Referat Eksisi Kista Ductus Tyroglossus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

PENDAHULUAN

Kista duktus tiroglosus adalah anomali kongenital yang paling banyak

dijumpai di daerah leher berkisar 2-4% dari seluruh massa leher. Secara histologis

kista ini memiliki epitel kolumnar seperti di daerah dasar lidah. Terletak pada

bagian tengah/sentral dari leher, biasa dijumpai pada anak-anak namun juga dapat

baru dijumpai saat dewasa setelah kista membesar dan penderita merasa

terganggu.1,2,3,4

Keberhasilan penatalaksanaan kista duktus tiroglosus harus didasari

pemahaman embriologi dan perkembangan anatomi kelenjar tiroid. Kista yang

sangat besar dapat menyulitkan saat menelan atau terjadi sumbatan jalan

nafas.1,2,3,5,6

Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus adalah pembedahan yang dikenal

sebagai prosedur Sistrunk. Eksisi dari korpus tulang hioid dengan kista pertama

kali diusulkan oleh Schlange pada tahun 1893 (dengan rekurensi 20 persen), tetapi

pada tahun 1920 Sistrunk menjabarkan pertama kali prosedur definitif pada eksisi

kista duktus tiroglosus dengan pengangkatan bagian tengah dari tulang hioid

disertai duktus hingga dasar dari lidah. Tehnik sistrunk dapat menurunkan

kekambuhan dibandingkan dengan tehnik eksisi biasa. Angka kekambuhan dapat

mencapai 85% bila dilakukan eksisi sederhana.1,7,8,9,10

1
EMBRIOLOGI DUKTUS TIROGLOSSUS

Pemahaman yang baik dari kista duktus tiroglossus memerlukan

pengetahuan yang menyeluruh tentang pembentukan kelenjar tiroid, organ

endokrin pertama yang terbentuk dalam embrio. Pada akhir minggu keempat

gestasi, primordium kelenjar tiroid tumbuh sebagai suatu massa kecil solid

endoderm yang berproliferasi pada foramen caecum yang terletak pada pertemuan

2/3 lidah anterior dan 1/3 lidah posterior. Setelah kopula terbentuk melalui fusi

dari bagian ventromedial arkus faringeus kedua, eminensia hipofaring terbentuk

pada kaudalnya melalui mesenkim pada bagian anteromedial dari arkus faringeus

ketiga dan empat. Kopula menjadi tertutupi oleh eminensia hipofaringeus. Pada

dasarnya bagian faring dari lidah berasal dari bagian sefalad eminensia

hipofaringeus. Duktus tiroglossus akan berjalan dari pertemuan bagian anterior

dan posterior lidah yang sedang tumbuh (Gambar 1).11,12,13,14

Gambar 1.(a) Ilustrasi gambaran pembentukan duktus tiroglossus pada embrio (b)
ilustrasi gambaran perjalanan duktus tiroglosus paten yang berjalan mulai dari foramen
caecum menuju kelenjar tiroid. Kista dapat terbentuk sepanjang jalan ini. 4 (Diambil dari
Chou et al, 2013)
Anlage dari tiroid seringkali turun ventral dari tulang hioid yang sedang

tumbuh dan kartilago laring pada leher dengan tetap berhubungan pada foramen
caecum melalui duktus tiroglossus. Meskipun demikian sebanyak 30% kasus

duktus dapat terletak posterior dari hioid, lokasi yang mempunyai implikasi

penting pada terapi kista duktus tiroglossus. Pada akhir minggu ke-5 kelenjar

tiroid telah terbagi dihubungkan dengan ismus dan duktus tiroglossus mulai atrofi.

Kelenjar tiroid mencapai posisi akhir inferior dari kartilago krikoid pada gestasi

minggu ke-7 dan duktus tiroglossus normalnya mengalami involusi komplit antara

minggu ke-7 dan 10. Pada 50% individu, sisa dari duktus tiroglossus bertahan

sebagai lobus piramidalis dari tiroid dengan proyeksi ke superior. Patensi dari

duktus sepanjang perjalanan dari turunnya kelenjar tiroid dapat menghasilkan

kista duktus tiroglossus. Pada studi yang dilakukan Horisawa dkk, kista duktus

tiroglossus yang diambil dari 10 pasien dilakukan rekonstruksi. Studi tersebut

menunjukkan percabangan dari duktus tiroglossus berjalan superior dari kista

kemudian bersatu menjadi satu duktus ventral dari tulang hioid pada bagian

kranial (Gambar 2). Pada evaluasi perjalanan duktus superior dari tulang hioid

menuju foramen caecum, duktus tiroglossus bercabang banyak berkomunikasi

dengan banyak kelenjar sekretorik. Pola percabangan yang ekstensif ini

menggarisbawahi pentingnya pengangkatan komplit dari duktus seperti deskripsi

dari prosedur Sistrunk untuk mencegah rekurensi. 11,12,13,14,15

Secara histologis kista duktus tiroglossus mengandung lapisan epitel mulai

dari skuamous hingga epitel kolumnar pseudostratified bersilia, terkadang pada

dindingnya terdapat jaringan kelenjar saliva atau kelenjar tiroid. Epitel skuamous

berlapis cenderung melapisi kista yang berada dekat dengan foramen caecum

sedangkan epitel acinar tiroid melapisi kista yang berada dekat dengan kelenjar

tiroid. Sekresi oleh lapisan epitel setelah infeksi lokal berulang atau inflamasi
dapat berakumulasi membentuk kista duktus tiroglosus (Gambar 3).11,16,17,18

Gambar 2. Gambar ini menunjukkan ilustrasi potensi cabang-


cabang dari duktus tiroglossus mulai dari hioid hingga dasar lidah.19
(Diambil dari Hewitt et al, 2007)

Gambar 3. Kista duktus tiroglosus pada anak usia 8 tahun. 20 (Diambil dari

Bojanovic et al ,2016)
EPIDEMIOLOGI

Kista duktus tiroglossus didapatkan pada kurang lebih 7% populasi umum;

sekitar 62% dari penderita tersebut dapat memiliki jaringan tiroid ektopik

fungsional. Sebanyak 70% terdiagnosis saat masa kecil dan 7% terdiagnosis pada

saat dewasa. Neoplasma maligna jarang sekali muncul pada kista duktus

tiroglosus, kurang dari 1% kasus. Malignansi ini memiliki bentuk karsinoma

papiler yang berasal dari tiroid (85-95% kasus) atau karsinoma sel skuamous (5%

kasus) atau anaplastik dan karsinoma sel Hurtle. Karena kista duktus tiroglossus

seringkali terdiagnosis pada kelompok usia anak-anak, hanya sebagian kecil kista

duktus tiroglossus yang dioperasi saat dewasa.21,22

GAMBARAN KLINIS

Pasien dengan kista duktus tiroglossus seringkali datang dengan keluhan

massa kistik di tengah leher bagian atas. Massa ini seringkali tidak memberikan

gejala tetapi dapat sedikit mengalami nyeri tekan. Sering sebelumnya pasien

mengalami atau sedang menderita infeksi saluran pernapasan atas. Tidak jelas

apakah infeksi ini menyebabkan terbentuknya kista atau meningkatkan kecurigaan

adanya kista pada leher yang telah ada sebelumnya. Kista dapat muncul dimana

saja sepanjang duktus tiroglossus mulai dari foramen caecum pada dasar lidah

hingga level cekungan suprasternal (Gambar 4). Pada sebagian besar kasus kista

terletak pada atau sedikit dibawah tulang hyoid berdekatan dengan membran

tirohioid. Kista yang terletak di bawah membran tirohioid jarang terjadi. Hanya

ada dua laporan kasus, satu tentang kista yang mencapai cekungan suprasternal

dan satu lagi kista yang terletak dalam mediastinum superior turun hingga arkus
aorta. Kista yang terletak pada lokasi dalam seperti ini dapat menyebabkan

kebingungan sebagai suatu massa timus.23,24,25

Gambar 4. Skema representasi dari lokasi kista duktus tiroglossus : (1)


intralingual 2%, (2) suprahyoid 24%, (3) thyrohyoid 61%, (4)
suprasternal 13%.23,24 (Diambil dari Randolph et al, 2017, persentase
diambil dari Allard RH, 1982)

Kista duktus tiroglossus biasanya terletak di garis tengah tetapi terkadang

dapat terletak lebih lateral dan bahkan hingga lateral dari kartilago tiroid (lebih

sering pada sebelah kiri). Kista umumnya menjaga hubungan yang dekat dengan

hioid, membran tirohioid atau kartilago tiroid. Secara klasik kista duktus

tiroglossus bergerak ke atas dengan menelan atau protrusi dari lidah, menjelaskan

adanya hubungan yang erat dengan hioid atau kompleks laring. Bila kista

berukuran besar, hubungan yang erat dari kista dengan kartilago tiroid dapat

menyebabkan remodeling dari kartilago laring. Walaupun demikian karena kista

tidak melakukan invasi maka tindakan rekonstruksi tidak diperlukan paska eksisi

kista yang berukuran besar.23,26,27,28


DIAGNOSIS BANDING

Kista duktus tiroglossus merupakan penyebab massa pada garis tengah

leher terbanyak, diikuti dengan kista dermoid. Kista dermoid dan kista sebasea

cenderung lebih superfisial, lebih tidak menempel pada struktur dibawahnya

termasuk tulang hioid bila dibandingkan dengan kista duktus tiroglossus. Kista

brankial dapat mirip dengan kista duktus tiroglossus bila terletak lebih medial.

Kista brankial sering memiliki asosiasi dengan saluran sinus atau fistula

sementara kista duktus tiroglossus tidak. Lipoma terletak superfisial dan memiliki

batas yang tidak jelas. Penyebab lain dari massa pada garis tengah leher termasuk

nodul tiroid, hipertrofi lobus piramidalis dari tiroid, limfadenopati pada garis

tengah, tumor kelenjar liur yang terletak di medial, kista sebasea dan malformasi

limfatik.23

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Aspirasi Jarum Halus (FNA)

FNA seringkali digunakan untuk mendiagnosis kista duktus tiroglossus

atau untuk menyingkirkan diagnosis lainnya. Gambaran sitomorfologi FNA

meliputi kolloid, makrofag, limfosit, neutrofil, dan sel kolumnar bersilia, tetapi

gambaran ini bukan unik untuk kista duktus tiroglossus.23,29

Pencitraan (Imaging)

Palpasi untuk memastikan adanya kelenjar tiroid normal dianggap tidak

boleh diandalkan. Pencitraan radionuklir, ultrasonografi (USG), dan Computed


Tomography (CT) jelas lebih dapat diandalkan untuk menilai adanya jaringan

tiroid.23,30,31,32

CT

Pada kecurigaan kasus kista duktus tiroglossus, pemeriksaan CT leher

dengan kontras merupakan modalitas pencitraan yang dipilih (Gambar 5). Pada

umumnya pencitraan CT menggambarkan kista duktus tiroglossus sebagai lesi

berbatas jelas dengan atenuasi cairan homogen dikelilingi oleh tepi dengan

penyangatan tipis. Pemeriksaan ini tidak hanya membantu dalam memastikan

diagnosis dari kista duktus tiroglossus dengan menjelaskan hubungan yang dekat

antara kista dengan tulang hioid namun juga memberikan informasi mengenai

ukuran, perluasan dan lokasi. Tambahan penyangatan pada dinding

mengindikasikan suatu kista duktus tiroglossus terinfeksi.23,33,34

Gambar 5. Gambar di atas menunjukkan kista duktus tiroglossus pada


penampang axial (A) dan sagittal (B). Tanda panah menunjukkan kista. 23
(Diambil dari Randolph et al, 2017)
MRI

Pada pemeriksaan MRI karakteristik air dapat dinilai (gelap pada T1- dan

terang pada gambar T2-weighted). MRI juga dapat menggambarkan hubungan

kista dengan hioid dan struktur sekitarnya.23,33

Ultrasonografi (USG)

USG merupakan modalitas yang sangat berguna pada kelenjar tiroid dan

dapat menunjukkan sifat kistik pada kista duktus tiroglossus tetapi tidak dapat

memberikan informasi hubungan dengan jaringan sekitar termasuk tulang hioid.

Pencitraan dengan USG menunjukkan massa dengan batas jelas, dinding tipis,

anechoic atau hypoechoic dengan penyangatan akustik posterior pada garis tengah

leher anterior. Adanya infeksi dapat mengubah gambaran kista duktus tiroglossus

pada USG; dapat terlihat penebalan dinding dan hilangnya gambaran hypoechoic.

Cairan dalam kista juga dapat mengandung protein menyebakan gambaran

hypoechoic uniform normal menjadi hilang.23,34,35,36

TERAPI

Pilihan terapi pada kista duktus tiroglosus adalah pengangkatan komplit

dari kista bersamaan dengan ekstensinya hingga dasar lidah. Hal ini dilakukan

dengan cara pengangkatan serta bagian tengah dari tulang hioid yang dikenal

dengan prosedur Sistrunk, dinamai setelah dokter Walter Ellis Sistrunk yang

menjabarkan prosedur ini pada tahun 1920. Tertundanya penanganan seringkali

menyebabkan terjadinya infeksi pada kista sehingga memerlukan terapi antibiotik

dan tertundanya pembedahan sampai semua infeksi dan inflamasi mengalami


resolusi. Rekurensi lebih sering terjadi pada pasien yang sebelumnya telah

mengalami infeksi atau sebelumnya didrainase.20,37

Kista Duktus Tiroglossus Terinfeksi

Hampir semua pasien dengan kista duktus tiroglossus memiliki infeksi

atau inflamasi saat datang. Pembedahan harus dihindari pada saat fase inflamasi

akut untuk mencegah rekurensi. Kista duktus tiroglossus terinfeksi harus ditangani

terlebih dahulu dengan pemberian antibiotik diikuti dengan pembedahan setelah

infeksi sembuh. Bila infeksi telah berhenti seutuhnya pasien dapat menjalani

prosedur Sistrunk elektif. Insisi drainase hanya boleh dilakukan pada kasus abses

yang tidak memberikan respon terhadap antibiotik. Insisi drainase dapat

menyebabkan seeding dari sel duktus keluar dari kista sehingga menyebabkan

peningkatan resiko terjadinya rekurensi. Operasi definitif lebih mudah dilakukan

bila tidak terdapat jaringan parut maupun fistula.23,38,39

Kista duktus tiroglossus biasanya terinfeksi oleh flora orofaring sehingga

pilihan antibiotika yang diberikan sesuai kuman mulut terbanyak yaitu spesies

streptokokus dan bakteri anaerob mulut. Bila memungkinkan kultur dapat diambil

dengan aspirasi jarum halus untuk pemeriksaan pengecatan gram, kultur aerob dan

anaerob, pengecatan jamur dan kultur, pengecatan tahan asam dan kultur

Mycobacterium.8

Terapi yang baik memerlukan pemberian antibiotik spektrum luas terhadap

flora mulut. Kasus ringan dapat diberikan antibiotik oral seperti cephalosporin

generasi pertama (cephalexin 500 mg per oral tiap 6 jam), amoksisilin-klavulanat

(500 mg/125 mg per oral tiap 8 jam) atau klindamisin (600 mg per oral tiap 8
jam). Pada kasus yang lebih berat, pemberian cefazolin dikombinasi dengan

klindamisin dapat diberikan.23,40

PEMBEDAHAN

Persiapan Preoperatif

Pasien dengan kista duktus tiroglossus seringkali mempunyai kelenjar

tiroid ektopik. Sebanyak 57% pasien kista duktus tiroglosus memiliki jaringan

tiroid ektopik. Sebelum pembedahan direncanakan, penting untuk menentukan

apakah pasien kista duktus tiroglossus memiliki jaringan tiroid pada lokasi

normalnya. Menentukan apakah pasien mempunyai jaringan tiroid ektopik

merupakan hal yang esensial karena dapat terlibat dengan penyakit tiroid jinak

atau ganas. Jaringan tiroid ektopik dapat membingungkan dengan kista duktus

tiroglossus. Semua kasus tiroid ektopik memerlukan pemeriksaan fungsi tiroid,

USG, dan scan tiroid untuk melihat fungsi jaringan tiroid tambahan.23,30,41

Prosedur Sistrunk

Operasi standar dari kista duktus tiroglossus adalah eksisi kista dan bagian

tengah tulang hioid secara kontinyu dan eksisi bagian tengah jaringan dari hioid

keatas menuju foramen caecum, suatu operasi yang disebut prosedur Sistrunk.

Arborisasi aspek superior dari saluran tiroglossus pada dan di atas tulang hioid

dapat terjadi dan mungkin menjadi penyebab rekurensi. Rekurensi paska prosedur

Sistrunk jarang terjadi. Pada kasus rekurensi, pengulangan dari prosedur Sistrunk

atau prosedur Sistrunk extended dapat dilakukan. Eksisi dari kista dilakukan

dengan membuat cuff dari jaringan sekitar dan strap muscle untuk mencegah
bocornya kista yang mempunyai implikasi terhadap rekurensi kista dan untuk

memfasilitasi pengangkatan secara komplit. Aspirasi jarum halus preoperatif dapat

membantu mengurangi ukuran kista dan pada kasus tertentu dapat membantu

identifikasi karsinoma kista duktus tiroglossus bila bagian yang solid dapat

terambil pada aspirasi.23,37,42,45

Prosedur operasi dilakukan dibawah anastesi umum dengan intubasi.

Pasien diposisikan terlentang dengan leher ekstensi. Insisi dilakukan sesuai lokasi

dari massa yang teraba mengikuti lipatan kulit leher atas. Panjang insisi dibuat

agar cukup untuk dilakukan eksisi dari kista dan memberikan akses menuju tulang

hioid. Massa yang teraba ditunjukkan pada Gambar 6. Insisi dibuat diatas massa

pada level membran tirohioid. Insisi diperdalam melewati platisma kemudian flap

atas dan bawah dielevasi menggunakan electrocautery. Kista terletak dibawah

fasia servikalis profunda. Diseksi pada jaringan lunak sekitar kista duktus

tiroglossus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk muncegah pecahnya kista

(Gambar 7).43

Gambar 6. Garis insisi dan massa yang teraba di atas

membran tirohioid.43 (Diambil dari Shah J P et al, 2012)


Gambar 7. Diseksi jaringan lunak sekitar kista dengan hati-

hati.43(Diambil dari Shah J P et al, 2012)

Kista yang besar memiliki dinding tipis dan rentan untuk robek pada saat

mobilisasi. Strap muscles infrahioid disibak untuk mempermudah lapang pandang

(Gambar 8). Tulang hioid yang berdekatan dengan kista ditelanjangi dari otot-

otot yang menempel dengan electrocautery (Gambar 9). Sepertiga tengah tulang

hioid diangkat menggunakan pemotong tulang menyisakan cornua pada sisi kanan

dan kiri (Gambar 10). Saluran tiroglossus biasanya berjalan di garis tengah pada

aspek posterior dan terlihat pada pemeriksaan CT preoperatif. Setelah tulang hioid

diangkat, bagian tersebut dipegang menggunakan klem Ellis dan ditarik dengan

halus untuk melihat jaringan lunak yang menempel pada massa kistik.43
Gambar 8. Strap muscles infrahioid
disibak.43 (Diambil dari Shah J P et al,
2012)

Gambar 9. Otot milohioid dan


hioglossus dilepaskan dari tulang hioid
sepertiga tengah.43 (Diambil dari Shah J
P et al, 2012)
Gambar 10. Tulang hioid
dipotong pada kedua sisi.43
(Diambil dari Shah J P et al, 2012)

Pada tahap ini, pencarian dari saluran duktus tiroglossus harus dilakukan

dengan teliti dan diikuti ke arah sefalad sejauh mungkin (Gambar 11). Setelah

dilakukan separasi dari perlengketan jaringan lunak, spesimen ditarik kearah

kaudal dan saluran tiroglossus diikuti ke atas pada muskulatur dasar lidah jika

saluran tersebut berlanjut menuju foramen caecum. Gambar 12 menunjukkan

lapangan operasi setelah pengangkatan kista duktus tiroglossus, menggambarkan

membran tirohioid dan bagian tengah dari ruang preepiglotis yang terlihat karena

pengangkatan bagian tengah tulang hioid. Drain penrose kecil diletakkan pada
lapangan operasi dan dikeluarkan pada ujung insisi. Lapangan operasi ditutup

dengan dua lapis menggunakan benang 3-0 absorbable jahitan interrupted pada

platisma dan benang 5-0 non-absorbable untuk kulit. Drain dilepas ketika cairan

serosanguin sudah minimal. Jahitan kulit dapat dilepas pada akhir minggu

pertama.43

Gambar 11. Kista ditarik ke arah kaudal.43 (Diambil dari Shah J P et al, 2012)

Gambar 12. Lapangan operasi paska eksisi kista.43 (Diambil dari Shah J P et al, 2012)

Prosedur Extended Sistrunk


Pada praktek sehari-hari, prosedur Sistrunk seringkali dilakukan inkomplit

menyebabkan angka rekurensi yang bervariasi hingga mencapai 27%. Operasi

Sistrunk klasik tidak membahas bagian infrahioid dari duktus tiroglossus. Selain

itu, duktus tiroglossus bukan merupakan suatu struktur tabung yang lurus tetapi

juga memiliki potensi arborisasi ekstensif pada semua level. Dua fakta penting

tersebut dapat menjelaskan rekurensi bahkan setelah melakukan prosedur sesuai

buku ajar. Maka dari itu operasi yang lebih komprehensif harus meluas ke lateral

dari wilayah duktus utama meliputi bongkahan jaringan dari bagian infrahioid.

Eksisi yang lebih luas ini dianjurkan untuk menangani kasus rekurensi.44,45,46

Insisi kulit horizontal biasanya dibuat pada level ismus dari tiroid, tetapi

lokasi tepat ditentukan oleh pembengkakan atau fistula di kulit yang harus

dilibatkan pada eksisi. Diseksi dilanjutkan ke bawah menuju ismus dari kelenjar

tiroid diantara strap muscle (Gambar 13). Dimulai dari aspek superior ismus,

bongkahan jaringan yang berisi sisa saluran dan bagian medial strap muscle yang

berdekatan dieksisi berlanjut ke atas ke arah kista dan tulang hioid (Gambar 14).

Kista dieksisi secara kontinyu dengan tulang hioid sepertiga tengah. Diseksi en

bloc berlanjut meliputi jaringan hioid meluas ke superior hingga sisa duktus

tiroglossus pada sekitar dasar submukosa lidah. Diameter jaringan yang diambil

ditentukan dengan melibatkan cuff yang lebar dari jaringan normal di sekitar

saluran yang terlihat. Idealnya dasar dari lidah tidak boleh ditembus (Gambar

15). Kedalaman diseksi adalah hingga bidang pretrachea. Diseksi en bloc penting

untuk memastikan tidak ada sisa duktus yang tertinggal. Drain dipertahankan di

bawah dua lapis penutupan luka.44


Gambar 13. Diseksi dimulai pada tepi superior dari ismus tiroid. 44

(Diambil dari Ahme J et al, 2011)

Gambar 14. Bongkahan jaringan diangkat keatas dari bidang pretrakea


dan ismus melibatkan bagian medial strap muscle beserta saluran duktus
dan kista.44 (Diambil dari Ahme J et al, 2011)
Gambar 15. Bagian tengah dari otot dasar lidah telah diambil
menyisakan mukosa dasar lidah yang intak. Dasar lidah tampak menonjol
karena dorongan jari intraoral.44 (Diambil dari Ahme J et al, 2011)
Suture-guided Transhyoid Pharyngotomy

Kista duktus tiroglossus rekuren diterapi dengan berbagai cara termasuk

operasi sistrunk ulang dan diseksi luas leher sentral. Tujuan dari prosedur ini

adalah eksisi komplit dari duktus tiroglossus mulai dari kelenjar tiroid menuju

dasar lidah superior dan posterior dari tulang hioid. Metode ini meliputi

pengangkatan jaringan en bloc dari lokasi ini untuk mencakup saluran duktus

tiroglossus yang bervariasi. Karena terjadi perdebatan antar ahli bedah dalam hal

jumlah jaringan sekitar mengelilingi sisa duktus tiroglossus yang harus diambil,

maka beberapa variasi prosedur untuk kista duktus tiroglossus rekuren telah

diusulkan.47,48

Teknik ini, suture-guided transhyoid pharyngotomy, didesain untuk

memberikan akses langsung terhadap jaringan diantara tulang hioid dan foramen

caecum sehingga dapat memberikan pengambilan yang relatif aman dengan

jumlah jaringan yang dapat diprediksi pada area ini. Dengan metode ini ahli bedah

dapat melakukan eksisi foramen caecum dengan melihat langsung sambil

menghindari cedera pada struktur normal (contoh, arteri dan nervus lingualis,

nervus hipoglossus, dll). Prosedur ini memberikan eksisi terarah dari bagian

tengah jaringan muskular untuk diangkat dari tulang hyoid melalui foramen

caecum.47

Langkah pertama, jarum spinal ukuran 20 G dimasukkan perkutan lewat

leher berdekatan dengan saluran kista duktus tiroglossus rekuren menuju

orofaring pada foramen caecum (Gambar 16). Benang permanen ukuran besar

dilewatkan melalui jarum spinal dan ujung benang diambil transoral. Jarum

benang dipotong, sebuah bantalan terdiri dari potongan kateter karet merah ditali
pada benang yang berada dalam mulut, yang kemudian ditarik ke dalam cavum

oral melalui traksi dari benang bagian transkutan. Ujung bebas dari benang sisi

oral dibiarkan panjang agar bisa ditempelkan di wajah untuk melepas bantalan

transoral. Pasien kemudian disiapkan untuk pembedahan. Dengan menggunakan

benang sebagai alat traksi, muskulatur dasar lidah dapat ditarik langsung menuju

lapangan operasi. Traksi dari benang dijaga agar tetap tegang. Eksisi komplit 1-

1.5 cm bagian tengah dari muskulatur dasar lidah dapat dilakukan disekitar

benang secara kontinyu dengan mukosa foramen caecum untuk mengangkat sisa

duktus tiroglossus (Gambar 17). Setelah faring ditembus, 3 sampai 4 jahitan

tinggal diletakkan pada batas mukosa dari faringotomi untuk memfasilitasi

penutupan eversi mukosa. Sisa defek paska pembedahan ditutup lapis demi lapis.47

Gambar 16. Penempatan jarum spinal untuk suture-guided transhyoid


pharyngotomy.47 (Diambil dari Perkins J et al, 2006)
Gambar 17. Benang traksi dengan ujung kateter (A) tanpa traksi (B)
dengan traksi.47 (Diambil dari Perkins J et al, 2006)

Central Neck Dissection

Beberapa studi mengusulkan bahwa saluran duktus tiroglossus dapat

mengalami arborisasi di atas dan di bawah tulang hioid. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya rekurensi bahkan dengan prosedur Sistrunk bila lapangan

yang digunakan tidak cukup luas karena cabang-cabang dari duktus ke lateral,

superfisial atau profunda dari spesimen pembedahan masih tersisa. Selain itu

terdapat beberapa laporan duktus tiroglossus memiliki deviasi saluran dari garis
tengah. Bukti histologi yang persuasif terhadap saluran yang multipel dan adanya

kelenjar sekretorik pada spesimen kista duktus tiroglossus membuktikan perlunya

pendekatan lapangan luas pada terapi kasus rekuren.15,49

Central neck dissection dibatasi ke lateral oleh sisi medial dari otot

sternokleidomastoid, inferior oleh kelenjar tiroid dan superior oleh dasar lidah.

Spesimen diseksi leher meliputi bagian tengah dari tulang hioid, strap muscle

(sternohioid, sternotiroid, tirohioid, dan sebagian dari muscle belly otot

omohioid), cabang-cabang syaraf yang mempersyarafi mereka, lemak sekitar, dan

limfonodi (Gambar 18). Setelah specimen central neck dissection diambil, bagian

yang tersisa dari kompartemen anterior leher adalah lapisan fascia pretrachea di

atas katilago cricoid, otot cricotiroid, membran cricotiroid, lamina tiroid,

membran tirohyoid dan ruang preepiglotis. Sarung karotis dan isinya tidak

diganggu (Gambar 19).49,50,51

Gambar 18. Foto operasi dari spesimen en bloc central neck dissection.
Spesimen menempel pada dasar lidah di atas skeletonized trachea dan
laring.49 (Diambil dari Kim M et al, 1999)
Gambar 19. Gambaran anatomi cross-sectional dari isi en bloc central neck
dissection beserta kompartemen dari fasia pada level cincin trachea
pertama.49 (Diambil dari Kim M et al, 1999)

Operasi dilakukan dengan posisi terlentang leher ekstensi penuh. Insisi

elips dibuat mengelilingi bekas insisi transversal lama meliputi saluran fistula

(jika ada). Flap subkutan tebal dielevasi ke arah superior beberapa sentimeter di

atas tulang hioid dan inferior sedikit di bawah kartilago krikoid. Otot sternohioid

dan sternotiroid dipotong pada level krikoid dan diseksi dalam dimulai dari fasia

pretrakeal sefalad dari kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid dipreservasi dan diretraksi

ke bawah. Bidang ini dibuat dari otot sternokleidomastoid hingga otot

sternokleidomastoid kontralateral. Diseksi pada celah fasia pretrakea diteruskan

sefalad hingga superfisial dari kartilago krikoid dan tiroid. Hati-hati dalam

preservasi otot krikotiroid dan jangan sampai masuk ruang krikotiroid. Sefalad

dari cekungan tiroid, fasia di atas ruang preepiglottis diidentifikasi. Pada level

tulang hioid, seringkali didapatkan jaringan parut tebal antara spesimen dengan

jaringan lunak preepiglottis. Terkadang diperlukan untuk membuang sisa dari


korpus tulang hioid bersamaan dengan pengangkatan rutin strap muscle dari batas

superior kelenjar tiroid hingga level tulang hioid. Setelah spesimen central neck

dissection diangkat, leher ditutup dengan mendekatkan fascia dari tepi atas

kartilago tiroid ke muskulatur dasar lidah kemudian memasang drain Penrose dan

menutup kulit lapis demi lapis.49

Pengangkatan dari strap muscle dan jaringan lunak yang mengelilingi

dapat menyebabkan defek kosmetik. Hasil estetik pada anak-anak lebih bagus

karena mereka memiliki lemak subkutan yang tebal untuk mengkompensasi

jaringan lunak yang hilang. Pengangkatan dari strap muscle juga dapat

mempengaruhi proses menelan dan fonasi.49

Wide Anterior Neck Dissection

Tidak ada konsensus mengenai penanganan kista duktus tiroglossus

rekuren dan sinus pada populasi dewasa. Mengingat sedikitnya literatur,

pertimbangan terapi mengenai luasnya eksisi jaringan sekitar pada penyakit yang

sebagian besar jinak ini tetap menjadi perdebatan. Rekurensi disebabkan oleh

eksisi inkomplit, khususnya pada daerah hioid dan suprahioid tetapi dapat juga

disebabkan tidak disertakannya cabang duktus infrahioid. Variasi anatomi kista

duktus tiroglossus dan sinus harus diperhatikan dalam menangani kasus rekuren.

Prosedur Sistrunk mungkin tidak dapat mengangkat secara komplit semua duktus

yang mengalami arborisasi karena eksisi anterior yang terbatas. Mickel dan

Callatera pertama kali mengenali pentingnya eksisi dari semua saluran dan

melakukan wide anterior neck dissection pada empat pasien dengan kista duktus

tiroglossus rekuren.46,49,52,53
Operasi dimulai dengan pasien posisi terlentang dan leher ekstensi. Insisi

transversal dibuat pada level kista. Bila terdapat sinus pada kulit , insisi elips luas

dibuat mengelilingi pembukaan sinus (Gambar 20). Ujung dari insisi

diperpanjang ke lateral hingga batas anterior otot sternokleidomastoid. Flap

subplatisma dibuat ke arah superior hingga level tulang hioid dan inferior hingga

cekungan sternum. Diseksi dimulai dari inferior dengan melepaskan otot otot

sternohioid dan sternotiroid dari sternum. Diseksi berlanjut ke superior pada

bidang di bawah fascia pretrakeal di atas trakea, kelenjar tiroid, kartilago krikoid

dan tiroid, dan membran tirohioid kemudian berlanjut superior menuju tempat

menempelnya otot sternohioid pada tulang hioid. Otot tirohioid turut disertakan

dalam diseksi ini. Batas lateral diseksi adalah batas lateral otot sternohioid. Bila

pada operasi sebelumnya belum dieksisi, bagian tengah tulang hioid sepanjang 3

cm direseksi. Gambar 21 menggambarkan area reseksi. Setelah itu asisten

memberikan tekanan ke bawah pada lidah melalui kavum oris dan jaringan

berbentuk wedge direseksi dari pangkal lidah dengan melibatkan foramen caecum.

Spesimen diangkat secara en bloc, bila terdapat saluran sinus maka spesimen

harus melibatkan kulit bentuk elips yang diinsisi bersamaan dengan platisma dan

fasia dibawahnya. Gambar 22 menggambarkan leher setelah wide anterior neck

dissection. Sebuah drain diletakkan dan leher ditutup dua lapis dengan

memperhatikan ketegangan jaringan saat menutup.52

Reseksi ekstensif dari wide anterior neck dissection memiliki resiko

signifikan dan potensi morbiditas. Patel dkk mendeskripsikan satu pasien

memerlukan trakeostomi sementara setelah hematoma paska operasi. Perkins dkk

juga melaporkan jaringan parut dan dermatitis local sebagai sequelae jangka
panjang pada anak-anak. Tension pada daerah menutupnya kulit juga merupakan

hal yang harus diwaspadai terutama bila dilakukan eksisi elips luas dari kulit pada

sinus kulit rekuren.52

Gambar 20. Insisi elips mengelilingi sinus duktus tiroglossus.52 (Diambil


dari O neil L et al, 2016)

Gambar 21. Batas dari wide anterior neck dissection


termasuk insisi kulit elips. Otot sternokleidomastoid
dihilangkan untuk menunjukkan area eksisi. 52 (Diambil
dari O neil L et al, 2016)

Gambar 22. Leher anterior setelah wide anterior neck dissection


ditujukkan dengan retraksi otot sternokleidomastoid dan
omohioid.52 (Diambil dari O neil L et al, 2016)
RINGKASAN

Kista duktus tiroid merupakan penyakit yang dapat terjadi pada

semua kelompok usia, meskipun seringkali terdiagnosis pada usia dini.

Pemeriksaan USG, walaupun diperdebatkan, tetap merupakan alat diagnostik

yang paling efisien untuk kista duktus tiroglossus karena efisiensi biaya,

kemudahan akses, dan tidak invasif. Setelah menyingkirkan adanya kelenjar tiroid

ektopik, direkomendasikan penggunaan adaptasi dari prosedur Sistrunk klasik

yang memanfaatkan kartilago tiroid, membran tirohioid dan ruang hioid posterior

sebagai daerah acuan untuk menghasilkan prosedur yang sistematis, terutama bagi

klinisi yang tidak familiar dengan prosedur Sistrunk.

Pengelolaan kista duktus tiroglossus rekuren setelah prosedur Sistrunk

primer tetap merupakan tantangan bagi ahli bedah. Rekurensi paling sering

diakibatkan oleh pengangkatan inkomplit sisa duktus tiroglossus pada daerah

suprahyoid. Area rekurensi lainnya meliputi daerah perihioid, infrahioid, dan

daerah dasar lidah. Sebagai konsekuensi, eksisi lokal yang diperluas atau eksisi

luas direkomendasikan pada penanganan kasus rekuren


DAFTAR PUSTAKA

1. Pramesthi E, Surarso B. Thyroglossal duct cysts management (case report).


Jurnal THT- KL 2010; 3
2. Slough MC, Dralle H, et al. Diagnosis and treatment of thyroid and
parathyroid disorders. In: Bailey JB, Johnson TJ eds Head and Surgery
Otolaryngology. 4th ed. Phioladelphia: Lippincot Williams & Wilkins
2006:1630-7
3. Meyrs NE. Throglossal duct cyst. In: Myers NE ed Operative Otolaryngology
Head and Neck Surgery. Philadelphia: W.B Saunders Company 1997: 630-7
4. Abdulrahman A, Jonaidel SO eds. Thyroglossal duct cyst. A
clinicopathological study of five cases. Saudi Dental Journal, vol 15, No. 2,
May August 2003
5. Kay DJ, Goldsmith JA eds. Embryology of the Thyroid and Parathyroids.
eMedicine Otolaryngology and Facial Plastic Surgery.
Emedicine.medscape.com. Update: December 4, 2007. Accessed: January 30,
2009
6. Wijayahadi YR, Marmoprawiro MR dkk. Kelainan kongenital pada kelenjar
tiroid. Dalam: Kelejar Tiroid. Kelainan, Diagnosis, dan Penatalaksanaan.
Surabaya Jawi Aji 2000: 18-21
7. Mustika IM, Nuaba IGA. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kista Duktus
Tiroglosus. J Ilmiah Kedokteran 2015; 46 : 52-5.
8. Clarke P. Benign neck desease: infections and swellings. Dalam: Gleeson M,
penyunting. Scotts Browns Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi
ke-7. Great britain: Hodder Arnold ltd; 2008. h. 1777-8
9. Kepertis C, Anastasiadis K, Lambropoulos V, et al. Diagnostic and Surgical
Approach of Thyroglossal Duct Cyst in Children: Ten Years Data Review. J
Clin Diagn Res. 2015; 9 : PC13-5
10. Allard RHB. The thyroglossal cyst. Head Neck Surg. 1982;5:143-6.

11. Chou J, Walters A, Hage R. Thyroglossal duct cysts: anatomy, embryology


and treatment. Springer-Verlag France. 2013
12. Moore KL, Persaud TVN. The pharyngeal apparatus. In: The developing
human: clinically oriented embryology 7th edn. 2003. Saunders: Philadelphia
13. Ellis PD, van Nostrand AW. The applied anatomy of thyroglossal tract
remnants. Laryngoscope 1977; 87:76570
14. Schoenwolf GC, Bleyl SB, Brauer PR, Francis-West PH. Development of the
pharyngeal apparatus and face. In: Larsens human embryolog, 4th edn.
Churchill Livingston Elsevier: Philadelphia; 2009
15. Horisawa M, Niinomi N, Ito T. Anatomical reconstruction of the thyroglossal
duct. J Pediatr Surg 1991; 26:7669
16. Ahuja AT, King AD, King W, Metreweli C. Thyroglossal duct cysts:
sonographic appearances in adults. Am J Neuroradiol 1999; 20:57982
17. Ahuja AT, Wong KT, King AD, Yuen EHY. Imaging for thyroglossal duct
cyst: the bare essentials. Clin Radiol 2005;60:1418
18. Allard RH. The thyroglossal cyst. Head Neck Surg 1982; 5:13446
19. Hewitt K, Pysher T, Park A. Management of Thyroglossal Duct Cysts After
Failed Sistrunk Procedure. Lippincott Williams & Wilkins, Inc. 2007. pp
756-8
20. Bojanovic M, Bojanovic A, ivic M, et al. Modern Management of
Thyroglossal Duct Cyst. FACTA UNIVERSITATISSeries: Medicine and
Biology. 2016; 18: 25-8 UDC 616.448-003.94-07-08
21. Trcoveanu E, Niculescu D, Cotea E, et al. Thyroglossal Duct Cyst. Jurnalul
de Chirurgie, Iai, 2009; 5, [ISSN 1584 9341] 45. Romania: University of
Medicine and Pharmacy Iai.
22. Kandogan T, Erkan N, Vardar E. Papillary carcinoma arising in a
thyroglossal duct cyst with associated microcarcinoma of the thyroid and
without cervical lymph node metastasis: a case report. J Med Case Reports.
2008; 2: 42
23. Randolph G, Kamani DV, Carty SE, 2017. Thyroglossal duct cysts and
ectopic thyroid. Diunduh dari:
https://www.uptodate.com/contents/thyroglossal-duct-cysts-and-ectopic-
thyroid/print?source=search_result&search=thyroglossal
%20cyst&selectedTitle=1~18
24. Allard RH. The thyroglossal cyst. Head Neck Surg 1982; 5:134
25. Chon SH, Shinn SH, Lee CB, et al. Thyroglossal duct cyst within the
mediastinum: an extremely unusual location. J Thorac Cardiovasc Surg 2007;
133:1671
26. Congenital lesions: Thyroglossal duct cysts and branchial cleft anomalies. In:
Masters of Surgery, 3rd ed. Little Brown, Boston 1997. p.383.
27. Slotnick D, Som PM, Giebfried J, Biller HF. Thyroglossal duct cysts that
mimic laryngeal masses. Laryngoscope 1987; 97:742.
28. Shaari CM, Ho BT, Som PM, Urken ML. Large thyroglossal duct cyst with
laryngeal extension. Head Neck 1994; 16:586
29. Shahin A, Burroughs FH, Kirby JP, Ali SZ. Thyroglossal duct cyst: a
cytopathologic study of 26 cases. Diagn Cytopathol 2005; 33:365.
30. Pinczower E, Crockett DM, Atkinson JB, Kun S. Preoperative thyroid
scanning in presumed thyroglossal duct cysts. Arch Otolaryngol Head Neck
Surg 1992; 118:985.
31. Tunkel DE, Domenech EE. Radioisotope scanning of the thyroid gland prior
to thyroglossal duct cyst excision. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1998;
124:597.
32. Gupta P, Maddalozzo J. Preoperative sonography in presumed thyroglossal
duct cysts. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2001; 127:200.
33. Reede DL, Bergeron RT, Som PM. CT of thyroglossal duct cysts. Radiology
1985; 157:121.
34. Brown RE, Harave S. Diagnostic imaging of benign and malignant neck
masses in children: a pictorial review. Quant Imaging Med Surg 2016; 6:591.
35. Rosenberg TL, Brown JJ, Jefferson GD. Evaluating the adult patient with a
neck mass. Med Clin North Am 2010; 94:1017.
36. Rosenberg HK. Sonography of pediatric neck masses. Ultrasound Q 2009;
25:111
37. Sistrunk WE. The surgical treatment of cysts of the thyroglossal tract. Ann
Surg 1920; 71:121-2
38. Brereton RJ, Symonds E. Thyroglossal cysts in children. Br J Surg 1978;
65:507.
39. Kaselas Ch, Tsikopoulos G, Chortis Ch, Kaselas B. Thyroglossal duct cyst's
inflammation. When do we operate ? Pediatr Surg Int 2005; 21:991.
40. AlDajani N, Wootton SH. Cervical lymphadenitis, suppurative parotitis,
thyroiditis, and infected cysts. Infect Dis Clin North Am 2007; 21:523
41. Pediatric Otolaryngology, 4th ed. Saunders, Philadelphia 2002. p.1738.
42. Heshmati HM, Fatourechi V, van Heerden JA, et al. Thyroglossal duct
carcinoma: report of 12 cases. Mayo Clin Proc 1997; 72:315
43. Shah P, Patel S, Singh B. Jatin Shahs Head and Neck Surgery and Oncology.
4th edition. Elsevier Mosby: Philadelphia; 2012. pp 484-5
44. Ahme J, Leong A, Jonas N, et al. The extended Sistrunk procedure for the
management of thyroglossal duct cysts in children: how we do it. Department
of ENT, Great Ormond Street Hospital, London, UK. 2011
45. Pelausa M.E. & Forte V. Sistrunk revisited: a 10-year review of revision
thyroglossal duct surgery at Torontos Hospital for Sick Children. J.
Otolaryngol. 1989; 18: 32533

46. Patel N.N., Hartley B.E. & Howard D.J. Management of thyroglossal tract
disease after failed Sistrunks procedure. J. Laryngol. Otol. 2003; 117: 7102

47. Perkins J, Inglis F, Sie K et al. Recurrent Thyroglossal Duct Cyst: a 23-Year
Experience and a New Method for Management. Ann Otol Rhinol Laringol
2006; 115:850-6
48. Ducic Y,Chou S, Drkulec J, Ouellette H, Lamothe A. Recurrent thyroglossal
duct cysts: a clinical and pathologic analysis. Int J Pediatr Otorhinolaryngol
1998;44:47-50

49. Kim M, Pawel B, Isaacson G. 1999. Central Neck Dissection for the
Treatment of Recurrent Thyroglossal Duct Cyst in Childhood. Otolaringol
Head Neck Surg 1999;121:543-7
50. Hollinshead WH. Anatomy for surgeons the head and neck. 3rd ed.
Philadelphia: Harper & Row Publishers; 1982. p. 271-8.
51. Netter HF. Atlas of human anatomy. West Caldwell (NJ): CIBA Geigy
Medical Education; 1989. p. 21-7
52. Oneil L, Gunaratne D, Cheng A, Riffat F. 2016. Wide Anterior Neck
Dissection for Management of Recurrent Thyroglossal Duct Cyst in Adults. J
Laringol Otol 2016; 130 (Suppl. S4) S41-4
53. Mickel RA, Calcaterra TC. Management of recurrent thyroglossal duct cysts.
Arch Otolaryngol 1983;109:346

Anda mungkin juga menyukai