Kesetimbangan Fasa Uap Cair

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan

KESETIMBANGAN FASA UAP CAIR (VAPOUR-LIQUID PHASE


AQUILIBRIUM)

B. Tujuan percobaan :
1. Untuk menentukan Relative volatility berdasarkan komponen.
2. Untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap relative volatility.

C. Latar Belakang

Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik
seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas.
Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs.
Untuk sistem satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus Clapeyron
menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu.
Sedangkan pada sistem dua komponen, larutan ideal mengikuti hukum Raoult.
Larutan non elektrolit nyata (real) akan mengikuti hukum Henry. Sifat sifat
koligatif dari larutan dua komponen akan dibahas pada bab ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Satu Komponen

a. Aturan Fasa Gibbs

Pada tahun 1876, Gibbs menurunkan hubungan sederhana antara jumlah


fasa setimbang, jumlah komponen, dan jumlah besaran intensif bebas yang dapat
melukiskan keadaan sistem secara lengkap.

Menurut Gibbs,

c p .......................................... (3.1)

dimana = derajat kebebasan

c = jumlah komponen

p = jumlah fasa

= jumlah besaran intensif yang mempengaruhi sistem (P, T)

Derajat kebebasan suatu sistem adalah bilangan terkecil yang


menunjukkan jumlah variabel bebas (suhu, tekanan, konsentrasi komponen
komponen) yang harus diketahui untuk menggambarkan keadaan sistem. Untuk
zat murni, diperlukan hanya dua variabel untuk menyatakan keadaan, yaitu P dan
T, atau P dan V, atau T dan V. Variabel ketiga dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan gas ideal. Sehingga, sistem yang terdiri dari satu gas
atau cairan ideal mempunyai derajat kebebasan dua ( = 2).Bila suatu zat berada
dalam kesetimbangan, jumlah komponen yang diperlukan untuk menggambarkan
sistem akan berkurang satu karena dapat dihitung dari konstanta kesetimbangan.
Misalnya pada reaksi penguraian H2O.
H2O(g) H2(g) + O2(g)

P P 1/ 2


H2 O2
KP
P H 2O
............................................. (3.2)

Dengan menggunakan perbandingan pada persamaan 3.2, salah satu konsentrasi


zat akan dapat ditentukan bila nilai konstanta kesetimbangan dan konsentrasi
kedua zat lainnya diketahui. Kondisi fasa fasa dalam sistem satu komponen
digambarkan dalam diagram fasa yang merupakan plot kurva tekanan terhadap
suhu.

Gambar 3.1. Diagram fasa air pada tekanan rendah

Titik A pada kurva menunjukkan adanya kesetimbangan antara fasa fasa


padat, cair dan gas. Titik ini disebut sebagai titik tripel. Untuk menyatakan
keadaan titik tripel hanya dibutuhkan satu variabel saja yaitu suhu atau tekanan.
Sehingga derajat kebebasan untuk titik tripel adalah nol. Sistem demikian disebut
sebagai sistem invarian.

b. Keberadaan Fasa Fasa dalam Sistem Satu Komponen

Perubahan fasa dari padat ke cair dan selanjutnya menjadi gas (pada
tekanan tetap) dapat dipahami dengan melihat kurva energi bebas Gibbs terhadap
suhu atau potensial kimia terhadap suhu.
Gambar 3.2. Kebergantungan energi Gibbs pada fasa fasa padat, cair dan
gas terhadap suhu pada tekanan tetap

Lereng garis energi Gibbs ketiga fasa pada gambar 3.2. mengikuti persamaan

G S ............................................ (3.3)
T P

Nilai entropi (S) adalah positif. Tanda negatif muncul karena arah lereng yang
turun. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa Sg > Sl > Ss.

c. Persamaan Clapeyron

Bila dua fasa dalam sistem satu komponen berada dalam kesetimbangan,
kedua fasa tersebut mempunyai energi Gibbs molar yang sama. Pada sistem yang
memiliki fasa dan ,

G = G .................................................. (3.4)

Jika tekanan dan suhu diubah dengan tetap menjaga kesetimbangan, maka

dG = dG ................................................ (3.5)
G G G G
dP dT dP dT ............... (3.6)
P T T P P T T P

Dengan menggunakan hubungan Maxwell, didapat

V dP S dT V dP S dT .............................. (3.7)

dP S S S
........................................... (3.8)
dT V V V

H
Karena S ..............................................................
T
(3.9)

dP S
maka .............................................................
dT TV
(3.10)

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan data VLLE isobarik


untuk sistem n-butanol + Air dan isobutanol + Air. Sebuah Ebuliometer
digunakan pada penelitian ini untuk mencampur dan memanaskan komposisi
campuran dari campuran mol fraksi pada kondisi 101.3 kPa hingga temperatur
equilibrium dapat dijangkau. Fase uap dan cair diambil menggunakan syiringe.
Ketika fase cair membentuk dua fase (fase organik dan aqueous), pemisahan
untuk masing-masing fase menggunakan syiringe dengan batas antara dua fase
cair dibuang. Pengukuran untuk dua fase dilakukan berulang hingga komposisi
konstan. Komposisi konstan tersebut dinamakan titik LLE. Data VLLE diperoleh
dari perpotongan grafik VLE dan LLE, sehingga penelitian LLE diperlukan.
Penelitian LEE menggunakan equilibrium cell dan waterbath. Komposisi dari
masing-masing sampel dianalisa menggunakan GC (Gas Chromatography). Data
penelitian kemudian dikorelasikan menggunakan model koefisien aktivitans
NRTL (Non Random Two Liquids) dan Universal Quasi-Chemical (UNIQUAC).
VLLE untuk sistem n-butanol +Air secara eksperimen tercapai pada temperatur
366,15 K dengan fraksi mol uap n-butanol sebesar 0,2310 dan komposisi fase
organik serta fase aqueous masing-masing sebesar 0,3407 dan 0,0259 dalam fraksi
mol n-butanol.VLLE untuk sistem isobutanol +air secara eksperimen tercapai
pada temperatur 360,85 K dengan fraksi mol uap isobutanol sebesar 0,3797 dan
komposisi fase organik serta fase aqueous masing-masing sebesar 0,5908 dan
0,0398 dalam fraksi mol isobutanol.
Salah satu upaya untuk mengurangi emisi yaitu dengan penambahan zat
aditif pada bahan bakar. Zat aditif ini sedapat mungkin dapat mengurangi
konsumsi bahan bakar akan tetapi tidak mencemari lingkungan. Oxygenated
compound merupakan salah satu senyawa organik yang dapat digunakan sebagai
zat aditif. Selain dapat digunakan untuk mengurangi emisi, Oxygenated compound
juga dapat digunakan untuk meningkatkan nilai oktan bahan bakar. Oxygenated
compound meliputi senyawa alkohol dan eter. Penambahan etanol pada gasoline
dalam jumlah banyak menyebabkan pembakaran yang terjadi lebih sempurna
karena nilai kalor etanol lebih kecil daripada nilai kalor gasoline. Lebih rendahnya
nilai kalor (heating value) etanol daripada nilai kalor gasoline akan berdampak
pada daya mesin, yaitu daya mesin berbahan bakar etanol lebih rendah daripada
daya mesin kendaraan berbahan bakar gasoline (Wibawa et al, 2010). Oleh karena
itu perlu ditambahkan entrainer yang mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi
untuk meningktkan nilai kalor bioetanol dalam hal ini digunakan 1-butanol dan
isobutanol.
Senyawa n-butanol dan isobutanol memiliki karakteristik fisika dan kimia
yang sesuai untuk digunakan sebagai zat aditif oxygenated compound. Tingkat
kelarutan kedua senyawa ini dalam air cukup rendah (85 g/L untuk n-butanol dan
90 g/L untuk isobutanol) sehingga apabila dicampur ke dalam gasoline sebagai zat
aditif, senyawa ini tidak akan mencemari lingkungan. Hingga saat ini ketersediaan
data kesetimbangan dari senyawa-senyawa tersebut masih terbatas, baik untuk
jenis fluida maupun rentang operasinya. Untuk mengatasi keterbatasan ini,
dilakukan eksperimen kesetimbangan uap-cair-cair dan mengkorelasikan data
yang didapat menggunakan persamaan UNIQUAC dan NRTL.
Dalam penelitian ini akan dilakukan eksperimen dan prediksi untuk sistem
biner dengan menggunakan alat ebuliometer dan equilibrium celldengan model
persamaan NRTL dan UNIQUAC dan selanjutnya hasilnya dibandingkan dengan
hasil korelasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh
data VLLE untuk sistem n-Butanol + Air dan Isobutanol + Air pada 101,3
kPa,mengkorelasikan data eksperimen yang didapatkan dengan menggunakan
model NRTL dan UNIQUAC,membandingkan data VLLE antara hasil
eksperimen dengan dari korelasi.

URAIAN PENELITIAN
A. Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan pertama, yaitu melakukan
eksperimen untuk memperoleh data kesetimbangan uap-cair (VLE) dan uap-cair-
cair (VLLE) pada kondisi 101.3 kPa. Tahap Kedua melakukan eksperimen untuk
memperoleh data kesetimbangan cair-cair (LLE) pada kondisi 101.3 kPa. Tahap
ketiga, perhitungan korelasi kesetimbangan uap-cair, uap-cair-cair dan cair -cair
untuk sistem biner dari parameter interaksi untuk mendapatkan koefisien aktivitas
masing-masing komponen. Tahap keempat adalah membandingkan hasil
eksperimen ini dengan korelasi.
B.Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Aquades
2. n-Butanol p.a 99% (MERCK)
3. Isobutanol p.a 99% (MERCK)
Penelitian kesetimbangan uap-cair-cair ini menggunakan 2 Penelitian
diawali dengan memasukkan campuran dengan komposisi tertentu ke dalam
boiler (B), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1 . Sebelum larutan
dipanaskan, kondensor (C) dialiri air pendingin terlebih dahulu. Setelah sistem
siap, larutan dipanaskan dengan heater hingga mendidih. Dalam tabung
kesetimbangan, fase liquida dan fase uap akan terpisah. Bagian liquida akan
terpisah dan jatuh menuju lubuk liquid (L), yang kemudian akan diambil sebagai
sampel fase liquid. Apabila dalam lubuk liquid tersebut terjadi 2 fase maka antara
fase atas dan fase bawah dipisahkan langsung menggunakan syringe dan interface
antara fase atas dan bawah dibuang. Fase atas maupun fase bawah dicek
komposisinya, apabila komposisi fase atas dan fase bawah konstan maka sampel
pada fase liquid sudah dapat digunakan. Sedangkan fase uap akan menuju
kondensor, mengembun dan jatuh ke dalam lubuk uap (V). Selanjutnya fase
sampel uap dan liquid dianalisa menggunakan gas chromatography (GC).
Penelitian kesetimbangan cair- cair ini dilakukan untuk mendapatkan
sampel kesetimbangan cair-cair dalam fase organik dan fase aqueous. Penelitian
ini menggunakan equilibrium cell yang dilengkapi dengan jaket pemanas untuk
menjaga suhu agar tetap konstan serta magnetik stirer untuk membuat larutan
teraduk sempurna. Equilibrium cell ini juga dilengkapi dengan pipa kapiler untuk
mengkondisikan tekanan atmosfer. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa
equilibrium cell yang terangkai dengan waterbath tipe gyromax 92 yang
dilengkapi dengan kontroller dan termokopel.
BAB III

METODA DAN MATERI

A. Metoda

1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan:

1) Satu set peralatan yang digunakan untuk mengetahui keseimbangan fasa


uap cair yang terdiri dari:
Still-pot
Condensor
Termometer
Overflow vessel
Stopcock
Nichrome wire heater
Isolasi dan joint
2) Alat untuk mengukur indeks bias larutan ( refraktometer)

Bahan yang digunakan :

Larutan Metanol
H2O
B. Materi

Prosedur kerja :

1. Buat larutan metanol dengan kadar yang diinginkan (42 %) Periksa semua
peralatan apakah sudah baik dan siap digunakan.
2. Setelah semua larutan dan peralatan selesai dipersiapkan masukkan larutan
tersebut kedalam still-pot sebanyak 300 cc.
3. Alirkan air pendingin kedalam kondensor kemudian diikuti pengaliran
listrik dengan menekan switch H1 dan H2 ( arus listrik jangan dibiarkan
mengalir apabila still-pot sedang kosong).
4. Bila pendingin sudah berlangsung dan condensat telah tertampung, operasi
ini dibiarkan terus sampai berkali-kali sampai selama 1 jam.
5. Ambil sampel dari hasil destilasi dan dari still pot kira-kira 10 cc untuk
masing-masing. Kemudian dianalisa untuk mengetahui Indeks refraktive
atau kerapatan. Kemudian dengan cara yang sama lakukan percobaan
dengan membuka stopcock k2 dan K3 secara berurutan.
6. Percobaan diulangi dengan memasukkan larutan berikutnya dengan kadar
yang berbeda-beda secara berturut-turut.hasil pengamatan percobaan
isikan kedalam lembar data.
C. Gambar Percobaan
BAB IV

DATA PENGAMATAN

Kadar Methanol : 42 % mole

Stop Temperatur ( ) Destilate Residu


Kock Atas Bawah Ind.bias Frak.mol Ind bias Frak.mol
y x
K1 69 73 1,3461 0,820 1,3514 0,585
K2 70 74 1,3470 0,790 1,3517 0,535
K3 72 73 1,3480 0,775 1,3519 0,52
BAB V

HASIL KERJA PRAKTEK

A. Analisa Data

1. Menghitung Volatility larutan

42% larutan methanol dalam 250 ml

1.1
1

MF =
1.1 2.2
+
1 2

1.0,79
32

0,42 =
1.0,79 (3001).1
+
32 18

1.0,79
32

0,42 =
1.0,79 (3001).1
+
576 576

1.0,79
32

0,42 =
14,22.1 (960032).1
+
576 576
0,791 576
0,42 =
32 960017,78 v1

455,04 V1
0,42 =
(307200 568,96. V1)

129024-238,96.v1 = 455,04 V1

129024 = 455,04 V1 + 238,96 V1

129024 = 694.V1

V1 = 129024/694

V1 = 185,9135 ml

V2 = 300 - V1

V2= 300 - 185,9135 ml

V2= 114,0865 ml

2. Menghitung fraksi mol dalam fase uap air

yA + y B = 1

Destilat

Untuk K I Untuk K III

YA + YB = 1 YA + YB = 1

YB = 1 YA YB = 1 - YA

YB = 1- 0,820 YB = 1- 0,775

YB = 0,18 YB = 0,225
Untuk K II

YA + YB = 1

YB = 1 - YA

YB = 1- 0,790

YB = 0,21

XA + X B = 1

Residu

Untuk K I Untuk K III

XA + XB = 1 XA + XB = 1
XB= 1 0,585 XB= 1 0,585
XB= 0,415 XB= 0,415

Untuk K II

XA + XB = 1
XB= 1 0,535
XB= 0,465

3. Mencari perbandingan tekanan uap parsial

YA/XB
= YB/XA

Untuk K I
YA/XB
=
YB/XA

0,820/0,415
= 0,18/0,585
1,9759
= 0,3076

= 6,4236

Untuk K II
YA/XB
= YB/XA

0,790/0,465
=
0,21/0,535

1,6989
= 0,3925

= 4,3284

Untuk K III
YA/XB
= YB/XA

0,775/0,48
= 0,225/0,52

1,6145
= 0,4326

= 3,7320

4. Mencari nilai Pengaruh temperatur

t
A-B = 8,9 [(TA+TB)]

TA= Titik didih metanol = 64,5 + 273 OK=337,5 OK

TB= Titik didih air = 100 + 273 K =373 K

T = titik didih air- titik didih metanol

= 373 oK 337,5 oK = 35,5 oK


Untuk K I

Temp. Atas = 69oC + (273 OK) = 342 OK


Temp. Atas = 73oC + (273 OK) = 346 OK

t
A-B = 8,9 [(TA+TB)]

35,5 K
= 8,9 [(342K+346K )]

35,5
= 8,9 [ 688 ]

= 8,9 (0,05159)

= 0,4591

Untuk K II
Temp. Atas = 70oC + (273 OK) = 343 OK
Temp. Atas = 74oC + (273 OK) = 347 OK

t
A-B = 8,9 [(TA+TB)]

35,5 K
= 8,9 [(343K+347K )]

35,5
= 8,9 [ 690 ]

= 8,9 (0,0514)

= 0,4574

Untuk K III

Temp. Atas = 72oC + (273 OK) = 345 OK


Temp. Atas = 73oC + (273 OK) = 346 OK
t
A-B = 8,9 [(TA+TB)]

35,5 K
= 8,9 [(345K+346K )]

35,5
= 8,9 [ 691 ]

= 8,9 (0,0513)

= 0,4565
B. Tabulasi Data

Temp. Destilate Residu Destilat Residu Relative Perbedaan


volatility Temp
Stop
Kock
Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi
Atas Bawah Ind.bias mol Ind.bias mol mol mol A-B A-B
y x yB XB

K1 69 73 1,3461 0,820 1,3514 0,585 0,18 0,415 6,4236 0,4591

K2 70 74 1,3470 0,790 1,3517 0,535 0,21 0,465 4,3284 0,4574

K3 72 73 1,3480 0,775 1,3519 0,52 0.225 0,48 3,7320 0,4565


B. Grafik
BAB VI

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

Dengan diketahui nya harga Relative volatility dari suatu larutan maka
dapat juga diketahui hubungan antara mole fraksi dalam fasa uap dan mole
fraksi dalam fasa cair dan komponen-komponen yang terdapat pada
larutan.
Untuk mengetahui keseimbangan fasa uap-cair dari suatu larutan biner
dapat dinyatakan dari Relative volatilitynya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Penuntun Praktikum Satuan Operasi. 2011 PTKI: Medan

Clausius, Kesetimbangan fasa uap cair. 2008. Jakarta : PT.Gramedia

Rosmaysari, Rosi, dkk.Kesetimbangan Uap Cair-Cair Sistem Biner N-


Butanol + Air Dan Iso-Butanol Air Pada 101,3 Kpa. Jurusan
Teknik Kimia. Fakultas Teknologi Industri. ITS: Surabaya, 2012.

Anda mungkin juga menyukai