Proposal Mpa BKD Gresik

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 55

2

IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS SUMBERDAYA4


APARATUR DI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
(STUDI PADA PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MANAJEMEN
KEPEMIMPINAN ORGANISASI TAHUN 2014)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Metode Penelitian Administrasi

OLEH
DWI YUNI KARTIKA SARI
NIM 14040674......

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA
2017
BAB I

PENDAHULUAN
2
1.1. Latar Belakang Masalah 5
Keberhasilan sebuah penyelenggaraan tugas pemerintahan, terutama pada

penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat sangatlah bergantung pada

kualitas sumber daya aparaturnya, oleh karena itu peningkatan kualitas sumber

daya aparatur sesuai dengan perkembangan zaman menjadi mutlak harus dilakukan

secara terencana, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan

kemampuan dan profesionalisme. Peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur

tersebut menjadi sangat penting dilakukan mengingat masih terdapat berbagai

masalah yang berhubungan aparatur negara, dalam Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-

2025 dijelaskan bahwa pelaksanaan program pembangunan aparatur negara masih

menghadapi berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan negara dan

pemerintahan. Permasalahan tersebut, antara lain masih terjadinya praktik-praktik

penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN dan belum terwujudnya harapan

masyarakat atas pelayanan yang cepat, murah, manusiawi, dan berkualitas. Data

mengenai tingkat kepuasan masyarakat Indonesia terhadap pelayanan publik dapat

ditunjukkan melalui ..................

Sasaran dari pengembangan kualitas sumber daya aparatur adalah

untuk meningkatkan kinerja operasional aparatur dalam melaksanakan

tugas-tugas pemerintahan. Selain itu, kualitas sumberdaya pegawai

yang tinggi akan bermuara pada lahirnya komitmen yang kuat dalam

penyelesaian tugas-tugas rutin sesuai tanggung jawab dan fungsinya

masing-masing secara lebih efisien, efektif, dan produktif. Pembahasan

pengembangan sumber daya manusia, sebenarnya dapat

dilihat dari dari dua aspek, yaitu kuantitas dan kualitas. Pengertian

kuantitas

menyangkut jumlah sumber daya manusia. Kuantitas sumber daya

manusia

tanpa disertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban

organisasi.
2
Sedangkan kualitas, menyangkut mutu sumber daya manusia yang
6

menyangkut

kemampuan, baik kemampuan fisik maupun kemampuan non fisik

(kecerdasan

dan mental).
Oleh sebab itu untuk kepentingan akselerasi tugas pokok dan

fungsi

organisasi apapun, peningkatan kualitas sumber daya manusia

merupakan salah

satu syarat utama. Kualitas sumber daya manusia yang menyangkut

dua aspek,

yakni aspek fisik (kualitas fisik) dan non fisik (kualitas non fisik) yang

menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan lain. Oleh

sebab itu,

upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat diarahkan

pada kedua

aspek tersebut. Untuk menentukan kualitas fisik dapat diuapayakan

melalui program peningkatan kesejahteraan dan gizi. Sedangkan untuk

meningkatkan

kualitas non fisik, maka upaya pendidikan dan pelatihan sangat

diperlukan.

Upaya inilah yang dimaksudkan dengan pengembangan sumber daya

manusia.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan

pengembangan sumber daya manusia (human resources development)

secara

makro, adalah suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan

manusia

dalam rangka mencapai tujuan pembangunan bangsa. Proses

peningkatan di

sini mencakup perencanaan pengembangan dan pengelolaan sumber


2
daya 7

manusia. Secara mikro, dalam arti lingkungan suatu unit kerja

(departemen atau

organisasi yang lain), maka sumber daya manusia adalah tenaga kerja

atau

pegawai di dalam suatu organisasi, yang mempunyai peran penting

dalam

mencapai keberhasilan. Fasilitas yang canggih dan lengkap, belum

merupakan

jaminan akan berhasilnya suatu organisasi tanpa diimbangi oleh kualitas

manusia yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut.


Dari penjelasan diatas, jelaslah betapa pentingnya peranan dan

kedudukan pegawai sebagai unsur pelaksana kegiatan pemerintahan.

Olehnya

itu pemerintah membuat berbagai ketentuan yang mengatur tentang

kepegawaian. Perhatian pemerintah ini pada dasarnya tidak lepas dari

kondisi

kebutuhan pembangunan dewasa ini diamana pegawai sebagai unsur

aparatur

negara harus memiliki dedikasi dan kualitas yang tinggi sehingga

mampu

menghadapi berbagai kesulitan yang akan muncul dalam proses

pembangunan. Hal ini perlu dikemukakan karena pada masa yang akan

datang

persoalan-persoalan serta tantangan-tantangan yang akan dihadapi

akan

semakin berat dan kompleks. Untuk itu, dibutuhkan sumber daya

pegawai yang

handal dalam mengantisipasi berbagai persoalan. Realitas menunjukkan

bahwa kondisi pegawai masih jauh dari yang diharapkan, dimana

kualitas pegawai
2
negeri sipil di Indonesia selama ini masih belum memuaskan karena
8

rendahnya

produktivitas kerja yang ditampilkan.


Rendahnya produktivtas pegawai negeri sipil tersebut, disebabkan

karena

kurangnya dari aspek keterampilan. Siagian ( 1987: 134 )

mengidentifikasi bahwa

tiga jenis kelemahan keterampilan yang melekat pada pegawai

Indonesia yaitu :
a. Kemampuan manajerial, yaitu kurangnya kemampuan memimpin

menggerakkan bawahan, melakukan koordinasi dan mengambil

keputusan.
b. Kemampuan teknis, yaitu kurangnya kemampuan untuk secara

terampil

yang bersifat pembangunan.


c. Kemampuan teknologis, yaitu kurangnya kemampuan untuk

memanfaatkan hasil-hasil penemuan teknologi dalam pelaksanaan

tugas

seperti halnya Automatic Data Processing ( ADP ) atau Electronic

Data

Processing ( EDP ).
Di pihak lain, suatu organisasi di tengah-tengah masyarakat

mempunyai

misi dan tujuan ini, sehingga direncanakan kegiatan atau program,

selanjutnya

untuk pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan tersebut

diperlukan

tenaga yang profesional atau yang berkualitas baik. Di samping itu,

dengan

ditemukan peralatan dan fasilitas baru dan sebagainya, apabila

organisasi

tersebut ingin mengikuti arus perkembangan jaman, maka harus

memiliki
2
peralatan termaksud. Sebagai konsekuensinya, pegawai yang dimiliki
9

harus

disesuaikan, minimal diberi pendidikan dan pelatihan agar pemakaian

alat baru

tersebut dapat efisien. Hal ini membuktikan bahwa sumber daya

manusia dalam suatu organisasi di lingkungan masyarakat memerlukan

peningkatan atau

pengembangan, agar mencapai hasil kerja yang optimal. Mengacu pada

latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian di Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Gresik karena Badan Kepegawaian Daerah ialah

satuan kerja perangkat daerah yang berbentuk Lembaga Teknis Daerah yang

melaksanakan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah, sehingga untuk meneliti

tentang sumberdaya aparatur akan lebih menyeluruh karena kegiatan Pendidikan

dan Pelatihan Manajemen Kepemimpinan Organisasi (MKO) yang diadakan Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Gresik diikuti oleh PNS yang ada di

Pemerintahan Kabupaten Gresik. Dengan demikian peneliti memilih judul

penelitian ini ialah Implementasi Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya

Aparatur Di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Gresik (Studi Pada Program

Pendidikan Dan Pelatihan Manajemen Kepemimpinan Organisasi Tahun 2014)

1.2. Batasan Masalah


Pembatasan masalah dilakukan untuk memperjelas substansi dan sasaran dari

masalah yang diteliti. Mengingat waktu yang terbatas, peneliti mencoba untuk

membatasi penelitian ini, dengan demikian yang menjadi sasaran penelitian ini

ialah pada Program Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Kepemimpinan

Organisasi yang diadakan di Hotel Singgasana Surabaya pada tahun 2014.

1.3. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang termasuk identifikasi masalah yaitu:
1. Tidak adanya survey langsung mengenai kebutuhan kegiatan diklat

kepemimpinan organisasi yang sesuai dengan calon peserta kegiatan pelatihan.


2. Tidak adanya tes lisan maupun tulisan terhadap peserta setelah mengikuti

pelatihan.
3
3. Belum dilakukannya evaluasi penyelenggaraan pelatihan. 0

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah, dengan demikian

yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini ialah Bagaimanakah

Implementasi program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur di Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Gresik pada Pendidikan dan Pelatihan

Manajemen Kepemimpinan Organisasi tahun 2014?.

1.5. Tujuan Penelitian


Didasarkan pada permasalahan yang timbul, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui dan menganalisis adanya implementasi program

peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur di Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Gresik pada Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Kepemimpinan

Organisasi tahun 2014.

1.6. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis, yaitu :


a. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih pengetahuan guna

berkembangnya Ilmu Administrasi Negara, baik bagi pembaca maupun bagi

para praktisi kebijakan publik, khususnya yang membidangi kebijakan publik.


b. Secara Praktis
1. Bagi Universitas Negeri Surabaya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan tambahan referensi

dalam rangka menambah dan melengkapi kajian tentang implementasi

kebijakan publik.

2. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan peneliti serta mahasiswa

umum tentang implementasi kebijakan publik sehingga dapat menambah


3
pengetahuan dan keterampilan mahasiswa sebagai modal 1
terjun

kemasyarakat kelak.
3. Bagi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Gresik

Sebagai bahan masukan bagi badan kepegawaian daerah kabupaten Gresik

dan instansi lain yang berkompeten dibidang pendidikan dan pelatihan

agar lebih baik lagi dalam melaksanakan perannya.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik


3
Istilah kebijakan publik adalah terjemahan istilah Public Policy. 2
Kata

policy ada yang menerjemahkan menjadi kebijakan (Wibawa, 1994; Darwin;

dalam Lembaga Administrasi Negara (LAN), 2008: 4) dan ada juga yang

menerjemahkan menjadi kebijaksanaan (Islamy, 2001; Wahab, 1990; dalam

LAN, 2008: 4). Saat ini kecenderungan untuk policy diartikan dalam istilah

kebijakan (LAN, 2008: 4). Pengertian kebijakan publik dapat dilihat dari

beberapa pendapat para ahli, antara lain sebagai berikut:


a. Menurut Thomas R. Dye (LAN, 2008: 4-5), Public policy is whatever the

goverment choose to do or not to do (Kebijakan publik adalah apapun pilihan

pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu). Menurut

Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka tentunya ada

tujuannya, karena kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah. Apabila

pemerintah memilih untuk tidak melakukan sesuatu, ini merupakan kebijakan

publik yang tentunya ada tujuannya.


b. Menurut James E. Anderson (LAN, 2008: 5), Public policies are those

policies developed by governmental bodies and official (Kebijakan publik

adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-

pejabat pemerintah).
c. Menurut David Easton (LAN, 2008: 5), Public policy is the authoritative

allocation of values for the whole society (Kebijakan publik adalah

pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota masyarakat).


Adapun berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas mengenai pengertian

kebijakan publik, maka dapat disimpulkan kebijakan publik merupakan kebijakan

yang dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan-tindakan pemerintah. Kebijakan

tersebut diartikan baik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan

mempunyai tujuan tertentu dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Menurut

Hogwood dan Gunn dalam LAN (2008: 8-10), istilah kebijakan dapat

dikelompokkan berdasarkan penggunaannya, antara lain sebagai berikut :


a. Kebijakan sebagai label untuk suatu bidang kegiatan tertentu. Dalam

konteks ini kata kebijakan digunakan untuk menjelaskan bidang kegiatan di


3
3
mana pemerintah terlibat didalamnya, seperti kebijakan ekonomi atau

kebijakan luar negeri.


b. Kebijakan sebagai ekspresi mengenai tujuan umum atau keadaan yang

dikehendaki. Di sini kebijakan digunakan untuk menyatakan kehendak dan

kondisi yang dituju. Contohnya pernyataan tentang tujuan pembangunan di

bidang sumberdaya manusia untuk menunjukkan aparatur yang bersih.


c. Kebijakan sebagai proposal di bidang tertentu. Dalam konteks ini,

kebijakan lebih berupa proposal, contohnya usulan Rancangan Undang-

Undang (RUU)di Bidang Keamanan dan Pertahanan atau RUU tentang

Kepegawaian. Di dalam kebijakan tersebut dijelaskan tujuan dan cara

mencapai tujuan.
d. Kebijakan sebagai keputusan yang dibuat oleh pemerintah. Sebagai contoh

adalah keputusan untuk melaksanakan perombakan terhadap sistem

administrasi negara. Keputusan tersebut masih perlu dituangkan dalam

bentuk Peraturan Perundang-undangan.


e. Kebijakan sabagai pengesahan formal (formal authorization). Di sini

kebijakan tidak lagi dianggap sebagai usulan, namun keputusan yang salah.

Sebagai contoh Undang-Undang (UU) Nomor 22/1999 yang merupakan

keputusan yang sah dalam rangka penyerahan sebagian urusan pusat ke

daerah.
f. Kebijakan sebagai program yaitu sebagai contoh program peningkatan

Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) yang menjelaskan kegiatan-

kegiatan yang akan dilakukan termasuk cara pengorganisasian, pelaksanaan,

serta pembiayaannya.
g. Kebijakan sebagai output, atau apa yang dihasilkan. Yang dimaksud di sini

adalah output yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan. Sebagai contoh

pelayanan yang murah dan cepat atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

profesional, dan lain sebagainya.


h. Kebijakan sebagai outcome, yaitu kebijakan yang menyatakan dampak yang

diharapkan dari suatu kegiatan, seperti pemerintahan yang efisien.


i. Kebijakan sebagai teori atau model. Kebijakan di sini menggambarkan

model dari suatu keadaan, dengan asumsi tentang apa yang dapat dilakukan
3
4
oleh pemerintah dan apa konsekwensi dari tindakan pemerintah tersebut.

Sebagai contoh, kalau pajak dinaikkan X%, maka revenue diperkirakan naik

Y% atau kalau X dilakukan maka dampak yang timbul adalah Y.


j. Kebijakan sebagai proses atau tahapan yang perlu dilaksanakan.

Menurut Makhya (2006: 83-84) ada beberapa aspek yang perlu dicermati

dalam memahami definisi kebijakan publik. Pertama, kebijakan publik adalah

tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Jadi, dalam

pemahaman ini, maka yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan

adalah pemerintah. Maka pihak swasta atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

tidak memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan publik. Kedua, tidak semua

tindakan pemerintah bisa dikategorikan dalam pengertian kebijakan publik. Istilah

publik, menjadi kata kunci untuk memberikan pengertian bahwa tindakan

pemerintah walaupun secara prosedural mengatasnamakan untuk kepentingan

publik, tetapi tindakannya bersifat kepentingan personal, maka tidak bisa

dikategorikan sebagai kebijakan publik. Ketiga, setiap kebijakan pemerintah harus

mengikat pada publik. Kebijakan-kebijakan yang tidak mengikat hanya bersifat

simbolis (Symbolic Policies). Keempat, kebijaksanaan pemerintah harus ditujukan

kepada kepentingan publik dan didasarkan pada tujuan-tujuan tertentu.

2.2 Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, yang pelaksana

kebijakannya melalui aktivitas atau kegiatan pada akhirnya akan mendapatkan

suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kegiatan itu sendiri.

Implementasi kebijakan publik merupakan kajian mengenai pelaksanaan dari suatu

kebijakan pemerintah. Setelah sebuah kebijakan dirumuskan dan disetujui, langkah

berikutnya adalah bagaimana agar kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan.

Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy maker untuk

mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan

dan mengatur perilaku kelompok sasaran (Subarsono, 2010: 87).


3
5
Kamus Webster (Wahab, 2005: 64) merumuskan implementasi secara pendek

bahwa yaitu to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means

for carriying out; (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give

practical effect to (menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu).

Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 2005: 65) menjelaskan makna implementasi

dengan mengatakan bahwa:

Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program


dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan
kegiatankegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-
pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha
untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan akibat atau
dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari

proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu tercapai atau tidaknya

tujuantujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang

diutarakan oleh Gerindle (Agustino, 2008: 139) sebagai berikut:

Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari


prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program
sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program
tersebut tercapai.

Sedangkan Meter dan Horn (Wahab, 2005: 65) merumuskan proses

implementasi sebagai:

Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau


pejabatpejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan kebijaksanaan.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

implementasi kebijakan adalah suatu proses dalam penerapan atau

pelaksanaan kebijakan dengan berbagai metode dan sumberdaya-sumberdaya yang

dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan yang pada akhirnya akan terlihat dampak

atau perubahan perubahan atas apa yang sudah dihasilkan oleh para implementor.
3
2.2.1 Model-Model Implementasi Kebijakan 6
Model kebijakan adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek

yang dipilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu.

Model kebijakan merupakan penyederhanaan sistem masalah dengan membantu

mengurangi kompleksitan dan menjadikannya dapat dikelola oleh para analisis

kebijakan. Model digunakan sebagai pedoman dalam penelitian yang bertujuan

untuk mengadakan pengalihan atau penemuan-penemuan baru. Model menjadi

pedoman untuk menemukan (to discover) dan mengusulkan hubugan antara

konsep-konsep yang digunakan untuk mengamati gejala sosial (Wahab 2012:154).

Dalam Riant Nugroho (2004:165) Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan

jenis teknik atau model implementasi kebijakan. Pemilihan pertama adalah

implementasi kebijakan yang berpola dari atas ke bawah (top-bottomer)

versus dari bawah ke atas (bottom-topper), dan pemilihan implementasi yang

berpola paksa (coomman-and-dcaonntmroelk) anisme pasar (economic incentive).


3
0

2.2.2 Model Analisis Kebijakan Publik

Menurut Saul I. Gass dan Roger L. Sisson (1974), Martin

Greenberger, Mathew A. Crenson dan Brian L. Crissey (1976); dalam Dunn

(2003: 232) model kebijakan diartikan sebagai representasi sederhana

mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang

disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Menurut Dunn (2003: 234-241) tipe-

tipe model kebijakan antara lain adalah sebagai berikut :

a. Model Deskriptif (Descriptive Model)

Model yang disusun untuk tujuan menjelaskan dan/atau

memprediksikan konsekwensi-konsekwensi dari pilihan-pilihan

kebijakan.

b. Model normatif (Normative Model)

Model yang dirumuskan untuk maksud mengoptimalkan pencapaian

utilitas (nilai).

c. Model Verbal (Verbal Model)

Sebuah model yang diekspresikan dalam bahasa sehari-hari ketimbang

logika simbolis dan matematika simbolis: sama atau ekuivalen dengan

masalah substantif.

d. Model Simbolis (Symbolic Model)

Sebuah model yang diekspresikan dalam bahasa logika atau matematika

simbolis; sama atau ekuivalen dengan masalah formal.

e. Model Prosedural (Procedural Model)

Model yang diekspresikan dalam bentuk prosedur-prosedur elementer

yang diciptakan untuk menampilkan hubungan yang dinamis.


3
0

f. Model sebagai Pengganti dan Perspektif

Model kebijakan, lepas dari tujuan atau bentuk ekspresinya, dapat

dipandang sebagai pengganti (surrogates) atau sebagai perspektif

(perspectives) (Strauch; dalam Dunn, 2003). Model pengganti

(surrogate model) diasumsikan sebagai pengganti dari masalah-masalah

substantif. Sebaliknya, model perspektif (perspective models)

dipandang sebagai satu dari cara banyak lain yang dapat digunakan

untuk merumuskan masalah substantif.

Adapun dari tipe-tipe model kebijakan di atas, 2 (dua) bentuk utama

model kebijakan menurut Dunn (2003: 234) adalah deskriptif dan normatif.

Berikut adalah 2 (dua) bentuk utama model kebijakannya:

a. Model Deskriptif

Model ini dapat menjelaskan atau memprediksi setiap permasalahan

permasalah dari Kebijakan Reklamasi Teluk Lamong Surabaya.

b. Model Normatif

Model ini bermanfaat karena memberikan dalil dan rekomendasi

untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas (nilai) dari

kebijakan reklamasi Teluk Lamong Surabaya. Seperti contoh, apabila

reklamasi hanya mengutamakan aspek perekonomian yaitu menjadikan

areal-areal tambak yang lebih luas serta tidak ada kontrol atas kegiatan

reklamasi kawasan pesisir Tambak Osowilangun, Surabaya maka terjadi

kerusakan lahan pesisir. Hal tersebut berarti pengutamaan aspek

ekonomi yang tidak memperhatikan aspek ekologi suatu lahan pesisir.


3
0

Dengan demikian tidak ada jaminan atas keberlanjutan pemerolehan

sumberdaya alam setempat karena pengambilan manfaat atas lahan

pesisir tidak dilakukan secara lestari.

2.3 Reklamasi Pantai


2.3.1 Konsep Reklamasi
Kegiatan reklamasi pantai dan laut dengan melakukan penimbunan

pada wilayah pantai dan laut merupakan hal yang baru dikenal di Indonesia,

khususnya di daerah-daerah yang melakukan reklamasi pantai, dalam waktu

dua puluh tahunan belakangan ini.3 Secara harfiah, reklamasi (Ingg.:

reclamation) adalah the procces of reclaiming something from loss or from

a less useful condition.4 (proses memperoleh kembali sesuatu dari

kehilangan atau dari suatu keadaan yang kurang bermanfaat.) Cambridge

Advanced Learners Dictionary memberikan dua arti dari kata reklamasi,

yaitu: pertama: percobaan untuk membuat tanah layak untuk bangunan atau

pertanian, dan kedua: pengolahan bahan-bahan sisa untuk memperoleh

bahan-bahan berguna dari nya.5 Dalam hukum positif Indonesia, istilah

reklamasi di temukan pada UU Nomor: 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4739

), pada butir 23 memberikan definisi bahwa reklamasi adalah kegiatan yang

dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya

lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara

pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Wikipedia menyebutkan

3
Flora Pricilla Kalalo, Op. Cit, halaman 1
4
Op. Cit., halaman 17
5
http:/en.wikipedia.org/wiki/reclamation, diakses pada 10 Oktober 2016
pukul 07.15
3
0

adanya beberapa jenis reklamasi yang di kaitkan dengan lingkungan fisik

tertentu, yaitu : land reclamation,water reclamation, river reclamation, dan

mine reclamation.6 Reklamasi tanah (land reclamation), dalam Wikipedia

mengatakan, Land reclamation, usually known as reclamation, is the

process to create new land from sea or riverbeds (landfill).


The land reclaimed is known as reclamation ground.8 Yaitu reklamasi

tanah atau biasa di kenal sebagai reklamasi adalah proses untuk membentuk

daratan baru dari laut atau dasar sungai (muara sungai). Reklamasi air

(water reclamation), dalam Wikipedia mengatakan, Water reclamation is a

process by which wastewater from homes and businesses is cleaned using

biological and chemical treatment so that the water can be returned to the

environment safely to augment the natural systems from which it came.

Yaitu suatu proses dimana air buangan yang digunakan oleh rumahtangga

maupun bisnis di bersihkan dengan menggunakan perlakuan secara biologis

dan kimiawi sehingga air tersebut dapat dikembalikan ke lingkungan secara

aman untuk untuk meningkatkan sistem-sistem alamiah darimana air

tersebut berasal. Reklamasi sungai (river reclamation), dalam Wikipedia

mengatakan, river reclamation (UK) describes a set of activities that help

improve the environmental health of a river or stream. Improved health may

be indicated by expanded habitat for diverse species (e.g. fish, aquatic

insects, other wildlife) and reduced stream bank erosion. yaitu

menggambarkan suatu perangkat kegiatan yang membantu meningkatkan

kesehatan/kualitas lingkungan dari suatu sungai. Peningkatan

kualitas/kesehatan lingkungan dapat di indikasikan oleh meluasnya habitat

dari berbagai spesies ( contohnya : ikan, serangga air, dan berbagai binatang

6
http://en.wikipedia.org/wiki/Land_reclamation, diakses pada 10
Oktober 2016 pukul 17.15
3
0

liar lainnya) dan mengurangi tingkat penumpukan erosi pada sungai.

Reklamasi pertambangan (mine reclamation), dalam Wikipedia mengatakan,

Mine reclamation is the process of creating useful landscapes that meet a

variety of goals, typically creating productive ecosystems (or sometimes

industrial or municipal land) from mined land. yaitu proses pembentukan

lanskap yang bermanfaat yang memenuhi beragam tujuan, khususnya

membentuk ekosistem yang produktif (atau kadang tanah/wilayah untuk

industri ataupun perkotaan) dari tanah pertambangan.


Di Indonesia, reklamasi pertambangan diatur dalam Keputusan

Menteri Pertambangan dan Energi Nomor: 1211.K/008/M.PE/1995 dan

Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor: 336.k Tahun

1996 Tentang Jaminan Reklamasi, dimana proses reklamasi antara lain

melalui pengisisan kembali lahan bekas tambang (Pasal 4 ayat [2] huruf

a.2.b.) dan pengaturan permukaan lahan (pasal 4 ayat [2] huruf a.2.c.).

Selain istilah-sitilah itu dikenal pula beberapa istilah lain, seperti reklamasi

pantai. Istilah reklamasi pantai digunakan dalam Keputusan Presiden

Nomor: 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan

Keputusan Presiden Nomor: 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai

Kapuknaga, Tangerang. Sejak istilah reklamasi pantai digunakan dalam dua

Keputusan Presiden di tahun 1995, maka istilah reklamasi pantai ini lebih

sering digunakan untuk kegiatan penimbunan pantai atau laut.

2.3.2 Kebijakan Reklamasi Pantai di Indonesia


Reklamasi Pantai di Indonesia telah di lakukan sejak tahun 1979 dan

terus berlangsung hingga saat ini. Keberadaan lembaga reklamasi pantai

mulai di kenal dalam ranah hukum positif Indonesia sejak tahun 1995
3
0

dengan munculnya dua Keputusan Presiden, yaitu Keputusan Presiden No.

52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Keputusan

Presiden No. 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuknaga,

Tangerang. Secara umum, kedua Keputusan Presiden (KEPPRES) ini

menjadi awal munculnya landasan yuridis bagi reklamasi pantai. Hanya saja

KEPPRES ini tidak dapat berlaku secara umum. Hal ini di tunjukan dalam

bagian mengingat dari kedua KEPPRES tersebut menyebutkan beberapa

peraturan perundang-undangan sebagai berikut:


1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);


3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan

Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran

Negara Tahun 1990 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3430);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi

Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988

Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373)

Serta :

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);


3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi

Jawa Barat;
3
0

4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi

Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988

Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373).

Dalam peraturan-peraturan tersebut, tidak ada satu pun yang mengatur

mengenai reklamasi secara umum. Sehingga dengan munculnya kedua

KEPPRES tersebut menjadikannya peraturan yang telah mengatur secara

khusus mengenai reklamasi pantai. Tetapi, sifat kedua KEPPRES tersebut

bukanlah peraturan (regelling) yang dapat berlaku secara umum. Karena di

dasarkan sifat berlaku dari kedua KEPPRES tersebut hanya terbatas pada

wilayah yang telah di tentukan yaitu : Pantai Utara Jakarta dan Pantai

Kapuknaga, Tangerang. Dengan demikian, sekalipun memiliki status hukum

sebagai peraturan perundang-undangan, tetapi dua keputusan Presiden

tersebut memiliki sifat sebagai keputusan tata usaha Negara, yaitu hanya

sebagai kebijakan pemerintah yang bersifat khusus untuk kegiatan tertentu,

dalam hal ini khusus dalam rangka pelaksanaan kegiatan reklamasi pantai di

dua lokasi tertentu.

Selain itu, beberapa peraturan lainnya yang berkaitan dengan

reklamasi pantai diantaranya:

1. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Dalam Peraturan Pemerintah ini hanya diatur mengenai status hukum

tanah hasil reklamasi semata-mata. Menurut Pasal 12 PP No. 16 Tahun

2004, tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di

wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai

dikuasai langsung oleh Negara.


3
0

2. Keputusan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Nomor: SK.

31/P3K/VIII/2003 tentang Pembentukan Tim Reklamasi.


3. Keputusan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Nomor:

SK.64D/P3K/IX/2004 tentang Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir.

Keputusan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini hanya

menjelaskan tentang Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir. Dalam

Pedoman tersebut dikemukakan bahwa selama ini di Indonesia memang

belum ada ketentuan umum yang mengatur reklamasi pantai di perairan

pesisir secara nasional baik dalam hal legalitas maupun aspek-aspek

yang harus diperhatikan secara biogeofisik dan sosial ekonomi budaya

dalam perencanaan, pelaksanaan dan pasca kegiatan reklamasi.

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor: 27 Tahun 2007 tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor: 84, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor: 4739) pada tanggal 17 Juli 2007, maka

pengaturan tentang reklamasi secara umum telah muncul. Sebagaimana

diatur dalam Pasal 1 butir 23 UU Nomor: 27 Tahun 2007, reklamasi adalah

kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat

sumberdaya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan

cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

Dalam Pasal 34 UU No. 27 Tahun 2007 ditentukan bahwa :

1. Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan

dalam rangka meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah


3
0

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis,

lingkungan, dan sosial ekonomi.


2. Pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

menjaga dan memperhatikan :


a. Keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat;
b. Keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan

kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-

pulau Kecil; serta


c. persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan

material.
3. Perencanaan dan pelaksanaan reklamasi diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Presiden.

Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2007,

reklamasi pantai dan laut telah merupakan suatu lembaga hukum yang

berdasarkan Undang-undang. Konsekuensinya, izin reklamasi pantai dan

laut (wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil) merupakan suatu keputusan tata

usaha Negara yang berdasarkan Undang-Undang. Izin reklamasi tidak lagi

hanya merupakan suatu kebijakan dalam arti keputusan tata usaha Negara

untuk mengisi kekosongan Undang-undang.

2.4 Evaluasi Kebijakan Publik


2.4.1 Definisi Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi merupakan suatu mata rantai dari proses kebijakan publik,

James P. Lester dan Joseph Stewart menjelaskan, bahwa evaluasi kebijakan

ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk

mengetahui apakah kebijakan publik telah dijalankan meraih dampak yang

diinginkan (James P. Lester & Joseph Stewart, dalam Budi Winarno

165:23). Sehingga evaluasi kebijakan memiliki tugas untuk menentukan


3
0

konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan

dengan cara menggambarkan dampak dan keberhasilan atau kegagalan dari

suatu kebijakan berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya.
Menurut Briant & White (dalam Samodra Wibawa, 1994:63) evaluasi

kebijakan pada dasarnya harus bisa menjelaskan sejauh mana kebijakan

publik dan implementasinya mendekati tujuan. Pengertian evaluasi

kebijakan yang dikemukakan oleh Briant & White di atas, mengarahkan

penilaian evaluasi kebijakan dapat dilakukan pada tahap implementasi, dan

implementasi dapat dinilai sejauh mana dampak dan konsekuensi-

konsekuensi yang dihasilkan. Sementara itu, Rossi & Freeman

mengemukakan evaluasi:
Evaluations are conducted to answer a variety of
questions of related to that we have listed as the three focus of
evaluation research : program conceptualization and design,
program implementation (Monitoring and accountability) and
program utility (impact and efficiency assessments).

Pengertian evaluasi oleh Rossi & Freeman memberitahukan bahwa

evaluasi program harus dapat menjawab beberapa pertanyaan dalam

penelitian evaluasi yaitu: desain dan konseptualisasi program, implementasi

program (monitoring dan akuntabilitas) serta kegunaan program (dampak

dan efisiensi).Selanjutnya, menurut Rossi & Freeman (dalam Samodra

Wibawa, 1994: 63) bahwa tujuan untuk mengevaluasi suatu program,

peneliti harus menentukan nilai berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.

Dengan kata lain, hal yang terpenting dalam membuat evaluasi kebijakan

adalah tersedianya tujuan (goals) dan kriteria (criteria). Goals merumuskan

sasaran yang hendak dicapai dalam suatu kebijakan, baik dinyatakan dalam
3
0

global maupun dalam angka-angka. Sedangkan kriteria memastikan bahwa

goals ditetapkan sebelum itu dapat dicapai dan dipenuhi secara memuaskan.

Di dalam mengidentifikasi tujuan-tujuan evaluasi yang berbeda-beda dapat

dilihat bagaimana suatu program dinilai gagal oleh suatu perangkat atau

instrumen kriteria, sementara dipihak lain dianggap berhasil oleh kriteria

lainnya (Suharyanto, dalam Deka Budianto, 2006 :15).


Menurut Samodra Wibawa (1994: 13-14), evaluasi bertujuan untuk

memberikan informasi kepada pembuat kebijakan tentang bagaimana

programprogram mereka berlangsung. Serta menunjukkan faktor-faktor apa

saja yang dapat dimanipulasi agar diperoleh pencapaian hasil yang lebih

baik, untuk kemudian memberikan alternatif kebijakan baru atau sekedar

cara implementasi lain. Berdasarkan penjelasan evaluasi oleh Samodra

Wibawa di atas, informasi yang didapat dari evaluasi kebijakan dapat

digunakan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan bahkan juga

bisa memberikan informasi faktor-faktor yang dapat dimanipulasi. Hasil

evaluasi dapat digunakan untuk menghindari program yang merugikan

masyarakat dan menentukan keberlanjutan program di masa mendatang.

Jika hasil dari evaluasi program menunjukkan bahwa dalam program

tersebut ada hal-hal yang perlu untuk dilakukan perubahan, maka para

pengambil keputusan sebaiknya harus menanggapinya dengan serius.

Artinya mereka harus mempunyai ide-ide baru guna memperbaiki

programnya, sehingga program tersebut dapat terhindar dari kegagalan dan

dapat mencapat tujuan yang dicita-citakan.


Menurut William Dunn (1998: 608-609), evaluasi memiliki beberapa

karakteristik yang membedakan dengan metode-metode analisis kebijakan


3
0

yang lainnya. Karakteristik yang membedakan ini terbagi menjadi empat

yaitu sebagai berikut:


a. Fokus Nilai
Evaluasi merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau

kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha

untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang

terantisipasi dan tidak terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan

sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup

prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.


b. Interdependensi Fakta Nilai
Tuntutan evaluasi tergantung baik fakta maupun nilai. Untuk

menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai

tingkat kinerja yang tertinggi (atau terendah) diperlukan tidak hanya

bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi semua individu, kelompok

atau seluruh masyarakat. Untuk menyatakan demikian, harus didukung

oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan

konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah

tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi

evaluasi.
c. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau
Tuntutan evaluatif berbeda dengan tuntutan advokatif, diarahkan

pada hasil sekarang dan masa lalu, dari pada hasil di masa depan.

Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan.

Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat

prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan.


d. Dualitas Nilai
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas

ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.


3
0

Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang

ada, dan dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) atau

ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi tujuan-tujuan lain).

Nilai yang sering ditata di dalam suatu hirarki yang merefleksikan

kepentingan relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.

Evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh William Dunn diatas

menginformasikan bahwa evaluasi kebijakan tidak sekedar mengumpulkan

informasi mengenai kebijakan yang dapat diantisipasi dan yang tidak dapat

diantisipasi, tetapi evaluasi diarahkan untuk memberi informasi pada masa

lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu evaluasi

kebijakan diarahkan untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program

tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) bagi

semua individu, kelompok dan masyarakat apabila adanya aksi-aksi yang

dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Maka dari itu dari berbagai

teori diatas, dipilihlah teori William Dunn dikarenakan yang paling tepat

dalam hal mengevaluasi pelaksanaan kebijakan Reklamasi Teluk Lamong

Surabaya.

2.4.2 Fungsi Evaluasi Kebijakan Publik


Evaluasi kebijakan sangat penting dalam menilai suatuu kebijakan

publik. Karena evaluasi memiliki fungsi yang membuat suatuu kebijakan

perlu untuk dievaluasi. William Dunn (1998: 608-609) mengemukakan

dalam analisis kebijakan bahwa evaluasi memiliki beberapa fungsi penting

antara lain:
a. Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya

mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan


3
0

kesempatan serta tujuan yang telah dicapai melalui tindakan publik.

Dalam hal ini evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan

tertentu dan target tertentu telah dicapai dalam memecahkan masalah.


b. Evaluasi memberi sumbangan terhadap klarifikasi dan kritik terhadap

nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target dalam kebijakan

publik. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan

tujuan dan target. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran,

analisis dapat menggunakan alternatif sumber nilai maupun landasan

dalam bentuk rasionalisme.


c. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis

kebijakan lainnya, termasuk dalam perumusan masalah maupun

rekomendasi pemecahan masalah. Evaluasi dapat pula menyumbang

pada definisi alternatif kebijakan baru atau revisi terhadap kebijakan

dengan menunjukan bahwa kebijakan yang telah ada perlu diganti atau

diperbaharui.

2.4.3 Jenis Studi Evaluasi Kebijakan

Studi evaluasi kebijakan bersifat deskriptif dan analistis, di satu sisi

studi evaluasi berusaha menggambarkan dampak dan hasil yang telah

dicapai, di lain pihak studi evaluasi berusaha menggambarkan proses

implementasi suatu kebijakan. Maka dalam melakukan studi evaluasi ada

beberapa jenis studi evaluasi. Finsterbusch dan Motz dalam Wibawa (1994:

74-75) menyebutkan empat jenis evaluasi program berdasarkan kekuatan

kesimpulan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Jenis Evaluasi Kebijakan


3
0

Pengukuran Kondisi Informasi


Jenis Kelompok
Kelompok Sasaran yang
Evaluasi Kontrol
Sebelum Sesudah Diperoleh
Single Keadaan
programe Tidak Ya Tidak ada kelompok
after only sasaran
Perubahan
Single
keadaan
programe Ya Ya Tidak ada
kelompok
before after
sasaran
Keadaan
Comparative
Tidak Ya Ada sasaran dan
after only
bukan sasaran
Efek program
Comparative terhadap
Ya Ya Ada
before after kelompok
sasaran

Sumber: Samodra Wibawa, (1994:74)

Dari jenis studi evaluasi yang dikemukakan oleh Finsterbusch dan Motz

maka dapat dilihat bahwa jenis evaluasi single program after only

merupakan jenis studi evaluasi yang paling lemah. Pemilihan terhadap jenis

studi yang dipakai oleh evaluator dalam melakukan analisis seringkali

sangat ditentukan oleh ketersediaan data mengenai kebijakan publik

tersebut. Bila evaluator hanya dapat memperoleh data tentang sasaran

program pada waktu program telah selesai, maka hanya akan melakukan

studi single program after only. Sebaliknya, bila mempunyai data lebih

lengkap tentang sasaran program pada waktu sebelum dan setelah program

berlangsung, maka cenderung untuk melakukan studi single program before


3
0

after dalam mengevaluasi kebijakan. Penelitian dampak kebijakan reklamasi

Teluk Lamong Surabaya menggunakan jenis evaluasi single program

before-after. Penelitian jenis single program before-after ini pada dasarnya

meneliti dampak yang timbul pada kelompok sasaran pada saat pelaksanaan

kebijakan maupun setelah kebijakan dilaksanakan, juga mengamati keadaan

kelompok sasaran sebelum program kebijakan tersebut dilaksanakan. Hal ini

untuk melihat apakah ada perubahan keadaan kelompok sasaran setelah

dilaksanakan kebijakan reklamasi tersebut. Jadi jenis studi evaluasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan single program before-

after dengan melihat keadaan kelompok sasaran sebelum dan sesudah

program dilaksanakan

2.5 Dampak Kebijakan Publik


Ketercapaian tujuan suatu kebijakan dapat dilihat dari dampak atau

perubahan yang diterima dan dirasakan oleh kelompok sasaran kebijakan.

Kaitannya dengan dampak kebijakan, perlu dipahami akan adanya dampak

yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan. Dampak yang

diharapkan mengandung pengertian bahwa ketika kebijakan dibuat,

pemerintah telah menentukan atau memetakan dampak apa saja yang akan

terjadi. Diantara dampak-dampak yang diduga akan terjadi dalam

pelaksanaan kebijakan, ada dampak yang diharapkan dan ada yang tidak

diharapkan. Lebih dari itu, pada akhir implementasi kebijakan muncul pula

dampak-dampak yang tak terduga, yang diantaranya ada yang diharapkan

dan tak diharapkan, atau yang diinginkan dan tidak diinginkan (Wibawa,

1994). Dye dalam Winarno (2007: 232-235) juga mengungkapkan pada


3
0

dasarnya dampak dari suatu kebijakan publik mempunyai beberapa dimensi,

dan kesemuanya harus diperhitungkan dalam membicarakan evaluasi.

Terdapat lima dimensi dari suatu dampak kebijakan, yaitu:


a. Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak

kebijakan pada orang-orang yang terlibat. Dengan demikian,

sasaran dalam kebijakan publik yang diharapkan untuk dipengaruhi

oleh kebijakan harus dibatasi, serta dampak yang diharapkan dari

kebijakan harus ditentukan dari awal pembuatan kebijakan publik.


b. Kebijakan mungkin mempunyai dampak terhadap keadaan-keadaan

atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan dari

yang telah diperkirakan sebelumnya oleh aktor perumus kebijakan.


c. Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-

keadaan sekarang dan keadaan di masa yang akan datang yang

akan berpengaruh pada kelompok sasaran maupun di luar sasaran.


d. Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung

yang dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan

publik sehingga kebijakan tersebut dapat terlaksana sedemikian

rupa.
e. Menyangkut biaya tidak langsung yang ditanggung oleh

masyarakat maupun beberapa anggota masyarakat akibat adanya

kebijakan publik

Sementara menurut Finsterbusch dan Motz dalam Wibawa (1994:54-

60) menjelaskan bahwa unit-unit sosial yang terkena dampak kebijakan

antara lain:

a. Individual
Dampak terhadap individu dapat menyentuh aspek-aspek

biologis/fisik, psikis, lingkungan hidup, ekonomi dan sosial serta


3
0

personal. Dampak biologis atau psikis biasanya menyangkut

persoalan penyakit, cacat fisik dan kurang gizi. Sementara itu, dampak

psikis dapat berupa alienasi, stress, depresi, kepercayaan diri, cinta dan

emosi, dan lain-lain. Selanjutnya, dampaknya lingkungan yang

dimaksud di sini adalah sebagai contoh keharusan untuk berpindahnya

seseorang dari lingkungan tertentu karena adanya suatu proyek.


b. Organisasional
Suatu kebijakan dapat menimbulkan dampak terhadap organisasi

atau kelompok, baik secara langsung maupun tidak. Dampak yang

langsung adalah berupa terganggu atau terbantunya organisasi atau

kelompok dalam mencapai tujuannya. Jelasnya, karena misi suatu

organisasi adalah mencapai tujuan tertentu, maka yang dimaksud dengan

dampak organisasional dari suatu kebijakan adalah seberapa jauh

kebijakan tersebut membantu atau mengganggu pencapaian

tujuan-tujuan suatu organisasi.


c. Masyarakat
Masyarakat bukanlah unit sosial yang goaloriented seperti

organisasi. Ia adalah suatu unit yang melayani para anggotanya. Jadi,

kalaupun ingin dikatakan bahwa masyarakat itu mempunyai tujuan

tertentu, maka tujuannya adalah melayani individu-individu anggotanya

sebaik mungkin. Oleh karena itu, dampak suatu kebijakan terhadap

masyarakat menunjuk pada sejauh mana kebijakan tersebut

mempengaruhi kapasitas masyarakat dalam melayani anggotanya.


d. Lembaga dan Sistem Sosial
Maclver dan Page (Soekanto, 2007: 172-173) mengartikan

lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah

diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok


3
0

dalam suatu kelompok kemasyarakatan yang dinamakan asosiasi. Ada

berbagai macam lembaga sosial misalnya lembaga /institusi pendidikan

dan lembaga/ institusi ekonomi. Sunarto (2004: 68) menjelaskan

institusi pendidikan dalam sosiologi antara lain mempelajari sekolah

sebagai suatu sistem sosial. Pendidikan dapat mempelajari sekolah

sebagai suatu organisasi dan mempelajari hubungan antar dan interaksi

para siswa sekolah, misalnya pengelompokan yang berbentuk di

kalangan mereka. Sering juga dipelajari interaksi dalam ruang kelas,

interaksi antara sesama siswa atau interaksi antar siswa dengan guru.

Sedangkan untuk institusi ekonomi, Smelser (Sunarto, 2004:73)

menjelaskan sosiologi ekonomi merupakan kajian sosiologi terhadap

kompleksnya kegiatan yang melibatkan produksi, distribusi, pertukaran

dan konsumsi barang dan jasa. Perekonomian merupakan institusi,

sebagaimana nampak dari definisi konsep economy dari Light, Keller

dan Calhoun (Sunarto, 2004:74) the social institusion that

accomplishes the production and distribution of goods and service

within a society (Institusi perekonomian mempelajari institusi yang

terlibat dalam produksi dan distribusi barang dan jasa dalam

masyarakat).

2.6 Hasil Penelitian yang Relevan


Dalam penelitian ini, terdapat beberapa referensi yang berkaitan

dengan permasalahan dalam perubahan sosial ekonomi yang diakibatkan

oleh kebijakan reklamasi, masing masing diantaranya adalah :


Pertama, Skripsi yang berjudul Dampak Reklamasi Pantai Utara

Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan


3
0

Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan

Pluit, Jakarta Utara). Penelitian ini dilakukan oleh Ibnu Mustaqim,

mahasiswa strata 1 (S1) Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2015. Penelitian ini menyimpulkan bahwa reklamasi pantai

memberi dampak peralihan pada pola kegiatan sosial, budaya dan ekonomi

maupun habitat ruang perairan masyarakat sebelum direklamasi. Perubahan

ini harus menyesuaikan peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan.

Selanjutnya, berimplikasi pada perubahan ketersediaan jenis lapangan kerja

baru dan keragaman usaha baru yang ditawarkann. Pembangunan pelabuhan

Muara Angke telah menambah keberagaman jenis mata pencaharian

masyarakat di sekitar pelabuhan, tidak hanya terpaku pada mata pencaharian

perikanan, tetapi juga mata pencaharian lain diluar perikanann, seperti

tukang ojek odong-odong, sepeda motor dan membuka warung kelontong.


Perubahan dalam hal pendapatan rumah tangga, rata-rata responden

mengalami penurunan pendapatan yaitu pada kelompok pedagang dan

pengolah kerang serta non perikanan menurun sekitar 3 kali lipat (360%)

dialami oleh nelayan dari pendapatan awal sebelum pembangunan

pelabuhan Muara Angke. Kenaikan hanya terjadi pada kelompok pedagang

dan pengolah ikan, yaitu sebesar 53% atau senilai Rp. 1.166.667 sedangkan

perubahan dalam hal pengeluaran rumah tangga, kelompok pedagang dan

pengolahan ikan serta nelayan mengalami kenaikan pengeluaran, terutama

pada kelompok nelayan dengan kenaikan sebesar 5%. Penurunan dialami

oleh kelompok pedagang dan pengolah kerang serta non perikanan dengan

prosentase penurunan masing-masing sebesar 6%. Sikap responden terhadap


3
0

kehadiran pelabuhan Muara Angke menunjukkan adanya sikap optimisme

jika pengembangan pelabuhan tetap memperhatrikan perberdayaan

masyarakat sekitar. Namun, dibalik sikap optimisme tersebut, mereka juga

menghawatirkan tempat tinggalnya jika suatu saat ada penggusuran.


Kedua, Dampak Kebijakan Pembangunan Jembatan Suramadu

Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Dalam Pengembangan Wilayah

Jembatan Suramadu (Studi Di Desa Sukolilo Barat Kecamatan Labang

Kabupaten Bangkalan). Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

Universitas Brawijaya ini menjelaskan bahwa kebijakan pembangunan

jembatan Suramadu merupakan sebuah upaya dalam rangka memenuhi

kebutuhan yang kompleks. Dampak kebijakan pembangunan jembatan

suramadu terhadap sosial ekonomi masyarakat yakni bersifat positif dan

negatif. Intervensi pemerintah dalam upaya menstimulasi peningkatan sosial

maupun ekonomi di Madura pada khususnya yakni dengan membentuk

Badan pengembangan wilayah jembatan Suramadu (BPWS) dengan strategi

dan kebijakan mengacu pada kondisi, nilai-nilai dan budaya Madura

sehingga tidak termajinalkan. Dalam hal ini peneliti memberikan evaluasi

terhadap kebijakan pengembangan wilayah Jembatan Suramadu dengan

hasil bahwa kebijakan tersebut belum maksimal. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat di Desa

Sukolilo Barat Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan.


Ketiga, Dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Mandiri Perdesaan (PNPM MP) Di Desa Sidokumpul Kecamatan Bangilan

Kabupaten Tuban (Studi Pada Pembangunan Gedung Taman Kanak-Kanak

PKK 01 Sidokumpul). Penelitian yang merupakan skripsi dari saudari Tri


3
0

Puspitasari, mahasiswa S1 Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Surabaya menjelaskan bahwa Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan merupakan program

penanggulangan kemiskinan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Salah satu kegiatan PNPM MP adalah pembangunan prasarana pendidikan.

Kurangnya prasarana pendidikan di Desa Sidokumpul menjadi alasan Tim

Pengelola Kegiatan memilih pembangunan gedung TK sebagai kegiatan

utama yang dilakukan pada tahun 2009. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan dampak program pembangunan gedung TK PKK 01

Sidokumpul di Desa Sidokumpul Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Subjek dalam

penelitian ini adalah Kepala Sekolah TK PKK 01 Sidokumpul, Guru TK,

wali murid TK, Ketua dan Sekretaris Tim Pengelola Kegiatan Desa

Sidokumpul. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara

terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan

pengumpulan data, reduksi, penyajian dan kesimpulan. Hasil penelitian

menunjukkan dampak pembangunan gedung TK yang dilihat dari 4 unit

sosial yang terkena dampak kebijakan yang dikemukakan oleh Finsterbusch

dan Motz, yaitu:


a. Individual, terutama dampak psikis. Adanya respon

positif dari wali murid dan pihak sekolah. Tidak adanya penolakan dari

masyarakat sekitar lokasi pembangunan.


b. Organisasional, pembangunan gedung TK sangat mempengaruhi

pencapaian Visi dan misi TK. Kegiatan-kegiatan yang


3
0

dapat mendukung pencapaian visi dan misi TK dapat dilakukan pihak

sekolah dengan maksimal.


c. Masyarakat, kepercayaan masyarakat terhadap TK PKK 01 Sidokumpul

meningkat. Wali murid PAUD tidak kebingungan akan menyekolahkan

anak di TK.
d. Lembaga dan Sistem Sosial, Institusi pendidikan TK menjadi lebih

tertata, struktur organisasi menjadi lebih jelas, secara administrasi

institusi pendidikan TK menjadi lebih eksis, kegiatan pendidikan lebih

tertata. Meskipun pembangunan gedung TK memberikan dampak yang

cukup besar tetapi masih ada kendalakendala yang dihadapi TK untuk

dapat berkembang lebih maju. Kendala-kendala tersebut misalnya

kurangnya dukungan dari Pemerintah Desa terutama dukungan materi,

serta kurang adanya kesadaran dari masyarakat sekitar untuk ikut

menjaga kebersihan lingkungan gedung TK. Maka untuk meminimalisir

kendala tersebut, saran yang dapat diberikan yaitu meningkatkan

dukungan materi dan non materi baik dari masyarakat Desa Sidokumpul

maupun dari Pemerintah Desa Sidokumpul.


3
0

Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian Terdahulu

Nama Fokus Nama Instansi


No Judul Penelitian Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Peneliti
1. Ibnu Dampak Penelitian ini Perubahan dalam hal pendapatan rumah tangga, rata-rata UIN Syarif
Mustaqim Reklamasi Pantai difokuskan pada responden mengalami penurunan pendapatan yaitu pada Hidayatullah, Jakarta
(2015) Utara Jakarta aspek perubahan kelompok pedagang dan pengolah kerang serta non
Terhadap sosial ekonomi perikanan menurun sekitar 3 kali lipat (360%) dialami
Perubahan Sosial masyarakat oleh nelayan dari pendapatan awal sebelum pembangunan
Ekonomi pesisir akibat pelabuhan Muara Angke. Kenaikan hanya terjadi pada
Masyarakat pembangunan kelompok pedagang dan pengolah ikan, yaitu sebesar
(Tinjauan pelabuhan 53% atau senilai Rp. 1.166.667 sedangkan perubahan
Sosiologis Muara Angke dalam hal pengeluaran rumah tangga, kelompok
Masyarakat di yang merupakan pedagang dan pengolahan ikan serta nelayan mengalami
Sekitaran bagian dari kenaikan pengeluaran, terutama pada kelompok nelayan
Pelabuhan Muara kebijakan dengan kenaikan sebesar 5%. Penurunan dialami oleh
Angke, Kelurahan reklamasi Pantai kelompok pedagang dan pengolah kerang serta non
Pluit, Jakarta Utara Jakarta. perikanan dengan prosentase penurunan masing-masing
Utara sebesar 6%.
2. Ananda Dampak Penelitian ini Hasil penelitian dampak kebijakan pembangunan Universitas
Tri Kebijakan berfokus pada jembatan suramadu terhadap sosial ekonomi masyarakat Brawijaya
Dharma Pembangunan dampak yakni bersifat positif dan negatif. Intervensi pemerintah
Yanti dkk Jembatan kebijakan dalam upaya menstimulasi peningkatan sosial maupun
(2013) Suramadu pembangunan ekonomi di Madura pada khususnya yakni dengan
Terhadap Sosial jembatan membentuk Badan pengembangan wilayah jembatan
Ekonomi suramadu Suramadu (BPWS) dengan strategi dan kebijakan
Masyarakat terhadap sosial mengacu pada kondisi, nilai-nilai dan budaya Madura
3
0

Dalam ekonomi sehingga tidak termajinalkan. Dalam hal ini peneliti


Pengembangan masyarakat memberikan evaluasi terhadap kebijakan pengembangan
Wilayah yakni bersifat wilayah Jembatan Suramadu dengan hasil bahwa
Jembatan positif dan kebijakan tersebut belum maksimal.
Suramadu (Studi negatif.
Di Desa Sukolilo
Barat Kecamatan
Labang
Kabupaten
Bangkalan)
3. Tri Dampak Program Penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan dampak pembangunan Universitas Negeri
Puspitasari Nasional berfokus pada gedung TK yang dilihat dari 4 unit sosial yang terkena Surabaya
(2014) Pemberdayaan dampak dampak kebijakan yang dikemukakan oleh Finsterbusch
Masyarakat program dan Motz, yaitu:
Mandiri pembangunan a. Individual, terutama dampak psikis. Adanya respon
Perdesaan (PNPM gedung TK PKK positif dari wali murid dan pihak sekolah. Tidak
MP) Di Desa 01 Sidokumpul adanya penolakan dari masyarakat sekitar lokasi
Sidokumpul di Desa pembangunan.
Kecamatan Sidokumpul b. Organisasional, pembangunan gedung TK sangat
Bangilan Kecamatan mempengaruhi pencapaian Visi dan misi TK.
Kabupaten Tuban Bangilan Kegiatan-kegiatan yangdapat mendukung pencapaian
(Studi Pada Kabupaten visi dan misi TK dapat dilakukan pihak sekolah
Pembangunan Tuban yang dengan maksimal.
Gedung Taman didasarkan pada c. Masyarakat, kepercayaan masyarakat terhadap TK
Kanak-Kanak 4 unit-unit sosial PKK 01 Sidokumpul meningkat. Wali murid PAUD
PKK 01 pendampak tidak kebingungan akan menyekolahkan anak di TK.
Sidokumpul). menurut d. Lembaga dan Sistem Sosial, Institusi pendidikan TK
Finsterbusch menjadi lebih tertata, struktur organisasi menjadi
3
0

dan Motz lebih jelas, secara administrasi institusi pendidikan


(Individual, TK menjadi lebih eksis, kegiatan pendidikan lebih
Organisasional, tertata. Meskipun pembangunan gedung TK
Masyarakat memberikan dampak yang cukup besar tetapi masih
serta Lembaga ada kendalakendala yang dihadapi TK untuk dapat
dan Sistem berkembang lebih maju. Kendala-kendala tersebut
Sosial. misalnya kurangnya dukungan dari Pemerintah Desa
terutama dukungan materi, serta kurang adanya
kesadaran dari masyarakat sekitar untuk ikut menjaga
kebersihan lingkungan gedung TK. Maka untuk
meminimalisir kendala tersebut, saran yang dapat
diberikan yaitu meningkatkan dukungan materi dan
non materi baik dari masyarakat Desa Sidokumpul
maupun dari Pemerintah Desa Sidokumpul.
3
0

2.7 Kerangka Konseptual


Bagi negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,

reklamasi dapat digunakan untuk mengatasi kendala keterbatasan lahan,

yang nantinya dapat dimanfaatkan menjadi lahan pemukiman yang baru

maupun untuk mempercepat laju perekonomian suatu daerah. Manfaat

reklamasi pantai di sini adalah tanah diperoleh tanpa melakukan

penggusuran penduduk. Selain itu manfaat reklamasi selanjutnya adalah

menjadikan kawasan berair atau lahan tambang yang rusak atau tak berguna

menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut biasanya

dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan

pertokoan, pertanian, serta objek wisata.


Selain kedua keuntungan diatas, reklamasi yang dilakukan dengan

perencanaan yang matang dapat menghasilkan berbagai manfaat positif,

seperti:
a. Daerah yang dilakukan reklamasi menjadi terlindung dari erosi karena

konstruksi pengaman sudah disiapkan sekuat mungkin untuk dapat

menahan gempuran ombak laut.


b. Daerah yang ketinggiannya di bawah permukaan air laut bisa terhindar

dari banjir apabila dibuat tembok penahan air laut di sepanjang pantai.
3
0

c. Tata lingkungan yang bagus dengan peletakan taman sesuai

perencanaan dapat berfungsi sebagai area rekreasi yang sangat memikat

pengunjung. Hal ini bisa membuka mata pencaharian baru bagi warga

sekitar.
d. Pesisir pantai yang sebelumnya rusak, menjadi lebih baik dan

bermanfaat.

Namun pelaksanaan reklamasi yang tidak berpedoman pada Undang-

Undang dan ketentuan yang berlaku maka akan dapat menimbulkan dampak

yang negatif dan berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam

studi kasus Analisis Dampak Kebijakan Reklamasi Teluk Lamong di

Kelurahan Tambak Osowilangun Kecamatan Benowo Kota Surabaya ini

dapat digambarkan dengan kerangka konsep sebagai berikut :

Bagan 2.1 :

Kerangka Konseptual
3
0

Permasalahan eksploitasi lahan pesisir dengan cara reklamasi


marak terjadi di Indonesia

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Penetapan Kebijakan Reklamasi Teluk Lamong melalui Keputusan Menteri


Perhubungan Nomor 4 Tahun 1997 tentang Pemberian Izin Kepada PT. Pelindo III
Untuk Pengurugan (Reklamasi) Perairan Pantai Di Daerah Lingkungan Kerja
Perairan Pelabuhan Tanjung Perak Dan Pelabuhan Gresik kemudian diperbaruhi
melalui Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 56 Tahun 2012
Tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Teluk Lamong

Implementasi Evaluasi
Kebijakan Kebijakan

Dampak dari Kebijakan Reklamasi Teluk Lamong di Kelurahan Tambak


Osowilangun Kecamatan Benowo Kota Surabaya

Finsterbusch dan Motz (Wibawa, 1994: 54-60), unit-unit sosial yang


terkena dampak kebijakan antara lain :
1. Individual
2. Organisasional
3. Masyarakat
4. Lembaga dan Sistem Sosial

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3
0

3.1 Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah deskriptif (descriptive research) dengan

pendekatan kualitatif, yaitu untuk mendiskripsikan dampak kebijakan

reklamasi Teluk Lamong di Kelurahan Tambak Osowilangun Kecamatan

Benowo Kota Surabaya. Mengacu pada pendapat Cholid Nurbuko dan Abu

Achmadi (2008: 44), yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada

sekarang berdasarkan pada data-data, menyajikan data, menganalisis dan

menginterpretasi.
Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2011: 6), yang

menyatakan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang atau perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif mampu

menyesuaikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan

informan, selain itu penelitian kualitatif lebih peka dan dapat meyesuaikan

diri dengan banyak perubahan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan

metode penelitian deskriptif kualitatif dikarenakan pada penelitian ini hanya

akan menggambarkan kenyataan yang terjadi dilapangan, yakni berkaitan

dengan dampak yang terjadi akibat adanya kebijakan reklamasi Teluk

Lamong Surabaya di Kelurahan Tambak Osowilangun Kecamatan Benowo

Kota Surabaya.
Peneliti berupaya untuk memberikan gambaran tentang objek yang

diteliti dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dampak kebijakan

reklamasi Teluk Lamong di Kelurahan Tambak Osowilangun Kecamatan

Benowo Kota Surabaya sebagaimana adanya, berdasarkan fakta dan data

yang diperoleh. Peneliti mencari data yang dibutuhkan dari para informan
3
0

dan dokumen-dokumen yang ada, kemudian dianalisis secara kualitatif

selanjutnya dipaparkan, digambarkan dan disajikan dalam sebuah laporan

penelitian.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Teluk Lamong di Kelurahan Tambak

Osowilangun Kecamatan Benowo Kota Surabaya. Adapun alasan mendasar

peneliti mengambil lokasi ini karena letaknya yang berdekatan dengan

proyek reklamasi Teluk Lamong yang diperuntukkan sebagai pelabuhan

Internasional Teluk Lamong atau yang lebih dikenal dengan Terminal Teluk

Lamong, pembangunan tersebut merupakan perluasan dari pelabuhan

Tanjung Perak.

3.3 Subjek Penelitian


Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive.

Teknik purposive merupakan teknik penentuan sumber data dengan

pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2013:52). Pertimbangan

kriteria subjek penelitian yang dimaksud di antaranya adalah orang-orang

yang posisinya terlibat dalam pelaksanaan kebijakan Reklamasi Teluk

Lamong Surabaya, baik terlibat secara aktif maupun pasif sehingga

memiliki pengetahuan, pengalaman yang cukup tentang data yang

diharapkan peneliti, dengan harapan subjek penelitian yang peneliti pilih

dapat memberikan data dan informasi yang diperlukan berkaitan dengan

kebijakan reklamasi Teluk Lamong Surabaya. Adapun subjek penelitian

yang ditetapkan peneliti meliputi:


a. Pemerintah Kelurahan Tambak Osowilangun dan Kota Surabaya.
b. PT. Pelindo III.
3
0

c. Masyarakat Pesisir Kelurahan Tambak Osowilangun, Surabaya.


d. LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur.

3.4 Fokus Penelitian


Dalam Sugiyono (2013:32) fokus penelitian adalah batasan masalah

dalam penelitian kualitatif. Fokus dalam penelitian ini adalah melihat

dampak sebuah kebijakan maupun program berdasarkan unit-unit sosial

pedampak menurut Wibawa (1994:54-60) yakni dampak individu, dampak

organisasional, dampak terhadap masyarakat dan dampak terhadap lembaga

dan sistem sosial. Penelitian ini berfokus pada ingin melihat dampak

individual, dampak organisasional, dampak terhadap masyarakat serta

dampak terhadap lembaga dan sistem sosial dari kebijakan reklamasi Teluk

Lamong di Kelurahan Tambak Osowilangun Kecamatan Benowo Kota

Surabaya.

3.5 Sumber Data


Sumber data pada penelitian ini adalah subjek darimana data diperoleh

(Arikunto, 2006 : 123). Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan

masalah yang akan peneliti teliti. Perlunya sumber data yang akan

memberikan informasi, diantaranya yaitu :


a. Sumber Data Primer
Data primer adalah sumber data yang berupa keterangan-

keterangan yang berasal dari pihak-pihak atau instansi-instansi yang

terkait dengan objek yang akan diteliti secara langsung, yang bertujuan

untuk lebih memahami maksud dan tujuan organisasi. Sumber data

primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan

masyarakat pesisir Kelurahan Tambak Osowilangun selaku masyarakat

yang terkena dampak dari adanya reklamasi Teluk Lamong, selain itu
3
0

sumber data primer lainnya peneliti peroleh dari Pemerintah Kelurahan

Tambak Osowilangun dan Kota Surabaya selaku pihak yang

memberikan izin reklamasi, PT. Pelindo III selaku pemohon dan

pelaksana proyek reklamasi Teluk Lamong Surabaya.


b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari membaca

dari literatur, aturan perundang-undangan maupun dokumentasi yang

berhubungan dengan objek penelitian. Peneliti mencari data-data dari:


1. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 4 Tahun 1997 tentang

Pemberian Izin Kepada PT. Pelindo III Untuk Pengurugan

(Reklamasi) Perairan Pantai Di Daerah Lingkungan Kerja Perairan

Pelabuhan Tanjung Perak Dan Pelabuhan Gresik.


2. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 56 Tahun

2012 tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang Pada

Kawasan Teluk Lamong.


3. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun

2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Surabaya Tahun 2014-2034.


4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil serta dokumentasi

dilapangan yang berkaitan dengan reklamasi Teluk Lamong

Surabaya.

3.6 Instrumen Penelitian


Sesuai dengan metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini, maka instrumen yang akan digunakan untuk

memperoleh data yang diinginkan adalah draft pertanyaan wawancara, serta


3
0

alat pendukung lainnya dalam perolehan dokumentasi (perekam, kamera).

Namun selai instrumen diatas, pada penelelitian yang menggunakan

pendekatan kualitatif, yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri.

Oleh sebab itu, sebagai instrumen peneliti ju ga harus di validasi untuk

mengetahui seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian serta terjun ke

lapangan. Validasi tersebut meliputi validasi terhadap metode penelitian

kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan

peneliti untuk memasuki objek penelitian baik secara akademik maupun

logistik. Peneliti disini berfungsi untuk menetapkan fokus penelitian,

memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,

menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat

kesimpulan atas hasil temuan yang diperoleh.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan

data yang digunakan peneliti pada penelitian ini yaitu:


a. Observasi
Teknik pengumpulan data melalui observasi langsung atau

pengamatan langsung. Nazir (2005: 175), observasi langsung

merupakan teknik untuk mengambil data secara kasat mata tanpa

memanfaatkan peralatan lain. Menurut Trianto (2010: 267), observasi

merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan penglihatan,

penciuman, pendengaran, perabaan, atau kalau perlu pegecap. Oleh

karena itu, observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti, baik secara

formal maupun informal. Observasi yang dilakukan dalam tindakannya


3
0

peneliti melibatkan diri sebagai subjek, sehingga peneliti dapat

menggambarkan dari apa yang diamati. Peneliti secara langsung

mengamati kebijakan reklamasi Teluk Lamong di Kelurahan Tambak

Osowilangun Kecamatan Benowo Kota Surabaya.

b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data atau fakta

di lapangan. Lexy J. Moleong (2011:186), berpendapat bahwa

wawancara adalah suatu percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)

dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu. Wawancara ini merupakan alat pengumpulan informasi

dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara

lisan pula (Zuriah, 2007: 179). Dalam melakukan wawancara, peneliti

menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara

dilakukan kepada subjek penelitian. Selain itu, wawancara tidak

terstruktur juga dikembangkan peneliti untuk melengkapi data-data

yang masih kurang tetapi pelaksanaannya tetap menggunakan pedoman

wawancara. Pemakaian teknik wawancara ini dimaksudkan untuk

memperoleh informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan dan dampak

yang ditimbulkan dari pelaksanaan kebijakan reklamasi Teluk Lamong

di Kelurahan Tambak Osowilangun Kecamatan Benowo Kota

Surabaya.

c. Dokumentasi
3
0

Moleong (2011: 163), dokumentasi adalah cara pengumpulan data

dengan mempelajari arsip atau dokumen-dokumen, yaitu setiap bahan

tertulis baik internal maupun eksternal yang berhubungan dengan

masalah yang di bahas dalam penelitian ini. Riduwan (2007: 31),

dokumenter merupakan cara yang ditujukan untuk memperoleh data

langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan,

peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, dan data yang relevan

dalam penelitian. Metode dokumentasi digunakan untuk melengkapi

data dan informasi lain yang didapat kemudian dilakukan kajian

terhadap isinya sehingga diperoleh pemahaman maupun usaha

memperoleh karakteristik pesan.


Penelitian ini mengunakan dokumentasi berupa Undang-Undang

dan Peraturan Pemerintah tentang reklamasi, Laporan kebijakan

reklamasi, foto pelaksanaan kebijakan reklamasi Teluk Lamong, data

pekerjaan masyarakat pesisir Teluk Lamong, data-data yang

menjelaskan dampak reklamasi Teluk Lamong Surabaya. Adanya

dokumentasi ini akan dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan

data-data sesuai penelitian dengan cara menganalisisnya.

3.8 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu bagian penting dalam metode

ilmiah. Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasi. Oleh karena itu, analisis data

dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Bogdan dan Biklen

(Moleong, 2011: 248), berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,


3
0

memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintensiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.

Menurut Milles dan Huberman dikutip oleh Sugiyono (2013: 334),

menjelaskan bahwa analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh.

Terdapat beberapa langkah dalam teknik analisis data selama di

lapangan, melalui model Milles dan Huberman seperti yang dikutip oleh

Sugiyono (2013: 92), sebagaimana berikut:

Gambar 3.1

Model Interaktif Analisis Penelitian Kualitatif Miles dan Huberman

Data Data
Collection Display

Data
Reduction

Conclution
Drawing and
Verying

Sumber : Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013:92)


3
0

Dari gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Data Collection (Pengumpulan Data)


Pengumpulan data dilakukan melalui berbagai macam teknik

seperti melalui wawancara, observasi di lapangan dan dokumentasi dari

subjek dan objek penelitian yang terkait dengan kebijakan reklamasi

Teluk Lamong Surabaya di Kelurahan Tambak Osowilangun

Kecamatan Benowo Kota Surabaya.

b. Data Reduction (Reduksi Data)

Berdasarkan beragamnya data yang dihimpun dari teknik

pengumpulan data seperti observasi, wawancara dan dokumentasi

mengakibatkan perlunya mereduksi data yang diperoleh dalam

penelitian tersebut. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya. Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas dan akan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila diperlukan

(Sugiyono, 2013: 337). Penelitian ini untuk mendapatkan data yang

relevan dan menunjang dalam menjawab permasalahan penelitian

tentang pelaksanaan dan dampak kebijakan reklamasi di Teluk Lamong,

Surabaya. Oleh karena itu, peneliti melakukan penyederhanaan data

dengan memilih hal-hal yang pokok atau hal-hal yang penting dari hasil

observasi, wawancara dan dokumentasi.


3
0

c. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data dilakukan oleh peneliti dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Milles dan

Huberman dalam Sugiyono (2013: 341) menyatakan the most

frequentform of display data qualitative research data in the past has

been narrative text. Bisa diartikan bahwa yang paling sering digunakan

untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks

yang berbentuk naratif. Penyajian data dalam penelitian ini berupa teks

yang bersifat naratif. Peneliti menyajikan data yang telah dikategorikan

ke dalam laporan secara sistematis sehingga mudah dipahami oleh

pembaca. Penyajian dalam teks naratif ini berupa informasi yang

berkaitan dengan pelaksanaan, dampak positif dan negatif kebijakan

reklamasi Teluk Lamong di Kelurahan Tambak Osowilangun

Kecamatan Benowo Kota Surabaya.

d. Conclusion Drawing (Pengambilan Kesimpulan)

Penarikan kesimpulan merupakan langkah terakhir dalam

penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan adalah keteraturan pola-pola

penjelasan, usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan

pola-pola penjelasan, alur sebab-akibat atau proposisi. Penelitian ini

menggunakan pendekatan induktif, yaitu penarikan kesimpulan

didasarkan atas data berupa fakta-fakta. Penarikan kesimpulan dengan

pendekatan induktif ini berangkat dari rumusan masalah dan tujuan

penelitian kemudian diperiksa kebenarannya untuk menjamin

keabsahannya. Penelitian ini digunakan deskriptif yang bersifat umum


3
0

dan relatif menyeluruh tentang pelaksanaan dan dampak kebijakan

reklamasi Teluk Lamong di Kelurahan Tambak Osowilangun

Kecamatan Benowo Kota Surabaya.


3
0

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Daftar Pulau di Indonesia, diakses dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_di_Indonesia, pada tanggal 10 Oktober 2016 pukul

00.13

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolahan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2007

(Suhardjono dkk, 2010: 3) TENTANG REKLAMASI

(Save M Dagun, 1997: 952).

http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/permen40.pdf

http://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/1_PERMEN_KP2014.pdf

https://tirto.id/menebar-reklamasi-di-negara-ribuan-pulau-FDu (12 Maret 2016,

pukul 17.06 WIB)

2
Phill Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina Cipta,

1977), halaman 188.

Dunn, Willliam N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan

Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif.

Bandung: CV. ALFABETA

Wibawa, Samudra dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada


3
0

Pedoman Wawancara

1. Bagaimana pelaksanaan kebijakan reklamasi teluk lamong surabaya

2. Bagaimana sosialisasi kebijakan reklamasi teluk lamong kepada penduduk sekitar teluk

lamong terutama penduduk kelurahan tambak osowilangun surabaya

3. Berapa lama pelaksanaan reklamasi teluk lamong tersebut

4. Dampak apa saja yang ditibulkan dengan adanya reklamasi teluk lamong

5. Hambatan apa saja yang ditemui dalam reklamasi teluk lamong

A. Dampak Individual

1. Adakah perubahan perilaku yang ditimbulkan sejak adanya reklamasi teluk lamong

2. Adakah kerugian ekonomi bagi Bapak/Ibu dari adanya kebijakan reklamasi teluk

lamong, jika ada seberapa besarkah kerugian tersebut dan apakah ada perhatian

khusus dari pelaksana kebijakan maupun pemberi ijin reklamasi.

3. Adakah manfaat Sosial bagi Bapak/Ibu dari adanya kebijakan reklamasi teluk
lamong, jika ada seberapa besarkah manfaat tersebut

4. Apakah terjadi perubahan lingkungan tempat tinggal Bapak/Ibu setelah adanya

reklamasi teluk lamong Surabaya

5. Apakah kegiatan reklamasi teluk lamong surabaya tidak mengganggu lingkungan

sekitar seperti pencemaran udara, air, tanah dan lain-lain?

B. Dampak Organisasional

1. Apakah kebijakan reklamasi teluk lamong surabya meningkatkan/ menurunkan

penghasilan kelompok nelayan Tambak osowilangun?

2. Adakah

C. Dampak terhadap Masyarakat

D. Dampak Lembaga dan Unit Sosial

Anda mungkin juga menyukai