Lapres Heat Treatment Kel 4
Lapres Heat Treatment Kel 4
Lapres Heat Treatment Kel 4
PENDAHULUAN
Baja AISI 1045 disebut sebagai baja karbon karena sesuai dengan pengkodean
internasional, yaitu seri 10xx berdasarkan nomenklatur yang dikeluarkan oleh AISI dan SAE
(Society of Automotive Engineers). Pada angka 10 pertama merupakan kode yang
menunjukkan plain carbon kemudian kode xx setelah angka 10 menunjukkan komposisi
karbon. Jadi baja AISI 1045 berarti baja karbon atau plain carbon steel yang mempunyai
komposisi karbon sebesar 0,45%. Baja spesifikasi ini banyak digunakan sebagai komponen
roda gigi, poros dan bantalan. Pada aplikasinya ini baja tersebut harus mempunyai ketahanan
aus yang baik karena sesuai dengan fungsinya harus mempu menahan keausan akibat
bergesekan dengan rantai. Ketahanan aus didefinisikan sebagai ketahanan terhadap abrasi
atau ketahanan terhadap pengurangan dimensi akibat suatu gesekan. Pada umumnya
ketahanan aus berbanding lurus dengan kekerasan.
(Agus Pramono, 2011)
II.3.4 Quenching
Quenching merupakan salah satu teknik perlakuan panas yang diawali dengan proses
pemanasan sampai temperatur austenit (austenisasi) diikuti pendinginan secara cepat,
sehingga fasa austenit langsung bertransformasi secara parsial membentuk struktur martensit.
Austenisasi dimulai pada temperatur minimum 50C di atas A3, yang merupakan
temperatur aktual transformasi fasa ferit, perlit, dan sementit menjadi austenit. Temperatur
pemanasan hingga fasa austenit untuk proses quenching disebut juga sebagai temperatur
pengerasan (hardening temperature). Dan setelah mencapai temperatur pengerasan,
dilakukan penahanan selama beberapa menit untuk menghomogenisasikan energi panas yang
diserap selama pemanasan, kemudian didinginkan secara cepat dalam media pendingin.
Tujuan utama quenching adalah menghasilkan baja dengan sifat kekerasan tinggi.
Sekaligus terakumulasi dengan kekuatan tarik dan kekuatan luluh, melalui transformasi
austenit ke martensit. Proses quenching akan optimal jika selama proses transformasi,
struktur austenit dapat dikonversi secara keseluruhan membentuk struktur martensit.
Hal-hal penting untuk menjamin keberhasilan quenching dan menunjang terbentuknya
martensit khususnya, adalah : temperatur pengerasan, waktu tahan, laju pemanasan, metode
pendinginan, media pendingin dan hardenability.
(Ashok Sharma, 1994)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Mulai
Menyiapkan alat
dan Preparasi
bahan
Analisis Data
dan Pembahasan
Selesai
III.2 Material
Material yang digunakan merupakan :
a. Baja AISI 1045
Tabel 3.1 Komposisi kimia baja AISI 1045
Unsur C Mn P max S max
III.3 Alat
Alat yang digunakan dalam Pengujian ini antara lain:
4. Kikir 1 buah
7. Oli Secukupnya
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum heat treatment ini, digunakan dua jenis baja yaitu AISI 1045 dan
AISI 4140 yang telah dipanaskan dengan temperatur 800oC dengan holding time 60 menit
untuk baja AISI 1045 dan 30 menit untuk baja AISI 4140. Setelah itu diquenching dengan
media oli. Pengujian kekerasan dari benda uji ini menggunakan Rockwell C pada ujung, agak
tengah, dan tengah didapatkan nilai kekerasan yang berbeda-beda di setiap titik. Laju
pendinginan pada ujung lebih cepat dari bagian lain, sehingga pada pendinginan quench
bagian ini laju pendinginannya tidak mencapai CCR (Critical Cooling Rate) dan
kemungkinan terbentuk martensit lebih besar. Oleh karena itu, bagian ujung memilliki
kekerasan yang paling tinggi (Avner, 1982). Pada hasil nilai kekerasan yang didapat untuk
AISI 1045 (Tabel 4.1) memang telah sesuai dengan teori yang ada. Akan tetapi untuk AISI
4140, nilai kekerasan lebih besar pada bagian tengah (Tabel 4.2). Bagian tengah lebih keras
daripada bagian ujung dimana hal ini berbeda dengan teori yang ada. Hal ini bisa disebabkan
karena pada bagian agak tepi yang di uji Rockwell adalah bagian pada sisi yang paling
terakhir masuk ke dalam media quench. Oleh karena itu, pendinginan bagian tengah dapat
lebih cepat daripada bagian tersebut.
Nilai kekerasan semakin tinggi pada perbandingan temperatur dengan holding time
dan media pendingin yang sama, hal tersebut disebabkan karena semakin tingginya
temperatur maka karbon-karbon semakin banyak yang berdifusi keluar sehingga semakin
lunak baja tersebut. Dan hasil rata-rata dari perbedaan temperatur di 1045 (Tabel 4.1)
didapatkan data yang hampir sesuai dengan teori akan tetapi mengalami penurunan pada
temperatur 850C. Sedangkan pada baja 4140 (Tabel 4.2) didapatkan hal yang sama,
didapatkan data yang hampir sesuai yaitu kekerasan turun terhadap naiknya temperatur akan
tetapi pada 875C kekerasan mengalami sedikit kenaikan, hal-hal tersebut bisa dikarenakan
bagian yang terkena quench pertama kali berbeda. Pada AISI 4140 ini mengandung kadar
mangan cukup tinggi dibandingkan dengan baja AISI 1045. Mangan disini dapat
meningkatkan hardenability. Hal ini seperti ditunjukkan pada tabel komposisi kimia berikut.
Tabel 4.7 Komposisi Kimia AISI 1045 (ASTM A 827-85)
Unsur Persentase
Carbon 0,42 0,5
Mangan 0,6 0,9
Phospor Maks. 0,035
Sulphur Maks. 0,04
Silicon 0,15 0,4
Ferrous Balance
Untuk parameter holding time yang berbeda dengan temperatur dan medium pedingin
yang sama, terlihat rata-rata terjadi penurunan kekerasan baik pada AISI 1045 (Tabel 4.3)
dan AISI 4140 (Tabel 4.4) meskipun pada beberapa daerah terdapat fluktuasi besarnya nilai
kekerasan. Hal ini sesuai dengan teori, ketika holding time lebih lama lagi akan terjadi
pertumbuhan butir yang akan menyebabkan penurunan kekerasan (Avner, 1982).
Media pendingin juga merupakan salah satu yang menentukan tingkat kekerasan
dalam heat treatment. Media pendinginan ini menentukan cooling rate dari benda uji.
Cooling rate menentukan terbentuknya struktur martensit atau tidak. Media pendinginan
yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah oli dan air. Menggunakan media air, laju
pendinginannya paling cepat dari media pendingin lainnya. Jika ditinjau dari rumus H=f/k
dimana nilai f air lebih tinggi daripada oil yang mengakibatkan nilai H (kekuatan
pendinginan) pada media air lebih tinggi daripada oli (Avner, 1982). Karena pendinginan
sangat cepat karbon di dalam austenit tidak sempat keluar, sehingga tidak sempat terbentuk
fasa lain kecuali martensit. Oleh sebab itu, dengan media pendinginan water quench benda
uji memiliki kekerasan paling tinggi. Hasil dari praktikum ini sesuai dengan teori tersebut
dimana water quench memiliki kekerasan yang lebih tinggi.
BAB V
KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang didapat
yaitu:
1. Nilai kekerasan baja AISI 1045 (temperatur pemanasan 800oC, waktu holding 60
menit, dan media pendingin oli) pada 3 titik pengujian hardness dari titik tengah
ke permukaan sebesar 50 HRC, 51 HRC, dan 53 HRC.
2. Nilai kekerasan baja AISI 4140 (temperatur pemanasan 800oC, waktu holding 30
menit, dan media pendingin oli) pada 3 titik pengujian hardness dari titik tengah
ke permukaan berturut-turut sebesar 66 HRC, 68 HRC, dan 69 HRC.
3. Nilai kekerasan baja AISI 1330 pada temperatur 875oC lebih tinggi daripada
temperatur 800oC, 825oC, dan 850oC.
4. Nilai kekerasan baja AISI 1045 dan baja AISI 4140 pada waktu holding 30 menit
lebih tinggi daripada 60 dan 90 menit.
5. Nilai kekerasan baja AISI 1045 dan 4140 yang menggunakan media pendinginan
air lebih besar dari pada nilai kekerasan baja AISI 1045 dan 4140 yang
menggunakan media pengingin oli.
V.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu:
Pada saat uji hardness perlu lebih banyak titik yang harus diamati agar memiliki nilai akurasi
yang lebih baik.
LAMPIRAN
Tugas Pendahuluan
1. Apa yang dimaksud dengan perlakuan panas? Jelaskan!
Proses pemanasan suatu material dengan temperature tertentu dan ditahan /
diholding dengan waktu tertent kemudian didinginkan dengan kecepatan tertentu
dengan media pendingin, dengan maksud merubah sifat mekanik maupun sifat fisik
suatu material untuk tujuan tertentu.
2. Sebutkan jenis perlakuan panas dan jelaskan!
a. Full Annealing
Full annealing terdiri dari austenisasi dari baja yang bersangkutan diikuti
dengan pendinginan yang lambat di dalam dapur. Temperatur yang dipilihuntuk
austenisasi tergantung pada karbon dari baja yang bersangkutan. Fullannealing
untuk baja hipoeutektoid dilakukan pada temperatur austenisasisekitar 50C diatas
garis A3 dan untuk baja hipereutektoid dilaksanakandengan cara memanaskan
baja tersebut diatas A1. Full Annealing akanmemperbaiki mampu mesin dan juga
menaikkan kekuatan akibat butirbutirnyamenjadi halus.
b. Spheroidized annealing
Spheroidized annealing dilakukan dengan memanaskan baja sedikit diatasatau
dibawah temperatur kritik A1 kemudiandidiamkan pada temperatur tersebut untuk
jangka waktu tertentu kemudiandiikuti dengan pendinginan yang lambat. Tujuan
dari Spheroidizedannealing adalah untuk memperbaiki mampu mesin dan
memperbaikimampu bentuk.
c. Isothermal annealing
Isothermal annealing dikembangkan dari diagram TTT. Jenis proses
inidimanfaatkan untuk melunakkan baja-baja sebelum dilakukan
prosespermesinan. Proses ini terdiri dari austenisasi pada temperatur
annealing(Full annealing) kemudian diikuti dengan pendinginan yang relatif
cepatsampai ke temperatur 50 - 60C dibawah garis A1.
d. Proses Homogenisasi
Proses ini dilakukan pada rentang temperatur 1100 - 1200oC. Proses
difusiyang terjadi pada temperatur ini akan menyeragamkan komposisi
baja.Proses ini diterapkan pada ingot baja-baja paduan dimana pada saatmembeku
sesaat setelah proses penuangan, memiliki struktur yang tidakhomogen.Proses
homogenisasi dilakukan selama beberapa jam pada temperatur sekitar 1150 -
1200C. Setelah itu, benda kerja didinginkan ke 800 - 850C.
e. Stress relieving
Stress relieving adalah salah satu proses perlakuan panas yang ditujukanuntuk
menghilangkan tegangan-tegangan yang ada di dalam benda kerja,memperkecil
distorsi yang terjadi selama proses perlakuan panas dan, padakasus-kasus tertentu,
mencegah timbulnya retak. Proses ini terdiri darimemanaskan benda kerja
sampaike temperatur sedikit dibawah garis A1dan menahannya untuk jangka
waktu tertentu dan kemudian di dinginkan didalam tungku sampai temperatur
kamar.
f. Normalizing
Proses normalizing adalah proses pemanasan baja diatas temperature kritik. A3
untuk baja hypoeutektoid dan Acm untuk baja hypereutectoid, kemudian ditahan /
diholding dengan jangka waktur tertentu dan didinginkan di udara
g. Hardening
Hardening adalah proses pemanasan baja hingga temperature Austenitsasi dan
diholding untuk jangka waktu tertentu dan kemudian didinginkan dengan laju
pendinginan yang sangat tinggi atau diquench agar diperoleh kekerasan baja yang
diinginkan
3. Apa yang terjadi jika salah menentukan tempratur pemanasan (terlalu rendah /
tinggi)? Jelaskan menggunakan diagram CCT
Jika temperatur pemanasan terlalu tinggi, maka butiran austenite yang
terbentuk akan kasar sehingga apabila didinginkan menghasilkan ferrite/perlite yang
kasar pula dan bersifat getas. Apabila temperatur pemanasan terlalu rendah, maka
austenite tidak akan terbentuk karena temperatur austenitisasi (diatas garis A1) tidak
tercapai.
4. Apa yang terjadi jika salah menentukan Holding time (terlalu lama / sebentar)?
Jelaskan menggunakan diagram CCT
Holding time yang terlalu lama saat temperatur pemanasan akan menyebabkan
butiran austenite tumbuh membesar sehingga menghasilkan butiran austenite yang
kasar. Apabila didinginkan maka akan menghasilkan struktur mikro ferrite/perlite
yang kasar pula dan bersifat getas. Apabila holding time terlalu sebentar, maka
butiran austenite yang terbentuk tidak homogen.
5. Apa yang terjadi jika salah menentukan laju pendinginan (cepat/lambat) ? Jelaskan
menggunakan diagram CCT
Laju pendinginan dalam proses perlakuan panas berperan penting dalam
pembentukan struktur mikro akhir benda kerja. Apabila terlalu cepat dan melebihi laju
pendinginan kritis benda kerja tsb, maka dapat terbentuk martensite yang bersifat kuat
dan keras, tetapi getas. Apabila terlalu lambat, maka terbentuk struktur mikro butiran
ferrite/perlite yang halus yang memiliki keuletan dan ketangguhan tinggi, tetapi lunak.