,
apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
h. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis
i. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
13
a) Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
a) Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
j. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah
terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
k. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
l. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah
ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh b/d proses inspeksi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
c. Nyeri akut b/d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
d. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b/d tudak kuatnya pertahanan
sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
e.
C. Intervensi Keperawatan
14
pada kepala / axial. 2. Dengan
3. Anjurkan klien menberikan
untuk menggunakan kompres maka
pakaian yang tipis dan aakan terjadi proses
yang dapat menyerap konduksi /
keringat seperti perpindahan panas
terbuat dari katun. dengan bahan
4. Atur sirkulasi udara. perantara.
5. Anjurkan klien 3. Proses hilangnya
untuk minum banyak panas akan
2000 2500 ml/hr. terhalangi untuk
6. Anjurkan klien pakaian yang tebal
istirahat ditempat dan tidak akan
tidur selama fase menyerap keringat.
febris penyakit. 4. Penyedian udara
7. Kolaborasi dengan bersih.
dokter : 5. Kebutuhan cairan
Dalam pemberian meningkat karena
therapy, obat penguapan tubuh
antimicrobial, meningkat.
antipiretika 6. Tirah baring untuk
mengurangi
metabolism dan
panas.
7. Untuk mengontrol
infeksi pernapasan
Menurunkan panas
2
Ketidakseimbangan klien dapat 1. Kaji kebiasaan diet,1. Berguna untuk
nutrisi kurang dari mencapai BB input-output dan menentukan
kebutuhan b. d yang timbang BB setiap kebutuhan kalori
anoreksia direncanakan hari menyusun tujuan
15
mengarah 2. Berikan makan berat badan, dan
kepada BB porsi kecil tapi sering evaluasi
normal. dan dalam keadaan keadekuatan
klien dapat hangat rencana nutrisi.
mentoleransi 3. Beriakan oral 2. Untuk menjamin
diet yang sering, buang secret nutrisi adekuat/
dianjurkan. berikan wadah husus meningkatkan kalori
Tidak untuk sekali pakai dan total
16
untuk menghindari mengevaluasi ke
allergen / iritan efektifan dari terapi
terhadap debu, bahan yang diberikan.
kimia, asap,rokok. 2. Mengurangi
Dan mengistirahatkan bertambah beratnya
/meminimalkan penyakit.
berbicara bila suara 3. Peningkatan
serak. sirkulasi pada
3. Anjurkan untuk daerah tenggorokan
melakukan kumur air serta mengurangi
garam hangat nyeri tenggorokan.
4. Kolaborasi 4. Kortikosteroid
Berikan obat sesuai digunakan untuk
indikasi mencegah reaksi
Steroid oral, iv, & alergi / menghambat
inhalasi pengeluaran
analgesik histamine dalam
inflamadi
pernapasan.
Analgesi untuk
mengurangi rasa
nyeri
4
Resiko tinggi tinggi tidak terjadi 1. Batasi pengunjung 1. Menurunkan
penularan infeksi penularan sesuai indikasi potensial terpalan
b.d tudak kuatnya tidak terjadi 2. Jaga keseimbangan pada penyakit
pertahanan komplikasi antara istirahat dan infeksius.
sekunder (adanya aktifitas 2. Menurunkan
infeksi penekanan 3. Tutup mulut dan konsumsi
imun) hidung jika hendak /kebutuhan
bersin, jika ditutup keseimbangan O2
dengan tisu buang dan memperbaiki
17
segera ketempat pertahanan klien
sampah terhadap infeksi,
4. Tingkatkan daya meningkatkan
tahan tubuh, terutama penyembuhan.
anak usia dibawah 2 3. Mencegah
tahun, lansia dan penyebaran
penderita penyakit pathogen melalui
kronis. Dan konsumsi cairan
vitamin C, A dan 4. Malnutrisi dapat
mineral seng atau anti mempengaruhi
oksidan jika kondisi kesehatan umum
tubuh menurun / dan menurunkan
asupan makanan tahanan terhadap
berkurang infeksi
5. Kolaborasi 5. Dapat diberikan
Pemberian obat sesuai untuk organiasme
hasil kultur khusus yang
teridentifikasi
dengan kultur dan
sensitifitas / atau di
berikan secara
profilatik karena
resiko tinggi
18
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang
bermacam-macam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan
pengelolaannya. Sampai saat ini belum ada obat yang khusus antivirus. Idealnya
pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional. Pengobatan yang
rasional adalah apabila pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan
kuma penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA
dapatdideteksi terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat,
19
kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik , baru setelah itu diberikan
antimikroba yang sesuai.
B. SARAN
Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca.
makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam
membuat asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA).Jakarta. 1992.
Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut. 1992
Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien
Alih bahasa I Made Kariasa. Ed 3. Jakarta: EGC.1999
Nelson.vol 2. Asuhan keperawatan pada anak
20