Sukrosa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Sukrosa

Gula merupakan istilah umum yang diartikan sebagai karbohidrat yang digunakan
sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya diartikan sebagai sukrosa, yaitu gula
yang diperoleh dari tebu atau bit. Gula tebu atau sukrosa merupakan jenis gula yang sering
digunakan dalam industri minuman, karena memiliki tingkat kemanisan yang cukup tinggi
(Buckle, et al., 1987).
Sukrosa dengan rumus empiris C12H22O11 merupakan salah satu karbohidrat golongan
sakarida yang merupakan polimer dari monosakarida. Sukrosa terdiri dari dua molekul
monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Ikatan yang mengikat dua molekul monosakarida
disebut ikatan glikosidik, ikatan ini terjadi antara atom C nomor 1 dengan atom C nomor 4
atau dengan melepaskan 1 molekul air (Girinda, 1991).
Sukrosa diperoleh dari gula tebu atau gula bit yang mengalami proses pemurnian hingga
mencapai kadar sukrosa 99,5% b/b. sukrosa dalam proses rafinasinya melalui tahap karbonasi
dan sulfonasi hingga didapat warna yang benar-benar bersih dan putih. Sukrosa memiliki
kristal bersifat amorphis. Titik leleh 160 oC pada 1 atm, berasa manis, sangat larut dalam air,
mudah terhidrolisis oleh asam dan enzim, dan dapat memutar bidang polarisasi 66,6o serta
bulk density 1,58 g/ml (Girinda, 1991).
Tabel Syarat Mutu Sukrosa

No

Kriteria Uji

Satuan

Persyaratan

Keadaan

% b/b

Normal

1.1. Bau

mm

Normal

1.2. Rasa

% b/b

Minimum 53

Warna (Nilai remisi yang % b/b


direduksi)
% b/b
Berat jenis butir
% b/b
Air
Derajat
Sukrosa
mg/kg
Gula Pereduksi
mg/kg
Abu
mg/kg
Bahan asing tak larut
mg/kg
BTM Belerang Dioksida
(SO2)
mg/kg

0,8-1,2

Cemaran logam

mg/kg

Maksimum
0,03

10.1. Timbal (Pb)

mg/kg

5
6
7
8
9
10
11

Maksimum 0,1
Minimum 99,3
Maksimum 0,1
Maksimum 0,1
Maksimum 5
Maksimum 20
Maksimum 2,0
Maksimum 2,0

Maksimum 40
10.2. Tembaga (Cu)
Maksimum 40
10.3. Raksa (Hg)
Maksimum 1,0
10.4. Seng (Zn)
10.5. Timah (Sn)
Arsen (mg/kg)

Sumber : SNI 10 3140-1992


Gula putih atau sukrosa dengan rumus molekul C 12H22O11 diperoleh dari gula tebu yang
mengalami proses pemurnian hingga mencapai kadar sukrosa 99,5% b/b, dan juga telah
mengalami proses rafinasi, sehingga gula yang dihasilkan menjadi lebih putih, bersih dari
kotoran dan berukuran seragam, sehingga kelarutannya dapat lebih sempurna dan seragam.
Sukrosa memiliki kristal bersifat amorphis, dengan titik leleh 160 oC pada tekanan 1 atmosfer,
berasa manis, sangat mudah larut dalam air, mudah terhidrolisis oleh asam dan enzim
(Moerdokusumo,1993).

Sukrosa adalah substansi yang larut dalam air dimana kristal-kristalnya berada dalam
bentuk monoklin. Larutan sukrosa terdekomposisi pada suhu 184 0C oleh panas.
Hal yang paling utama dalam sifat fisik sukrosa adalah citarasa kemanisannya.
Perbandingan kemanisan sukrosa digunakan sebagai standar dengan nilai 100. Kemanisan
relatif fruktosa tergantung pada temperatur dan pH. Pada suhu 5 0C kemanisan fruktosa 1.437
kali dari kemanisan sukrosa, pada suhu 40 0C fruktosa dan sukrosa memiliki kemanisan yang
sederajat, dan pada suhu 60 0C kemanisan fruktosa hanya 0,79 kali kemanisan sukrosa.
Tabel Kemanisan Relatif dari Larutan Gula 10 % pada Suhu 20 0C
Fruktosa

120

Sukrosa

100

Glycerol

77

Glukosa

69

Galaktosa

67

Mannitol

64

Laktosa

39

Sumber : Kirk-Othmer, 1988.


Sukrosa memiliki dua sifat kimia utama, yaitu sukrosa sebagai gula nonreduksi dan
hidrolisa (Kirk-Othmer, 1988).
Sukrosa memiliki sifat sangat larut dalam air. Sukrosa dapat larut dalam ethyl alkohol
cair dan ammonia, dan secara praktis tidak dapat dipisahkan oleh ethanol anhydrous, ether,
chloroform, dan glycerol anhydrous. Secara singkat kelarutan sukrosa dalam air diperlihatkan
dalam Tabel dibawah ini.
Tabel . Kelarutan Sukrosa dalam Air
Temperatur (0C)

Sukrosa (g/100 g air)

180,9

10

188,4

20

199,4

30

214,3

40

233,4

50

257,6

60

287,6

70

324,7

80

370,3

90

426,2

Sumber : Kirk-Othmer, 1988.


Rumus sukrosa tidak memperlihatkan adanya gugus formil atau karboksil bebas.
Karena itu, sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi, misalnya dengan larutan Fehling
(Moerdokusumo, 1993).
Beberapa reagen kuat seringkali merusak struktur molekul sukrosa dan sukrosa dalam
kadar tertentu berfungsi sebagai antioksidan, sebagai contoh dalam pembuatan jam dan jelly
(Kirk-Othmer, 1988).
Sukrosa memiliki peranan yang penting dalam industri makanan dan minuman. Selain
sebagai bahan pemanis, gula juga merupakan pengawet. Daya larut gula yang tinggi dengan
kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (Equilibrium Relatif Humidity,
ERH) dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan
bahan pangan atau hasil olahannya. Peranan gula yang lainnya adalah dapat
menyempurnakan rasa manis dan cita rasa lain, memberikan rasa berisi karena dapat
meningkatkan kekentalan, dapat membantu transfer panas selama proses, mengisi ruang
kosong antara buah yang satu dengan yang lainnya, dan dapat memberikat perbaikkan aroma
bagi bahan yang diawetkan (Buckle et al., 1987).
Sukrosa terdiri dari dua molekul monosakarida, yaitu fruktosa dan glukosa. Ikatan
yang mengikat dua molekul monosakarida disebut dengan ikatan glikosidik dan relatif stabil
dalam alkali, dan dalam larutan netral. Stabilitas maksimum sukrosa terjadi pada pH 9.
sukrosa mudah dihidrolisa dengan adanya ion hidrogen, ion ammonium, dan enzim yang
berfungsi sebagai katalis untuk menggabungkan D-Glukosa dan D-Fruktosa, yang disebut
dengan gula invert karena adanya pemutaran secara langsung rotasi optik. Pada suhu 20 0C
rotasi spesifik sukrosa adalah +66,4, glukosa memiliki rotasi spesifik +52,5, dan fruktosa

88,5. jadi, perubahan secara langsung dari pemutaran bidang polarisasi dari dexro menjadi
levo dinamakan dengan reaksi inversi (Kirk-Othmer, 1988).
Mekanisme larutan gula dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan
cara mendehidrasi bakteri atau khamir melalui proses osmosis dimana air dari dalam sel
mikroba tersedot ke luar ke larutan gula sehingga sel mikroba mengalami penciutan (Winarno
dkk., 1982).
Kegiatan industri makanan dan minuman mempunyai porsi yang lebih besar sebagai
konsumen pemanis. Banyak sekali jenis pemanis produk makanan dan minuman komersial
menggunakan pemanis sebagai bahan tambahan. Aneka produk yang selalu ditambahkan
bahan pemanis adalah selai, jelly, marmalde, produk olahan daging, buah-buahan dan sayuran
kaleng, produk susu, manisan, kembang gula, sari buah dan sirup buah-buahan, dan
sebagainya.
Pada buah-buahan klimaterik, nisbah gula dengan asam mengalami perubahan yang drastis.
Hal ini disebabkan pada saat buah matang kandungan gulanya meningkat, sedangkan
kandungan asamnya menurun. Pada buah-buahan non klimaterik perubahan tersebut pada
umumnya tidak jelas. Nisbah gula dengan asam dalam suatu bahan kadang-kadang dapat
digunakan sebagai indeks mutu (Winarno dan Wiratakusumah, 1981).
Meskipun banyak jenis sakarida dalam buah-buahan dan sayur-sayuran, tetapi perubahan
kandungan sakarida yang sesungguhnya hanya meliputi tiga jenis sakarida utama, yaitu
glukosa, fruktosa dan sukrosa. Sukrosa dapat dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa.
Glukosa dan fruktosa adalah sakarida-sakarida pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak
mempunyai gugusan yang dapat mereduksi, maka disebut sakarida non pereduksi (Winarno
dan Wiratakusumah, 1981).
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan,
sukrosa ini banyak terdapat dalam tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor (Winarno, 1997).
Gula dapat memperbaiki konsistensi dan membantu transfer panas selama pengeringan dan
dapat memberikan perbaikan aroma bagi bahan yang diawetkan (Winarno, 1997).
Peranan gula yang lain adalah dapat menyempurnakan rasa manis dan cita rasa lain,
memberikan rasa berisi karena dapat meningkatkan kekentalan, dapat membantu transfer
panas selama proses, mengisi ruang kosong antara buah yang satu dengan yang lain, dan
dapat memberikan perbaikan aroma bagi bahan yang diawetkan (Buckle, et al., 1987).
By. Hendrayana Taufik
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono,
penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Food Science.
Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

dll
Wiratakusumah MA, 1981. Teknologi Lepas Panen. PT. Sastra Hudaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai