Bab 2 Geomorfologi

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

BAB II

GEOMORFOLOGI REGIONAL

II.1. Fisiografi Regional

Secara fisiografi, Van Bemmelan (1970) telah membagi daerah Jawa


Barat menjadi lima jalur fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: Zona Dataran Rendah
Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, Zona Pegunungan Bayah, dan
Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat. Berdasarkan letak geografisnya, maka
secara fisiografi, daerah penelitian termasuk kedalam Zona Bogor bagian
Timur.

Gambar 2.1 Pembagian Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)

II.1.1 Zona Jakarta (Pantai Utara)

Daerah ini terletak di tepi laut Jawa dengan lebar lebih kurang 40 km
terbentang mulai dari Serang sampai ke Cirebon. Sebagian besar tertutupi oleh
endapan alluvial yang terangkut oleh sungai-sungai yang bermuara di laut Jawa
seperti Ci Tarum, Ci Manuk, Ci Asem, Ci Punagara. Ci Keruh dan Ci
Sanggarung. Selain itu endapan lahar dari Gunung Tangkuban Parahu, Gunung
Gede dan Gunung Pangranggo menutupi sebagai zona ini dalam bentuk
vulkanik alluvial fan (endapan kipas alluvial) khususnya yang berbatasan
dengan zona Bandung.

II.1.2 Zona Bogor

Zona Bogor terdapat di bagian selatan Zona Dataran Rendah Pantai


Jakarta dan membentang dari barat ke timur,yaitu mulai dari Rangkasbitung
melalui Bogor, Purwakarta, Subang, Sumedang, Kuningan dan Manjalengka.
Daerah ini merupakan perbukitan lipatan yang terbentuk dari batuan sedimen
tersier laut dalam membentuk suatu Antiklinorium yang cembung ke arah utara
dengan arah sumbu lipatan barat- timur, di beberapa tempat mengalami patahan
yang diperkirakan pada zaman Pliosen-Plistosen sezaman dengan terbentuknya
patahan Lembang dan pengangkatan Pegunungan Selatan. Zona ini banyak
dipengaruhi oleh aktivitas tektonik dengan arah tegasan relatif berarah barat-
timur. Inti antiklinorium ini terdiri atas lapisan-lapisan batuan yang berumur
Miosen dan sayapnya ditempati oleh batuan yang lebih muda yaitu berumur
Piosen hingga Plistosen. Umumnya terdiri dari batulempung, batupasir, dan
breksi yang merupakan endapan turbidit, disertai beberapa intrusi hypabisal.
Endapannya terdiri dari akumulasi endapan Neogen yang tebal dengan dicirikan
oleh endapan laut dalam.

Zona Bogor sekarang terlihat sebagai daerah yang berbukit-bukit rendah


di sebagian tempat secara sporadis terdapat-bukit-bukit dengan batuan keras
yang dinamakan vulkanik neck atau sebagai batuan intrusi seperti Gunung
Parang dan Gunung Sanggabuwana di Plered Purwakarta, Gunung Kromong
dan Gunung Buligir sekitar Majalengka. Batas antara zona Bogor dengan zona
Bandung adalah Gunung Ciremai (3.078 meter) di Kuningan dan Gunung
Tampomas (1.684 meter) di Sumedang.

II.1.3 Zona Bandung

2
Zona Bandung merupakan daerah gunung api, zona ini merupakan suatu
depresi jika dibanding dengan zona Bogor dan Zona Pegunungan Selatan yang
mengapitnya yang terlipat pada zaman tersier. Zona Bandung sebagain besar
terisi oleh endapan vulkanik muda produk dari gunung api disekitarnya. Gunung
- gunung berapi terletak pada dataran rendah antara kedua zona itu dan
merupakan dua barisan di pinggir Zone Bandung pada perbatasan Zona Bogor
dan Zone Pegunungan Selatan. Walaupun Zona Bandung merupakan suatu
depresi, ketinggiannya masih cukup besar, misalnya depresi Bandung dengan
ketinggian 650700mdpl.

II.1.4 Zona Pegunungan Bayah

Zona ini terbentang dari sebelah barat jalur Bogor dengan penyebaran
yang tidak begitu luas jika dibandingkan dengan penyebaran satuan fisiografi
lainnya. Terjadi atas bagian selatan yang terlipat kuat, bagian tengah terdiri atas
batuan andesit tua dan bagian Utara yang merupakan daerah peralihan dengan
zona Bogor.

II.1.5 Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat

Satuan fisiografi Jawa Barat disusun oleh Pegunungan Periangan Selatan


yang disebut sebagai Pegunungan Selatan. Zona Pegunungan Selatan
memghampar dari Teluk Pelabuhan Ratu sampai Pulau Nusakambangan di
Selatan Sagara Anakan, dekat Cilacap. Zona Pegunungan Selatan memiliki lebar
50 Km dan menyempit menjadi beberapa kilometer di ujung timur, yaitu Pulau
Nusakambangan.

II.2 Geomorfologi Daerah Pemetaan

Daerah Pemetaan merupakan perbukitan terlipat dan terpatahkan


dengan arah umum tenggara baratlaut, dengan kemiringan lapisan batuan
relatif kea rah selatan hingga baratdaya.

3
Secara umum, relief daerah ini adalah nai pada daerah tengah dan sedikit
menurun di sebelah utara dan selatan daerah pemetaan. Elevasi terendah yaitu
daerah Girijaya dan disepanjang sungai Cibeet dengan elevasi 131mdpl dan
elevasi tertinggi daerah gunung Gambir yaitu dengan elevasi 735mdpl.

Satuan litologi daerah ini adalah satuan batulempung sisipan batupasir,


batupasir karbonatan selang seling batulempung karbonatan dan batulempung
karbonatan sisipan batupasir karbonatan. Secara umum litologi daerah ini
memiliki yang kurang baik terhadap erosi. Pada bagian selatan tengah daerah
ini banyak dijumpai intrusi.

Patahan yang terdapat di daerah pemetaan ini adalah sesar sesar


mendatar yang relative berarah tenggara baratlaut. Dengan demikian, secara
genesa faktor dominan yang membentuk morfologi daerah pemetaan adalah
proses endogen. Faktor ini tercermin dari morfologi berupa pergeseran puncak
bukit, kelokan sungai yang mengikuti pula rekahan struktur.

II.3Satuan Geomorfologi Daerah Pemetaan

Penentuan tata nama satuan daerah pemetaan harus memiliki kesamaan


unsur unsur geomorfologi yaitu kesamaan gambaran bentuk (morfografi),
seperti perbukitan, pegunungan atau pedataran dan asal usul / proses
(morfogenetik) terjadinya suatu bentuk seperti proses asal fluvial, marin,
denudasional, aeolian, karst, glasial / preglasial (proses eksogen), struktural, dan
vulkanik (proses endogen), sedangkan unsur unsur lain, seperti morfometri
dan material penyusun merupakan unsur penegasan dari pernyataan unsur
morfografi dan morfogenetik, sehingga penamaan satuan bentuklahan
geomorfologi terdiri dari gambaran bentuk (morfografi), asal usul / proses
terjadinya bentuk (morfogenetik) dan penilaian kuantatif bentuk (morfometri).

4
Tabel 2.1 Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi (Van
Zuidam,1985)

KETINGGIAN ABSOLUT UNSUR MORFOGRAFI

< 50 meter Dataran rendah

50 meter - 100 meter Dataran rendah pedalaman

100 meter - 200 meter Perbukitan rendah

200 meter - 500 meter Perbukitan

500 meter - 1.500 meter Perbukitan tinggi

1.500 meter - 3.000 meter Pegunungan

> 3.000 meter Pegunungan tinggi

Tabel 2.2 Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian.
(Van Zuidam,1985)
KELAS RELIEF KEMIRINGAN LERENG PERBEDAAN
(%) KETINGGIAN (m)
Datar - Hampir datar 0-2 <5

Berombak 3-7 5 - 50

Berombak - Bergelombang 8 - 13 25 - 75

Bergelombang - Berbukit 14 - 20 75 - 200

Berbukit - Pegunungan 21 - 55 200 - 500

Pegunungan curam 55 - 140 500 - 1.000

pegunungan sangat curam > 140 > 1.000

Dalam pembagian satuan geomorfologi didasarkan kepada unsur


morfografi, morfogenetik dan morfometri, baik diamati melalui peta topografi,

5
foto udara, maupun citra satelit, ataupun dari pengamatan morfologi langsung di
lapangan untuk meginterpretasikan kondisi geologi daerah penelitian.
Maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan
geomorfologi yaitu:
1. Satuan Geomorfologi Pegunungan Curam Vulkanik
2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Struktural
3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Rendah Struktural
4. Satuan Geomorfologi Dataran Berombak Fluvial

6
Morfologi Morfogenesa Stadia
Nama Satuan Luas Morfometri Tata Guna
Simbol Struktur
Geomorfologi Penyebaran H H( Slope Morfograf Struktur Pasif Dinamik Sungai Daerah Lahan
Aktif
(m) m) (%)
Satuan
Geomorfologi
50 57,8 - Penambangan
Pegunungan 10% Pegunungan Vulkanik Batu Beku Erosional Muda Muda
-150 93 Batu
Curam 300 -
Vulkanik 735
Satuan
200 - Muda
Geomorfologi 20 - 28,4 - Perlipatan Batupasir dan
50% Perbukitan Erosional - Dewasa Perkebunan
Perbukitan 200 55,8 dan Patahan Batulempung
550 Dewasa
Struktural
Satuan
Geomorfologi 300 - Muda Persawahan
100 - 12,5 - Perbukitan Perlipatan
Perbukitan 25% Batulempung Erosional - Dewasa dan
150 24,3 Rendah dan Patahan
Rendah 400 Dewasa Perkebunan
Struktural
Satuan
Geomorfologi Penambangan
50 - 30 - Proses
Dataran 15% <9,5 Dataran Alluvial Alluvial Tua Tua Sirtu
180 40 Fluvial
Berombak Tradisional
Fluvial
Tabel 2.3 Tabel Satuan Geomorfologi Daerah Pemetaan
II.3.1 Satuan Geomorfologi Pegunungan Curam Vulkanik
Satuan ini terletak setempat setempat di selatan daerah penelitian,
dengan luasnya sekitar 10% dari seluruh daerah pemetaan. Secara morfometri,
Perbukitan vulkaniknya berupa intrusi intrusi dicirikan dengan sebaran kontur
yang relative merapat dengan slope 57% - 84% dan beda tinggi dengan kisaran
300m 735m. Berdasarkan ciri ini maka daerah ini merupakan satuan
geomorfologi sangat terjal vulkanik.

Gambar 2.2 Kenampakan Satuan Geomorfologi Vulkanik yang berada pada


daerah G.Gambir

II.3.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Struktural


Satuan ini terletak di tengah daerah pemetaan yang memanjang dari
barat hingga timur, luasnya sekitar 35% dari seluruh daerah penelitian. Secara
deskriptif, dicirikan dengan sebaran kontur rapat dengan slope 28,4% - 55,8%
dan beda tinggi dengan kisaran 220m 550m, kenampakan di lapangan berupa
perbukitan terjal. Mengacu kepada klasifikasi relief menurut van Zuidam(1985),
maka daerah ini termasuk kepada perbukitan tersayat tajam.
Litologi penyusun satuan geomorfologi ini yaitu batupasir karbonatan
selang seling batulempung karbonatan. Secara umum litologi satuan ini
memiliki resistensi yang sedang hingga tinggi. Hal ini tercermin dari pola
kontur yang relative rapat dan adanya gawir erosi yang membatasi satuan ini
dengan satuan geomorfologi perbukitan bergelombang structural.
Faktor genetik yang berperan berupa struktur geologi yaitu perlipatan
dan patahan. Struktur geologi yang terdapat berupa monoklin dan sesar geser.
Secara umum daerah ini masih memperlihatkan struktur geologi sebagai faktor
endogennya, walaupun sudah tidak memperlihatkan bentuk aslinya. Bukti
lainnya yaitu kelokan sungai mengikuti pola rekahan yang terbentuk. Dari
topografi, daerah ini memperlihatkan adanya pergeseran puncak bukit, kontur
yang relatif rapat serta bentuk kontur yang memperlihatkan sesar geser. Dari
uraian diatas maka faktor yang dominan terhadap bentukan morfologi daerah ini
yaitu faktor endogen berupas struktur geologi.

Gambar 2.3 Kenampakan Satuan Geomorfologi Perbukitan Struktural yang


dibagian Selatan daerah penelitian tepatnya Selatan Desa Mekarsari

II.3.3 Satuan Geomorfologi Perbukitan Rendah Struktural


Satuan ini terletak di utara dan selatan daerah peneletian memanjang dari
barat hingga timur darah pemetaan, dan luasnya sekitar 45% dari seluruh daerah
penelitian. Secara morfometri, dicirikan dengan sebaran kontur yang relatif
renggang dengan slope 13% - 24% dan beda tinggi dengan kisaran 300m

9
400m. Mengacu pada klasifikasi bentukan relief oleh van Zuidam (1983), maka
daerah ini termasuk Perbukitan Bergelombang.
Litologi penyusun satuan geomorfologi ini yaitu batulempung
karbonatan sisipan batupasir karbonatan. Litologi satuan ini umumnya memiliki
resistensi rendah hingga sedang. Daerah ini relative intensif mengalami erosi.
Pola kontur yang relative renggang mengindikasikan satuan ini relative
mengalami erosi.
Unsur morfogenetik yang berperan adalah struktur geologi berupa
struktur monoklin dan sesar mendatar. Kenampakan struktur geologi di
lapangan hanya berupa kelokan sungai yang mengikuti pola rekahan struktur
yang terbentuk. Faktor endogen berupa struktur geologi cukup berperan pada
satuan geomorfologi, walaupun secara pengamatan topografi kurang
memperlihatkan ciri struktur geologinya.
Maka dapat disimpulkan, secara umum satuan geomorfologi daerah ini
lebih didominasi oleh faktor endogen berupa struktur geologi.

Gambar 2.4 Kenampakan Satuan Geomorfologi Perbukitan Rendah Struktural


yang berada pada Selatan daerah penelitian tepatnya di Barat Desa Mekarsari
II.3.4 Satuan Geomorfologi Dataran Berombak Fluvial
Satuan geomorfologi ini terletak pada bagian selatan hingga utara
penelitian, tepatnya pada daerah Sungai Cibeet dan Sungai Cimapag. Satuan ini
memiliki penyebaran seluas 20% dari daerah penelitian. Secara morfometri
satuan geomorfologi ini memiliki sebaran kontur yang relatif renggang dengan
slope < 9,5% dan beda tinggi berkisar 10 80 m.
Litologi penyusunnya berupa material tidak terkonsolidasi, seperti pasir
dan fragmen batuan beku yang berukuran kerikil bongkah. Kenampakan di

10
lapangan berupa point bar di beberapa bagian S.Cibeet dan S.Cimapag serta
berupa endapan teras di sebelah kanan dan kiri sungai.
Secara genetik, satuan ini merupakan hasil erosi dan deposisi dari satuan
satuan geomrfologi lain yang berasal dari barat dan timur. Hal ini didasari atas
keterdapatan fragmen fragmen batuan yang memiliki kesamaan terhadap
batuan batuan yang dilalui aliran sungai.

Gambar 2.5 Kenampakan Satuan Geomorfologi Dataran Berombak Fluvial yang


berada pada S. Cibeet bagian Barat Daya daerah penelitian

11
Gambar 2.6 Peta Pola Aliran Sungai daerah penelitian

II. 3 Pola Aliran Sungai dan Stadia Sungai Daerah Pemetaan

12
Pola aliran sungai perlu diketahui guna memberikan gambaran tentang
faktor pengontrol terbentuknya morfologi daerah pemetaan berdasarkan pola
percabangan sungai. Pola aliran sungai perlu diketahui guna memberikan
gambaran tentang faktor pengontrol terbentuknya morfologi daerah penelitian
berdasarkan pola percabangan sungai. Sungai konsekuen adalah sungai yang
berkembang dan mengalir searah lereng topografi aslinya (dip batuan). Sungai
subsekuen adalah sungai yang berkembang disepanjang suatu garis atau zona
yang resisten. sungai ini umumnya dijumpai mengalir disepanjang jurus
perlapisan batuan yang resisten terhadap erosi. Sedangkan sungai obsekuen
adalah sungai yang mengalir berlawanan arah terhadap arah kemiringan lapisan
batuan atau berlawanan arah terhadap sungai konsekuen.

Genetika sungai yang hadir pada daerah pemetaan antara lain sungai
konsekuen dan subsekuen. Dibagian utara daerah penelitian aliran sungai
mengalir disepanjang jurus perlapisan batuan atau disebut subsekuen dan
dibagian tenggara dan selatan daerah penelitian aliran sungai mengalir searah
terhadap arah kemiringan lapisan batuan atau disebut konsekuen. Lereng,
ketinggian, perbedaan erosi, struktur jenis batuan, patahan, dan lipatan
mempengaruhi bentuk, letak, dan arah aliran sungai, dan merupakan faktor
penyebab perbedaan bentuk genetik dan pola sungai (Cotton, 1949).

Pola aliran pada daerah pemetaan ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu pola
aliran dendritik dan pola aliran radial. Dan genetiknya terdapat Subsekuen,
Konsekuen, dan Obsekuen.(Gambar 2.6)

II.4 Stadia Daerah Pemetaan

Stadia daerah erat kaitannya dengan stadia sungai yang terbentuk serta
proses erosional yang berkembang pada suatu daerah. Berdasarkan kenampakan
morfologi dan bentuk sungai, Thornbury (1969) membagi stadia daerah
menjadi tiga, yaitu :

13
a. Stadia muda mempunyai ciri-ciri dataran yang masih tinggi dengan lembah
sungai yang relatif curam dimana erosi vertikal lebih dominan dibanding
erosi lateralnya dan kondisi geologi masih asli.

b. Stadia dewasa dicirikan bentuk bukit sisa erosi dan erosi lateral dominan,
meander sungai dengan point bar, pola pengaliran berkembang baik, kondisi
geologi mengalami pembalikan topografi.

c. Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, aliran sungai tidak berpola,
sungai berkelok dan menghasilkan endapan di kanan kiri sungai.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka diinterpretasikan stadia


daerah penelitian merupakan stadia dewasa, dimana pada daerah pemetaan
terdapat batas yang jelas antara daerah dengan topografi relief kuat dengan
relief lemah.

Berdasarkan parameter-parameter pada klasifikasi stadia daerah


(menurut Thornbury, 1969) yang didapatkan pada daerah pemetaan stadia
sungai dewasa. Dapat dilihat dari kenampakan morfologi satuan perbukitan
tersayat tajam dan berbukit gelombang, bentuk lembah V-U. Disimpulkan pada
daerah penelitian mempunyai stadia dewasa.

14

Anda mungkin juga menyukai