Rangkuman Akuntansi-Pajak
Rangkuman Akuntansi-Pajak
Rangkuman Akuntansi-Pajak
Sebuah mesin diperoleh pada tanggal 6 Juni 2014, harga perolehan mesin
tersebut sebesar Rp 13,000,000
Mesin tersebut ditaksir memiliki umur ekonomis 10 tahun, dan apabila nanti
sudah tidak digunakan lagi atau aset ditarik penggunaannya, diperkirakan
mesin tersebut masih bisa ditimbang kiloan (spesialisasi orang madura nih,
hehe becanda) besi tuanya dapat dijual seharga Rp 1.000,000.
Perhitungan Penyusutan :
Dan untuk tahun 2015, maka beban penyusutannya selama 12 bulan full jadi
menggunakan 12/12
31 Desember 2014
Untuk mengakui adanya beban pada mesin ini, penyesuaian atas penyusutan
mesin ini sejumlah akumulasi penyusutan selama periode berjalan.
Accumulated
Debit | Rp700.000
Depreciation
Kredit | Depreciation Expense Rp700.000
Supaya lebih mudah, kita gunakan contoh kasus sebelumnya yang kita kerjakan
menggunakan metode garis lurus
Sebuah mesin diperoleh pada tanggal 6 Juni 2014, harga perolehan mesin
tersebut sebesar Rp 13,000,000 dan mesin tersebut ditaksir memiliki umur
ekonomis 10 tahun
Apabila nanti sudah tidak digunakan lagi atau aset ditarik penggunaannya,
diperkirakan mesin tersebut masih bisa ditimbang kiloan, besi tuanya dapat
dijual seharga Rp 1.000,000.
Notes :
Karena selama tahun 2014 aset hanya digunakan 7 bulan,
maka dikali 7/12
Notes :
Nilai buku aset tahun 2015 dikurangi penyusutan aset tahun
sebelumnya, sebesar Rp 1.516.710
Untuk tahun tahun setelahnya, cara pengerjaanya sama, hingga
10 tahun masa pengoperasian mesin tersebut.
Lalu saat pencatatan, jurnal nya adalah sama dengan metode garis lurus,
cuma beda di angka saja
31 Desember 2014
Debit |Depreciation Rp1.516.710
Accumulated
Kredit| Rp1.516.710
Depreciation
31 Desember 2015
# Pada akhir periode, penyusutan ini juga harus dilakukan jurnal penyesuaian !
Jurnal penyesuaian ini untuk mengakui adanya beban pada aset mesin ini. penyesuaian atas
penyusutan aset tetap ini sejumlah akumulasi penyusutan selama periode berjalan.
Accumulated
Debit | Rp1.516.710
Depreciation
Depreciation
Kredit| Rp1.516.710
Expense
Accumulated
Debit | Rp2.296.658
Depreciation
Depreciation
Kredit| Rp2.296.695
Expense
Untuk jurnal penyesuaian tahun tahun berikutnya, cara pengerjaanya sama saja.
Notes:
Dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun ini, jumlah angka
penyusutan tiap tahun akan mengalami penurunan penyusutan tiap tahunnya.
Hal ini menunjukkan bahwa aset tetap (khususnya mesin) memberikan
kinerja, manfaat terbaiknya terhadap perusahaan berada pada saat awal awal
aset tetap tersebut digunakan, semakin lama semakin menurun kinerja aset
tetap tersebut karena keausan.
Asumsikan dalam soal diatas saham diterbitkan dengan harga Rp. 2.500,- per lembar.
Jurnal yang harus dibuat adalah :
Kas (1000 x Rp. 2.500) .. Rp. 2.500.000,-
Saham Biasa (1000 x Rp. 1.000,-) . Rp. 1.000.000,-
Tambahan Modal Disetor ...................... 1.500.000,-
Dan asumsikan dalam soal diatas saham diterbitkan dengan harga Rp. 950,- per
lembar,* maka jurnal penerbitan saham adalah sebagai berikut :
Kas (Rp. 950 x 1000) Rp. 950.000,-
Tambahan Modal Disetor (50 x 1000) 50.000,-
Saham Biasa (Rp. 1.000 x 1000) .. Rp. 1.000.000,-
Catatan : * perusahaan jarang sekali, atau tidak pernah menerbitkan saham dengan
nilai di bawah harga pari. Jika menerbitkan saham di bawah harga pari,
perusahaan mencatat disagio itu sebagai debit pada Tambahan Modal
Disetor.
Ada kalanya saham tanpa nilai pari memiliki nilai yang ditetapkan (stated value)
maksudnya saham tersebut tidak boleh dijual dibawah nilai yang ditetapkan. Dengan
kata lain harga jual minimum saham tersebut harus sama dengan nilai yang
ditetapkan. Untuk penerbitan saham dengan nilai yang ditetapkan ada dua alternatif
yaitu :
Jika saham dijual
dengan harga
diatas state value.
Jika saham
dijual dengan
harga sama
dengan stated value.
Misalkan 1000 lembar saham biasa dengan nilai yang ditetapkan Rp. 1.500,-
per lembar diterbitkan dengan harga Rp. 2.000,- maka jurnal penerbitannya adalah
sebagai berikut :
Kas (2000 x 1000) Rp. 2.000.000,-
Saham Biasa (1500 x 1000) ................... Rp. 1.500.000,-
Modal Disetor Melebihi Nilai Ditetapkan (500 x 1000).. 500.000,-
Asumsikan dalam soal diatas saham dengan nilai ditetapkan dijual / diterbitkan
dengan harga Rp. 1.500,- per lembar, maka jurnalnya adalah sebagai berikut :
Kas (1500 x 1000) . . Rp. 1.500.000,-
Saham Biasa (1500 x 1000) . Rp. 1.500.000,-
Metode Inkremental. Jika nilai pasar wajar semua kelompok sekuritas tidak dapat
ditentukan, maka metode incremental dapat dipergunakan. Nilai pasar sekuritas itu
digunakan sebagai dasar untuk kelompok-kelompok yang telah diketahui dan sisa dari
nilai lump sum dialokasi ke kelompok di mana nilai pasar tidak diketahui. Sebagai
contoh, jika 1.000 lembar saham biasa dengan nilai ditetapkan $10 memiliki nilai
pasar $20 dan 1.000 lembar saham preferen dengan nilai pari $10 yang tidak memiliki
nilai pasar ditetapkan dan diterbitkan dengan nilai lump sum sebesar $30.000, maka
alokasi adalah sebagai berikut :
Penerimaan lump sum $30.000
Dialokasi ke saham biasa (1.000 x $20) 20.000
Saldo yang dialokasikan ke saham preferen $10.000
Jurnal Penyesuaian
Keseimbangan neraca saldo antara sisi debit dan sisi kredit, belum menjamin bahwa kegiatan
akuntansi telah dilakukan dengan benar. Oleh karena itu, agar neraca saldo menunjukkan
keadaan yang sebenarnya, perlu diadakan penyesuaian dan perbaikan. Bagaimana cara
melakukannya? Penyesuaian dan perbaikan dilakukan melalui jurnal penyesuaian (adjusting
journal entry).
Pada kondisi seperti apakah jurnal penyesuaian diperlukan? Jurnal penyesuaian diperlukan
untuk hal-hal sebagai berikut.
Transaksi yang telah terjadi tetapi belum dicatat
Perhatikan contoh lainnya! Perusahaan menerima bunga bank dua kali dalam setahun, yaitu 1
April dan 1 Oktober sebesar Rp120.000,00.
Jadi, sampai dengan 31 Des perusahaan masih harus menerima pendapatan bunga untuk 3
bulan yaitu bulan Oktober, Nopember, dan Desember, yang belum diterima, sehingga perlu
dilakukan penyesuaian sebagai berikut:
3/6 x Rp 120.000,00 = Rp 60.000,00
Jurnal penyesuaian tanggal 31 Desember sebagai berikut:
c. Penyusutan Aktiva Tetap
Apakah aktiva tetap itu? Aktiva tetap (fixed assets) adalah aktiva yang masa pemanfaatannya
lebih dari satu periode akuntansi. Penyesuaian terhadap aktiva tetap dilakukan untuk
mengetahui berapa nilai aktiva yang sudah dinikmati pada periode berjalan. Coba Anda
sebutkan, aktiva apa sajakah yang memerlukan penyesuaian pada akhir periode? Semua
aktiva tetap setiap akhir periode harus dilakukan penyesuaian kecuali tanah. Mengapa tanah
tidak perlu disesuaikan? Harga tanah dari waktu ke waktu tidak mungkin akan turun karena
kapasitas tanah tetap sedang kebutuhan meningkat. Jadi, tanah tidak memerlukan
penyesuaian.
Nilai aktiva tetap yang dimanfaatkan pada periode berjalan merupakan nilai penyusutan atau
penghapusan (depreciation) dari aktiva tetap. Nilai penyusutan aktiva tetap ditampung dalam
bentuk akun kontra (contra asset account) yang disebut akumulasi penyusutan (accumulated
depreciation). Akun tersebut termasuk dalam kelompok aktiva namun bersifat kontra atau
berlawanan. Jika demikian, apakah pengaruhnya terhadap aturan saldo normal? Aturan saldo
normal akumulasi penyusutan merupakan kebalikan dari aktiva yang bersangkutan.
Bertambahnya akun akumulasi penyusutan aktiva tetap akan dicatat pada sisi kredit.
Pada waktu penyesuaian dilakukan, jumlah nilai aktiva yang disusutkan untuk periode
berjalan akan dicatat dalam akun beban penyusutan aktiva tetap. Misalnya, dibeli kendaraan
seharga Rp100.000.000,00 yang memiliki umur ekonomis 10 tahun dan tidak ada nilai residu
pada akhir umur ekonomisnya. Nilai penyusutan per tahun untuk kendaraan tersebut dapat
dihitung sebagai berikut.
Penyusutan tahunan =
1/10 Rp 100.000.000,00 = Rp10.000.000,00
Jurnal penyesuaian tanggal 31 Desember 2006 sebagai berikut:
Jika pada akhir periode umur ekonomisnya terdapat nilai residu (nilai sisa) sebesar
Rp10.000.000,00, penyusutan tahunannya sebagai berikut:
Penyusutan tahunan =
1/10 x (Rp100.000.000,00 Rp10.000.000)
= Rp9.000.000,00
Transaksi yang sudah dicatat tetapi belum dikoreksi karena tidak sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya
Misalnya, 1 April 2006 dibayar beban asuransi untuk periode 1 tahun sebesar
Rp3.600.000,00. Pada saat terjadi transaksi dibuat jurnal sebagai berikut.
Pada akhir periode dilakukan penyesuaian dengan menghitung beban periode berjalan dan
beban periode mendatang. Hal ini dilakukan dengan menghitung jumlah bulan yang termasuk
periode berjalan dan jumlah bulan yang termasuk periode mendatang, sebagai berikut:
Dengan bantuan garis waktu tersebut, dapat dilihat bahwa dalam akun Asuransi dibayar di muka
terdapat 9 bulan yang sudah menjadi beban periode berjalan dan 3 bulan sebagai beban periode
mendatang. Beban periode berjalan harus dikeluarkan dan dipindahkan ke akun beban asuransi dan
yang menjadi beban periode mendatang tetap dalam akun Asuransi dibayar di muka.
Dari data di atas dapat diketahui besarnya pemakaian perlengkapan selama satu periode akuntansi,
yaitu Rp13.800.000,00.
Berdasarkan garis waktu tersebut, pendapatan yang sudah menjadi hak perusahaan ialah selama 4
bulan.
Pendapatan periode ini sebesar =
4/12 Rp 36.000.000,00 = Rp12.000.000,00
Jurnal penyesuaian tanggal 31 Desember 2006 sebagai berikut
Jadi, pendapatan yang menjadi hak perusahaan adalah 4 bulan, sedangkan yang 8 bulan merupakan
pendapatan untuk tahun berikutnya.
2) Saat Penerimaan Pendapatan Dicatat sebagai Pendapatan
Jika, penerimaan pendapatan dicatat sebagai pendapatan sewa maka akun yang digunakan untuk
mencatat transaksi tersebut ialah akun pendapatan sewa. Berdasarkan contoh di atas, maka pada
saat terjadi transaksi penerimaan pendapatan dengan jurnal sebagai berikut.
Pada akhir periode diperlukan jurnal penyesuaian untuk mencatat pendapatan yang belum menjadi
hak perusahaan, yaitu 8 bulan.
Berdasarkan garis waktu tersebut, pendapatan yang belum menjadi hak perusahaan yaitu 8 bulan.
Pendapatan yang belum menjadi hak perusahaan ialah =
8/12 Rp36.000.000,00 = Rp24.000.000,00.
Jurnal penyesuaian tanggal 31 Des 2006 adalah sebagai berikut:
Jurnal penyesuaian selain berguna untuk menunjukkan data keuangan yang sebenarnya, berguna juga
untuk memperbaiki kesalahan pencatatan. Perbaikan kesalahan cukup dilakukan pada saat menjurnal
dan ditemukan sebelum posting. Jika kesalahan tersebut ditemukan setelah posting maka
perbaikannya harus dilakukan dengan cara posting ulang.
Ada dua langkah pokok untuk memperbaiki kesalahan pencatatan, yaitu sebagai berikut.
1. Mencatat kebaikan dari jurnal yang salah
2. Mencatat kembali jurnal yang benar
Kedua langkah di atas dilakukan melalui jurnal penyesuaian.
Beberapa bentuk kesalahan yang mungkin terjadi, yaitu salah akun, salah jumlah, salah letak, dan
kesalahan gabungan.
Contoh:
Pada tanggal 13 Juli 2006 dibeli secara kredit berbagai perlengkapan kantor seharga Rp3.000.000,00.
Jurnal saat terjadi transaksi adalah
Setelah akan diposting ke buku besar, diketahui jurnal tersebut salah akun. Langkah pertama
penyesuaian adalah dengan menghapus jurnal yang salah.
Setelah langkah pertama selesai, kemudian dibuat jurnal yang benar, yaitu sebagai berikut.
Kesalahan pada contoh di atas adalah kesalahan pencatatan nama akun. Pembelian perlengkapan
harus dimasukkan pada akun perlengkapan bukan pada akun peralatan. Dalam kajian akuntansi
keduanya memiliki perbedaan. Perlengkapan merupakan aktiva lancar sedangkan peralatan
merupakan aktiva tetap.
Contoh Metode Fifo (Fist In First Out) Dalam Percatatan Perhitungan Persediaan Akhir :
1. Persediaan Awal : 100 buah @ Rp 9.000
2. Pembelian : 100 buah @ Rp12.000
3. Pembelian : 100 buah @ Rp11.250
4. Penjualan : 100 buah
5. Penjualan : 100 buah
Penghitungan harga pokok penjualan dan nilai persediaan dengan menggunakan cara FIFO misalnya
sebagai berikut:
Setelah sebelumnya perhitungan harga pokok penjualan metode rata rata (average), kali ini kita bahas
contoh soal harga pokok penjualan metode FIFO, FIFO yang merupakan akronim dari First In First Out,
adalah barang dagang yang masuk lebih dulu, itulah yang harus dijual lebih dulu.
Contoh Soal:
Masih dengan contoh soal yang sama dengan sebelumnya, pada Harga Pokok Penjualanmetode rata
rata (average method), saya akan tulis kembali:
UD Albirin Asri yang merupakan sebuah toko yang berdagang menjual beras pada tanggal 1 April
mempunyai persediaan sejumlah 1 kwintal (100 kg) beras senilai Rp 300.000. tampak beberapa
transaksi yang terlihad pada buku catatan UD Albirin Asri seperti berikut:
Kuantita Unit
Date Transaksi Jumlah
s Price
01-AprPenjualan 40 4.500180.000
10-Aprpembelian 30 3.100 93.000
10-AprPenjualan 66 4.650302.000
20-Aprpembelian 25 3.200 80.000
30-Aprpembelian 40 3.250130.000
30-AprPenjualan 25 4.875121.875
Rangkuman
Total Pembelian 95 303.000
Total Penjualan 130 604.000
Transaksi 10 April:
Pembelian barang dagang 30 kg sesenilai Rp 3.100 per kg, total pembelian : Rp 93.000
Terjual barang dagang 65 kg, akan unit cost yang mana yang digunakan?
Karena pada 01 April telah terjual 40 kg, sisa barang dagang yang sebelumnya menggunakan unit price
hanya sisa 60 kg, dan tidak cukup untuk menutupi transaksi penjualan yang sebanyak 65 kg, jadi:
60 kg barang dagang menggunakan unit price Rp 3.000
5 kg barang dagang mempergunakan unit price Rp 3.100
60 x Rp
= Rp180.000
3.000
5 x Rp
= Rp15.000
3.100
Total Rp195.500
COGS
FIFO METHOD
Date/Acc 01-Apr 10-Apr 10-Apr 20-Apr 30-Apr Total
Opening Qty 100 60 30 25 50 50
Balance Rp 300.000 180.000 93.000 77.500 157.500 157.500
Qty 30 30 25 40 95
Purchase U/Prx 3.100 3.100 3.200 3.250
Rp 93.000 93.000 80.000 130.000 303.000
Qty 40 60 5 25 130
Sold (COGS) U/Prx 3.000 3.000 3.100 3.100
Rp 120.000 180.000 15.500 77.500 393.000
Closing Qty 60 30 25 50 65 65
Balance Rp 180.000 93.000 77.500 157.500 210.000 210.000
Summary :
Opening
100 300.000
Balance
Purchase 95 303.000
Sold (COGS) 130 393.000
Closing
65 210.000
Balance
Notes:
Coba perhatikan summarynya, Bila hendak diuji, silahkan pergunakan rumus COGS seperti yang telah
dilakukan pada postingan sebelumnya pada metode Average Method
Baiklah, mari kita mencoba hitung Harga Pokok Penjualan atau HPP dengan metode LIFO ini. saya akan
tulis kembali soal yang sama seperti pada metode rata rata dan metode FIFO.
UD Albirin Asri yang merupakan sebuah toko yang berdagang menjual beras pada tanggal 1 April
mempunyai persediaan sejumlah 1 kwintal (100 kg) beras senilai Rp 300.000. tampak beberapa
transaksi yang terlihad pada buku catatan UD Albirin Asri seperti berikut:
Kuantita Unit
Date Transaksi Jumlah
s Price
01-AprPenjualan 40 4.500180.000
10-Aprpembelian 30 3.100 93.000
10-AprPenjualan 66 4.650302.000
20-Aprpembelian 25 3.200 80.000
30-Aprpembelian 40 3.250130.000
30-AprPenjualan 25 4.875121.875
Rangkuman
Total Pembelian 95 303.000
Total Penjualan 130 604.000
30 kg x Rp 3.100 = Rp 93.000
35 kg x Rp 3.000 = Rp 105.000
--------------- (+)
Total COGS = Rp 198.000
LIFO METHOD
Date/Acc 01-Apr 10-Apr 10-Apr 20-Apr 30-Apr Total
Opening Qty 100 60 60 25 50 50
Balance Rp 300.000180.000180.000 77.500155.000155.000
Qty 30 25 40 95
PurchaseU/Prx 3.100 3.200 3.250
Rp 93.000 80.000130.000303.000
Qty 40 30 35 25 130
Sold
U/Prx 3.000 3.100 3.000 3.200
(COGS)
Rp 120.000 93.000105.000 80.000398.000
Closing Qty 60 60 50 50 65 65
Balance Rp 180.000180.000155.000157.500205.000205.000
Summary :
Opening
100 300.000
Balance
Purchase 95 303.000
Sold (COGS) 130 398.000
Closing
65 205.000
Balance
Notes: Jangan Lupa perhatikan summarynya juga
Kesimpulan:
Dengan Mempergunakan tiap masing masing metode, baik metode rata rata, metode FIFO, Metode
LIFO pada postingan sebelumnya, dengan soal yang sama, hasilnya:
summary-nya saya pindahkan kesini, coba perhatikan pada summary-nya masing masing
Average
FIFO Method LIFO Method
Summary Method
Qty Value Qty Value Qty Value
Opening Balance 100 300.000 100 300.000 100 300.000
Purchase 96 303.000 96 303.000 96 303.000
Sold (COGS) 130 396.565 130 393.000 130 398.000
Closing Balance 65 206.435 65 210.000 65 205.000
Kuantitas HPP sama yakni 135 kg, tetapi value (nilainya) berbeda:
Average : 396.565
FIFO : 393.000
LIFO : 398.000
Closing Balance (Saldo Akhir) Qty sama, yakni 65 kg namun nilainya berbeda - beda:
Average : 206.435
FIFO : 210.000
LIFO : 205.000
Kajian Perpajakan
Akuntansi Perpajakan bisa memainkan HPP, Harga Pokok Penjualan (COGS) bersifat sangat vital
pengaruhnya dalam besaran perhitungan pajak. nilai besar kecilnya PPh yang akan di tanggung
nantinya sangat dipengaruhii oleh besaran HPP.
Dengan angka penjualan yang sama, makin besar harga HPP nya, maka laba yang diperoleh semakin
kecil, dan sudah barang tentu pajak yang harus ditanggung akan makin kecil juga.
Berikut beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan:
Freight, elemen pembentuk HPP, pengakuan biaya ini harus sesuai
Discount dan Retur Pembelian:
Discount atau potongan harga haruslah dihitung dengan semestinya, apabila lupa dalam menghitung
potongan harga, maka akibatnya pembebanan HPP akan jadi lebih tinggi dari yang semestinya. HPP
yang lebih tinggi akan mengakibatkan pajak yang dibayarkan tentu lebih rendah, dan apabila ditjend
pajak tidak mengetahui hal ini, ya bersukurlah, namun apabila ketahuan,makan hal ini menjadi koreksi
ketika pemeriksaan.
HPP yang paling tinggi berikutnya ialah Metode Rata Rata (Average Method), hampir mendekati
metode LIFO, hanya saja, nilai yang diambil adalah nilai tengahnya
Metode FIFO merupakan penggunaan metode yang paling kecil HPP-nya dan juga sekaligus paling
realistis.
Metode apa yang akan anda gunakan? beralih ke metode LIFO?
Apapun metode yang digunakan, ntah itu LIFO, FIFO, Average terserah saja, sepanjang metode itu
diterapkan dengan konsisten.
UD Albirin Asri yang merupkan sebuah toko yang berdagang menjual beras pada tanggal 1 April
mempunyai persediaan sejumlah 1 kwintal (100 kg) beras senilai Rp 300.000. tampak beberapa
transaksi yang terlihat pada buku catatan UD Albirin Asri seperti berikut:
Kuantita Unit
Date Transaksi Jumlah
s Price
01-AprPenjualan 40 4.500180.000
10-Aprpembelian 30 3.100 93.000
10-AprPenjualan 65 4.650302.250
20-Aprpembelian 25 3.200 80.000
30-Aprpembelian 40 3.250130.000
30-AprPenjualan 25 4.875121.875
Dan apabila kita rangkum, maka akan menjadi seperti ini:
Rangkuman
Total Pembelian 95 303.000
Total Penjualan 130 604.125
Permasalahan:
Berapakah Inventory Cost UD Albirin Asri pada akhir periode bulan April ?
Berapakah Nilai Persediaan UD Albirin Asri pada akhir periode bulan April ?
Berapakah Laba Kotor UD Albirin Asri apabila tidak ada biaya overhead ?
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, persediaan tipe seperti ini bisa diukur dengan
menggunakan tiga metode.
Saya akan mencoba untuk menggunakan ketiga metode diatas. untuk kali ini saya akan
menggunakan metode rata rata (average method), untuk metode FIFO dan LIFO akan saya posting
pada postingan berikutnya.
HPP per Unit = [Rp Saldo awal + Rp Pembelian] : [Qty saldo awal + Qty pembelian]
Rp 3.000 x 40 = Rp 120.000
Saldo Akhir :
Rp 300.000 + 0 - 120.000
Rp 180.000
Average Method
Summary
Openin
100 300.000
Balance
Purchase 95 303.000
Sold (COGS) 130 396.565
Closing
65 206.435
Balance
Notes:
Coba Perhatikan rangkuman (summary)
Sold (COGS) adalah sebesar Rp 396.565
Closing Balance (persediaan akhir) adalah sebesar Rp
206.435
Bisa kita UJI menggunakan rumus :
Persediaan Akhir = Persediaan awal + Pembelian - HPP
Persediaan Akhir = Rp 300.000 + 303.000 - 396.565
Persediaan Akhir = Rp 206.435
Pembelian Bersih
pembelian + biaya angkut - retur pembelian - potongan pembelian
Laba Kotor
penjuala bersih - HPP
Laba Bersih
laba kotor - beban beban + pendapatan bunga
Modal Akhir
modal akhir + laba - prive
Penjualan Bersih
penjualan - potongan penjualan - retur penjualan
3/10 , n/30
Kode faktur diatas memiliki arti sebagai berikut :
Bila pembayaran dilakukan dalam waktu kurang dari/tepat 10 hari, maka akan
memperoleh potongan sebesar 3%. Namun, bila pembayaran dilakukan lewat dari
10 hari, maka tidak akan mendapatkan potongan. Dan, faktur berlaku selama
30 hari.
MATERI PAJAK
Tarif PTKP terbaru untuk batas penghasilan bruto PPh Pasal 21 untuk pegawai harian
atau mingguan atau pegawai tidak tetap lainnya adalah Rp 450.000,- per hari.
TARIF PPH 21
Tarif PPh 21 dijelaskan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-32/PJ/2015. Tarif PPh 21 berikut ini berlaku pada Wajib Pajak
yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):
WP dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50 juta adalah 5%
WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta adalah 25%
Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif pph 21 sebesar 20% lebih tinggi dari
mereka yang memiliki NPWP.
Gaji Rp 3.000.000,00
Pengurangan
(261.200,00)
PTKP:
(26.325.000,00)
Pembulatan 6.828.000,00
Keterangan:
Biaya Jabatan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja
sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak.
Contoh di atas berlaku bagi pegawai yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Apabila pegawai yang bersangkutan belum mempunyai NPWP, maka
jumlah PPh 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x Rp
28.452,00 = Rp 34.140,00
Berikut merupakan keterangan yang menjelaskan perincian berbagai elemen yang terdapat di laporan
keuangan PT Corner.
1. Perusahaan mencatat penjualan berdasar prinsip akrual. Atas jumlah tercantum, terdapat nilai
pendapatan sebesar Rp650.000.000,00 atas penjualan merchandise Olimpiade 2012 yang diharapkan
hanya akan terjadi di tahun penyelenggaraan event olahraga tersebut.
2. Retur dan diskon penjualan dicatat ketika serah terima barang telah dilakukan.
3. Inventory merchandise dicatat menggunakan metode FIFO.
4. Salary dan bonus pegawai tetap bidang martketing, sebesar Rp1.250.000.000,00 diberikan dalam
bentuk salary bulanan dan sisanya dalam bentuk bonus tahunan.
5. Atas tunjangan pajak penghasilan, Rp34.500.000,00 diberikan bagi pegawai dengan level supervisor,
sedangkan sisanya diberikan bagi pegawai dengan level manajer dan direktur.
6. Atas biaya pendidikan pegawai bidang marketing, Rp175.000.000,00 diberikan sebagai tunjangan cuti
pengganti salary bulanan.
7. Atas biaya promosi dan iklan, 25% di antaranya diwujudkan melalui sampling produk secara cuma
cuma kepada konsumen akhir.
8. Atas biaya jamuan makan/entertainment, Rp180.000.000 telah dilengkapi daftar nominatif penerima
secara lengkap.
9. Atas biaya telepon, air, dan listrik bidang martketing, meliputi Rp334.250.000,00 untuk biaya air dan
listrik. Seperempat dari biaya telepon dianggarkan dalam bentuk penyediaan pulsa bagi Direktur
martketing, seperempat lain dianggarkan atas pembelian perangkat PDA baru bagi salesperson.
10. Atas biaya depresiasi bidang martketing, meliputi Depresiasi dengan metode garis lurus atas:
a. Handphone direktur, dibeli tahun 2011 dengan nilai tercatat Rp25.000.000, disusutkan selama 5
tahun. Sesuai peraturan pajak termasuk aset kelompok 1.
b. Smartphone bagi salesperson yang berdinas di luar lapangan, dibeli tahun 2009 dan disusutkan
selama 4 tahun dan sesuai peraturan pajak termasuk aset kelompok 1.
c. PDA baru bagi salesperson yang dibeli di akhir Juni tahun 2012, disusutkan dengan masa manfaat 2
tahun, dan sesuai peraturan pajak termasuk aset kelompok 1.
11. Atas biaya bahan bakar dan tol bidang martketing, separuh di antaranya dialokasikan bagi Direktur
martketing.
12. Atas honorarium dan komisi pegawai tidak tetap, termasuk pembayaran senilai Rp786.542.000,00
kepada mantan pegawai yang masih dimanfaatkan jasanya secara lepas.
13. Atas biaya sewa kantor, meliputi pembayaran bagi kurun 30 bulan dan dibayarkan di bulan Januari
2012.
14. Biaya Depresiasi bidang G&A meliputi Depresiasi dengan metode garis lurus atas:
a. Gedung pabrik lama dengan nilai kapitalisasi awal Rp13.850.000.000,00 yang diperoleh tahun 1990
dan disusutkan dengan masa manfaat 25 tahun.
b. Kendaraan niaga bagi keperluan distribusi dengan nilai kapitalisasi awal Rp6.000.000.000,00 yang
diperoleh tahun 2008 dan disusutkan dengan masa manfaat 10 tahun. Peraturan perpajakan
menggolongkan aset ke dalam kelompok 2.
c. Kendaraan dinas bagi Direktur Utama dengan nilai kapitalisasi awal Rp2.400.000.000,00 yang
diperoleh akhir September 2012 dan disusutkan dengan masa manfaat 6 tahun. Peraturan
perpajakan menggolongkan aset ke dalam kelompok 2.
15. Atas royalti, merupakan pembayaran bagi suatu perusahaan di luar negeri. Di dalamnya termasuk
beban PPh 26 yang ditanggung PT Corner.
16. Atas biaya penghapusan piutang, senilai Rp3.763.480.000,00 telah diberitahukan kepada Ditjen
Pajak, namun Rp500.000.000,00 di antara jumlah terlapor tersebut belum didaftarkan ke BUPLN.
17. Atas biaya pemeliharaan kendaraan, Rp10.000.000,00 merupakan biaya pemasangan sistem
keamanan di kendaraan Direktur Utama.
18. Atas biaya bahan bakar dan tol bidang G&A, 15% di antaranya dialokasikan bagi Direktur Utama.
19. Atas biaya riset, 50% di antaranya ditenderkan dan dilaksanakan di luar Indonesia.
20. Atas dividen PT Arjuna, separuhnya berasal dari laba ditahan. PT Corner memiliki proporsi
kepemilikan 35%.
21. Atas dividen PT Sentosa, seluruhnya diberikan dalam bentuk instrumen investasi. PT Corner memiliki
proporsi kepemilikan 15%.
22. Atas dividen dari Japan Co., PT Corner telah mencatatnya secara netto terhadap pajak di luar negeri
dengan tarif 30%.
23. Bunga sebesar 8% p.a. atas deposito PT Corner dibayarkan di akhir tahun. Pokok deposito bernilai
tetap sepanjang tahun.
24. Bunga pinjaman sebesar 12% p.a. dibayarkan di akhir tahun, dengan nilai pokok pinjaman bernilai
tetap sepanjang tahun.
25. Sumbangan diberikan untuk pembangunan panti asuhan rubuh di sekitar perusahaan dan
pengadaan sarana bermain di dalamnya.
26. Biaya lain lain tidak memenuhi ketentuan perpajakan sebagai deductible expense.
27. Kredit pajak yang telah dipotong pihak lain meliputi:
a. PPh 22 dikenakan atas impor senilai DPP PPN Rp19.250.000.000,00. PT Corner memiliki API.
b. PPh 23 telah dipotong pihak lain, senilai Rp481.250.000,00.
c. Angsuran PPh 25 telah dibayar, senilai Rp710.750.000,00.
d. STP PPh 25 senilai Rp401.500.000,00 termasuk denda Rp55.500.000,00.
Pertanyaan:
a. Bagaimanakah rekonsiliasi fiskal ditetapkan atas PT Corner?
b. Berapakah besar PPh terutang dan kredit pajak di periode berjalan?
c. Berapakah pajak kurang (lebih) bayar di periode berjalan?
d. Berapakah angsuran PPh 25 per bulan yang seharusnya dibayarkan di periode mendatang?
Analisis Kasus:
1. Perusahaan mencatat penjualan berdasar prinsip akrual. Atas jumlah tercantum, terdapat
nilai pendapatan sebesar Rp650.000.000,00 atas penjualan merchandise Olimpiade 2012
yang diharapkan hanya akan terjadi di tahun penyelenggaraan event olahraga tersebut.
Analisis:
Pendapatan sebesar Rp650.000.000,00 atas penjualan merchandise Olimpiade 2012 =
taxable income dan pendapatan tidak berkesinambungan, dan akan dikeluarkan dalam
perhitungan angsuran PPh 25 periode mendatang (Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-
537/PJ/2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan
dalam Hal-Hal Tertentu). Tidak ada koreksi.
2. Retur dan diskon penjualan dicatat ketika serah terima barang telah dilakukan.
Analisis:
Retur dan diskon penjualan diakui ketika terjadi realisasi serah terima barang, Tidak ada
koreksi.
3. Inventory merchandise dicatat dengan metode FIFO.
Analisis:
Sesuai UU Pajak Penghasilan Pasal 10 (6), metode perhitungan persediaan dan HPP
menggunakan metode rata-rata atau FIFO. Tidak ada koreksi.
4. Atas salary dan bonus pegawai tetap bidang martketing, Rp1.300.000.000,00 diberikan dalam
bentuk salary bulanan dan sisanya dalam bentuk bonus tahunan.
Analisis:
Deductible expense. Tidak ada koreksi.
5. Atas tunjangan pajak penghasilan, Rp32.500.000,00 diberikan bagi pegawai dengan level
supervisor, sedangkan sisanya diberikan bagi pegawai dengan level manajer dan direktur.
Analisis:
Tunjangan pajak penghasilan yang dibayarkan kepada pegawai, merupakan deductible
expense. Tidak ada koreksi.
Koreksi
Akun Nominal Akuntansi Ref Koreksi Positif Nominal Fiskal
Negatif
Penjualan bruto 72.850.000.000 0 0 72.850.000.000
Retur penjualan (1.975.000.000) 0 0 (1.975.000.000)
Diskon penjualan (976.500.000) 0 0 (976.500.000)
Penjualan netto 69.898.500.000 0 0 69.898.500.000
Harga Pokok
Penjualan
Inventory
merchandise (15.932.500.000) 0 0 (15.932.500.000)
awal
Pembelian
(57.484.500.000) 0 0 (57.484.500.000)
Inventory
Inventory
merchandise 36.857.500.000 0 0 36.857.500.000
akhir
(36.559.500.000) 0 0 (36.559.500.000)
Laba bruto 33.339.000.000 0 0 33.339.000.000
Biaya Marketing
Salary dan bonus
(1.764.000.000) 0 0 (1.764.000.000)
pegawai tetap
Tunjangan pajak
(92.740.000) 0 0 (92.740.000)
penghasilan
Pembagian
(364.835.000) A 364.835.000 0 0
sembako
Pendidikan
(1.086.320.000) 0 0 (1.086.320.000)
pegawai
Promosi dan
(3.776.500.000) 0 0 (3.776.500.000)
iklan
Jamuan makan (284.250.000) B 104.250.000 0 (180.000.000)
Telepon, air, dan
(734.250.000) C 150.000.000 0 (584.250.000)
listrik
Depresiasi (50.625.000) D 14.375.000 0 (36.250.000)
Biaya bahan
(54.320.000) E 13.580.000 0 (40.740.000)
bakar dan tol
Jumlah Biaya
(8.207.840.000) 647.040.000 0 (7.560.800.000)
Marketing
1.
Penjelasan:
2. Atas honorarium dan komisi pegawai tidak tetap, termasuk pembayaran senilai
Rp786.542.000,00 kepada mantan pegawai yang masih dimanfaatkan jasanya secara lepas.
Analisis:
Deductible expense. Tidak ada koreksi.
>>> informasi lainnya dari laporan keuangan:
F. Koreksi Positif PPh 21 Ditanggung Perusahaan.
PPh 21 ditanggung perusahaan, bukan tunjangan PPh 21, merupakan non deductible
expense, sehingga koreksi positif Rp143.400.000.
3. Atas biaya sewa kantor, meliputi pembayaran bagi kurun 30 bulan dan dibayarkan di bulan
Januari 2012. (sudah terealisasi 12 bulan)
Analisis:
G. Koreksi positif atas biaya sewa kantor
= Proporsi Biaya sewa dibayar di muka
= (30 bulan - 12 bulan) / 30 * 1.633.500.000 = Rp980.100.000
4. Biaya Depresiasi bidang G&A meliputi Depresiasi dengan metode garis lurus atas: a. Gedung
pabrik lama dengan nilai kapitalisasi awal Rp13.850.000.000,00 yang diperoleh tahun 1990
dan disusutkan dengan masa manfaat 25 tahun. (Kelompok Bangunan Permanen, 20 tahun,
1990 + 20 = 2010, sudah habis disusutkan di fiskal.)
b. Kendaraan niaga bagi keperluan distribusi dengan nilai kapitalisasi awal
Rp6.000.000.000,00 yang diperoleh tahun 2008 dan disusutkan dengan masa manfaat 10
tahun. Peraturan perpajakan menggolongkan aset ke dalam kelompok 2 (8 tahun, 12,5%).
c. Kendaraan dinas bagi Direktur Utama dengan nilai kapitalisasi awal Rp2.400.000.000,00
yang diperoleh akhir September 2012 dan disusutkan dengan masa manfaat 6 tahun.
Peraturan perpajakan menggolongkan aset ke dalam kelompok 2 (8 tahun, 12,5%).
Analisis:
Gedung pabrik lama tidak disusutkan menurut fiskal, sebab telah melewati batas masa
manfaat fiskal selama 20 tahun.
H. Koreksi positif atas Depresiasi bidang G&A
Depresiasi bidang G&A menurut fiskal
= Depresiasi kendaraan niaga + Depresiasi kendaraan direktur
= 12,5% *6.000.000.000 + 50% * 3/12 * 12,5% * 2.400.000.000
= 750.000.000 + 37.500.000 = 787.500.000
Perhitungan Koreksi:
= Depresiasi menurut akuntansi - Depresiasi menurut fiskal
= 1.254.000.000 - 787.500.000 = Rp466.500.000.
5. Atas royalti, merupakan pembayaran bagi suatu perusahaan di luar negeri. Di dalamnya
termasuk beban PPh 26 yang ditanggung PT Corner. Analisis:
UU PPh Pasal 6 ayat 1 (a), deductible expense: pajak kecuali pajak penghasilan.
I. Koreksi positif atas biaya royalti
Beban PPh 26 yang tidak boleh dibebankan. Nilah PPh 26 yang ditanggung oleh PT Corner:
= 20% / 120% * 660.000.000 = Rp110.000.000
Analisis:
V. Koreksi positif biaya lain-lain, non deductible expense:
Biaya lain-lain, non deductible = Rp742.950.000
Akun Nominal Akuntansi Ref Koreksi Positif Koreksi Negatif Nilai Fiskal
Pendapatan
non operasi
Dividen dari
382.500.000 O 0 (191.250.000) 191.250.000
PT Arjuna
Dividen dari
134.900.000 0 0 134.900.000
PT Sentosa
Sewa mesin 67.400.000 0 0 67.400.000
Bunga
deposito
34.280.000 Q 0 (34.280.000) 0
(setelah
pajak)
Dividen dari 276.500.000 P 118.500.000 0 395.000.000
Japan Co.
Total
pendapatan 895.580.000 118.500.000 (225.530.000) 788.550.000
non operasi
Biaya non
operasi
Dividen bagi
(28.700.000) R 28.700.000 0 0
PT Internal
Dividen bagi
(16.300.000) R 16.300.000 0 0
PT Dewa
Dividen bagi
umum (60.000.000) R 60.000.000 0 0
lainnya
Bunga
(76.275.000) S 64.275.000 0 12.000.000
pinjaman
Sumbangan (764.820.000) T 764.820.000 0 0
Denda pajak (452.300.000) U 452.300.000 0 0
Rugi selisih
(124.890.000) 0 0 (124.890.000)
kurs
Biaya lain -
(742.950.000) V 742.950.000 0 0
lain
Total biaya
(2.266.235.000) 2.129.345.000 0 (136.890.000)
non operasi
Laba
sebelum (892.457.000) 12.419.530.000 (225.530.000) 11.301.543.000
pajak
Perhitungan Pajak LN (PPh 24) Maksimal yang Dapat Dikreditkan:
UU PPh Pasal 24, pasal 2: Besarnya kredit pajak Luar Negeri adalah sebesar pajak penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak
yang terutang berdasarkan UU PPh.
Pajak yang dibayar di luar negeri (dividen dari Japan Co.) 118.500.000
: 0.3/ 0.7 * 276.500.000
Penghasilan Luar Negeri = 276.500.000/ 0.7 395.000.000
Laba Sebelum Pajak 11.301.543.000
= (892.457.000) + 12.419.530.000 + (225.530.000)
Pajak Penghasilan terutang (20%) 2.260.308.600
Tarif 20% berlaku bagi perusahaan yang minimal 40% sahamnya dikuasai
publik dan diperdagangkan di bursa efek, sesuai ketentuan Pasal 17 Ayat 0
(2b).
Batas maksimum Kredit PPh 24 79.000.000
= (395.000.000/ 11.301.543.000) x 2.260.308.600
Kredit PPh 24 79.000.000
Rekonsiliasi Fiskal
Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan semua Wajib Pajak Badan wajib
menyelenggarakan pembukuan, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang diperbolehkan menghitung
penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Berdasarkan Pasal 14
ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh), Wajib Pajak Orang Pribadi yang boleh
menggunakan NPPN adalah yang omzetnya tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam setahun. Jadi
Rekonsiliasi Fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Wajib pajak yang
menyelenggarakan pembukuan pada akhir tahun akan menyusun laporan keuangan. Rekonsiliasi fiskal
dilakukan berdasarkan dari laporan laba rugi komersial yang disusun oleh Wajib Pajak. Laba (rugi)
komersial tersebut dilakukan koreksi fiskal sehingga menghasilkan laba (rugi) fiskal atau sering disebut
penghasilan neto fiskal. Hal-hal yang menyebabkan perbedaan besarnya laba (rugi) komersial dan laba
(rugi) fiskal, antara lain:
- Penghasilan yang bukan objek pajak
- Penghasilan yang sudah dikenakan pajak bersifat final
- Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan untuk tujuan perpajakan
Sedangkan Koreksi Fiskal dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Koreksi Fiskal Positif, yaitu koreksi fiskal yang menambah besarnya penghasilan neto fiskal.
Misalnya, perusahaan memberikan imbalan kepada karyawan dalam bentuk uang dan beras. Dalam
laporan laba rugi, kedua jenis imbalan tersebut boleh dibebankan. Tetapi, untuk tujuan Pajak
Penghasilan, imbalan dalam bentuk beras tidak boleh dibebankan, sehingga jumlah beban tersebut
dikoreksi menjadi lebih kecil dan akibatnya penghasilan neto fiskal menjadi lebih besar.
- Koreksi Fiskal Negatif, yaitu koreksi fiskal yang mengurangi besarnya penghasilan neto fiskal.
Misalnya, dalam laporan laba rugi Wajib Pajak terdapat penghasilan berupa sewa bangunan. Karena
sudah dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final, penghasilan sewa tersebut tidak perlu dimasukkan
dalam menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenakan pajak dengan tarif umum. Akibatnya,
penghasilan neto fiskal menjadi lebih kecil.
Inti Koreksi Fiskal adalah sebagai berikut:
Pengertian Koreksi fiskal adalah :
Koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak
Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan
pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
b. Beda waktu
Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial atau sebaliknya,
tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode
pengakuan.
Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs
Contoh biaya : biaya penyusutan, biaya sewa
PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
Penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen,
kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri adalah
merupakan objek PPh yang bersifat final. Tarif PPh atas penghasilan ini adalah 10% dari jumlah bruto
nilai persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.
PPN
Mengimpor barang elektronik dari amerika seharga US$ 100.000; Asuransi US$
1.000; ongkos angkut ke Makassar US$ 2.000. bea masuk sebesar 10% dari CIF
dan bea masuk tambahan sebesar 4% dari CIF (belum memiliki API dan barang
elektronik tersebut termasuk barang mewah dengan tarif 30%; diasumsikan
kurs pajak terhadap US$ adalah Rp. 7.200.
Pencatatan transaksi pajak bagi yang dipotong / dipungut pajaknya akan ditentukan oleh sifat dari
pajak yang dipotong tersebut, sebagai berikut:
Pertama, pajak yang dipotong bersifat Final, maka pajak yang dipotong / dibayar tersebut
merupakan pelunasan pajak dan dicatat sebagai beban dalam periode berjalan.
Kedua, pajak yang dipotong bersifat Tidak Final / Dapat Dikreditkan, maka pajak yang dipotong /
dibayar tersebut merupakan uang muka PPh dan dicatat sebagai aset (aset lancar).
Berikut beberapa contoh pencatatan transaksi yang berhubungan dengan pajak, saya kelompokkan
berdasarkan jenis pajaknya, sebagai berikut:
1. PPh Pasal 21
Sesuai dengan UU PPh Pasal 21 dan aturan penjelasannya baik dalam PMK maupun PER DJP,
penghasilan yang diterima oleh WP OP sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan wajib
dipotong PPh oleh pemberi penghasilan.
Berikut beberapa contoh pencatatan jurnal transaksi yang berhubungan dengan PPh Pasal 21, sebagai
berikut:
Contoh 1 : Umum
PT. Maju Makmur Mandiri melakukan pembayaran gaji pegawai tetap bulan September 2015 pada
tanggal 25 sebesar Rp. 650 juta. Dari Jumlah tersebut perusahaan memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp.
45 juta. PT. Maju Makmur Mandiri kemudian melakukan setoran PPh Pasal 21 Masa September 2015
pada tanggal 10 Oktober 2015.
Jurnalnya:
Jurnalnya:
Ket:
1. Coba perhatikan jurnal pembayaran gaji dan pemotongan PPh pasal 21 yang ini dengan contoh
pertama di atas, analisa perbedaannya.
2. Beban PPh pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan ini, sesuai dengan ketentuan perpajakan
pada akhir periode oleh perusahaan (PT. Maju Makmur Mandiri) harus dikoreksi fiskal / tidak bisa
dibebankan sebagai biaya perusahaan (Non Deductable Expense), karena PPh pasal 21 karyawan
yang ditanggung perusahaan dianggap sebagai pemberian dalam bentuk kenikmatan (benefit in
kind) atau natura.
#Cara Menghitung
Langkah pertama tentukan dulu DPP PPN dan PPh psl 23.
DPPnya kebetulan sama, jadi, sekali tepuk dapat 2.
2.200.000 = H + PPN
2.200.000 = H + 10% H
2.200.000 = 110% H
H = 2.200.000/110%
H = 2.000.000
PPh 23 = 2% x 2.000.000
PPh 23 = 40.000