Keracunan Makanan C. Botulinum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

Keracunan makanan dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu keracunan kimia,

keracunan tanaman, dan keracunan oleh mikroba. Keracunan oleh mikroba

merupakan salah satu jenis keracunan yang sering ditemui di masyarakat.

Makanan menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh jenis bakteri tertentu

yang tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan. Cara terjadinyanya

keracunan tersebut disebut intoksikasi namun ada pula beberapa jenis bakteri

tertentu dapat menimbulkan karacunan makanan dengan cara infeksi. Bakteri

memproduksi toksin selama berkembang biak. Bila toksin tersebut diproduksi di

luar sel bakteri, maka toksin tersebut disebut eksotoksin. Eksotoksin bukan

merupakan sel hidup tetapi merupakan suatu senyawa yang bersifat racun atau

toksin. Toksin yang diproduksi merangsang lambung secara cepat, dan kadang-

kadang menyebabkan muntah-muntah, sakit perut, mual, dan mencret dalam

jangka waktu 2 jam setelah makan.

Keracunan makanan karena infeksi disebabkan karena sel bakteri yang

hidup. Bakteri tumbuh dan berkembang biak di dalam makanan tetapi tidak

memproduksi toksin di luar sel. Jenis toksin yang dihasilkan disebut endotoksin.

Endotoksin tersebut tidak dapat dikeluarkan dari dalam sel, kecuali sel-sel bakteri

tersebut mati. Jika makanan terkontaminasi dengan jenis bakteri tersebut dan

kemudian dikonsumsi manusia dan masuk kedalam saluran pencernaan tidak akan

menyebabkan sakit sampai jumlah bakteri yang mati menjadi cukup jumlahnya

sehingga dapat mengeluarkan toksin dalam jumlah yang cukup untuk merangsang

lambung dan saluran usus besar. Gejala yang muncul berupa kepala pusing,

demam, diare, dan muntah-muntah.


Salah satu jenis mikroba yang mengandung toksin yang dapat menyebabkan

kerusakan syaraf adalah Clostridium botulinum. Keracunan yang ditimbulkan

akibat memakan makanan yang mengandung neurotoksin yang diproduksi

oleh Clostridium botulinum disebut botulism. Toksin (racun) yang dihasilkan

bersifat yermolabil. Bakteri Clostridium botulinum biasanya terdapat pada

makanan olahan seperti pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam,

pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Pemanasan pangan sampai

suhu 80 C selama 30 menit cukup untuk merusak toksin. Sedangkan spora

bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam

pengeringan dan pembekuan. Beberapa contoh kasus keracunan makanan akibat

toksin bakteri yang pernah diliput oleh media antara lain:

1. Kasus Fonterra yang menarik produk (recall) dari pasaran karena

mengandung C. botulinum :

Kemarin, 3 Agustus 2013, Fonterra, perusahaan produk olahan susu sapi

keempat terbesar di dunia dari Selandia Baru, merilis berita mengenai adanya

kontaminasi bakteri Clostridium pada bahan dasar produk mereka, yaitu Whey

Protein Concentrate (WPC80). Fontera melaporkan bahwa kontaminasi itu berasal

dari saluran pipa yang tidak higienis di pabrik Waikato, Selandia Baru yang

memproduksi WPC80, dan terjadi pada bulan Mei 2012. Rilis ini berdasarkan

aduan delapan dari kustomer Fonterra, yang memperoleh uji positif Clostridium

pada sampel produk yang mereka teliti. Ada ratusan jenis (strain) bakteri

Clostridium, sebagian besar tidak berbahaya. Salah satu jenis ini yang paling

berbahaya adalah Clostridium botullinum. Clostridium botulinum memproduksi

botulin, senyawa kimia bersifat neurotoksin, penyebab terjadinya Botulisme, yaitu


penyakit keracunan makanan yang mengakibatkan gangguan pada otot (paralysis),

sistem pernafasan dan pencernaan. Penderita Botulisme bisa berujung kepada

kematian apabila tidak ditangani dengan segera. Meskipun pihak Fronterra belum

mengetahui persis jenis Clostridium yang terdapat pada sampel uji, Frontera tidak

mau mengambil resiko dan telah mengambil kebijaksanaan untuk menarik seluruh

produk yang jumlahnya lebih dari seribu ton, yang sekelompok dengan produk

yang diuji tersebut dari tujuh negara yaitu China, Australia, Thailand, Malaysia,

Vietnam, Saudi Arabia dan dari Selandia Baru. Sampai berita ini dirilis, belum ada

laporan yang menyebutkan adanya korban disebabkan oleh produk yang

terkontaminasi itu. WPC80 digunakan oleh kustomer Fronterra, sebagai bahan

baku untuk produk formula bayi, susu tepung pertumbuhan anak-anak dan

minuman olahraga. Menteri Perindustrian Selandia Baru menyebutkan bahwa

terdapat 5 kelompok produk yang menggunakan bahan baku terkontaminasi itu,

diantaranya susu formula bayi merek Karicare yang dibuat oleh Nutricia yang

beroperasi di Selandia Baru dan disuplai oleh Fronterra. Salah satu kelompok

produk tersebut berada di Australia. Sedangkan produk Frontera yang lain sama

sekali tidak berhubungan dengan kasus ini adalah susu segar, yoghurt, keju,

spreads dan susu UHT.

Sumber: Fonterra, BBC, ABC News,

2. Kasus keracunan makanan kaleng di Bogor, Jawa Barat:

BOGOR (Pos Kota) Satu keluarga terdiri ibu dan tiga anak serta seorang

keponakannya di Desa Cipambuan Kecamatan Babakan Madang keracunan usai

menyantap makanan ikan dalam kemasan kaleng, Kamis (23/8). Ibu dan anak ini

lalu dilarikan ke RS PMI Bogor.


Mereka itu: Maryam, 40, bersama tiga anaknya, Cinta,10, Ratna,8, Saniya,

dan Rifal,2, sedangkan keponakannya Ratna,8. Kini kondisi kelimanya

berangsur-angsur membaik. Mereka menyantap makanan ikan kaleng yang sudah

kadaluarsa, ujar seorang staf medis RS PMI Bogor.

Sekitar pk.06:00, Maryam memasak sarden buat sarapan anak dan

keponakanya. Sebelumn ikan dalam kemasana itu dia beli di warung sekitar

rumahnya. Tanpa membaca batas waktu yang boleh dimakan, ibu tiga anak ini

tetap memasaknya.

Setelah menyantap makanan itu mendadak putri bungsunya Rafil merasa

kepalanya pusing lalu disusul dengan muntah-muntah, ujar Maman, kerabatnya

di RS PMI Bogor.

Kejadian serupa dialami ketiga kakaknya dan sepupunya kemudian Ny.

Maryam, ibunya. Beruntung saat itu sang suami Suwardi yang sebelumnya dinas

malam sudah pulang. Melihat kondisi istri, anak dan keponakannya mual-mual

dan muntah, membuat Suwardi bergegas melarikannya ke klinik terdekat.

Lantaran minimanya peralatan dan persediaan obatnya, kelima korban

keracunan ini lalu dirujuk ke RS PMI Bogor. Alhamdulillah besok mereka sudah

diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah berangsur membaik, ujar Maman.

(iwan).

A. Karakteristik C. botulinum

Clostridium botulinum adalah bakteri gram positif, membentuk

endospora oval subterminal dibentuk pada fase stationar, berbentuk batang,

membentuk spora, gas dan anaerobik. Ada 7 tipe bakteri ini yang berbeda

berdasarkan spesifitas racun yang diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D, E, F. Dan


G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E, dan F. Produksi

toksin pada daging kering akan dicegah bila kadar air dikurangi hingga 30

persen. Toksin dari Clostridium botulinum adalah suatu protein yang daya

toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup

menyebabkan kematian.

Toksin ini diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-otot tak

sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A

akan in aktif oleh pemanasan pada suhu 80 C selama 6 menit, sedangkan tipe

B pada suhu 90 C selama 15 menit. Spesies Clostridium botulinum juga

dibagi menjadi 4 grup didasarkan pada perbedaan physiologi seperti terlihat

pada tabel 1. Group I semua strain tipe A dan strain proteolitik tipe B dan F.

Group II semua strain tipe E dan nonproteolitik strain tipe B dan F. Grup III

strain tipe C dan D. Serta grup IV C. Botulinum tipe G yang telah diusulkan

diberi nama baru C. argentinense. Pengelompokan ini menyetujui dengan

hasil dari studi DNA homologi dan dari 16S dan 23S rRNA sequense studi

(82, 83, 103, 149) yang memperlihatkan suatu tingkatan yang tinggi dari

hubungan diantara strain-strain dalam tiap-tiap grup, tetapi hubungannya

kecil diantara grup.

Klasifikasi Ilmiah:

Domain : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Spesies : C. botulinum
Berikut merupakan bentuk serta Pengelompokan dan karakteristik dari

strain Clostridium botulinum:

Gambar 1. Bakteri C. botulinum

Grup I merupakan strain yang bersifat proteolitik dan strain yang

memproduksi neurotoxin tipe A. Temperatur optimum untuk pertumbuhan

adalah 37C . Level-level tinggi neurotoxin (10 6 mouse LD50/ml) (1 LD50

adalah jumlah neurotoxin yang dibutuhkan untuk membunuh 50 % mice yang

diinjeksikan dalam waktu 4 hari) diproduksi secara tipikal di dalam kultur.

Spora-sporanya mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap panas, dengan


nilai D100C sekirar 25 menit ( nilai D adalah waktu yang dibutuhkan untuk

menginaktivasi 90% dari populasi pada temperatur yang diberikan). Untuk

menghambat pertumbuhan, pH harus dibawah 4,6, konsentrasi gram di atas

10%, atau aktivitas air (aw) dibawah 0,94.

Grup II merupakan strain nonproteolitik, mempunyai temperatur

optimum pertumbuhan yang lebih rendah (30C), dan mampu tumbuh pada

temperature pada rendah sekitar 3C. Spora-sporanya mempunyai ketahanan

terhadap panas yang lebih rendah, dengan nilai D100C kurang dari 0,1

menit. Strain grup II dihambat dengan pH dibawah 5,0, konsentrasi garam di

atas 5%, atau aw kultur bakteri ini biasanya ditingkatkan dengan treatmen

menggunakan tripsin, yang mengaktifkan neurotoksin.

Grup III termasuk strain-strain tipe C dan D, yang tidak dikategorikan

sebagai botulism manusia tetapi menyebabkan botulism pada hewan.

Konsekuensinya grup ini tidak dipelajari secara detail. Strain ini merupakan

strain nonproteolitik dan tumbuh optimal pada suhu 40C dan hanya pada

temperatur sekitar 15C.

Grup IV merupakan strain yang memproduksi neurotoksin tipe G,

tumbuh optimal pada suhu 37C dan mempunyai temperatur minimal

pertumbuhan pada 10C. Spora-spora jarang terlihat dan mempunyai

ketahanan terhadap panas yang lebih baik, dengan nilai D104C adalah 0,8

sampai 1,12 menit.


B. Patologi Clostridium botulinum

Clostridium botulinum adalah nama sebuah kelompok bakteri yang

biasanya ditemukan di dalam tanah dan sedimen atau endapan laut di seluruh

dunia. Spora bakteri ini sering ditemukan di permukaan buah-buahan, sayuran

dan makanan laut. Organisme berbentuk batang tumbuh baik dalam kondisi

rendah oksigen. Bakteri dan spora sendiri tidak berbahaya, yang berbahaya

adalah racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri ketika mereka tumbuh.

Racun botulinum mempengaruhi orang dari segala usia dengan

mengganggu saraf tertentu dari fungsinya, sehingga mengakibatkan

kelumpuhan otot, karena racun ini bersifat neurotoksin. Gejala-gejala

penyakit botulisme yaitu pandangan ganda, kelopak mata terkulai, bicara

melantur, mulut kering, pandangan kabur, kesulitan menelan, kelumpuhan

otot. Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah,

sembelit, nafsu makan buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini

tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan dan gangguan

pernafasan. Penyebaran botulisme tidak seperti penyakit menular, botulisme

tidak menyebar dari satu orang ke orang lain. Penularan botulisme terjadi

karena orang mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi spora botulinum,

luka terinfeksi botulinum dan ketika bayi mengkonsumsi spora botulinum.


Gambar 2. Toksin C. botulinum

Toksin (racun) yang diproduksi C. botulinum sanagt berbahaya terhadap

manusia, dapat menyebabkan gastroenteritis bahkan menyebabkan kematian.

Gejala gastroenteritis yaitu diplopia, disfagia,disfonia, dan sulit pernafasan.

Gejala botulisme berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan

berganda, tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah

otot, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan kematian. Gejala

mula-mula timbul biasanya adalah gangguan pencernaan yang akut, diikuti

dengan mual, muntah-muntah, diare, fatig (lemas fisik dan mental), pusing

dan sakit kepala. Pandangan berubah menjadi dua, sulit menelan dan

berbicara. Otot-otor menjadi lumpuh, dan paralisis menyebar pada system

pernafasan dan jantung, dan kematian biasanya terjadi karena sulit bernafas.

Pada kasus yang fatal, kematian biasanya terjadi dalam waktu 3 hingga 6 hari.

Berikut merupakan mekanisme keracunan toksin oleh Clostridium

botulinum:
Gambar 3. mekanisme keracunan toksin oleh C. botulinum

C. Pencegahan

Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti

cairan tubuh yang hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara

pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industri rumah

tangga). Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah

penerapan sterilisasi panas dan penggunaan nitrit pada daging yang

dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat penjualan makanan

antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan suhu dan waktu yang

tepat, simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang

dikemashampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula

mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannya telah menggembung.

DAFTAR PUSTAKA
Agus. R. 2013. Fonterra Menarik Produk Susu Terkontaminasi Clostridium.
http://www.kompasiana.com/ajuskoto/fonterra-menarik-produk-susu-
terkontaminasi-clostridium_5528fad46ea834ec6b8b456e. [Diakses Tanggal 22
Maret 2017]

Budiyanto, Agus K. 2003. Mikrobiologi Terapan. Malang: UMM Press

Krisno, A. 2011. Kajian Mikrobiologi Pangan.


https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/14/keracunan-makanan-
oleh-clostridium-botulinum-dan-pencegahannya/ [Diakses Tanggal 22 Maret
2017]

Poskota. 2012. Ibu dan Tiga Anak Keracunan Ikan Kaleng.


http://poskotanews.com/2012/08/23/ibu-tiga-anak-dan-keponakan-
keracunan-ikan-kaleng/ [Diakses Tanggal 22 Maret 2017]

Winarno F. G. 1983. Pencemaran Mikroba Dalam Makanan dan Makanan


Kaleng. Institut

Pertanian Bogor.Kumpulan Pikiran dan Gagasan Tertulis, Pusat Penelitian


dan Pengembangan Teknologi Pangan.

Anda mungkin juga menyukai