TINJAUAN PUSTAKA Sukrosa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA I

Komposisi kimia dari gula adalah satu satuan fruktosa yang digabung dengan satu
satuan glukosa. Di dalam sukrosa baik fruktosa maupun glukosa tidak memiliki gugus
hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada dalam kesetimbangan dengan
suatu bentuk aldehid atau keton. Sukrosa tidak menunjukkan mutarotasi dan bukanlah gula
pereduksi. Gula inversi adalah campuran D-glukosa dan D-fruktosa yang diperoleh dengan
hidrolisis asam atau enzimatik dari sukrosa. Enzim yang mengkatalisis hidrolisis sukrosa
disebut invertase. Karena adanya fruktosa bebas (gula termanis), gula inversi lebih manis dari
pada sukrosa. Nama gula inversi diturunkan dari inversi (pembalikan) tanda rotasi jenis bila
sukrosa dihidrolisis. Sukrosa mempunyai rotasi jenis 66,50 suatu rotasi positif.
Sukrosa atau gula secara kimia termasuk dalam golongan karbohidrat, dengan rumus
C12H22O11. Rumus bangun dari sukrosa terdiri atas satu molekul glukosa (C6H12O6) yang
berikatan dengan satu molekul fruktosa (C6H12O6). Kedua jenis gula sederhana ini juga
terdapat dalam bentuk molekul bebas di dalam batang tanaman tebu, tetapi tidak di dalam
umbi bibit gula. Rumus sukrosa tidak memperlihatkan adanya gugus formil atau karbonil
bebas. Karena itu sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi, misalnya dengan larutan
Fehling. Campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert. (Fessedan, 1986)
Sifat-sifat sukrosa yaitu:
Kenampakan dan kelarutan, semua gula berwarna putih, membentuk kristal
yang larut dalam air.
Rasa manis, semua gula berasa manis, tetapi rasa manisnya tidak sama.
Hidrolisis, disakarida mengalami proses hidrolisis menghasilkan
monosakarida. Hidrolisis sukrosa juga dikenal sebagai inversi sukrosa dan
hasilnya berupa campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert. Inversi
dapat dilakukan baik dengan memanaskan sukrosa bersama asam atau dengan
menambahkan enzim invertase.
Pengaruh panas, jika dipanaskan gula akan mengalami karamelisasi.
Sifat mereduksi, semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa berperan
sebagai agensia pereduksi dan karenya dikenal sebagai gula reduksi (Gaman dan
Sherrington, 1994)
Sukrosa adalah disakarida (mempunyai dua monosakarida) yairu glukosa dan
fruktosa. Ia mempunyai rumus empiris: C12H22O11. Proses pemecahannya disebut Hidrolisis
(penguraian oleh air). Hidrolisis sukrosa oleh asam atau enzim menghasilkan gula invert,
yaitu campuran glukosa dan fruktosa dalam jumlah mol yang sama. Reaksi hidrolisis sukrosa
adalah
C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6
Tebu selain mengandung sukrosa dan berbagai zat gula yang mereduksi, juga
mengandung serat (sabut), zat bukan gula, dan air. Dalam proses pembuatan gula putih dari
tebu, sukrosa harus dipisahkan dari zat dan ikatan bukan gula.
Sukrosa sebagai komponen batang tebu merupakan suatu bahan yang hanya dapat
dibuat secara mudah oleh proses sintesis yang dilakukan oleh hijau daun. Sukrosa yang sudah
tersimpan dalam batang tebu harus diusahakan agar tidak mengalami perusakan baik selama
dikebun maupun selama proses dipabrik. Setelah ditebang, fungsi kehidupan batang tebu
secara menyeluruh terhenti, tetapi masing-masing bagian dari batang (seperti sel-sel tebu)
masih tetap hidup. Akibat gangguan fisis dari luar, seperti terkena sinar matahari langsung,
maka sel-sel tersebut dapat mati dan sel itu akan bersifat asam. Cairan dalam sel tebu tidak
stabil dalam suasana asam karena akan terjadi hidrolisa. Jumlah sukrosa yang terpecahkan
karena proses hidrolisa diatas tergantung dari keasaman dan lamanya gangguan fisis.
Daftar Pustaka:
eprints.ung.ac.id/2806/6/2012-1-1002-612309017-bab2-13082012041907.pdf. Diakses pada
tanggal 9 Mei 2017 7:02
Almatsier, S. (1998). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama. Anonymous. (2010). Tekno Pangan dan Agroindustri. Volume I Nomor 6. Bogor:
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB.
Anthony, Wilbraham, C., dan Michael, B, Matta. (1992). Pengantar Kimia
Organik dan Hayati. Bandung; penerbit ITB.
Day, R. A. and A. L. Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faridah. (2008). Patiseri Jilid 3. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Fessenden. (1986). Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Gaman dan Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Yogyakarta: UGM Press.
Rivai, Harrizul. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press.
Rohman, Abdul. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Standar Nasional Indonesia. (2008). SNI 3547.2.2008. Syarat Mutu Kembang Gula Lunak.
Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. (1992). SNI 01-2892-1992. Cara Uji Gula. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Svehla,G, (1985). Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Edisi kelima.
Jakarta: Kalman Media Pusaka.
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
TINJAUAN PUSTAKA II
Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun atas sebuah -D-glucophyranosil dan -
D-fructofuranosyl yang berikatan antar ujung reduksinya. Sukrosa tidak mempunyai ujung
pereduksi sehingga termasuk dalam gula non pereduksi (Fennema, 1996). Sukrosa
(C12H22O11) membentuk kristal keras anhydrous dalam bentuk monoklin, yang mempunyai
tiga sumbu asimetris berbeda panjangnya. Mempunyai densitas 1,606 g/cm3, berat molekul
342, berat jenis 1,033 sampai 1,106 (Suparmo dan Sudarminto, 1991).
Pada gula pasir mempunyai kandungan gula reduksi sebanyak 1,24% sedangkan
kandungan sukrosa adalah 97,10% (Thorpe, 1974). Hui (1991) menyatakan bahwa pada gula
bubuk biasanya ditambahkan tepung jagung 3% untuk mencegah penggumpalan.
Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air. Semakin
tinggi suhu, kelarutannya semakin besar. Menurut Tranggono (1990) satu gram sukrosa dapat
larut dalam 0,5 ml air pada suhu kamar/ 0,2 ml dalam air mendidih, dalam 170 ml alcohol/
100 ml methanol. Kristal sukrosa bersifat stabil di udara terbuka dan dalam keadaan yang
langsung berhubungan dengan udara dapat menyerap air sebanyak 1% dari total berat dan
akan dilepaskan kembali apabila dipanaskan pada suhu 90C (Sudarmaji, 1982)
Higroskopisitas dikenal sebagai kemampuan untuk menyerap dan menahan air.
Sukrosa memiliki sifat sedikit lebih higroskopis daripada dekstrosa monohidrat. Pada RH
90% dan suhu 25C, sukrosa mampu menyerap 50 60% air sedangkan dekstrosa hanya
menyerap 17 18% air (Mc Wiloiams, 2001). Hal ini dapat terjadi karena sukrosa memiliki
keseimbangan kelembaban (ERH) yang lebih rendah daripada dekstrosa monohidrat
(Achdiyan dan Abudaeri, 1999). Jika produk memiliki ERH lebih rendah daripada RH
lingkungannya maka produk tersebut akan cenderung menjadi basah/ lengket (Schenck and
Hebeda, 1992).
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk kedalam golongan karbohidrat.
Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi dua molekul
monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi
pangan karena fungsinya yang beraneka ragam. Sukrosa dengan kemurniaan yang tinggi dan
kadar abu yang rendah baik untuk kembang gula keras (Anonimous, 2010).
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi
utama bagi manusia yang harganya relatif murah dan mempunyai peranan penting dalam
menentukan karakteristik bahan makanan misalnya rasa, warna, tekstur.Semua karbohidrat
berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui proses fotosintesis, klorofil tanaman dengan bantuan
sinar matahari mampu membentuk karbohidrat dari karbon dioksida (CO2) berasal dari udara
dan air (H2O) dari tanah. Karbohidrat yang dihasilkan adalah karbohidrat sederhana glukosa
(Almatsier, 1998).
Semua jenis karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan
oksigen (0). Perbandingan antara hidrogen dan oksigen pada umumnya adalah 2 : 1 seperti
halnya dalam air, oleh karena itu diberi nama karbohidrat. Dalam bentuk sederhana, formula
uum karbohidrat adalah CnH2nOn. (Almatsier, 1998).
Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu
monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Molekul karbohidrat paling sederhana yang tidak
terikat pada karbohidrat lain dinamakan gula sederhana atau monosakarida. Disakarida
adalah senyawa yang terdiri dari dua monosakarida terikat, sedangkan polisakarida adalah
rantai panjang yang tersusun dari banyak monosakarida (Anthony, 1992).
Sukrosa atau sakarosa dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Secara komersial gula
pasir yang 99% terdiri atas sukrosa dibuat dari kedua macam bahan makanan tersebut melalui
proses penyulingan dan kristalisasi. Sukrosa juga terdapat di dalam buah, sayuran dan madu.
Bila dicernakan atau dihirolisis, sukrosa pecah menjadi satu unit glukosa dan satu unit
fruktosa. Pada pembuatan sirup sebagian sukrosa (gula pasir) akan terurai menjadi glukosa
dan fruktosa, yang disebut gula invert. Sukrosa tidak memiliki sifat-sifat mereduksi, karena
itu untuk menentukan kadar sukrosa harus dilakukan inversi terlebih dahulu menjadi glukosa
dan fruktosa. Gula invert secara alami terdapat di dalam madu dan rasanya lebih manis
daripada sukrosa (Almatsier, 1998).
Daftar Pustaka:
http://text-id.123dok.com/document/jmyjmpyl-penetapan-kadar-sukrosa-dalam-kembang-
gula-dengan-metode-titrimetri.html. Diakses pada tanggal 9 Mei 2017 7:50
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Third Edition. University of Wiscorsin Madison. New
York
Hui, Y.H., 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Jhon Wiley and Sons Inc.
New York
Mc. William. 2001. Food Experimental Prespectives. 4th edition. Prentice Hall, Inc. New
Jersey
Schenck, F. W. and Hebeda, R. E. 1992. Starch Hydrolysis Product, Worldwide Technology,
Production and Aplication. VCH Publisher, Inc. New York.
Sudarmadji, Slamet, Haryono, Bambang, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
Thorpe. 1974. Thorpes Dictionary of Applied Chemistry. Vol XI. Fourt Ed. Longmans Green
and Company. London
Tranggono, S., Sutardi, Haryadi, Suparno, A., Murdiyati, S., Sudarmadji, K., Rahayu, S.,
Naruki, M., dan Astuti. 1990. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). Pusat Antar
Universitas Pangan Dan gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
TINJAUAN PUSTAKA III
Sukrosa atau gula tebu adalah disakarida dari glukosa dan fruktosa. Sukrosa dibentuk
oleh banyak tanaman, tetapi tidak terdapat pada hewan tingkat tinggi. Berlawanan dengan
maltosa dan laktosa, sukrosa tidak mengandung atom carbon anomer bebas, karena carbon
anomer kedua komponen unit monosakarida pada sukrosa berikatan satu dengan yang lain.
Karena alasan inilah sukrosa buka merupakan gula pereduksi.
Walaupun D-glukosa merupakan unit pembangun utama kedua senyawa pati dan selulosa,
sukrosa merupakan produk fotosintesis antara yang utama. Pada banyak tanaman sukrosa
merupakan bentuk utama dalam transport gula dari daun ke bagian-bagian lain tanaman
melalui system paskular. Keuntungan sukrosa dibandingkan dengan D-glukosa sebagai
bentuk transport gula mungkin karena atom karbon anomernya berada dalam keadaan terikat,
jadi, melindungi sukrosa dari serangan oksidatif atau hidrolitik oleh enzim-enzim tanaman
sampai molekul ini mencapai tujuan akhirnya di dalam tanaman.
Hewan tidak dapat menyerap sukrosa seperti pada tanaman, tetapi dapat menyerap
molekul tersebut dengan bantuan enzim suknosa, yang juga disebut sebagai invertase, yang
terdapat di dalam sel yang membatasi dinding usus kecil. Enzim ini mengkatalisa hidrolisis
sukrosa menjadi D-gukosa dan D-fruktosa, yang segera teserap ke dalam aliran darah.
Sukrosa merupakan disakarida yang paling manis diantara ketiga jenis disakarida
yang umum dijumpai. Sukrosa juga lebih manis dari glukosa.
Sukrosa merupakan senyawa organik yang penting sebagai sumber makanan karena
mempunyai rasa yang manis dan mudah dicerna dalam tubuh sebagai sumber kalori. Di
samping sebagai bahan makanan, sukrosa juga digunakan antara lain sebagai bahan pengawet
makanan, bahan baku alkohol, dan pencampuran obat-obatan (Goutara dan Wijandi, 1975).
Sukrosa termasuk dalam golongan disakarida yaitu oligosakarida yang terdiri dari dua
molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Selain itu sukrosa merupakan oligosakarida yang
mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit,
siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industriindustri makanan biasa digunakan sukrosa dalam
bentuk kristal halus dan kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk
cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan
dipanaskan, 9 sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula
invert. Gula invert mudah terhidrolisis dalam asam encer 10-15 persen, selain itu gula invert
juga dapat mencegah terjadinya kristalisasi sukrosa (Winarno, 2002).
Sukrosa merupakan molekul yang terdiri dari 12 atom karbon, 22 atom hidrogen dan
11 atom oksigen (C12H22O11). Sukrosa merupakan disakarida yang terdiri dari fruktosa dan
glukosa (deMan, 1997). Sukrosa memberikan rasa manis, dan karena mempunyai kelarutan
yang sangat tinggi (49 g per 100 mL pada 1000 oC) sukrosa digunakan sebagai ingredient
utama dalam produk-produk pangan tertentu khususnya dalam kembang gula dan ice cream.
Penentuan sukrosa biasanya dilakukan dengan pengurangan kandungan gula mereduksi
setelah dan sebelum dilakukan inversi. Meskipun sukrosa merupakan gula utama, hanya
sedikit buah-buahan yang konsentrasinya melebihi total gula-gula mereduksi, buah-buahan
itu antara lain apricot, nectarine, peach, mangga, dan nanas. Beberapa buah-buahan
mengandung sukrosa sangat sedikit misalnya blueberry, cherry, lemon, anggur, dan tomat
(Murdijati, 1991).
Penentuan sukrosa dan total gula dapat ditentukan jumlahnya dengan cara kimia yaitu
dengan menentukan gula reduksi yang dihasilkan setelah sukrosa dihidrolisa dengan asam
atau dengan enzim. Hidrolisis sukrosa akan dihasilkan 2 mol gula reduksi yang berupa
sukrosa akan dihasilkan 2 mol gula reduksi yang berupa fruktosa dan glukosa yang dapat
dituliskan sebagai berikut:
C12H22O11 (sukrosa, BM = 342)+ H2O C6H12O6 (fruktosa, BM = 180) + C6H12O6
(glukosa, BM = 180)
Setelah diketahui jumlah gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisis sukrosa maka
dapat dihitung jumlah sukrosa yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor sebesar 0,95.
faktor ini diperoleh dari perbandingan BM sukrosa dengan BM dua molekul gula reduksi
(Murdijati, 1991).
Daftar Pustaka:
http://e-journal.uajy.ac.id/1713/3/2BL00794.pdf. Diakses pada tanggal 9 Mei 2017 7:27
Rino Safrizal.2011.Penentuan Kadar Sukrosa Pada Minuman.
http://www.jejaringkimia.web.id/2009/06/penentuan-kadar-sukrosa-pada-minuman.html.
Diakses pada tanggal 9 Mei 2017 8:01
TINJAUAN PUSTAKA IV
Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling
terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C no. 1 pada gugus glukosanya.
Karena itu, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat nonpereduksi (Winarno,
1992).
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan
makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industri-
industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam
jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan
sirup, gula pasir (sukrosa)dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai
menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 1992).
Sukrosa adalah jenis gula yang diperoleh dari ekstraksi batang tebu yang lebih dikenal
sebagai gula pasir. Umumnya sukrosa yang ada dipasaran berbentuk kristal, kental, maupun
cair, yang banyak digunakan dalam industri pangan dan merupakan bahan pemanis yang
biasanya digunakan dalam produksi susu fermentasi untuk menutupi keasaman yang
dihasilkan dari 3 proses fermentasi.
Sukrosa merupakan senyawa oligosakarida yang secara sestematika kimiawai disebut
- D- glukopiranosil- D- fruktofuranosida secara komersial, sukrosa diproduksi dari tebu
dan bit. Rumus molekul sukrosa C 12H22O11 memiliki berat molekul 342,30 terdiri dari gugus
glukosa dan fruktosa (Sudarmadji, 1997). Sukrosa merupakan bahan pemanis yang biasanya
digunakan dalam pembuatan yoghurt. Sukrosa dapat ditambahkan dalam bentuk kering,
kristal atau gula cair yang mengandung 67% sukrosa (Hui, 1993). Sukrosa lebih manis di
bandingkan laktosa (Berg, 1988).
Berbagai macam tipe gula atau bahan pemanis dapat ditambahkan ke dalam susu
sebelum prosessing dan fermentasi. Gula yang terlalu tinggi dapat memberikan pengaruh
yang negatif terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat (Tamime, 2006). Penambahan sukrosa
sebelum fermentasi dapat digunakan untuk menghambat osmotik ragi dan jamur, akan tetapi
harus diperhatikan ketika penambahan gula pada level konsentarasi diatas 7% w/v karena
tekanan osmotik dan penurunan aw akan menghambat mikroorganisme starter terutama 8
Lactobacillus bulgaricus (Early, 1998). Buckle et al., (1987), menambahkan bahwa apabila
gula ditambahkan ke dalam bahan makanan pada konsentrasi cukup tinggi (paling sedikit
40% padatan terlarut) sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan
mikrobia.
Level sukrosa dalam yoghurt mempengaruhi produksi asam laktat dan flavour dari
kultur yoghurt turun produksi. Karakteristik komponen flavour telah dilaporkan pada
konsentrasi sukrosa 8 % atau lebih tinggi. Kemampuan produksi asam dari kultur yoghurt
telah dilaporkan berisi campuran 4 % sukrosa. Strain komersial lebih toleran bila digunakan
pada level yang lebih tinggi penghentian produksi asam selama pembuatan yoghurt (Hui,
1993). Menurut penelitian Bills et al., (1972) bahwa penambahan sukrosa pada level sukrosa
8 % atau lebih tinggi berpengaruh pada produksi asam laktat sebagai penghasil asam dan
flavor yoghurt, serta kenaikan pH.
Sukrosa jika dipanaskan akan meleleh pada suhu kurang lebih 160C menjadi larutan
yang jernih dan kemudian perlahan-lahan berubah menjadi larutan yang berwarna coklat.
Pada suhu 170C karamelisasi terbentuk yang berwarna coklat dan mempunyai aroma khas.
Proses tersebut disebut nonenzimatis browning. Karamel larut dalam air.
Daftar Pustaka:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34608/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=B6F1B71338776498C2AD25C88CE7C229?sequence=3. Diakses pada
tanggal 15 Mei 2017 18:20
Iftah Fajriyah.2010.PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA PADA SUSU SAPI
TERHADAP KARAKTERISTIK YOGHURT YANG DIHASILKAN.Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
Asriani, E.N. Membuat sari buah kueni skala industri. Selera, X (2), Feb. 1991 : 80-81.
Dahlan, M.A. dan Wartono. Pembuatan sirup pala. Bogor : Balai Besar Litbang Industri Hasil
Pertanian, Departemen Perindustrian, 1984. 5 hal.
--------,Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta
10340 Tel. 021 316 916669, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id Mata Kuliah
Pengetahuan Bahan Pangan 182.
M. Ikhsan Shiddieqy,2005. Mahasiswa Departemen Produksi Ternak, Fakultas Peternakan
Unpad.
Nur Wahid, 2007. Auditor dan Ketua Bidang Sosialisasi LPPOM MUI Nur Wahid, 2006.
Cui Yingshu, The Epoch Times, 11 Sep 2007 [http://en.epochtimes.com/news/7-9-
11/59598.html ] Ismunandar, 2008. Bahaya susu bermelamin.
Astawan M. W. dan M. Astawan, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.
Akademi Presindo. Jakarta.
Blakely, J. dan D.H. Bade., 1985. The Science of Animel Husbandry. Four Edition.
Prenticeall, Inc. A Division of Simon and Schuster, Engzlewood Cliffs,Newjersey 07632.
USA.
TINJAUAN PUSTAKA V
Gula adalah bentuk dari karbohidrat, jenis gula yang paling sering digunakan adalah
kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk merubah rasa dan keadaan makanan atau
minuman. Gula sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau
hidrolisis asam) menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Anonymous, 2007).
Gula merupakan sukrosa yaitu disakarida yang terbentuk dari ikatan antara glukosa
dan fruktosa. Rumus kimia sukrosa adalah C12H22O11. Sukrosa memiliki sifat-sifat antara lain:
Sifat fisik : tak berwarna, larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam eter dan
kloroform, titik lebur 180C, bentuk kristal monoklin, bersifat optis aktif, densitas kristal
1588 kg/m3 (pada 15C).
Sifat kimia : dalam suasana asam dan suhu tinggi akan mengalami inverse
menjadi glukosa dan fruktosa.
Sukrosa atau sakarosa adalah zat disakarida yang pada hidrolisa menghasilkan
glukosa dan fruktosa. Rumus sukrosa tidak memperlihatkan gugus formil atau karbonil
bebas. Karena itu sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi (Sudarmadji, dkk. 1997).
Sukrosa mempunyai rumus empiris C12H22O11 dengan berat molekul 342,3. Kristal
sukrosa mempunyai densitas 1,588 sedangkan dalam bentuk larutan 26 % (w/w) mempunyai
densitas 1,108175 pada suhu 20 oC. Sukrosa mempunyai rotasi spesifik [] 20D + 66,53
pada saat digunakan dalam berat normal (26 gr/100 ml). Titik lebur sukrosa pada suhu 188oC
(370 0F) dan akan terdekomposisi pada saat melebur. Indeks refraksi sebesar 1,3740 untuk
larutan 26% (w/w). Bentuk kristalnya adalah monoklin, yang merupakan kristal yang tidak
berwarna dan bebas air. Viskositasnya naik apabila kadar gula naik dan sebaliknya (Chen and
Chou, 1993). Sukrosa pada temperatur tinggi akan mengalami inversi yaitu terurainya
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut sebagai gula invert. Hal ini disebabkan
oleh adanya mikroorganisme mengeluarkan enzim yang bekerja sebagai katalisator. Inversi
sukrosa dapat pula terjadi pada suasana asam sehingga sukrosa tidak dapat membentuk kristal
karena kelarutan glukosa dan fruktosa sangat besar. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6
Sukrosa D-glukosa D-fruktosa

Standar kualitas gula pasir antara lain ditentukan oleh nilai polarisasi, kadar abu, kadar air
dan kadar gula reduksi. Semakin tinggi polarisasinya, semakin tinggi kadar sukrosanya dan
semakin baik kualitas gula, sebab akan tahan dalam penyimpanan yang juga ditentukan oleh
kadar airnya. Makin tinggi kadar abu, maka makin rendah kualitas gulanya, sebab kadar abu
menunjukkan adanya bahan anorganik yang akan berpengaruh pada warna dan sifat
higroskospis gula. Kadar gula reduksi akan mempengaruhi nilai polarisasi. Apabila kadar
gula reduksi tinggi maka nilai polarisasi tidak akan menunjukkan jumlah sakarosa yang
terdapat dalam gula dan menunjukkan kualitas gula rendah sehingga lebih mudah rusak
(Moerdokusumo, 1993)
Daftar Pustaka:
https://id.scribd.com/doc/168759828/Bab-II-Tinjauan-Pustaka. Diakses pada tanggal 9 Mei
2017 10:20
TINJAUAN PUSTAKA VI
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman penghasil gula yang telah lama
dibudidayakan di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Gula kristal yang kita konsumsi diproses
dari sukrosa yang terbentuk di batang tebu. Kadar sukrosa yang ada dalam batang tebu
bervariasi antara 8-13 % pada tebu segar yang mencapai kemasakan optimal. Sukrosa adalah
senyawa disakarida dengan rumus 12 molekul C12H22O11. Sukrosa terbentuk melalui proses
fotosintesis yang ada pada tumbuh-tumbuhan. Pada proses tersebut terjadi interaksi antara
karbon dioksida dengan air didalam sel yang mengandung klorofil (Kuswurj, 2011).
Gula tebu adalah disakarida, gula tersebut dapat dibuat dari gabungan dua gula yang
sederhana yaitu glukosa dan fruktosa (monosakarida). Selain sukrosa didalam batang tebu
terdapat zat-zat lain. Dalam proses produksi gula zat zat ini harus dihilangkan sehingga
dihasilkan gula yang berkualitas (Kuswurj, 2011).
Sukrosa adalah disakarida yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan
makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industri-
industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam
jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan
sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai
menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert. Inversi sukrosa terjadi dalam suasana
asam. Gula invert ini tidak dapat berbentuk kristal karena kelarutan sukrosa sangat tinggi
(Winarno, 2010).
Sukrosa dalam pembuatan produk makanan berfungsi untuk memberi rasa manis dan
dapat pula sebagai pengawet yaitu dalam konsentrasi yang tinggi dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, dapat menurunkan aktifitas air dari bahan pangan (Buckel et
al., 1987).
Kristal sukrosa mempunyai sistem monoklin dan bentuknya sangat bervariasi.
Kemurnian sukrosa mempengaruhi bentuk dan keadaan badan kristal, sukrosa murni tidak
berwarna dan transparan. Sukrosa mudah larut dalam air dan dipengaruhi oleh zat lain yang
terlarut dalam air serta sifat zat tersebut. Semakin tinggi suhu dan jumlah garam terlarut
dalam air maka semakin tinggi pula jumlah sukrosa yang dapat terlarut, terutama garam yang
mengandung nitrogen, seperti protein dan asam amino (Masudah, 2013).
Gula ditambahkan sebagai pemanis untuk meningkatkan cita rasa noga. Muchtadi
(2010) menyebutkan bahwa tujuan penambahan gula adalah untuk memperbaiki falvour
bahan makanan dan minuman sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan
kelezatan.
Sifat-sifat citarasa dan warna dari banyak bahan pangan yang dimasak dan diolah
tergantung pada reaksi antara gula pereduksi dan kelompok asam amino yang menghasilkan
zat warna coklat dan bermacam-macam komponen citarasa. Karamelisasi termasuk ke dalam
rekasi pencoklatan non enzimatik (browning non enzimatik), dimana bila suatu larutan
sukrosa diuapkan maka konsentrasi dari sukrosa tersebut akan meningkat dengan demikian
juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air terus akan
teruapkan. Bila keadaan tersebut terus dilakukan maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari
air tetapi sukrosa yang melebur. Apabila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus
sehingga suhunya melampaui titik lebur maka akan terjadi karamelisasi sukrosa yang
terbentuk semi padat dan terkadang berwarna coklat (deMan, 1997). Reaksi karamelisasi
terjadi akibat adanya suhu tinggi yang mampu mengeluarkan sebuah molekul air dari sebuah
molekul glukosa membentuk 15 glukosa yang kemudian diikuti dengan proses polimerisasi
dan beberapa jenis asam akan timbul sehingga terbentuk karamel (Winarno, 2010).
Daftar Pustaka:
http://repository.unpas.ac.id/26843/6/II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf.

Anda mungkin juga menyukai