Makalah Toksikologi (Frida Edit)
Makalah Toksikologi (Frida Edit)
Makalah Toksikologi (Frida Edit)
I
PENDAHULUAN
1.2 RumusanMasalah
1.2.1 Apa yang dimaksuddengantoksikologi?
1.2.2 JelaskanPenggolonganObatKardiovaskuler?
1.2.3 MekanismeToksikologiterhadapobatKardiovaskuler?
1.2.4 Jelaskancontohobatkardiovaskuler yang dapatmenyebabkanefektoksik?
1.3 Tujuan
Mengetahui dan memahamitoksikologiterhadapobatgolongankardiovaskulersehingga
dapat menambah pengetahuan kita tentangtoksikologipadaobat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Toksisitas
Toksisitas atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi. Perhatian
harus diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat, dengan mengevaluasi fungsi ginjal dan
hepar. Beberapa obat dapat langsung berefek toksik setelah diberikan, namun obat lainnya
tidak menimbulkan efek toksik apapun selama berhari-hari lamanya.Keracunan obat dapat
mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi adalah nefrotoksisitas
(ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotosisitas (hepar), imunotoksisitas (sistem imun), dan
kardiotoksisitas (jantung) (3).
Toksisitas menimbulkan efek berbahaya dari zat kimia atau obat pada organisme
target. Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan,
konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota
penerima. Untuk mengetahui suatu zat dapat menimbulkan toksisitas atau tidak, dapat
diketahui dengan uji toksisitas. Uji toksisitas terdiri atas dua jenis yaitu : toksisitas umum
(toksisitas akut, sub akut/subkronis, kronis) atau toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik,
dan karsinogen) (4).
Toksisitas akut merupakan efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah
pemberian secara oral dalam dosis tunggal, atau dosis berulang (interval 3 jam dalam 24
jam). Toksisitas Subkronikmerupakan efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji
dengan dosis berulang (selama 28 90 hari). Sedangkan toksisitas kronis merupakan efek
toksik yang timbul setelah pemberian sediaan uji secara berulang selama waktu yang panjang
(tidak kurang dari 12 bulan). Toksisitas ada yang bersifat reversible maupun irreversible (3).
Metabolisme toksik dalam tubuh dapat berupa:
diakumulasi atau disimpan
dikeluarkan dengan atau tanpa transformasi
mengalami perubahan biokimia berupa detoksifikasi. Detoksifikasi bertujuan untuk
mengurangi efek toksik namun justru bisa menambah tingkat toksisitas
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler. Cardiac yang
berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Sistem kardiovaskuler merupakan
organ sirkulsi darah yang terdiri dari jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang
berfungsi memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh
yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan banyak
mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas tubuh, salah
satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi.
Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di arahkan pada organ-organ vital
seperti jantung dan otak yang berfungsi memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu
sendiri (7).
Obat kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi dan
memperbaiki sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) secara langsung ataupun
tidak langsung. Banyak obat yang memengaruhi fungsi fisiologis dan biokimia
kardiovaskular seperti stimulansia SSP, depresansia SSP, dan obat otonom. Yang
dimaksudkan dengan obat kardiovaskular ialah obat yang mempunyai efek utama pada
jantung dan pembuluh darah. Obat yang termasuk dalam golongan obat-obat kardiovaskular
ialah :
Obat Gagal Jantung.
Antiaritmia.
Antiangina.
Antihipertensi.
1) INOTROPIK
a) Glikosida Jantung
Glikosida jantung mempunyai efek inotropik positif, yaitu memperkuat kontraksi otot
jantung sehingga meningkatkan curah jantung. Efek inotropik positif terjadi melalui
peningkatan konsentrasi ion Ca sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung.Glikosida
jantung alamiah dapat diperoleh dari berbagai tanaman, yaitu:
Folia digitalis purpurea menghasilkan digitoksin, gitoksin, dan gitalin.
Folia digitalis lanata menghasilkan lanatosid A (hidrolisisnya menghasilkan digitoksin)
lanatosid B (hidrolisisnya menghasilkan gitoksin) dan lanatosid C (hidrolisisnya
menghasilkan digoksin)
Strofantus gratus menghasilkan glikosid ouabain dan Strofantus kombe menghasilkan
glikosid strofantin.
Urginea maritime (ganggang laut) menghasilkan skilaren, yakni zat aktif yang memacu
kerja jantung.
Efek Samping
Gejala saluran cerna, hilangnya nafsu makan dan mual/muntah merupakan gejala paling
dini yang timbul pada keracunan digitalis.
Efek pada jantung, antara lain ekstrasistol, fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel (gangguan
pembentukan rangsangan), serta dapat terjadi blok SA dan blok AV.
Susunan saraf, sakit kepala, trigeminal neuralgia, capai/lemah, disorientasi, afasia,
delirium, konvulsi dan halusinasi.
Gangguan penglihatan, kromatopsia (buta warna sebagian atau seluruhnya); penglihatan
kabur, diplopia dan skotomata (adanya daerah buta/sebagian buta dalam visus).
Kromatopsia yang sering terjadi adalah warna hijau dan kuning (xantopsia).
Gejala lain: (1) pada laki-laki ada kalanya terjadi ginaekomastia (menyerupai efek
estrogen), (2) kelainan kulit dapat berupa urtikaria (jarang sekali), (3) eosinofilia yang
nyata dalam darah, dan (4) koagulasi darah, belum ada data-data yang jelas dari klinik.
Interaksi Obat
Hipokalemia dan hipomagnesemia merupakan predisposisi untuk intoksikasi digitalis.
Kalsium dan digitalis mempunyai efek yang sama pada miokard. Efek inotropik digitalis
yang positif kemungkinan besar melalui efek Kalsium.
Barbiturat, rifampisin, fenilbutazon, dan fenitoin menginduksi enzim mikrosomal hati
sehingga meningkatkan metabolisme digitoksin (metabolitnya digoksin).
Diuretik (potassium loosing diuretic), klortalidon, etakrinik, furosemid, dan golongan
diuretik tiazid saling memperkuat efek glikosida jantung.
Obat simpatomimetik memudahkan terjadinya ectopic pacemaker.
Neomisin mengganggu absorbsi digitalis.
Verapamil, nifedipin, amiodaron, kuinidin, tetrasiklin, diazepam, eritromisin, dan
hipotiroid dapat meningkatkan efek digoksin. Antasid, prednisone, rifampisin, dan
hipertiroid dapat menurunkan efek digoksin.
b) Dobutamin
Dobutamin adalah suatu agonis -adrenergik yang bekerja sebagai inotropik positif
pada jantung. Dalam dosis sedang, dopamine meningkatkan kontraktilitas miokard tanpa
meningkatkan frekuensi denyut jantung, sedangkan dosis yang lebih tinggi meningkatkan
tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Hal ini agaknya menunjukkan kerja yang relatif
selektif pada otot ventrikel. Jadi, secara relatif, dobutamin lebih menonjol dalam hal
meningkatkan kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan kontraktilitas otot jantung
daripada meningkatkan frekuensi denyut janyung sehingga obat tersebut menghasilkan
inotropik positif.
Secara kimia, dobutamin mirip dengan dopamin, tetapi mempunyai gugus aromatik
sebagai pengganti gugus amino. Katekolamin sintetik ini terutama bekerja pada 1-
adrenoreseptor, sedikit memenuhi 2-reseptor dan serta tidak memengaruhi reseptor
dopamin. Selain itu, dobutamin juga menambah otomatisitas sinus pada manusia;aksi ini
tidak menonjol, seperti pada isoproterenol. Efek yang kontras dengan dopamin, dopamin
tidak mempunyai efek reseptor dopaminergik dalam pembuluh darah ginjal sehingga tidak
menyebabkan vasodilatasi ginjal.
Efek Samping :
Takikardia dan hipertensi, dalam hal ini dosis diturunkan.
Mual, sakit kepala, palpitasi, nyeri angina, sesak nafas, dan aritmia ventrikel kadang-
kadang terjadi.
Fibrilasi atrium. Pada penderits dengan penyakit jantung koroner tanpa gagal jantung,
dopamin dapat menyebabkan iskemik miokard.
Toksisitas, karena efek elektrofisiologi yang disebabkan oleh dobutamin tidak jauh
berbeda dengan isoproterenol dan dopamin, aritmia kordis dapat terjadi. Dobutamin
menambah konduksi AV dan dibarengi dengan fibrilasi atrial. 5 10% pasien memakai
dobutamin, irama jantung dan tekanan sistoliknya meningkat. Efek tersebut segera berkurang
bila dosis diturunkan.
c) Inhibitor Fosfodiesterase
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah amrinon dan milrinon sebagai
inhibitor fosfodiesterase yang memacu peningkatan konsentrasi siklik-AMP intrasel, dan
meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau bersifat inotropik positif. Akhir-akhir ini, hasil
uji klinis menunjukkan bahwa obat-obat ini tidak dapat menurunkan angka kematian
mendadak dan tidak dapat memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung bendungan.
2) DIURETIK
Ginjal memegang peranan penting dalam pathogenesis gagal jantung sebab
pengurangan volume cairan ekstrasel dengan diuretik akan menurunkan preload, mengurangi
bendungan paru, dan edema di perifer. Oleh karena itu, dewasa ini diuretik sering dipakai
sebagai obat pertama pada gagal jantung bendungan ringan dengan denyut jantung yang
normal. Pada fungsi ginjal yang normal, golongan tiazid adalah obat pilihan untuk gagal
jantung.
Obat golongan ini meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- melalui urine. Secara sekunder
terjdi pengeluaran K+ akan membahayakan penderita yang juga mendapat digitalis sebab bila
terjadi hipokalemia, jantung akan lebih rentan terhadap digitalis sehingga mudah terjadi
keracunan digitalis. Dalam hal ini, perlu pemeriksaan elektrolit secara berkala. Pasien juga
harus diberikan sediaan yang mengandung Kalium (KCl) atau banyak makan buah-
buahan.Selain itu, dapat pula diberikan diuretik hemat kalium, seperti aldosteron antagonis
(spironolakton), triamteren, dan amilorid. Dibanding dengan furosemid, efek diuretik hemat
kalium kurang kuat.
Cara kerja diuretik adalah penghambatan secara kompetitif. Hiperaldosterinisme
terjadi karena peningkatan ekskresi aldosteron oleh korteks bertambah. Hal ini disebabkan
oleh sekresi glikokortikoid yang meningkat.
Peningkatan sekresi glikokortikoid tersebut terjadi karena pembedahan, rasa takut, stress,
trauma fisik, perdarahan, asupan kalium meningkat, asupan natrium menurun, bendungan
vena kava inferior, sirosis hepatitis, nefrosis, dan gagal jantung.
3) VASODILATOR
Vasodilator berperan penting dalam mengatasi gagl jantung berat, terutama yang
disebabkan oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik, insufisiensi mitral, dan insufiensi
aorta.Vasodiltor akan memperbaiki keseimbangan kardiovaskular. Pada gagal jantung
bendungan, gangguan fungsi kontraksi jantung diperberat oleh peningkatan kompensasi pada
preload dan afterload. Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole.
Afterload adalah tekanan yang harus diatasi jantung pada saat memompa darah ke sistem
arterial. Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebihan. Peningkatan
afterload menyebabkan jantung bekerja lebih kuat memompa darah ke sistem arterial.
Pemberian vasodilator berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan.
Dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena; vasodilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan
menurunkan afterload.
Pemilihan vasodilator untuk penderita gagal jantung dilakukan berdasarkan gejala
gagal jantung dan parameter yang ada. Pada penderita yang tekanan pengisiannya (filling
pressure) tinggi sehingga sesak nafas yang menonjol, vasodilator akan membantu
mengurangi gejala. Sebaliknya, penderita dengan curah jantung rendah yang ditandai dengan
kelelahan umum (fatique) akan tertolong dengan arteriole dilator. Namun, pada penderita
gagal jantung kronis yang kurang responsif terhadap pengobatan, biasanya kedua faktor di
atas berperan sehingga diperlukan vasodilator yang sekaligus bekerja pada arteriol dan
vena.Vasodilator parenteral misalnya natrium nitroprusid atau nitrogliserin i.v, digunakan
untuk mengobati gagal jantung kronis dan eksaserbasi akut yang berat.
Inhibitor ACE dan vasodilator oral jangka panjang, ditujukan untuk gagal jantung
kronik yang berat refrakter. Nitrogliserin yang digunakan untuk angina pektoris dapat pula
digunakan untuk mengurangi preload sehingga akan mengurangi edema paru.
a. Natrium Nitroprusid
Karena berefek arteriodilator dan vasodilator, obat ini mengurangi tekanan pengisian
dan meningkatkan curah jantung pada penderita gagal jantung dengan gangguan pompa yang
berat. Obat ini lebih efektif dan lebih cepat kerjanya. Isi sekuncup yang ditimbulkan dapat
mengimbangi turunnya resistensi perifer sehingga tekanan darah biasanya tidak banyak
berubah. Kombinasi dengan zat inotropik, misalnya dobutamin akan meningkatkan
efektivitasnya, terutama pada penderita dengan komplikasi hipotensi. Dosis yang biasa
diberikan adalah 15-20 g/menit pada orang dewasa dan 0,1-8 g/kg BB/menit pada anak-
anak.
b. Nitrogliserin
Indikasi utama obat ini ialah untuk angina pectoris, tetapi karena dapat mengurangi
preload, obat ini bermanfaat untuk menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri dan
mengurangi edema paru akut.
Hidralazin
Merupakan arteriodilator. Dalam penggunaan jangka panjang pada gagal jantung
bendungan akan memperbaiki hemodinamik walaupun efeknya terhadap kebertahanan hidup
masih belum jelas. Refleks takikardi yang sering timbul pada penderita hipertensi jarang
terjadi pada pengobatan gagal jantung.
Cara kerja, hidralazin merelaksasi otot polos arteriol secara langsung dan vasodilatasi
yang terjadi dapat menimbulkan reaksi kompensasi yang kuat berupa peningkatan denyut dan
kontraktilitas jantung, serta peningkatan renin plasma dan retensi cairan yang akan melawan
efek hipotensi obat. Penurunan tekanan diastolik lebih besar daripada tekanan sistolik.
Absorbsinya melalui saluran cerna dan hampir sempurna.
Efek samping, dapat berupa :
Retensi natrium dan air. Untuk mengatasinya, berikan diuretic.
Sakit kepala dan takikardi, dapat diatasi dengan menurunkan dosis.
Iskemik otot jantung, gangguan saluran cerna, kulit dan muka memerah, nyeri otot, nyeri
sendi, pembesaran limfa, edema, dan toksik hepar. Semuanya dapat pulih kembali bila
obat dihentikan.
2.2.2 ANTIARITMIA.
a. Patofisiologi Aritmia
Obat-obat antiaritmia terdiri atas golongan molekul heterogen yang memengaruhi
fungsi elektrofisiologi jantung dengan jalan memblok kanal ion (kanal natrium, kalsium, dan
kalium) atau dengan mengurangi efek simpatik.Rangsangan jantung secara normal disalurkan
dari sentrum impuls pacu nodus SA (sinoatrial) melalui atrium, sistem hambatan hantaran
atriventrikuler (AV), berkas serabut Purkinje, dan otot ventrikel.Dalam keadaan normal, pacu
untuk denyut jantung dimulai di denyut nodus SA (Nodus Keith-Flack). Jadi, ada irama
sinus dengan 70-80 kali per menit, di nodus AV (Nodus Tawara) dengan 50 kali per menit (6).
Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan, dan sentrum yang
memimpinini disebut Pacemaker. Dalam keadaan tertentu, sentrum yang lebih rendah pun
dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu :
Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV membentuk pacu
lebih besar.
Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan ke Bundel His akibat
adanya kerusakan pada sistem hantaran atau penekanan oleh obat.
Aritmia terjadi karena gangguan pembentukan impuls (otomatisasi abnormal atau gangguan
konduksi). Gangguan dalam pembentukan pacu, antara lain :
Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus, dan aritmia sinus.
Debar ektopik dan irama ektopik :
Takikardi sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makanan di cerna.
Takikardi pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit, seperti demam,
hipotiroidisme, anemia, lemah miokard, miokarditis, dan neurosis jantung.
b. Jenis-Jenis Aritmia
Aritmia yang paling sering ditemukan adalah :
Flutter Atrium. Pada keadaan ini, kecepatan irama regular yang dikeluarkan oleh
jaringan atrium adalah 220-350/menit. Fokus penyebabnya mungkin dari pacemaker atau
re-entry circuit. Curah darah atrium tetap bertahan, tetapi kemudian berkurang secara
bermakna dan progresif sesuai dengan meningkatnya frekuensi.
Fibrilasi Atrium. Dalam hal ini, terdapat irama yang cepat dan tidak teratur (frekuensi
atrium 350-1000/menit atau lebih); dan frekuensi irama ventrikel bergantung pada
derajat blok AV, biasanya 50-250/menit). Tidak lama kemudian, atrium berkontraksi
dalam ragam yang sinkron dan darah mengalami penumpukan kemudian berkumpul di
sekitar trabekula dinding atrium.
Blok AV. Penekanan konduksi impuls nodus AV dapat memperlambat frekuensi impuls
dengan perbandingan konduksi 1:1 (derajat blok I), blok 1 atau lebih impuls atrium
merambat secara intermiten sehingga rasio antara denyut atrium terhadap ventrikel
menjadi 2:1, 3:2 dan seterusnya (derajat blok xII) atau blok sempurna (derajat blok III).
Pada kasus terakhir pacemaker, ventricular (baik natural maupun elektris) harus ada
untuk mempertahankan fungsi ventrikel.
Ritme hubungan antarventrikular. Iramanya cepat diatur dalam nodus AV atau dalam
saraf. Hal ini sering disebabkan oleh digitalis tetapi dapat pula hilang sendiri.
Takikardi Supraventrikular. Iramanya cepat yang melibatkan nodus AV dan bagian
jaringan trium, serta ventrikel dalam sirkuit re-entry. Berkas penghantar yang ganjil
berada di antara atrium dan ventrikel.
Debar ventrikel premature. Irama ini terdiri atas debar sinus yang teratur dengan
diselingi debar Purkinje atau dari sumber sel ventrikel. Berbagai macam mekanisme
menggarisbawahi aritmia ini. Debar ventrikular prematur dapat memacu aritmia
ventrikular yang lebih berbahaya. Irama bigeminus merupakan variasi antara gabungan
irama sinus yang teratur dan debar ventrikular premature, biasanya dalam rasio 1:1.
Takikardi ventrikuler. Irama ini sering diikuti oleh suatu focus jantung atau keracunan
digitalis yang berat. Hal ini disebabkan oleh fokus (baik pacemaker maupun re-entry)
yang mendominasi ventrikel. Debar sinus dapat berada atau tidak ada di dalam atrium.
Takikardi ventrikuler yang cepat, biasanya secara mekanik tidak efisien dan mengurangi
curah jantung. Aritmia ini juga merupakan predisposisi berkembangnya fibrilasi
ventrikular.
Fibrilasi ventrikular. Aritmia ini merupakan kelainan irama yang paling berbahaya dari
semua jenis aritmia karena tidak lagi ada curah jantung. Sirkulasi harus segera diatasi
dengan defibrilasi atau dengan memijit jantung dari luar dalam sekejap untuk mencegah
kerusakan otak atau jantung secara permanen.
Jadi, aritmia adalah hasil otomatisasi yang tidak normal (aktivitas pacemaker ektopik)
atau konduksi yang tidak normal (blok atau re-entry). Hasil abnormalitas ini pada gilirannya,
berasal dari perubahan pada saluran membran, terutama permeabilitas saluran natrium,
kalsium, dan kalium.
c. Obat-Obat Antiaritmia
Obat antiaritmia memengaruhi aksi potensial dan konduksinya dengan beberapa cara.
Secara klinis, hal ini direfleksasikan dalam denyut nadi dan tekanan darah yang sama
baiknya, seperti pada EKG.
Obat antiaritmia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas menurut efek
elektrofisiologiknya, penggolongan ini tidak selalu dapat dipakai dalam klinik karena tiap
obat dapat menunjukkan lebih dari 1 efek elektrofisiologik.
d. Kuinidin
Farmakologi, merupakan dekstroisomer dari kuinin, absorbsinya cepat pada
pemberian oral, dimetabolisasi oleh hati dan diekskresi dengan cepat oleh ginjal.
Efek Elektrofisiologik :
Meningkatkan konduksi nodus AV (vagolitik), dan
Menurunkan otomatisitas dan memperpanjang aksi potensial pada otot
ventrikel, serabut Purkinje, dan otot atrium.
Indikasi Klinik :
Aritmia ventrikel dan ektopik ventrikel,
Menghilangkan flutter atau fibrilasi atrial. Sebelumnya, penderita harus diobati
dulu dengan digitalis atau -blocker untuk menghindari efek vagolitik pada
nodus AV dengan mengakibatkan peningkatan respons pada ventrikel sehingga
terjadi disritmia atrial, dan
Kontraksi prematur atrial.
Efek samping dan Toksisitas :
Pada EKG, tampak QT dan QRS sangat memanjang, nodus SA terhenti, blok
AV tingkat tinggi, takiaritmia ventrikel, asistol, perlambatan/pemendekan
nodus AV, dan dapat mengubah fibrilasi atrium menjadi fibrilasi ventrikel.
Hipotensi disebabkan oleh vasodilatasi perifer dan efek inotropik negatif.
Gejala saluran cerna berupa mual, muntah, dan diare.
Reaksi imunologik berupa drug fever, reaksi anafilaksis, trombositopenia.
Sinkonisme, dengan gejala tinnitus, pandangan kabur, gangguan saluran cerna,
dan delirium.
Sinkop.
Interaksi Obat :
Barbiturat, fenitoin, primidon, dan rifampisin dapat meningkatkan
metabolisme kuinidin.
Simetidin dapat menurunkan metabolisme kuinidin.
Amiodaron dapat meningkatkan efek kuinidin.
Kuinidin dapat meningkatkan efek digoksin, digitoksin, dan dapat
menghambat neuromuscular.
e. Prokainamid
Sifat Farmakologis. Struktur kimia prokainamid mirip dengan prokain. Obat ini
dapat diberikan per oral atau parenteral.
Indikasi Klinik, hampir sama dengan kuinidin. Prokainamid atau kuinidin dapat
dipakai salah satu jika yang lain tidak efektif. Prokainamid juga merupakan obat
yang baik untuk disritmia ventrikular.
Efek samping dan Toksisitas, dapat berupa;
Bradikardi dan blok AV, tingkat blok dan bradikardia pada prokainamid tinggi,
Dapat terjadi perubahan fibrilasi atrial menjadi fibrilasi ventrikular,
Hipotensi,
Delirium,
Reaksi imunologik: drug fever, agranulositosis, sindrom mirip-lupus (terutama
atralgia dan perikarditis). Berbeda dengan SLE sebenarnya, kecendrungan
(predileksi) kurang pada wanita; melibatkan otak dan ginjal, leucopenia,
anemia, trombositopenia. Asetilator lambat lebih mudah dipengaruhi (lebih
sensitif).
f. Disopiramid
Sifat Farmakoligi, Absorbsinya baik pada pemberian oral. Senyawa induk dan
metabolitnya diekskresikan melalui ginjal. Kira-kira separuh dari obat mengalami
metabolisme lintas-pertama dihati.
Indikasi klinik, Pemberian per oral berperanan penting dalam pengobatan dan
pencegahan takikardia ventrikel dan kontraksi ektopik ventrikel.
Toksisitas, Obat ini memberikan efek inotropik negatif terbesar, dapat memperberat
payah jantung kongestif. Sifat parasimpatolegiknya menimbulkan retensi urin,
konstipasi, dan glaucoma sudut tertutup. Seperti kuinidin dan prokainamid,
disopiramid obat ini dapat mengeksaserbasi disritmia ventrikel (jarang).
g. Lidokain
Sifat Farmakologi, lidokain adalah obat yang banyak digunakan sebagai obat
anestesi lokal. Metabolisme terjadi di hati (mengalami de-etilasi), dan diekskresi
melalui ginjal.
Indikasi klinik, lidokain merupakan terapi primer untuk disritmia ventrikel
(diberikan secara i.v) dan juga digunakan untuk pencegahan disritmia ventricular
pada keadaan infark miocard akut (pemberian i.v dan i.m).
Efek samping dan Toksisitas, efek samping yang menonjol pada lidokain adalah :
gejala SSP berupa mengantuk, disorientasi, kejang, dan psikosis (terutama pada
pasien lanjut usia dan penderita payah jantung kronis); dan
Hipotensi.
Interaksi obat, Simetidin dan propranolol dapat meningkatkan toksisitas lidokain.
h. Fenitoin
Sifat Farmakologis, Fenitoin merupakan derivat hidantoin. Obat ini diabsorbsi dengan
baik pada pemberian oral, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Fenitoin
dalam darah terikat dengan protein sebesar 90%. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk
metabolit terkonjugasi.
i. Bretelium
Farmakokinetik, metabolismenya tidak jelas, dan ekskresi melalui ginjal.Indikasi
klinik, aritmia ventrikularnya di unit perawatan intensif (ICU) atau keadaan henti
jantung.
Toksisitas, dapat berupa:
Hipotensi (akibat blockade cabang aferen refleks baroreseptor),
mual dan muntah,
vertigo dan pusing, dan
hipertensi dengan golongan simpatomimetik.
j. -Blocker
Farmakokinetik, -blocker memiliki ikatan protein yang tinggi, dimetabolisasi di hati
dan diekskresikan dalam urine.
Indikasi klinik, -blocker digunakan untuk:
Takiaritmia supraventrikular paroksimal,
Infark pascamiocard, untuk menurunkan resiko re-infark dan kematian mendadak,
dan
Pada keadaan tertentu dari miokard infark akut.
Toksisitas, toksisitas yang berhubungan dengan blokade beta pada daerah
nonvascular, berupa bronkospasme; eksaserbasi penyakit hipoglikemia;
terselubungnya respons simpatik terhadap hipoglikemia;efek inotropik negatif,
eksaserbasi dan presipitasi payah jantung kongestif; dan blokade jantung. Toksisitas
pada SSP berupa halusinasi, mimpi buruk, dan depresi.
l. Amiodaron
Sifat Farmakologis, pada pemberian amiodaron secara i.v atau per oral, dibutuhkan
waktu 2-4 minggu untuk mencapai keadaan yang mantap. Metabolismenya terjadi di
hati, dan waktu paruhnya berkisar antara 10-50 hari.
Indikasi klinik, disritmia atrial dan ventricular yang resisten terhadap obat.
Toksisitas, amiodaron dapat menimbulkan efek samping mikrodeposit pada kornea;
hiper-dan hipotiroidisme; hepatotoksik; alveolitis dan/atau fibrosis paru;
meningkatnya kadar digitalis dan aktivitas obat golongan warfarin, menurunnya
fungsi ventrikel kiri; fotosensitivitas; deposit pada kulit sehingga berwarna kebiruan.
c) Propafenon
Seperti halnya dengan Flekainid, propafenon memperlambat konduksi dalam
seluruh jaringan otot jantung, dan dianggap sebagai obat antiaritmia
berspektrum luas (6).
2.2.3 ANTIANGINA.
a. Pendahuluan
Angina pectoris adalah gejala utama penyakit jantung iskemik, berupa rasa nyeri
hebat di dalam dada (retrosternal) yang menjalar ke lengan kiri, leher, atau rahang; dicetuskan
oleh kerja fisik, ketegangan mental, hawa dingin, atau pada waktu makan. Nyeri angina dapat
terjadi bila aliran darah koroner tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik jantung.
Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan obat yang memperbaiki perfusi darah ke
miocard atau yang mengurangi kebutuhan metabolik jantung atau obat yang bekerja dengan
kedua cara ini. Gejala angina pectoris timbul ketika suatu ketidakseimbangan akut antara
kebutuhan oksigen miokard dan jumlah oksigen yang ada untuk keperluan tersebut terjadi.
Hal ini terjadi ketika terdapat peningkatan kebutuhan oksigen yang tiba-tiba pada suatu
jantung iskemik yang kronis, atau ketika terdapat spasme dari suatu arteri koroner (disebut
varian=atipikal=angina Prinzmetal). Selain itu, terdapat juga angina tak stabil yang biasanya
disebabkan oleh ruptur suatu plak ateromatous dalam suatu arteri koroner yang selanjutnya
bisa berkembang menjadi serangan infark miocard (6).
Obat-obat yang digunakan pada pengobatan angina antara lain, Vasodilatator koroner
(terdiri dari Nitrat Organik dan Antagonis Kalsium) dan -Blockers yang berfungsi
mengurangi kebutuhan oksigen miocard (6).
2. -Blockers
Farmakologi, -blockers memperlambat pukulan jantung (bradycardia, efek
kronotrop negatif), sehingga mengurangi kebutuhan oksigen miocard. Juga
digunakan pada terapi interval. Zat-zat ini mengikat diri secara reversibel pada
reseptor -adrenoreseptor dan dengan demikian memblok reaksi atas impuls saraf
simpatik atau katekolamin (nor/adrenalin, serotonin, dan sebagainya) dari sirkulasi.
Blokade reseptor 1 menurunkan frekuensi jantung (efek kronotrop negatif), daya
kontraksi (efek inotrop negatif), dan volume-menit jantung. Kecepatan penyaluran
AV diperlambat dan tekanan darah diturunkan.
Blokade reseptor 2 dapat antara lain menimbulkan bronchokonstriksi dan
meniadakan efek vasodilatasi dari katekolamin terhadap pembuluh perifer.
2.2.4 ANTIHIPERTENSI.
a. Pendahuluan
Hipertensi adalah penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya tekanan diastolic
lebih dari 90 mmHg pada saat istirahat, kecuali pada isolated systolic hypertension, dengan
adanya peningkatan tekanan sistolik tanpa disertai peningkatan tekanan diastolik. Ada
hipertensi yang tidak diketahui sebabnya (hipertensi esensial) atau hipertensi sekunder
dengan sebab yang jelas, misalnya penyakit ginjal, penyakit renovaskuler, berbagai penyakit
endokrin, coarcttion of the orta, dan obat-obatan (6).
Hipertensi biasanya asimptomatik (tidak ada gejala). Tetapi hipertensi kronis
menyebabkan komplikasi tertentu (gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan iskemia miocard).
Walaupun sulit untuk memberikan definisi yang persis mengenai derajat keparahan
hipertensi, patokan kerja yang dapat digunakan, antara lain :
Hipertensi ringan (135/85-140/90 mmHg).
Hipertensi sedang (140/90-160/100 mmHg).
Hipertensi berat (> 160/100 mmHg).
Hipertensi Emergensi (tekanan diastolik > 120 mmHg, atau jika ada ensefalopati dengan
tekanan darah berapa pun).
Terapi hipertensi umumnya merupakan terapi obat seumur hidup, dan karena itu harus hati-
hati memastikan bahwa diagnosis adalah benar.
3) Inhibitors ACE.
Inhibitors ACE menghambat konversi Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Senyawa
ini juga menghambat inaktivasi bradikinin. Hambatan terhdap ACE tidak hanya terjadi dalam
plasma tetapi juga didalam endothelium vaskular, menghasilkan vasodilatasi, penurunan
resistensi perifer, dan penurunan tekanan darah. Terdapat bukti bahwa inhibitor ACE
memperbaiki arteriol medial hypertrophy yang terjadi pada hipertensi dan mengurangi
hipertrofi jantung. Inhibitor ACE juga mengurangi produksi aldosterone dan retensi Na+, dan
ini juga dapat berperan dalam efek antihipertensinya.
4) Vasodilator.
Beberapa obat antihipertensi merupakan vasodilator langsung pada arterioli. Bloker
kanal kalsium (Ca-antagonis) mengurangi masuknya Ca2+ kedalam sel melalui potential-
operated Ca-chanels. Natrium Nitroprusid meniru kerja EDRF (nitrogen monoksida) pada
otot polos vaskular. Mekanisme kerja vasodilator lainnya, seperti minoksidil, hidralazin, dan
diazoksid yang bekerja langsung pada arteriol, tidak diketahui, tetapi beberapa diantaranya
mungkin bekerja dengan cara stimulasi K+-effluks dari sel-sel melalui kanal K+. Hidralazin
dan Ca antagonis menyebabkan suatu refleks takikardia, yang dapat diatasi (dan efek
antihipertensinya bertambah) dengan pemberian bersama suatu -blocker. Jika suatu
vasodilator menyebabkan retensi garam dan air, suatu diuretik dapat ditambahkan.
BAB III
PEMBAHASAN
2. Metildopa
Efek yang tidak diinginkan yang paling sering terjadi pada penggunaan metildopa adalah
sedasi terbuka, terutama pada awal pengobatan. Dengan terapi jangka panjang, pasien
mengeluhkan rasa lelah mental dan konsentrasi mental terganggu. Mimpi buruk, depresi
mental, vertigo, dan tanda-tanda ekstrapiramidal mungkin terjadi tetapi relatif jarang. Laktasi,
dikaitkan dengan peningkatan sekresi prolaktin, dapat terjadi baik pada pria dan pada wanita
yang diobati dengan metildopa. Toksisitas ini mungkin dimediasi oleh penghambatan
mekanisme dopaminergik di hipotalamus.
Efek samping penting lainnya dari metildopa adalah pengembangan tes Coombs positif
(terjadi pada 10-20% dari pasien yang menjalani terapi selama lebih dari 12 bulan), yang
kadang-kadang membuat sulitnya pencocokan darah untuk transfusi dan jarang dikaitkan
dengan anemia hemolitik, sebagai obat hepatitis dan obat demam. Penghentian penggunaan
obat biasanya menghasilkan pembalikan/pengembalian yang cepat dari kelainan ini.
Penanganan :
No ipecac, AC, whole-bowel irrigation (WBI) for clonidine patch ingestions, naloxone
drip, IV fluids, sodium nitroprusside (SCN) for ini-tial hypertension.
Crystalloid fluid boluses, direct-acting vaso-pressors NE > phenylephrine.
Crystalloid fluid boluses and vasopressors (dopamine).
Klonidin
Mulut kering dan sedasi sering terjadi dan bisa berat. Kedua efek terpusat dimediasi
dan tergantung dosis dan bertepatan temporal dengan efek antihipertensi obat.
Obat tidak boleh diberikan kepada pasien yang berisiko depresi mental dan harus
ditarik jika depresi terjadi selama terapi. Pengobatan bersamaan dengan antidepresan trisiklik
dapat menghalangi efek antihipertensi dari clonidine. Interaksi diyakini karena tindakan
-adrenoceptor-blocking trisiklik.
Penarikan clonidine setelah lama digunakan, terutama dengan dosis tinggi (lebih dari
1 mg / d), dapat menyebabkan krisis hipertensi dimediasi oleh peningkatan aktivitas saraf
simpatik. Pasien menunjukkan kegelisahan, takikardia, sakit kepala, dan berkeringat setelah
menghilangkan satu atau dua dosis obat. Meskipun kejadian krisis hipertensi yang parah tidak
diketahui, itu cukup penting untuk memperingatkan kemungkinan yang bisa terjadi secara
berhati-hati pada semua pasien yang mengambil/menggunakan clonidine. Jika obat harus
dihentikan, ini harus dilakukan secara bertahap sementara agen antihipertensi lainnya diganti.
Pengobatan krisis hipertensi terdiri dari reinstitution terapi clonidine atau administrasi - dan
agen -adrenoceptor-blocking.
Pengobatan : Dekontaminasi - tidak ada ipecac, lavage oro-lambung;
IV cairan dan vasoMech (mobil-DIAC dan perifer Na channel blocker)
Guanethidin :
Penggunaan terapi guanethidine sering dikaitkan dengan gejala hipotensi postural dan
setelah latihan, terutama bila obat diberikan dalam dosis tinggi, dan dapat menghasilkan
penurunan aliran darah ke jantung dan otak atau bahkan kejutan nyata yang membahayakan.
Guanethidine-induced sympathoplegia pada pria dapat berhubungan dengan ejakulasi
tertunda (ke dalam kandung kemih). Guanethidine umumnya menyebabkan diare, yang
dihasilkan dari peningkatan motilitas gastrointestinal karena dominasi parasimpatis dalam
mengendalikan aktivitas otot polos usus.
Interaksi dengan obat lain dapat mempersulit terapi guanethidine. Agen
simpatomimetik, pada dosis yang tersedia di over-the-counter persiapan dingin, dapat
menghasilkan hipertensi pada pasien yang memakai guanethidine. Demikian pula,
guanethidine dapat menghasilkan krisis hipertensi dengan melepaskan katekolamin pada
pasien dengan pheochromocytoma. Ketika antidepresan trisiklik yang diberikan kepada
pasien yang memakai guanethidine, efek antihipertensi obat dilemahkan, dan diikuti dengan
hipertensi berat.
Reserpin:
Biasanya diberikan pada dosis rendah, reserpin menghasilkan hipotensi postural kecil.
Sebagian besar efek yang tidak diinginkan dari reserpin hasil dari tindakan pada otak atau
saluran pencernaan.
Dosis tinggi dari reserpin menghasilkan sedasi, lesu, mimpi buruk, dan depresi mental
yang berat; kadang-kadang, ini terjadi bahkan pada pasien yang menerima dosis rendah (0,25
mg / d). Lebih jarang, dosis rendah reserpin menghasilkan efek ekstrapiramidal menyerupai
penyakit Parkinson, mungkin sebagai akibat dari penipisan dopamin di korpus striatum.
Meskipun efek sentral ini jarang terjadi, harus ditekankan bahwa hal tersebut dapat terjadi
kapan saja, bahkan setelah pengobatan yang berbulan-bulan. Pasien dengan riwayat depresi
mental tidak harus menerima reserpin, dan obat harus dihentikan jika depresi muncul.
Reserpin agak sering menghasilkan diare ringan dan kram pencernaan dan meningkatkan
sekresi asam lambung. Obat sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan riwayat ulkus
peptikum.
Propanolol:
Hasil toksisitas utama propranolol dari blokade jantung, pembuluh darah, atau
reseptor bronkial. Yang paling penting dari ini ekstensi diprediksi dari tindakan -blocking
terjadi pada pasien dengan bradikardia atau penyakit konduksi jantung, asma, insufisiensi
vaskular perifer, dan diabetes.
Ketika propranolol dihentikan setelah pemakaian rutin yang lama, beberapa pasien
mengalami sindrom penarikan, dimanifestasikan oleh kegelisahan, takikardia, peningkatan
intensitas angina, atau peningkatan tekanan darah. Infark miokard telah dilaporkan pada
beberapa pasien. Meskipun kejadian komplikasi ini mungkin rendah, propranolol tidak boleh
dihentikan secara tiba-tiba. Sindrom penarikan mungkin melibatkan up-regulasi atau
supersensitivity dari adrenoseptor.
Hidralazin:
Efek samping yang paling umum dari hydralazine adalah sakit kepala, mual,
anoreksia, jantung berdebar, berkeringat, dan pembilasan. Pada pasien dengan penyakit
jantung iskemik, takikardia refleks dan stimulasi simpatis dapat menimbulkan angina atau
aritmia iskemik. Dengan dosis 400 mg / d atau lebih, ada 10-20% kejadian-terutama pada
orang yang perlahan acetylate obat-sindrom yang ditandai dengan arthralgia, mialgia, ruam
kulit, dan demam yang menyerupai lupus eritematosus. Sindrom ini tidak terkait dengan
kerusakan ginjal dan dibalikkan oleh penghentian hydralazine. Neuropati perifer dan obat
demam adalah efek samping yang serius tapi jarang lainnya.
Penanganan: Cairan, -pressors
minoxidil:
Takikardia, palpitasi, angina, dan edema yang diamati ketika dosis blocker dan
diuretik tidak memadai. Sakit kepala, berkeringat, dan hirsutisme, yang sangat mengganggu
pada wanita, relatif umum. Minoxidil menggambarkan bagaimana toksisitas satu orang dapat
menjadi terapi orang lain. Minoxidil topikal (seperti Rogaine) digunakan sebagai stimulan
untuk pertumbuhan rambut untuk koreksi kebotakan.
Penanganan: Cairan, -pressors
Na-nitroprusida
Selain menurunkan tekanan darah yang berlebihan, toksisitas paling serius terkait
dengan akumulasi sianida; asidosis metabolik, aritmia, hipotensi yang berlebihan, dan
kematian telah menghasilkan. Dalam beberapa kasus, toksisitas setelah dosis relatif rendah
nitroprusside menyarankan cacat dalam metabolisme sianida. Administrasi natrium tiosulfat
sebagai donor sulfur memfasilitasi metabolisme sianida. Hydroxocobalamin bergabung
dengan sianida untuk membentuk cyanocobalamin tidak beracun. Keduanya telah dianjurkan
untuk profilaksis atau pengobatan keracunan sianida selama pemberian infuse nitroprusside.
Tiosianat dapat terakumulasi selama pemberian berkepanjangan, biasanya beberapa hari atau
lebih, terutama pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang tidak mengeluarkan tiosianat pada
tingkat normal. Toksisitas tiosianat dimanifestasikan sebagai kelemahan, disorientasi,
psikosis, kejang otot, dan kejang-kejang, dan diagnosis ditegakkan dengan menemukan
konsentrasi serum lebih besar dari 10 mg / dL. hipotiroidisme tertunda jarang terjadi, karena
penghambatan tiosianat serapan iodida oleh tiroid. Methemoglobinemia selama pemberian
infus nitroprusside juga telah dilaporkan.
Penanganan: Cairan, -pressors
Diazoxid:
Toksisitas paling signifikan dari diazoxide adalah hipotensi berlebihan, yang
dihasilkan dari rekomendasi untuk menggunakan dosis tetap 300 mg pada semua pasien.
Hipotensi tersebut telah mengakibatkan stroke dan infark miokard. Respon refleks simpatis
dapat memprovokasi angina, bukti elektrokardiografi iskemia, dan gagal jantung pada pasien
dengan penyakit jantung iskemik, dan diazoxide harus dihindari dalam situasi ini.
Diazoxide menghambat pelepasan insulin dari pankreas (mungkin dengan membuka
saluran kalium dalam membran sel) dan digunakan untuk mengobati hipoglikemia sekunder
untuk insulinoma. Kadang-kadang, hiperglikemia mempersulit penggunaan diazoxide,
terutama pada orang dengan insufisiensi ginjal.
Berbeda dengan diuretik thiazide struktural terkait, diazoxide menyebabkan ginjal
mengalami retensi garam dan air. Namun, karena obat ini digunakan untuk jangka pendek
saja, masalah ini jarang terjadi.
Penanganan: Cairan, -pressors
(1) hipokalemia, (2) alkalosis, (3) hipoksia, (4) hipokalsemia, (5) hipomagnesia, (6)
hipotiroidisme, (7) hiponatremia, dan (8) katekolamin. Keracunan dapat dibedakan menjadi:
A. Keracunan Akut Keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi
secara mendadak setelah makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya
terjadi pada banyak orang (misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota
keluarga atau bahkan seluruh warga kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunya
gejala hampir sama dengan sindrom penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya
kemungkinan keracunan pada sakit mendadak. B. Keracunan Kronis Berbeda dengan
keracunan akut, diagnosis keracunan kronis sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan
lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam
dosis yangreatif kecil. III.
Mekanisme digoxin
Secara normal : 1. Ionotropik positif (meningkatkan kontraktilitas jantung). 2. Kronotropik
negatif (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardi atau fibrilasi atrium). 3.
Mengurangi aktivasi saraf simpatis. Mekanisme ketoksikan digoxin 1. Overdosis digoxin
(>1ng/ml) - Tonus simpatis : otomatisitas otot, AV node, dan sel-sel konduksi; meningkatnya
after depolarization - Menurunnya otomatisitas SA node dan konduksi AV node
2. LIDOKAIN
Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa sebagai anestesi lokal amida oleh
Lofgren pada tahun 1943. Ia menimbulkan hambatan hantaran yang lebih cepat, lebih kuat,
lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Tidak seperti prokain,
lidokain lebih efektif digunakan secara topikal dan merupakan obat anti disritmik jantung
dengan efektifitas yang tinggi. Untuk alasan ini, lidokain merupakan standar pembanding
semua obat anestesi lokal yang lain. Tiap mL mengandung: 2 (Dietilamino) N (2,6
dimetil fenil) asetamida hidroklorida.
Gambar 2.1. Struktur lidokain
FARMAKOKINETIK
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak.
Sekitar 70% (55-95%) lidokain dalam plasma terikat protein, hampir semuanya dengan alfa 1
acid glycoprotein. Distribusi berlangsung cepat, volume distribusi adalah 1 liter per
kilogram; volume ini menurun pada pasien gagal jantung. Tidak ada lidokain yang diekskresi
secara utuh dalam urin.
Jalur metabolik utama lidokain di dalam hepar (retikulum endoplasma), mengalami
dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed function oxidases) membentuk
monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid, yang kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi
monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid maupun glisin xilidid
ternyata masih memiliki efek anestetik lokal.
Penyakit hepar yang berat atau perfusi yang menurun ke hepar yang dapat terjadi
selama anestesi, menurunkan kecepatan metabolisme lidokain. Bersihan lidokain mendekati
kecepatan aliran darah di hepar, sehingga perubahan aliran darah hepar akan mengubah
kecepatan metabolisme. Bersihan lidokain dapat menurun bila infus berlangsung lama. Waktu
paro eliminasi adalah sekitar 100 menit. Sebagai contoh, waktu paro eliminasi lidokain
meningkat lebih dari lima kali pada pasien dengan disfungsi hepar dibanding dengan pasien
normal. Cimetidin dan propranolol menurunkan aliran darah hepar dan bersihan lidokain.
Penurunan metabolisme hepatik terjadi pada pasien yang dianestesi dengan obat anestesi
volatil.
Paru-paru mampu mengambil obat anestesi lokal seperti lidokain. Mengikuti cepatnya
obat anestesi lokal masuk ke sirkulasi vena, ambilan paru-paru ini akan membatasi
konsentrasi obat yang mencapai sirkulasi sistemik untuk didistribusikan ke sirkulasi koroner
dan serebral.
Sambungan saraf-otot dan ganglion
Lidokain dapat mempengaruhi transmisi di sambungan saraf-otot, yaitu menyebabkan
berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf atau suntikan asetilkolin intra-arteri;
sedangkan perangsangan listrik langsung pada otot masih menyebabkan kontraksi.
Sistem kardiovaskular
Pengaruh utama lidokain pada otot jantung ialah menyebabkan penurunan
eksitabilitas, kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi. Lidokain juga menyebabkan
vasodilatasi arteriol. Efek terhadap kardiovaskular biasanya baru terlihat sesudah dicapai
kadar obat sistemik yang tinggi, dan sesudah menimbulkan efek pada sistem saraf pusat.
Otot polos
In vitro maupun in vivo, lidokain berefek spasmolitik dan tidak berhubungan dengan efek
anestetik. Efek spasmolitik ini mungkin disebabkan oleh depresi langsung pada otot polos,
depresi pada reseptor sensorik, sehingga menyebabkan hilangnya tonus refleks setempat.
EFEK SAMPING
Reaksi yang tidak diinginkan yang serius jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi akibat dosis
lebih relatif atau mutlak (toksisitas sistemik) dan reaksi alergi.
Sistem kardiovaskular
Injeksi intravena yang sangat cepat dapat menimbulkan konsentrasi yang tinggi pada
pembuluh-pembuluh koroner yang mengakibatkan depresi langsung pada miokard, mungkin
diikuti oleh henti jantung. Efek pada sirkulasi dapat timbul sebagai gejala satu-satunya,
bahkan sebelum timbul efek pada susunan saraf pusat yakni relaksasi otot polos vaskuler
arteriol. Sebagai hasil terjadi hipotensi berat yang menggambarkan penurunan tahanan
vaskuler sistemik dan laju jantung. Perlu untuk dicatat bahwa blok saraf pusat dapat
menimbulkan blok simpatis dengan hipotensi dan mungkin bradikardi.
Sebagian toksisitas jantung yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi plasma
lidokain dapat terjadi karena obat ini juga menghambat saluran Na jantung. Pada konsentrasi
rendah, efek pada saluran Na ini mungkin memperbesar sifat antidisritmi jantung, tetapi jika
konsentrasi plasma berlebihan, saluran Na jantung cukup dihambat sehingga konduksi dan
automatisitas didepresi dan merugikan. Kelebihan konsentrasi plasma lidokain dapat
memperlambat konduksi impuls jantung yang ditunjukkan dengan pemanjangan interval P-R
dan kompleks QRS pada elektrokardiogram. Efek pada saluran ion kalsium dan kalium juga
dapat memperbesar toksisitas jantung.
Pencegahan
Reaksi alergi
Reaksi alergi terhadap lidokain adalah sangat jarang, meskipun obat ini sering
digunakan. Diperkirakan bahwa kurang dari 1% semua reaksi merugikan disebabkan oleh
karena mekanisme alergi. Malahan sangat besar respon merugikan yang sering dihubungkan
dengan reaksi alergi ternyata manifestasi kelebihan konsentrasi lidokain dalam plasma.
dalam saraf. Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa meningkatkan fraksi non-ionisasi boleh
jadi menambah kecepatan difusi anestetik lokal melintasi membran cuff pipa endotrakea.
Meningkatkan pH larutan diprediksi dapat meningkatkan prosentase bentuk non-ionisasi, dan
dapat dicapai dengan menambahkan larutan natrium bikarbonat. Namun hal tersebut perlu
dipertimbangkan secara hati-hati, karena kemungkinan terjadinya kebocoran cuff pipa
endotrakea durante operasi dapat terjadi, dan natrium bikarbonat akan menginaktivasi
surfaktan menyebabkan atelektasis paru. Peningkatan fraksi non-ionisasi tergantung pula
pada pKa obat; dengan meningkatkan temperatur anestetik lokal akan menurunkan pKa obat
yang menyebabkan peningkatan fraksi non-ionisasi.
BATUK DAN GEJOLAK HEMODINAMIK SEWAKTU EKSTUBASI
Batuk dan gejolak hemodinamik sewaktu ekstubasi atau dikenal sebagai emergence
phenomenon adalah problem klinis sehari-hari yang secara potensial memiliki bahaya
karena dapat menyebabkan gerakan pasien yang tidak terkontrol, hipertensi, takikardia atau
aritmia, iskemi miokard, perdarahan surgikal, bronkospasme, dan peningkatan tekanan
intrakranial dan intraokular.
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk membantu mengurangi batuk sewaktu
ekstubasi, termasuk ekstubasi dalam (pencabutan pipa endotrakea saat pasien masih dalam
pengaruh adekuat anestesi umum), pemberian opiat intravena, atau pemberian lidokain
intravena sebelum ekstubasi, karena opiat dan lidokain sistemik memiliki sifat antitusif.
Namun teknik-teknik ini memiliki keterbatasan sendiri-sendiri, opiat dapat menyebabkan
sedasi sehingga memperlama waktu pemulihan, bahkan dapat menyebabkan depresi nafas.
Telah diketahui bahwa lidokain intravena dapat menekan refleks batuk tanpa efek samping
serius sewaktu intubasi endotrakeal, ekstubasi, bronkografi, bronkoskopi, dan laringoskopi.
Lidokain intravena dengan dosis 1,0-2,0 mg/kg, menghasilkan kadar lidokain plasma 3
mcg/ml dapat menekan refleks batuk. 4,41 Namun durasi Lidokain intravena adalah pendek
(5-20 menit) Jendela yang sempit ini menyebabkan waktu pemberian optimal sewaktu
pemulihan dari anestesi umum sulit didapatkan. Lidokain intravena, sebagaimana opiat
intravena, juga menyebabkan sedasi dan menyebabkan penundaan pemulihan dari anestesi
umum.
Dollo dkk (2001) melakukan percobaan invitro dan mengemukakan bahwa lidokain
bentuk dasar dapat berdifusi sekitar 65%, sementara bentuk hidroklorida (bentuk yang
tersedia sebagai obat) hanya sedikit yaitu sebanyak 1%. Sehingga jumlah lidokain yang
diperlukan jauh lebih banyak. Alkalinisasi lidokain hidroklorida memungkinkan jumlah yang
lebih sedikit (20-40mg vs 200-500mg) dan berdifusi lebih cepat.
Dengan dasar ditemukannya konsentrasi minimum (C m) lidokain topikal yang dapat
menghambat aktivasi RAR oleh Camporesi yaitu 155 mcg/ml, maka berbagai usaha
dilakukan untuk menentukan pH lidokain teralkalinisasi yang optimal untuk berdifusi
melintasi cuff pipa endotrakea. Sebagaimana telah disebutkan di bagian pendahuluan,
akhirnya Jaichandran dkk (2008) mengemukakan pada pH 7,6 lidokain yang berdifusi paling
banyak pada 30 menit pertama, namun pada menit 90 sampai menit 300, lidokain pada pH
7,4 berdifusi lebih banyak dibanding pada pH 7,6 dan 7,8. Selain itu pada pH 7,6 dan 7,8
ditemukan endapan, sehingga menyulitkan pengosongan cuff dari balon pilot. Konsentrasi
minimum (Cm) untuk menghambat RAR ditemukan pada 90 menit pada ketiga kelompok.
Karena itu Jaichandran menyarankan campuran Lidokain HCl 2% 6cc ditambah Natrium
Bikarbonat 7,5% 0,6cc menghasilkan pH 7,4 untuk meningkatkan toleransi terhadap pipa
endotrakea dan mengurangi kejadian batuk akibat pipa endotrakea saat pemulihan dari
anestesia umum, pada operasi-operasi yang lebih dari 90 menit.
FARMAKODINAMIK
Selain menghalangi hantaran sistem saraf tepi, lidokain juga mempunyai efek penting
pada sistem saraf pusat, ganglia otonom, sambungan saraf-otot dan semua jenis serabut otot.
disfonia, disfagia dan pharyngeal dryness.1 Pada pemberian lidokain intravena, lidokain
bekerja secara sistemik dan memblok seluruh reseptor di mukosa trakea sehingga ada
kekhawatiran terjadinya aspirasi.
Keuntungan lainnya dari pemberian lidokain intracuff adalah keberadaan lidokain
dalam cuff bersifat sebagai reservoir, lidokain akan terus menerus berdifusi seiring jalannya
waktu, sehingga efek blok RAR terjadi terus-menerus, hal ini tentu akan meningkatkan
toleransi terhadap pipa endotrakea, pada pasien-pasien yang menggunakan pipa endotrakea
jangka panjang, seperti pada pasien perawatan kritis.
Batuk dan peningkatan hemodinamik dalam emergence phenomenon tidak dapat
dipisahkan. Rangsangan pipa endotrakea selain menimbulkan batuk juga merangsang respon
simpatis menyebabkan peningkatan laju nadi dan tekanan darah. 1-8 Estebe dkk
mengemukakan bahwa pemberian lidokain alkalinisasi intracuff mengurangi kenaikan
tekanan darah dan laju nadi secara bermakna dibanding kelompok kontrol.
4.2 Saran
Perhatikandalampenggunaanobatuntukdipahamidosis yang tepatsesuaikebutuhantubuh.
DAFTAR PUSTAKA
(1) T. Bahri, Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-
bahri3.pdf
(2) Retno,2008. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya. Media Litbang Kesehatan
Volume XVIII Nomor 4 Tahun 2008. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.
php/MPK/article/viewFile/1086/532
(4) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2014 Tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo.
https://ml.scribd.com/doc/249731108/PerKBPOM-No-7-Tahun-2014
(5) Interaksi Obat-Obat Kardiovaskular.
https://ilmufarmasis.files.wordpress.com/2011/03/io-kardiovaskuler.ppt