Makalah Parpol

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah Penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas


segala rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, yang telah
memberikan Penulis kesehatan dan kekuatan sehingga dapat
menyelesaikan makalah sebagai salah satu tugas mata kuliah Hukum Tata
Negara.

Shalawat dan salam tidak lupa Penulis ucapkan kepada Rasulullah


Muhammad SAW, Nabi termulia yang telah menunjukkan jalan
keselamatan dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Semoga Allah SWT
menjadikan keluarga dan para sahabat beliau yang senantiasa menjaga
amanah sebagai umat pilihan dan ahli surga.

Melalui kesempatan ini juga, Penulis ingin menghaturkan rasa


terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Ibu Hj. Sri Santi, SH., MH.
Selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah Hukum Tata Negara serta pihak-
pihak yang sangat berjasa selama proses penulisan makalah ini.

Penulis berusaha semaksimal mungkin agar penyajian Makalah ini dapat


digunakan untuk memperluas wawasan pembaca tentang Peran dan
Fungsi Partai Politik Dalam rangka penguatan demokrasi. Penulis
menyajikan Makalah ini berdasarkan dari berbagai sumber buku dan
media informasi.

Di dalam Makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu,


segala kritik dan saran yang bersifat perbaikan dari Dosen pengajar dan
teman-teman sekalian akan kami terima dengan senang hati.

Bandung, 10 April 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 6
C. Tujuan......................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7
A. Pengertian Partai Politik..................................................................... 7
B. Badan Hukum Partai Politik.............................................................. 13
C. Fungsi Partai Politik dan Negara Hukum........................................ 14
D. Sejarah Partai Politik.......................................................................... 18

BAB V PENUTUP 58
A. Kesimpulan 58
B. Saran 59

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam ilmu hukum sudah menjadi pemahaman bahwa suatu

Negara dapat di sebut demokratis apabila terdapat partai-partai politik,

sebab dengan kehadiran partai politik berarti adanya pengakuan

penguasa akan hak warga Negara untuk berbeda pendapat. Bahkan partai

politik sekarang ini sangat dibutuhkan eksistensinya sebab partai politik di

artikan sebagai organisasi yang berfungsi sebagai penggandeng antara

rakyat dan badan badan pemerintah yang pada akhirnya melaksanakan

kehendak atau mengontrol pelaksanaan kehendak rakyat sebagai mana di

wujudkan dalam hukum dan kebijakan.

Stabilitas sistem politik yang berkembang sangat tergantung atas

kekokohan partai politik yang dimiliki. Partai politik, sebaiknya hanya dapat

menjadi kuat sejauh ia mampu melembagakan dukungan massa. Untuk itu

keberadaan suatu partai politik dalam suatu sistem politik akan dapat

berjalan dengan baik apabila di berikan ruang yang memadai. Namun

yang menjadi titik perhatian disini adalah untuk dapat berkompetisi secara

fair, partai politik membutuhkan ruang yang memungkinkan berkembang

sejalan dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan hak-hak politiknya

dalam kehidupan bernegara.

1
Oleh karena itu, sistem kepartaian yang baik sangat menentukan

bekerjanya sistem ketatanegaraan berdasarkan prinsip checks and

balances dalam arti yang luas. Sebaliknya, efektif bekerjanya fungsi-

fungsi kelembagaan negara itu sesuai prinsip checks and balances

berdasarkan konstitusi juga sangat menentukan kualitas sistem kepartaian

dan mekanisme demokrasi yang dikembangkan di suatu negara. Semua

ini tentu berkaitan erat dengan dinamika pertumbuhan tradisi dan kultur

berpikir bebas dalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi berpikir atau

kebebasan berpikir itu pada gilirannya mempengaruhi tumbuh-

berkembangnya prinsip-prinsip kemerdekaan berserikat dan berkumpul

dalam dinamika kehidupan masyarakat demokratis yang bersangkutan.

Tentu saja, partai politik adalah merupakan salah satu saja dari

bentuk pelembagaan sebagai wujud ekspresi ide-ide, pikiran-pikiran,

pandangan, dan keyakinan bebas dalam masyarakat demokratis. Di

samping partai politik, bentuk ekspresi lainnya terjelma juga dalam wujud

kebebasan pers, kebebasan berkumpul, ataupun kebebasan berserikat

melalui organisasi-organisasi non-partai politik seperti lembaga swadaya

masyarakat (LSM), organisasi-organisasi kemasyarakatan (Ormas),

organisasi non pemerintah (NGOs), dan lain sebagainya.

Adapun ciri-ciri partai politik yang mampu menciptakan sistem

politik yang demokratis, efektif sekaligus stabil adalah antara lain sebagai

berikut: Pertama, melalui proses Pemilu yang luber; Kedua, bersifat bebas

dari kekuatan-kekuatan lain khususnya penguasa pribadi, birokrat,

2
maupun militer; Ketiga, berakar dan mendapat dukungan luas dari

masyarakat dan Keempat, mengandalkan kepemimpinan dari bawah.

Meskipun demikian, prasyarat-prasyarat tersebut di atas tidak dapat

dijadikan patokan dalam melihat kepartaian pada masa Orde Baru. Seperti

yang diketahui bersama, partai-partai hasil fusi dibawah Orde Baru adalah

partai-partai yang sudah kehilangan kewibawaan atau kepercayaan

sebagai partai. Hal ini di akibatkan oleh introduksi kebijakan depolitisasi,

deparpolisasi dan deideologisasi yang sangat intensif sejak awal Orde

Baru, dimana partai-partai bukan lagi perpanjangan kepentingan dan

aspirasi masyarakat. Namun Negara telah menjadi satu-satunya sumber

rujukan dan legitimasi bagi partai politik.

Dewasa ini dalam sistem ketatanegaraan Indonesia telah

dibentuk suatu lembaga Negara yang di namakan Mahkamah Konstitusi.

Dalam UUD 1945 yang telah di amandemen sebanyak 4 (empat) kali

menjelaskan bahwa salah satu kewenangan dari Mahkamah Konstitusi

yang dibentuk tersebut adalah memutuskan pembubaran partai politik.

Partai politik di bentuk oleh masyarakat sebagai bentuk jaminan

kebebasan yang di atur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang

berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarakan pendapat.

Oleh karena itu, mendirikan dan menjadi anggota yang secara

universal diakui merupakan hal yang utama dalam demokrasi yaitu

adanya jaminan dalam konstitusi terhadap hak-hak asasi bagi setiap

3
orang. Pembentukan partai partai politik baru pun bermunculan setelah

terjadinya reformasi yang memberikan kebebasan berpolitik sejak tahun

1998 kepada setiap warga Negara Indonesia dalam menuju pemilihan

umum tahun 1999. Hal ini terbukti dengan hadirnya 48 partai politik yang

mana 45 diantaranya adalah partai-partai politik yang baru.

Pada tahun 2004 Indonesia kembali melakukan pemilihan presiden

yang dilakukan secara lansung untuk pertama kalinya semenjak merdeka

tahun 1945. Pada pemilihan umum tahun 2004 ini, jumlah partai politik

yang ikiut berpartipasi hanya berjumlah 24 saja. Jumlah ini setengah dari

jumlah partai yang ikut pada pemilihan umum pada tahun 1999. Hal ini

menunjukan bahwa sebagian partai politik yang ikut kembali dalam

pemilihan umum tersebut telah bubar dan/atau menggabungkan diri

dengan partai lain. Partai politik yang bubar kemudian menggabungkan

diri dengan partai politik lain yang memiliki persamaan ideologi, visi, dan

misi agar dapat mengikuti pemilihan umum berikutnya kembali. Namun,

terdapat pula partai politik lain yang bubar yang disebabkan adanya

masalah interen dalam partai politiknya sehingga dengan sendirinya partai

politik tersebut membubarkan diri. Adapun partai politik yang hanya

merubah nama, lambang, dan tanda lambang partai politiknya, sehingga

tidak perlu lagi menggabungkan diri lagi dengan partai politik lainnya untuk

dapat mengikuti pemilihan umum berikutnya jika jumlah suaranya dalam

pemilihan umum sebelumnya tidak terpenuhi.

4
Telah dijelaskan diatas bahwa partai politik merupakan hal yang

utama dalam demokrasi sehingga sering dikatakan bahwa partai politik

merupakan pilar demokrasi. Makna pilar yang dimaksud haruslah kokoh.

Artinya dalam menciptakan Negara demokrasi yang kuat dan kokoh maka

harus di tunjang dengan partai politik yang berkualitas. Maka jika hal ini di

harapkan maka partai politik tidak boleh banyak jumlahnya. Oleh karena

itu, dalam menuju pemilihan umum jangan melihat dari kuantitas partai

politik yang ikut dalam pemilihan umum tersebut sebagai perwujudan

kebebasan berserikat, namun, harus juga melihat kualitas partai politik

yang ikut dalam pemilihan umum itu.

Pembatasan yang dilakukan atas jumlah partai politik yang akan

ikut dalam pemilihan umum bertujuan mencegah adanya ajang

aktualisasi diri bagi pendiri partai politik itu. Jika hal ini terjadi maka partai

politik hanya di jadikan alat saja untuk mendongkrak popularitas pendiri

partai itu.

Namun, pembatasan jumlah partai politik tidak boleh juga di

lakukan dengan menggunakan perangkat hukum secara sengaja. Hal ini

dapat diartikan, membatasi dan mengurangi kemerdekaan dan kebebasan

berserikat itu sendiri yang telah diatur dalan UUD 1945. Oleh karena itu,

harus ada aturan yang jelas dalam tatacara pembentukan dan

pembubaran partai politik yang adil antara pribadi pendiri partai politik

dalam hal ini warga Negara Indonesia dan pemerintah sebagai penguasa.

Berdasarkan uraian yang telah di uraikan sebelumnya, maka penulis


tertarik untuk memilih judul Fungsi dan Peran Partai Politik Dalam
Rangka Menguatkan Pelaksanaan Demokrasi.

5
B. Rumusan Masalah

Agar diperoleh suatu penggambaran serta untuk mencegah

timbulanya penafsiran yang berbeda, maka perlu untuk menentukan

rumusan masalah sebagai dasar untuk menghindari luasnya pembahasan.

Berkenaan dengan hal tersebut, penulis berupaya membatasi masalah

yang di teliti seperti yang tertuang dalam rumusan masalah berikut ini :

1. Definisi Partai Politik, Peran dan Fungsi Partai Politik

2. Bagaimanakah syarat-syarat pendirian partai politik

berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai

Politik?

3. Bagaimana peran dan fungsi partai politik dalam rangka

penguatan Demokrasi. ?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Hukum Tata

Negara.

2. Untuk mengetahui definisi, peran dan fungsi partai politik

menurut undang undang yang berlaku di Indonesia .

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. PARTAI POLITIK

1. Pengertian Partai Politik

Partai politik terdiri dari 2 (dua) kata yaitu partai dan politik.

Partai sendiri bersal dari bahasa latin yaitu partie yang bermakna

membagi. Sedangkan politik berasal dari bahasa Inggris yaitu politics

yang artinya bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem Negara

yang menyangkut yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan

dari sestem itu dan melaksanakan tujuan itu. Sehingga partai politik

dapat berarti organisasi yang mempunyai basis ideologi yang jelas,

dimana setiap anggotanya mempunyai pandangan yang sama dan

bertujuan untuk merebut kekuasaan atau mempengaruhi kebijakan

Negara baik secara lansung maupun tidak lansung serta ikut pada

sebuah meknisme pemilihan umum untuk bersaing secara kompetitif

guna mendapatkan dukungan rakyat.

Ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2011 tentang

Partai Politik berbunyi:

Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan

dibentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara sukarela atas

kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela

kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta

memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945

7
Pengertian partai politik telah banyak dikemukakan oleh para ahli

dengan melihat partai politik dari sudut teori dan praktek di setiap Negara.

Walaupun terjadi perbedaan dalam pendefenisian tentang partai politik

tersebut, namun tujuan yang ingin dicapai oleh partai politik tersebut

tetaplah sama yaitu kekuasaan. Menurut Mariam Budiarjo (1977: 160-161)

partai politik merupakan:

Suatau kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya


mempunyai orentasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan
kelompok ini ialah memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kekuasaan politik (biasanya) dengan cara konstutionil- untuk
melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.

Menurut Carl J. Friedrich (Mariam Budiarjo, 1977: 161), partai

politik adalah:

Sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan


merebut atau mempertahankanpenguasaan tehadap pemerintah
bagi pimpinan partainya dan, berdasarkan pengausaan ini
memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat
idiil maupun materiil. (A political party is a group of human beings,
stably organized with the objektif of securing or maitaning for its
leaders the control of a government, with the further objektif of
giving to members of the party, through such control ideal and
material benefits and advantages).

Sedangkan R.H. Soltau (Miriam Budiarjo,1977:161), juga

mendefenisikan bahwa partai politik adalah :

Sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang


bertindak sebagai satu kesatuan politik yang memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih, bertujan menguasai pemerintahan
dan melaksanakan kebijakan umum mereka. ( A group of citizens
more or les organized, who act as political unit and who, by the use
of their voting power, aim to control the government and carry out
their general policies).

8
Defenisi partai politik juga di kemukakan oleh, Sigmund Neumann

(Mariam Budiarjo, 1977: 162) yaitu :

Partai politik adalah dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk


menguasai kekuasaan pemerintah serta merebut dukungan rakyat
atas dasar persaingan dengan satu golongan-golongan atau
golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda. (A
political party is the articulate organisatioan of societys active
political agents, those who are concerned with the control of the
govermenral power and who compete for popular support with
another group or groups holding divergent views).

Selanjutnya Mariam Budiarjo (1977: 162) juga menjelaskan antara

lain bahwa terdapat perbedaan antara partai politik dengan gerakan

(movement) dan kelompoak penekan (interest group). Gerakan diartikan

sebagai kelompok atau golongan yang ingin melakukan perubahan-

perubahan pada lembaga-lembaga politik atau kadang-kadang

berkehendak menciptakan suatu tata masyarakat yang baru sama sekali

dengan cara memakai cara-cara politik. Sedangkan kelompok

kepentingan atau kelompok penekan merupakakn kelompok yang

bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu kepentingan dan

mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan

yang menguntukan atau menghindari keputusan yang merugikan. Lebih

lanjut Mariam Budiarjo menjelaskan bahwa partai politik memiliki tujuan

yang lebih luas dan berusaha menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan

perwakilan rakyat.

Selain defenisi di atas, Jimli Assiddiqie (2005:23) mendefenisikan

bahwa Partai Politik adalah satu bentuk pelembagaan sebagai wujud

ekspresi ide-ide, pikiran-pikiran dan keyakinan bebas dalam masyarakat

demokratis.
9

Kemudian Jimli Assiddiqie (2005:69) menambahkan bahwa partai

politik merupakan asosiasi warga Negara yang karena itu partai politik

dapat berstatus sebagai badan hukum (rechtpersoon). Sehingga partai

politik tesebut tidak dapat beranggotakan dari badan hukum yang lain.

Oleh karena itu, yang dapat menjadi anggota partai politik tersebut adalah

perorangan warga Negara sebagai natuurlijke persoons (subjek hukum).

Sedangkan menurut Huszar dan Stevenson (Sukarna,1990:80)

mendefenisikan :

Partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisir serta


berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar supaya dapat
melaksanakan program-programnya dan menempatkan /
mendudukan anggota-anggotanya dalam jabatan pemerintahan.

Selanjutnya Huzhar dan Stevenson (Sukarna 1990:89)

menjelaskan bahwa antara lain bahwa partai politik berusaha untuk

memperoleh kekuasaan dengan dua cara yaitu dengan ikut serta dalam

pemilihan yang sah, dengan tujuan pada saat pemilihan umum

memperoleh suara mayoritas dalam badan legislatif, atau mungkin bekerja

dengan cara tidak sah atau secara subversive untuk memperoleh

kekuasaan tertinggi dalam Negara yaitu dengan cara revolusi (coup

detat).

E.M Sait (Sukarna 1990:89), juga menyebutkan antara lain

bahwa :Partai Politik dapat dirumuskan sebagai satu kelompok orang

yang trorganisir serta berusaha untuk mengendalikan kebijakan

pemerintah maupun pegawai negeri.

Dalam literatur ilmu politik Lapalombara dan Myron Winer (Ramlan

Siurbakti, 1992:113) melihat antara lain partai politik sebagai organisasi

untuk mengekspresikan kepentingan ekonomi dan mengatur konflik. Partai


10

politik dilihat sebagai organisasi yang mempunyai kegiatan yang

berkesinambungan serta secara organisatoris memiliki cabang mulai dari

tingkat pusat sampai daerah.

Secara umum partai politik antara lain adalah suatu kelompok yang

terorganisir yang anggotanya memiliki orentasi, nilai-nilai dan cita-cita

yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh kadudukan politik

dan kekuasaan politik (biasanya dengan cara konstitusional) untuk

melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (Mochtar Masoed dan Colin

Mc Andrews, 1986:16).

Partai politik merupakan suatu keharusan dalam kehidupan

berpolitik yang modern dan demokratis. Partai politik secara ideal

dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi masyarakat, mewakili

kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang

saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan secara

abash (legitimate) dan damai (Ichlasul Amal, 1998:xi).

Mark N. Hangopian (Ichlasul Amal, 1998:xi) menjelsakan antara lain

bahwa partai politik adalah suatu organisasi yang di bentuk untuk

mempengaruhi bentuk dan karakter kabijakan publik dalam kerangka

prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek

kekuasaan secara lansung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.

Dalam Ensikopedi Politik Pembangunan Pancasila ( Jilid IV:76),

parati politik adalah sekelompok warga Negara yang berkehendang untuk

mencapai tujuan-tujuan politik tertentu dalam rangka di tetapkan oleh

konstitusi. Setiap partai politik adalah suatu organisasi perjuangan politik

11
yang berusaha agar kemauan politiknya dilaksanakan, karena ini hanya

mungkin dilakukan dengan kekuasaan, maka partai mencari kekuasaan,

membentuk dan menggunakan kekuasaan bukan tujuan melainkan sarana

untuk mewujudkan kesejahtraan bersama menurut pandanagn partai

tersebut dalam konstitusi. Suatu kelompok dikatakan sah atau berhak

disebut Partai Politik apabila tidak menggunakan pribadi atau golongan.

Partai yang demokratis selalu mengakui hak-hak partai lain.

Berdasarkan tersebut defenisi diatas walaupun sepintas tampak

berbeda antara satu dengan yang lainnya namun secara umum partai

politik dapat diartikan sebagai kelompok orang dalam suatu usaha

bersama untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dan biasanya melaui

suatu mekanisme politik yang di sebut Pemilu.

Hal tersebutlah yang membedakan antara partai politik dengan

kelompok kepentingan lainya. Partai politik selalu memperjuangkan suatu

kepentingan dalam skala yang luas melalui mekanisme Pemilu,

sedangkan kelompok penekang atau kelompok kepentingan hanya

mengejar kepentingan-kepentingan sesaat dalam ruang lingkup yang lebih

kecil serta tidak melalui pemilu.

Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa partai

politik adalah organisasi yang berusaha menghimpun kekuatannya dari

dukungan rakyat pemilih dan berusaha mendudukkan atau menempelkan

terutama pada lembaga perwakilan rakyat.

12
B. Badan Hukum Partai Politik

Menurut Molengraaff (Jimly Asshiddiqie, 2005:71) badan hukum

pada hakekatnya merupakan hak dan kewajiban dari para anggotanya

secara bersama-sama , dan didalamnya terdapat harta kekeyaan bersama

yang tidak dapat dibagi-bagi.

Selanjutnya dijelaskan antara lain bahwa setiap anggota tidak

hanya menjadi pemilik sebagai pribadi untuk masing-masing bagianya

dalam suatu kesatuan yang tidak dapat dibagi itu,tetapi juaga sebagai

pemilik bersama untuk keseluruhan harta kekayaan, sehingga setiap

pribadi anggota adalah pemilik kekayaan yang terorganisasikan dalam

badan hukum itu.

Adapun teori yang dikemukakan oleh A. Brinz dan F.J Van der

Heyden (Jimly Asshiddiqie, 2005:71) dengan teori zweck vermogen

(doelvermogens theorie) yang menerangkan bahwa badan hukum

merupakan badan yang mempunyai hak atas kekayaan tertentu yang tidak

dimiliki oleh setiap subjek manusia manapun yang dibentuk untuk tujuan

melayani kepentingan tertentuan. Adanya tujuan itulah menentukan bahwa

harta kekayaan di maksud sah untuk diorganisasikan menjadi badan

hukum.

Berdasarkan teori van het ambtellijke vermorgen yang di jelskan

oleh Holder dan Binder (Jimly Asshiddiqie, 2005:70-71), maka badan

hukum adalah badan yang mempunyai harta yang berdiri sendiri yang

13
C. Fungsi Partai Politik dan Negara Hukum

Dalam sebuah Negara hukum seperti Indonesia fungsi partai politik

diatur secara tegas dalam Pasal 11 Bab V UU No.2 Tahun 2011 tentang

Partai Politik. Adapun fungsi partai politik tersebut yaitu :

a. Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas

agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan

kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara;

b. Penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai pelekat

persatuan dan kesatuan bangsa untuk mensejahtrakan

masyarakat ;

c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik

masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan

menetapkan kebijakan Negara;

d. Partisipasi politik warga Negara;

e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik

melalui mekanisme demokrasi dalam memperhatikan

kesejahtraan dan

keadilan gender.

Fungsi lain partai politik dalam Negara demokrasi yaitu:

1. Partai Sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Dalam ilmu politik, sosialisasi politik diartikan sebagai melalui mana

seseorang memperoleh pemahaman sikap serta orentasi terhadap

fenomena politik yang terjadi dimana ia berasal. Proses ini biasanya

berjalan secara berangsur-angsur mulai dari masa kanak-kanak hingga

dewasa.
14

Sosialaisasi politik dapat juga bermakna melaui mana masyarakat

menyampaikan norma-norma atau nilai-nilai dari satu generasi ke

generasi berikutnya.

Pada partai politik, peran sebagai salah satu alat asosiasi politik

dijalankan dengan melalui ceramah-ceramah, kursus-kursus, ataupun

penataran-penataran bagi pengikut atau kader dari prtai politik tertentu.

2. Partai Sebagai Sarana Rekrutmen Politik.


Rekrutmen politik adalah proses mencari atau mengajak seorang yang

turut aktif dalam kegiatan politik dan menjadi anggota politik. Dalam hal ini

partai politik turut memperluas partisipasi politik masyarakat dengan

mengajak seorang yang dianggap berbakat dan memiliki kecakapan

dalam bidang politik untuk menjadi anggota partai politik untuk selanjutnya

dikader oleh partai dengan harapan dapat berprestasi dalam bidang politik

serta mampu mengisi jabatan-jabatan dan sebagai pengurus partai.

Biasanya pola rekrutmen politik dijalankan oleh sebuah partai politik

melalui kontrak pribadi, pendaftaran anggota secara resmi dan lain

sebagainya,

3. Partai Sebagai Sarana Komunikasi Politik

Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan rupa /


masalah agar menjadi kesimpangsiurkan aspirasi dalam masyarakat
selanjutnya mengatur sedemikian rupa agar kesimpangsiuran pendapat
dalam masyarakat dapat berkurang. Dalam masyarakat yang modern dan
begitu luas, pendapat seseorang atau sekelompok orang yang
beranekaragam yang disebabkan banyaknya kepentingan yang ada
didalamnya. Oleh karena itu partai politik berfungsi untuk menampung dan
menggabungkan bebbagai pendapat dan aspirasi tersebut menjadi suatu
kebijakan umum. Proses penggabungan ini disebut Penggabungan
Kepentingan (interest aggregation).
15

Setelah menggabungkan kepentingan oleh partai politik dirumuskan

menjadi sebuah kebijakan umum. Hasil rumusan ini selanjutnya

dimasukkan dalam program partai untuk diperjuangkan dan di sampaikan

kepeda pemerintah agar dijadikan sebagai kebijakan umum (public

policy).

4 . Partai Politik sebagai Sarana untuk Mengkritik Rezim yang


Berkuasa.

Fungsi ini pada umumnya dilakukan oleh partai politik yang tidak

masuk dalam struktur kekuasaan akibat dari kekalahannya dalam pemilu.

Oleh karena itu, partai-partai yang kalah tersebut biasanya berlakon dalam

stu wadah untuk berlakon sebagai oposisi. Partai oposisi ini, pada

umumnya mengkritik penguasa atas berbagai kebijakannya yang

dianggap merugikan kepentingan umum dan juga menarik simpati dari

massa pemilih untuk pemilihan berikutnya.

5 Partai sebagai Sarana Pengatur Konflik.

Dalam suatu masyarakat yang demokratis, parsaingan dan


perbedaan pendapat merupakan hal yang sangat wajar. Jika samapai
terjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya. Konflik yang
dimaksud disini adalah dalam arti yang luas, mulai dari perbedaan
pendapat sampai pada pertikaian fisik antara individu atau kelompok
dalam masyarakat.
Akan tetapi, tentu suatau sistem politik hanya akan mentolelir
konflik yang tidak meghancurkan dirinya sehingga permasalahannya
bukan menghilangkan konflik itu melainkan mengendalikan konflik melaui
lembaga demokratis untuk mendapatkan penyelesaian dalam bentuk
keputusan politik.

Partai politik sebagai salah satu lembaga demokratis berfungsi untuk


mengendalikan konflik melalui cara dialog dalam pihak-pihak yang
berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan
16
kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik membawa persoalan ke

Badan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa

keputusan politik , diperlukan kesediaan berkompromi antar wakil rakyat

yang berasal dari partai-partai politik (Mariam Budiardjo, 1998:163-164,

Ramlan Surbakti, 1992:120)

Sukarna (1990,90-91) menjelaskan beberapa fungsi partai politik

yang lainnya yaitu meliputi partai politik sebagi:

1. Pendidikan politik (political education).


2. Sosialisasi politik (political socialization)
3. Pemilihan pemimpi-pemimpin politik (political selection).
4. Pemaduan pemikiran-pemikiran politik (political aggegtion).
5. Memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat ( interest
articulation).
6. Melakukan tata hubungan politik (political communication).
7. Mengkritik rezime yang memerintah (criticism of regime).
8. Membina opini masyarakat (stimulating public opinion).
9. Mengusulkan calon (proposing candidates)
10. Mnemilih pejabat-pejabat yang akan di angkat (choosing
appointive officer)
11. Bertanggung jawab atas pemerintahan (responsibility
forgoverment).
12. Menyelesaikan perselisihan (conflict manajement).
13. Mempersatukan pemerintahan (unifying the government)

17
D. Sejarah Partai Politik
Awalnya, Partai Politik lahir di negara-negara di Eropa Barat

karena munculnya gagasan bahwa rakyat seharusnya ikut berperan

dan menentukan dalam proses politik, sehingga kekuasaan

pemerintah di dunia politik tidak terlalu dominan dan tidak

mementingkan kepentingan rakyat. Intinya, pada saat itu, rakyat

menginginkan agar aspirasi rakyat lebih di dengar.


Selanjutnya, karena pengaruh globalisasi, akhirnya

Indonesia pun juga mendirikan Partai Politik. Sejarah partai politik

di Indonesia terbagi dalam 3 periode, yaitu:

Masa penjajahan Belanda


Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai

politik di Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai

menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua

organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan

Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama dan

sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut

memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia

merdeka.
Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan

menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi

bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat , gerakan ini

oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun


18

1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi

Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB

(Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan


Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan

Muhammad Yamin.
Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan

gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan

perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat

Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia)

yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran

nasional, MIAI yang merupakan gabungan partai-partai yang

beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis

Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.


Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa

fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan

Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep.

Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan

gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam

dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia

(K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI),

Majelisul Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat

Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan

partai politik - partai politik yang pertama kali terbentuk

di Indonesia.

19
Masa pendudukan Jepang

Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya

golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Partai

Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Partai Masyumi), yang lebih

banyak bergerak di bidang sosial.


Masa pasca proklamasi kemerdekaan
Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka

kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga

bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita

kembali kepada pola sistem banyak partai.


Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu :

Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini

sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai

politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan

bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai

ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat

melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh

bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai

akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik pula.

Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959,

yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin.


Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik

mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat

kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM


20

(Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan

PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI

memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30

S/PKI akhir September 1965).


Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-

partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan msa

Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah

munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya


(Golkar). Pada pemilihan umum thun 1971, Golkar munculsebagai

pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi

(Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.


Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi

partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai

Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu

Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen

Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan

Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai

Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3

organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga

pada pemilu 1997.


Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang

ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan

sistem multi partai kembali terjadi di Indonesia. Dan terus berlanjut

hingga pemilu 2014 nanti.


21
Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai

sehingga terbentuk banyak sekali Partai Politik. Memasuki masa

Orde Baru (1965 - 1998), Partai Politik di Indonesia hanya

berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan

Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi,

Indonesia kembali menganut sistem multi partai.


Pada 2012, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melakukan

revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik.

E. Sistem Kepartaian di Indonesia

Berikut ini adalah sistem kepartaian di Indonesia:


1 Monopartai
Di negara yang menganut sistem ini, hanya ada satu partai

dalam suatu negara. Biasanya terdapat di negara

komunis/otoriter.
Contoh: Kuba, China, Korea Selatan
2 Dwipartai
Di negara yang menganut sistem ini, ada 2 partai dalam

suatu negara
Contoh: Amerika

Pemerintah
Republik Oposisi
Demokrat
22
3 Multipartai
Ada banyak partai politik dalam satu negara. Biasanya

terdapat di negara-negara yang baru paham tentang

Demokrasi, di negara Berkembang.


Contoh: Indonesia
Indonesia memiliki banyak partai politik, di Pemilu 2014, ada

15 partai politik yang ikut serta. Terdiri adari 13 Partai Politik

Nasional dan 2 Partai Daerah


23
F. Klasifikasi/Macam Partai Politik di Indonesia
Pembagian macam partai politik di Indonesia:
1. Berdasarkan dasar pembentuk
1 Partai asas
Partai asas adalah partai yang dibentuk atas dasar

figur/tokoh. Kelemahan dari partai ini adalah, kita

figur/tokoh hilang, maka partai tersebut pun akan

hilang pula dari peredaran.


Contoh: Partai sebelum PDIP
2 Partai ideologi
Partai yang terbentuk atas dasar kesamaan ideologi

(militansi), keterikatannya kuat.


Ada 2 ideologi:
Nasionalis
Contoh: Demokrat, PDIP, Golkar, Partai

Nasdem, PAN, dll.

Agama
Contoh: Masyumi, Nadhatul Ulama, Partai Bulan

Bintang, PKS, PPP, dll.


3 Pantai Kepentingan
Yaitu apabila adanya kesamaan kepentingan/tujuan.

Kelemahan dari partai ini, bila kepentingan/goal sudah


tercapai, maka partai tersebut dengan mudahnya akan

bubar.
24
2. Berdasarkan sikap anggota partai
a. Radikal
Yaitu Partai Politik yang ingin melakukan perubahan

secara total, cepat, mendasar, dan menyeluruh

terhadap sistem politik.


Contoh: Partai Komunis Indonesia (PKI)
b. Progresif
Partai Progresif adalah partai politik yang ingin

mencanangkan perubahan namun secara perlahan,

dan tidak menyeluruh. Contohnya adalah saat masa

reformasi.

c. Konservatif
Partai politik yang tidak ingin melakukan perubahan,

sudah merasa nyaman dengan sistem politik yang

ada.
d. Status Quo
Partai politik yang juga tidak ingin melakukan

perubahan, alasannya karena sudah merasa nyaman

dengan Penguasa.
e. Reaksioner
Yaitu partai politik yang ingin melakukan perubahan,

tapi dengan cara kembali ke sistem politik yang ada di

masa lalu.

25
3. Berdasarkan fungsi
a. Kader
Yaitu partai politik yang merekrut anggota politik

berdasarkan kualitas, untuk jangka panjang.


Contoh: Partai Demokrat, Partai Nasdem, dll.
b. Massa
Yaitu partai politik yang merekrut anggotanya

dengan melihat segi kuantitas.


G. Syarat - syarat pembentukan partai politik menurut Undang

Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

Partai politik merupakan sarana bagi warga Negara untuk turut

serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolahan Negara. Dewasa ini

partai politik sudah sangat akrab di lingkungan kita sebagai lembaga

politik, partai bukan seuatu yang dengan sendirinya ada. Kelahirannya

mempunyai sejarah cukup panjang meskipun juga belum cukup tua. Bias

dikatakan partai politik merupakan organisasi yang baru dalam kehidupan

manusia, jauh lebih muda dibandingkan dengan organisasi Negara. Dan ia

baru ada di Negara modern

Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan

bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat

Indonesia yang dinamis dan sedang berubah. Jika kapasitas dan kinerja

partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini akan berpengaruh besar

terhadap peningkatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem politik. Oleh

karena itu, peran partai politik perlu ditingkatkan kapasitas, kualitas, dan

kinerjanya agar dapat mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat dan

meningkatkan kualitas demokrasi.

26

Dalam menyongsong pemilihan umum, banyak partai-partai politik

baru bermunculan. Hal ini tampak dari banyaknya partai politik yang

mendaftarkan diri untuk mengikuti pemilu 1999 yang mencapai 141 partai

politik. Sedangkan dalam pemilihan umum 2004 jumlah partai yang

mendaftar di Departemen Hukum dan Ham menjadi 209 partai politik. Hal

ini menunjukan para tokoh di Negara kita begitu bersemangat mendirikan

partai politik. Sehingga pada akhirnya partai politik berjumlah ratusan


Banyaknya jumlah partai politik yang mendaftarkan diri sebagai

partai politik disebabkan oleh syarat yang ditetapkan untuk pembentukan

partai politik relative mudah. Oleh krena itu banyaknya partai politik yang

mendaftar tidak di barengi dengan kwalitas para pendirinya yang kadang

kala hanya ingin menjalankan hasrat politiknya sendiri tanpa

memperhatikan aspirasi aspirasi rakyatnya. Hal ini yang turut serta

menyokong lemahnya pelembagaan partai politik..

Seperti yang nampak di hadapan mata, saat ini peran partai politik

sudah bergeser. Tidak lagi sebagai penyalur aspirasi masyarakat, pemberi

pencerdasan, serta pengontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang

dikeluarkan pemerintah yang merupakan fungsi sejati partai politik. Tetapi,

kondisi partai politik saat ini tidak ubahnya sebagai "ladang", untuk

mencari kehidupan dan kekuasaan. Korupsi yang melanda banyak

anggota partai politik, maupun para wakil rakyat yang membuat Undang-

Undang tidak pro rakyat, merupakan cerminan mereka hari ini.

27

Munculnya perilaku partai politik yang demikian, tidak lain akibat

dari sebuah mekanisme politik alias sistem politik yang membuat partai -

partai politik mau tidak mau berlaku demikian. Biaya pemilu yang mahal,

gaji yang tak seberapa setelah menjabat, menjadikan mereka sibuk

memutar otak bagaimana caranya mengembalikan uang yang telah

mereka keluarkan dalam pesta demokrasi, pemilihan umum.

Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik yang baru disahkan oleh DPR RI pada 16 Desember kemarin,


memberikan syarat-syarat ketat dalam mendirikan partai politik. Hal itu

dilakukan untuk mengantisipai membengkaknya jumlah partai politik pada

pemilu 2014 mendatang.

Pada peraturan sebelumnya UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Partai Politik menentukan bahwa Partai politik didirikan dan dibentuk oleh

sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) orang warga negara Republik

Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akte

notaris. Dari ketentuan itu terlihat bahwa pendirian atau pembentukan

partai politik mudah dilakukan karena cukup mengumpulkan 50 (lima

puluh) orang, sehingga mendorong setiap orang atau kelompok untuk

mendirikan partai politik.

Pembentukan partai politik merupakan implementasi atas hak

kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Hal ini

di atur secara jelsa dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28E ayat (3) yang berbunyi bahwa

28
setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat .

Ketentuan ini mengandung substansi yang jauh lebih tegas

dibandingkan ketentuna pada Pasal 28 yang berasal dari rumusan asli

sebelum Perubahan Kedua pada tahun 2000 yang berbunyi

kemerdekaan berserikat, berkumpul,mengeluarkan pikiran dengan lisan

dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang undang.

Hak atas kemerdekaan berserikat dan berkupul seperti yang

dimaksud oleh Pasal 28E ayat (3) juncto Pasal 28 UUD 1945 tersebut

diatas, terkait erat dengan hak kemerdekaan berserikat atau freedom of

assiciation itu sendiri merupakan satu bentuk ekspresi pendapat dan

aspirasi atas ide-ide yang dislurkan dengan cara kerja sama dengan orang

lain yang seide dan seaspirasi.

Oleh karena itu, jaminan atas kemerdekaan berserikat , berkumpul,

dan mengeluarkan pendapat lebih lanjut diatur secara konstitusional

dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 tantang Partai Politik.

Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008

yang berlaku sebelumnya, yang pada faktanya dianggap dapat memicu

timbulnya warga masyrakat yang merasa hak untuk berserikat dan

berkumpul mereka masih di batasi.

29
Adapun syarat-syarat pembentukan partai politik yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 pada Bab II Pasal 2 yaitu;

1. Partai politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit


30 (tiga puluh) orang warga Negara Indonesia yang telah
berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah dari
setiap provinsi.
1.1. Partai politik sebagai mana yang telah di
jelaskan pada ayat (1) didaftarkan oleh paling sedikit 50
(lima puluh) orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri
partai politik dengan akta notaris
1.2. Pendiri dan pengurus partai politik dilarang
merangkap sebagai anggota partai politik lain
2. Pendirian dan pembentukan partai politik sebagai
mana dimaksud pada ayat(1) menyertakan 30% (tiga puluh
perseratus) keterwakilan perempuan.
3. Akta notaries sebagai mana dimaksud pada ayat (1.1)
harus memuat AD dan ART serta kepengurusan partai politik
tingkat pusat .
4. AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat
paling sedikit:
a. Asas danciri partai politik;
b. Visi dan misi partai politik;
c. Nama, lambang, dan tanda gambar partai politik;
d. Tujuan dan fungsi partai politik;
e. Organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan
keputusan;
f. Kepengurusan partai politik;
g. Mekanisme rekrutmen keanggotaan partai politik dan
jabatan politik;
h. Sistem kaderisasi;
i. Mekanisme pemberentian anggota partai politik;
j. Peraturan dan keputusan partai politik;
k. Pendidikan politik;
l. Keuangan partai politik;
m. Mekanisme penyelesaian perselisihan internal partai
politik.
5. Kepengurusan partai politik tingkat pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat(2) disusun dengan
menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus)
keterwakilan perempuan.
30
Pada peraturan sebelumnya UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Partai Politik menentukan bahwa Partai politik didirikan dan dibentuk oleh

sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) orang warga negara Republik

Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akte

notaris. Dari ketentuan itu terlihat bahwa pendirian atau pembentukan

partai politik mudah dilakukan karena cukup mengumpulkan 50 (lima

puluh) orang atau syarat memiliki kepengurusan paling sedikit 60 persen

dari jumlah provinsi, 50 persen dari jumlah kabupaten/kota pada setiap

provinsi yang bersangkutan dan 25 persen dari jumlah kecamatan pada

setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan.sehingga

banyaknya partai politik yang dibentuk tanpa memperhatikan kwlitas

berpolitik kader kadernya.

Sementara pada peraturan saat ini mengatur bahwa partai politik

di dirikan dan dibentuk dan didirikan oleh paling sedikit 30(tiga puluh)

warga Negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun

atau sudah menikah dari setiap provensi pada undang undang terdahulu

cukup dengan 50 orang saja sementara pada revisi baru ini menjadi 30

orang setiap provinsi atau Setiap Partai Politik Harus mewakili 75 persen

kabupaten di setiap provinsi dan 50 persen kecamatan di setiap

kabupaten. Untuk syarat pendirian partai, diantaranya UU Parpol juga

mengatur tentang jumlah pendiri 30 orang ditiap provinsi dan 10 orang di

pusat. sehingga memberikan kesempatan pada warga di setiap provinsi

untuk mengeluarkan aspirasi politiknya melalui partai politik dan juga

31
pembatasan partai politik baru mengantisipasi membengkaknya jumlah

partai politik peserta Pemilu sehingga persyaratanpendirian parpol

diperketat. Selain itu, persyaratan ketat itu dimaksudkan untuk menjaga

agar anggaran untuk parpol tidak mengalami pembengkakan selain itu

menekan banyaknya jumlah partai politik peserta pemilu dalam proses

demokrasi di Indonesia merupakan suatu bentuk konsenkuensi logis dari

penerapan sistem demokrasi secara konsisten, namun di sisi lain

banyaknya jumlah partai politik tidak otomatis membuat kualitas

pelaksanaan sistem demokrasi menjadi lebih baik, bahkan cenderung

menjadi semakin buruk.

Ketentuan sebaran pengurus ini tidak hanya berlaku untuk partai

partai politik baru yang ingin mendapatkan badanhukum tetapi semua

partai wajib mengikuti ketentuan sebaran pengurus ini termasuk semua

partai lama yang telah mendapatkanSK badan hukum sebagai partai

politik dari Menkumham di tahun 2008. Termasuk juga semua perpol yang

memiliki wakil di DPR RI. Kewajiban atas ketentuan ini dilakukan dengan

mengikuti verifikasi yang dilakukan kemenkumham selambat lambatnya

2,5 tahun sebelum hari H pemilu. ( saat ini parpol yang berbadan hukum

berjumlah 74 parpol)

Hal ini dilakukan krna adanya wacana dalam pembahasan RUU

penyelenggaraan pemilu, bahwa peserta pemilu harus sudah di tetapkan

selambat lambatnya 2,5 tahun sebelum pemilu dan untuk memberikan

32
kesempatan kepada semua partai politik untuk menyiapkan diri lebih awal

dalam menghadapi pelaksanaan pemilu dan batasan tahapan ini, baik

untuk memperoleh badan hukum maupun ikut pemilu akan menjadi

batasan waktu baku bagi pemilu pemilu mendatang.

.Setelah ketentuan itu terpenuhi para pendiri parpol akan

mendaftarkan pada Kementrian hukum dan ham sesuai pasal 2 ayat (1a)

yang berbunyi partai politik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)

didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili

seluruh pendiri partai politik dengan akta notaries dan tentunya untuk

melewati tahap veripikasi yang berlanjut di Kementrian hukum dan ham

guna untuk memperoleh badan hukum dan mengikuti pemilu.

Dalam hal keterwakilan perempuan dalam partai politik merupakan

implementasi dari perwujutan dari hak yang di atur dalam undang-undang

dasar 1945 pada pasal 27 dengan tegas menyatakan bahwa semua orang

sama kedudukannya dihadapan hukum. Sebenarnya kedudukan

perempuan di Indonesia cukup kuat karena banyak ketentuan dalam

berbagai undang-undang serta peratutran yang lain yang member

prlindungan yuridis padanya hak politik perempuan diatur juga pada

konvensi hak politik perempuan pada 1952 dan telah di rativikasi oleh DPR

menjadi Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958, pada pasal 1

menetapkan bahwa: perempuan berhak memberikan suara dalam semua

pemilihan dengan status yang sama dengan pria tanpa

33
diskriminasi hak ini telah dilaksanakan pada pemilu 1955, sebelum

Indonesia merativikasikan konvensi ini. Pasal 2 menyatakan : perempuan

dapat dipilih untuk semua badan elektif yang diatur dengan hukum

nasional. Dan masih banyak lagi konvensi-konvensi lain yang mengatur

keterlibatan perempuan dalam politik.

Puncaknya pada diperoleh ketika undang-undang Nomor 12 Tahun

2003 tentang pemilu member peluang baru dengan menetapkan dalam

pasal 65 (1): setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon

anggota DPR,DPRD Provinsi,dan DPRD Kabupaten/kota untuk setiap

daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan

sekurang kurangnya 30% sekalipun dianggap kurang memenuhi aspirasi

sebagian besar kaum perempuan.

Dalam hal akta notaries pada aturan di atas harus memuat AD

(Anggaran Dasar) dan ART (Anggaran Rumah Tangga) yang memuat

asas dan tujuan partai politik. Asas partai politik dan cirinya tidak boleh

bertentangan dengan asas Negara yaitu Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1),(2),dan (3) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2011 tantang Partai politik menyatakan sebagai berikut;

1. Asas partai politik tidak boleh bertentangn dengan


Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Partai polirik dapat mencantumkan cirri tertentu yang
mencerminkan kehendak cita-cita partai politik yang tidak

34
bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3. Asas dan cirri partai politik sebagaimana dimaksud
ayat (1) dan ayat (2) merupakan penjabaran dari Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

Partai politik didirikan tentunya memiliki tujuan sebagaimana di atur

dalam pasal 10 ayat (1), ayat (2),dan ayat (3) UU No. 2 Tahun 2011

tantang Partai Politik yang menyatakan bahwa:

1. Tujuan umum partai politik adalah:


a. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia
sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
c. Mengembangkan kehidupan berdemokrasi
berdasarkan Pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
d. Mewujudkan kesejahtraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Tujuan khusus Partai Politik adalah:
a. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan
masyarakat dalam rangka penyelanggaraan kegiatan
politik pemerintahan;
b. Memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
dan
c. Membangun etika dan budaya berpolitik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
3. Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan dengan cara konstitusional.

Partai politik dalam anggaran dasar dan rumah tangganya

membutuhkan manajemen keuangan untuk menjalankan visi dan misinya,

dan mengingat bahwa pembentukan partai ini merupakan perwujudan


35
kedaulatan rakyat partai politik ini sebagai asset Negara. Maka dalam

rangka mendukung terwujudnya kehidupan demokrasi diindonesia, di atur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2009 Tentang Bantuan

Keuangan Kepada Partai Politik. Pemerintah memberikan dukungan

bantuan keuangan kepada partai politik. Pemberian keuangan kepada

partai politik bertujuan untuk membantu partai politik dalam

memperjuangkan cita-cita anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Disamping itu juga untuk meningkatkan peran

partai politik dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan dan

mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia .

36
H. Fungsi dan peran partai politik dalam rangka menguatkan
pelaksanaan demokrasi.

Menurut Miriam Budiarajo (1977:38-39) Negara adalah agensi (alat)

dari mayarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-

hubungan manusia dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang

dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaanya secara sah

terhadap semua golongan kekuasaan lainya yang dapat menetapkan

tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara menetapkan cara-cara

dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam

kehidupan bersama, baik oleh individu dan golongan atau asosiasi,

maupun oleh Negara sendiri.

Oleh karena itu, Mariam Budiarjo (1977:39) mengemukakan 2 (dua)

tugas Negara sebagai berikut :

1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan


yang sosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, supaya
tidak menjadi antagonism yang membahayakan;
2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia
dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari
masyarakat seuruhnya. Negara menentu, bagaimana kegiatan
asosiasi-asosiasi kemasyarakatan di sesuaikan satu sama lain
dan diarahkan kepada tujuan nasional.

Oleh karena itu, pengendalian ini dilaksanakan berdasarkan sistem

hukum dan dengan perantaraan pemerintah beserta alat-alat

kelengkapanya. Kekuasan Negara mempunyai organisasi yang paling

37
kuat dan teratur, maka semua golongan dan asosiasi yang

memperjuangkan kekuasaan harus dapat menempatkan diri dalam sistem

ini.

Berkenaan dengan konsep Negara hukum dalam kepustakaan

Indonesia, diterjemahkan rechtsstaat atau the rule of law atau sama

dengan Negara hukum . Muhammad Yamin (1982:72) menyatakan bahwa

republik Indonesia adalah Negara hukum (rechtsstaat, government law).

Sri soemantri (1992:29-30) menguraikan bahwa unsur-unsur

terpenting dalam Negara hukum yaitu:

1. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan


kewajiban harus berdasar atas hukum atau perundang-
undangan;
2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga
Negara);
3. Adanya pembagian kekuasaan;
4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan
(rechterlijke control);

Sedangkan menurut Padmo wahyono dalam Sjachran

Basah(1986:148) menyatakan bahwa di dalam Negara hukum terdapat

pola sebagia berikut :

1. Menghormati dan melindungi hak-hak asasi manusia;


2. Mekanisme kelembagaan Negara yang demokratis;
3. Tertib hukum;
4. Kekuasaan kehakiman yang bebas.

Lebih lanjut Sjachran Basah (1986:12) mengemukakan bahwa:

Negara hukum berdasarkan Pancasila dikenal hak dan kewajiban


asasi manusia, Hak-hak perseorangam yang bukan saja harus
diperhatikan dengan mengingat kepentingan umum, menghormati
bangsa, moral umum dan ketahanan nasional berdasarkan undang-
undang.

38
Ajaran Negara berdasarkan atas hukum mengandung asensi

bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi para penyelenggara

Negara dan pemerintah untuk tunduk pada hukum (subject to the law).

Tak ada kekuasaan di atas hukum (under the rule of law). Dalam

hubungan inilah tidak boleh ada kekuasaan yang sewenag-wenang

(arbitrary power) atau penyalah gunaan kekuasaan (misuse of power).

Oleh karena itu, ajaran Negara berdasarkan hukum memuat unsur

pengawasan terhadap kekuasaan agar tidak terjadi kesewenang-

wenagan.

S.F.Marbun & Mahfud M.D (1987:45) mengemukakan bahwa :

Konsep Negara hukum mengalami pertumbuhan menjelang abad


XX yang ditandai dengan lahirnya konsep Negara hukum modern
(welfare state), tugas pemerintah bukan lagi sebagai penjaga
malam dan tidak boleh pasif tetapi aktif turut serta dalam kegiatan
masyarakat sehingga kesejahteraan bagi semua orang terjamin

Berkenaan dengan pertumbuhan Negara kesejahteraan modern

Negara hukum dalam materil, membawa akibat ikut campurnya

pemerintah dalam setiap aspek kehidupan masyarakat yang berarti

pemerintah mempunyai tugas servis public (Berstuurzorg). Sjachran

Basah (1986:11) menyatakan bahwa tugas Negara yang khusus

dilapangan menyelanggarakan kesejahteraan umum untuk mencapai

masyarakat adil dan makmur yang merata materil serta spiritual

merupakan servis publik.


39
Demokrasi itu sendiri dapat diartikan sebagai pemerintah bagi

rakyat. Hal ini karena kata demokrasi berasal dari Negara Yunani yang

terdiri dari 2 (dua) kata yaitu demos yang berarti rakyat dan cratein yang

berarti kekuasaan .

Hertz (Sukarna, 1990:37) menyatakan bahwa .

Demokrasi adalah semacam pemerintahan dimana tidak ada


seorang anggota masyarakat atau kelompok yang mempunyai hak
pererogratif politik yaitu hak yang tidak boleh diganggu gugat oleh
siapapun juga atas orang lain. (democracy is a from of government
in which no one member, has political prerogeratif over any other.
Government is thus the rule of all over all in the common, as
apposed to the individual or separate group interest)

Oleh karena itu, dalam Negara demokrasi menghendaki atau

menuntut pertanggung jawaban dari pada yang memerintah untuk di

perintah. Sehingga dalam pelaksanaanya, pemerintah yang berjalan

secara demokratis tidak boleh melanggar hak-hak asasi perorangan atau

kelompok atau hak-hak asasi manusia, melainkanj harus melindungi hak

asasi tersebut.

Dalam suatu Negara demokrasi, kedudukan dan kewenagan partai

politik merupakan salah satu bentuk pelembagaan sebagai wujud ide-ide,

pikiran-pikiran, pandangan, dan keyakinan bebas dalam masyrakat.

Sehingga, sistem kepartaian yang baik sangat menentukan bekerjanya

sistem ketatanegaraan berdasarkan prinsip cek and balances dalam arti

luas.

Partai politiklah yang bertindak sebagai perantara dalam proses-

proses pengambilan keputusan bernegara, yang menghubungkan antara


40
warga Negara dan institusi-institusi kenegaraan. Dengan demikian peran

partai politik sangat penting dalam rangka dinamika pelembagaan

demokrasi karena dengan adanya partai politik maka perjuangan

kepentingan bersama menjadi kuat kedudukanya dalam mengahadapi

pihak lawan atau saingan (Karena kekuatan-kekuatan kecil dan terpecah-

pecah dapat di konsilidasikan dalam satu front). Oleh karena itu, proses

pelembagaan demokrasi itu pada pokoknya sangat ditentukan oleh

pelembagaan organisasi partai politik sebagai bagian yang tak terpisahkan

dari sistem demokrasi itu sendiri.

Oleh karena itu, harus ada langkah-langkah kongkret yang harus dimulai
dari hari ini sampai dengan pemilihan umum periode selanjutnya di tahun
2019.
Berikut ini adalah beberapa gagasan penulis bagi partai politik untuk
memperoleh simpati masyarakat/rakyat pada pemilu tahun 2019 :

I. PERBAIKAN FUNGSI STRUKTURAL INTERNAL PARTAI


Pengelolaan organisasi Partai Politik tidak jauh berbeda dengan oranisasi
lainnya, namun yang paling membedakan partai politik dengan organisasi
lainnya adalah bahwa parpol memiliki kekuatan POLITIK yang dapat
mempengaruhi berbagai kehidupan bernegara dan bermasyarakat dalam
tataran publik. Dengan karakteristik parpol yang memiliki kekuatan politik
maka sudah tentu jajaran struktural partai harus memiliki pemahaman yg
kuat mengenai tugas dan fungsi parpol dalam tingkatan administratif
strukturalnya masing-masing dalam rangka menjalankan visi dan misi
masing-masing parpol.

Dalam konteks pelaksanaan Demokrasi, Partai Politik memiliki fungsi


sebagai penyalur artikulasi dan agregasi kepentingan politik yang paling
mapan dalam sebuah sistem politik modern. Sifat penting dari partai politik
menjadi semakin terlihat manakala dihubungkan dengan kepentingan
publik yang perlu didengar oleh pemerintah (pelaksana kekuasaan
eksekutif) dan parlemen (pemegang kekuasaan legislatif). Alasan utama
dari pentingnya keberadaan partai politik dalam proses demokrasi,
khususnya demokrasi tidak langsung adalah karena ruang geografis yang
semakin luas dan populasi penduduk yang semakin besar dalam wilayah
suatu negara, sehingga dalam situasi tersebut masyarakat tidak mungkin
menyalurkan aspirasinya secara langsung. Berdasarkan uraian di atas,
maka secara sederhana partai politik memiliki tugas untuk menjadi
jembatan antara rakyat dan pemerintah, sehingga dengan demikian
maka partai politik merupakan salah satu pilar utama dan institusi
demokrasi yang penting selain dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif,
pemilihan umum, serta pers yang independen dalam rangka membangun
kehidupan politik yang berkualitas dan beradab.

Keberadaban dan kualitas kehidupan politik yang dimaksud adalah bahwa


partai politik dengan berbagai peran dan fungsinya diupayakan mampu
meredam (bahkan menyelesaikan) berbagai persoalan yang muncul
dalam masyarakat modern seperti saat ini. Dengan demikian maka
keberadaban yang akan terbangun melalui partai politik dapat terwujud
ketika perbedaan pendapat yang berpotensi menimbulkan konflik
destruktif secara eskalatif dapat diselesaikan melalui cara-cara dialogis
yang konstruktif.
Peranan partai politik yang secara sederhana dapat diartikan sebagai
representation of idea, yaitu bertindak untuk mewakili kepentingan-
kepentingan warga, memberikan jalan kompromi bagi pendapat/tuntutan
yang saling bersaing, serta menyediakan sarana kompromi bagi suksesi
kepemimpinan politik secara damai dan legitimate.
Dalam konteks parpol sebagai jembatan komunikasi antara rakyat dan
pemerintah (yang berkuasa), maka partai politik melalui jajaran struktural
partai pada berbagai tingkatan administratif harus secara aktif menjadi
bagian dalam kehidupan sosial dan politik dalam suatu entitas masyarakat
tertentu.

41
Sebagai salah satu institusi demokrasi yang memegang peranan penting
dalam proses demokrasi, maka partai politik harus dapat menempatkan
posisinya secara aktif dan kreatif dalam rangka menjalankan fungsi dan
tugasnya sebagai representation of idea. Partai politik, bersama-sama
dengan institusi demokrasi lainnya seperti lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan pers, harus secara konsisten melaksanakan tugas dan
fungsi-fungsinya baik pada masa persiapan pemilihan umum (pre election)
maupun pada masa setelah pemilihan umum (post election).
Pada masa sebelum pemilihan umum sampai dengan pelaksanaan
pemilihan umum partai politik bertugas untuk memperoleh suara
sebanyak-banyaknya untuk memperoleh jumlah kursi yang banyak di
lembaga legislatif pada semua tingkatan, mulai dari DPR RI, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan pada masa pasca
pemilihan umum sampai dengan pelaksanaannya di periode selanjutnya,
partai politik idealnya tetap harus melakukan kegiatan-kegiatan yang
diarahkan pada tujuan organisasi dan mempersiapkan diri untuk
menghadapi pemilihan umum di periode selanjutnya.
Berikut adalah salah satu gambaran mengenai tindakan/hal-hal yang
harus dilakukan jajaran struktural partai terhadap suatu
fakta/kejadian/issue di masyarakat:
Di Desa A, Kecamatan B, yang menjadi wilayah Kabupaten C pada
Provinsi D ditemukan salah satu warga masyarakat yang mengalami GIZI
BURUK. Terhadap situasi demikian, maka jajaran struktural di tingkat
DESA harus mengadakan komunikasi dengan jajaran pengurus Desa yang
bersangkutan melalui Kepala Desa (karena Desa merupakan walah satu
wilayah yang otonom) untuk membicarakan solusi mengenai
permasalahan yang terjadi di tingkat Desa tersebut. Jika di tingkat Desa
tidak menemukan solusi berarti, maka jajaran struktural parpol di tingkat
Desa/Kelurahan langsung memberikan laporan resmi atas situasi yang
terjadi di desa tersebut kepada jajaran struktural di tingkat Kecamatan,
atau lazim disebut Pengurus Anak Cabang. Di tingkat Kecamatan,
pengurus PAC partai melakukan komunikasi dengan jajaran pimpinan
Kecamatan melalui Camat untuk mencari solusi atas situasi GIZI BURUK

42
yang dialami oleh warga Desa A yang menjadi bagian wilayah Kecamatan
B. Jika di tingkat Kecamatan dicapai suatu penyelesaian, maka
penyelesaian tidak dilanjutkan pada tingkat Kota/Kabupaten, namun
proses penyelesaian tetap dilaporkan kepada jajaran pengurus di tingkat
Kota/Kabupaten dan Provinsi. Namun jika pada tingkat Kecamatan tidak
ditemukan solusi atas permasalahan tersebut, maka penyelesaian
dilanjutkan ke tingkat Kota/Kabupaten melalui Walikota/Bupati beserta
jajaran instansi yang terkait di tingkat administrasi pemerintahan
Kota/Kabupaten, dan seterusnya sampai tingkat Provinsi atau bahkan
sampai tingkat nasional.
Kegiatan-kegiatan parpol di atas harus dilakukan oleh :
1. Seluruh jajaran struktural partai politik pemenang pemilu legislatif
dan/atau pemilihan presiden (beserta koalisi parpol pendukungnya);dan
bahkan
2. Seluruh jajaran struktural Partai politik yang kalah dalam pemilu legislatif
dan pilpres sehingga menempatkan diri menjadi OPOSISI.
Bagi parpol yang menang, maka seluruh jajaran struktural partai menjadi
pendukung utama dari Pelaksana Fungsi Eksekutif (pemerintah) yang
berasal dari parpolnya, dengan kata lain menjadi pengawas dan
pendorong pelaksanaan program-program pemerintah yang notabene
berasal dari kader-kader partainya.
Sedangkan bagi parpol yang berkedudukan sebagai OPOSISI, maka
jajaran struktural partai di berbagai tingkatan menjadi lembaga
penyeimbang dan bahkan menjadi kelompok penekan yang mengawasi
kinerja pemerintah (eksekutif) yang berkuasa dalam suatu periode
tertentu. Menjadi OPOSISI bukan hanya terdapat di dalam Lembaga
Legislatif saja, namun juga dilakukan dalam konteks pelaksanaan
kekuasaan eksekutif.
Sebagai suatu unsur utama dalam kehidupan demokrasi,maka OPOSISI
merupakan TUGAS bagi parpol yang berbeda haluan dan pandangan
dengan parpol pemenang pemilu. Karena merupakan suatu tugas,maka
OPOSISI harus secara LOYAL dan AKTIF melakukan PENGAWASAN dan
dalam situasi yang memang memungkinkan harus menjadi pendukung
utama dari program pemerintah berkuasa bila suatu program atau
kebijakan publik tersebut memang layak atau harus untuk didukung.

43
Dalam konteks ini sebenarnya PARTAI POLITIK memiliki fungsi yang
sangat luas dan seharusnya mempengaruhi kehidupan sosial politik di
suatu negara demokrasi. Partai politik dengan kekuatan warga
partai/konstituen dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah (pemerintah
dalam arti sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, salah satu fungsi
dalam trias poilitica yang dikemukakan Rosseau), dan bahkan kebijakan
lembaga legislatif melalui kader-kader partai yang duduk di dalamnya,
selama hal tersebut didasarkan pada KEMASLAHATAN SELURUH
RAKYAT atau didasarkan pada KEPENTINGAN RAKYAT.
Dari uraian singkat di atas, maka nampak bahwa partai politik memiliki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan negara.
Karena fungsi yang sangat strategis tersebut maka sudah menjadi suatu
keharusan bagi satiap partai politk untuk melakukan perbaikan-perbaikan
dari berbagai sisi, salah satu diantaranya adalah perbaikan dari aspek
struktural partai agar setiap jajaran struktural partai menempatkan dirinya
secara aktif sebagai bagian utuh dari sistem politik dan sistem
kemasyarakatan secara holistik, sehingga di masa yang akan datang
partai politik akan menjadi suatu lembaga;saluran;sarana;wadah;tempat
bagi rakyat untuk berkeluh kesah mengenai segala permasalahan yang
terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan dapat
menjadi saluran komunikasi dengan berbagai pihak dalam kehidupan
nyata.
Salah satu hal penting dalam perbaikan fungsi struktural internal partai
adalah dengan mewajibkan seluruh PIMPINAN PARPOL pada berbagai
tingkatan struktural untuk selalu TURUN kepada masyarakat dan selalu
berhubungan dengan masyarakat, tanpa terkecuali. Dari mulai tingkat
yang paling atas sampai jajaran struktural parpol yang paling bawah,
tentunya berdasarkan jenjang kepengurusan yang ada, struktur yang
berada di tingkat yang paling bawah akan selalu berhadapan dengan
masyarakat secara langsung. Hal itu berkaitan dengan
WILAYAH/TERITORIAL yang luasnya tidak terlalu besar dengan jumlah
masyarakat yang tidak terlalu banyak juga. Namun jajaran struktural parpol
yang di level atas pun harus secara aktif terjun di tengah-tengah
masyarakat untuk memperkuat kerja jajaran struktural di level bawah.
Reward and punishment dari parpol menjadi sangat penting dalam hal ini.
44
Harus disadari bahwa dalam konteks TERITORIAL/WILAYAH administrasi
struktural partai, jajaran struktural yang lebih tinggi tidak memiliki
kemampuan untuk mengelola konstituen partai secara langsung,
kemampuan tersebut dimiliki oleh jajaran struktural yang paling bawah.
Kemampuan jajaran sruktural yang paling bawah dalam melakukan
pengelolaan TERITORIAL dan PERSONEL (konstituen) menjadi sangat
penting dibandingkan jajaran struktural di tingkat Kota / Kabupaten dan
level di atasnya, karena mereka bersinggungan langsung dengan
konstituen orang-per orang.
Dalam situasi seperti itu maka jajaran struktural berdasarkan kewenangan
yang dimilikinya melalui AD/ART Partai dan/atau Peraturan Organisasinya
wajib melakukan pembinaan-pembinaan TERITORIAL & PERSONEL
(Konstituen) terhadap jajaran struktural di tingkat bawah. Secara kongkret
adalah bahwa jajaran struktural di tingkat PROVINSI harus melakukan
PEMBINAAN-PEMBINAAN secara terus menerus kepada jajaran
struktural di tingkat KOTA/KABUPATEN, dan diteruskan kepada tingkat
KECAMATAN,DESA/KELURAHAN,serta RT/RW. Begitu pula sebaliknya,
dari tingkat RT/RW secara berjenjang melakukan pelaporan-pelaporan
kegiatan kepada tingkat DESA/KELURAHAN,KECAMATAN,KOTA/KAB,
dan PROVINSI.
Tentunya hal-hal yang disebutkan di atas akan sulit untuk terwujud jika
tidak diikuti dengan proses rekrutmen kader-kader pimpinan partai yang
obyektif. Untuk itu, maka tahap selanjutnya yang harus dilakukan untuk
memperbaiki fungsi-fungsi struktural internal partai adalah dengan
melakukan mekanisme rekrutmen yang obyektif dalam rangka memilih dan
menetapkan kader-kader pimpinan partai yang memenuhi kualifikasi yang
telah ditentukan, khususnya di tingkat jajaran struktural
RT/RW,DESA/KELURAHAN, dan KECAMATAN karena mereka lah yang
bersinggungan langsung dengan masyarakat di wilayahnya masing-
masing.
Intinya, SEMUA PENGURUS HARUS TURUN KE MASYARAKAT MULAI
SAAT INI SAMPAI 5 TAHUN KE DEPAN, menginventarisasi segala potensi
dan kendala yang ada di masyarakat, dan harus ditetapkan sanksi
organisasi bagi pengurus yang melanggarnya di berbagai tingkatan
struktural.
45
Hal tersebut berlaku pula bagi anggota Legislatif terpilih di tingkat DPR RI,
DPRD PROVINSI, & DPRD KAB/KOTA, mereka pun wajib untuk kembali
membangun daerah yang menjadi DAERAH PEMILIHANNYA (wilayah
penghitungan suara) ketika melakukan kampanye pada masa pemilu.
Kewajiban tersebut diwujudkan dengan intensitas kehadiran anggota
legsilatif di daerah pemilihannya, dan mereka harus selalu berkoordinasi
dengan jajaran struktural di tiap tingkatan wilayah.

Untuk mengawasi kinerja anggota legislatif yang bersangkutan, maka


tugas dan wewenang lebih luas diberikan kepada jajaran struktural di
tingkat Kecamatan untuk mengawasi apakah anggota legislatif yang
berasal dari dapil tersebut melakukan kegiatan/kunjungan rutin di daerah
tersebut atau tidak. Namun kewajiban untuk turun ke daerah harus
ditetapkan oleh organisasi karena jika hal tersebut dilanggar akan dikenai
sanksi sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Sebagai contoh: untuk
anggota legislatif di tingkat Kab/Kota, maka tugas organisasi dikeluarkan
oleh jajaran struktural partai di tingkat Kab/Kota, begitu pula untuk tingkat
Provinsi, dan di tingkat Pusat.

Dengan melaksanakan hal di atas, diharapkan semua kader partai


melakukan kampanye setiap saat melalui kegiatan langsung kepada
masyarakat. Bentuk kegiatan yang dimaksud dapat berupa apa pun, yang
penting adalah wujud kehadiran mereka di tengah masyarakat dan
kehadiran tersebut menjadi TUGAS yang diwajibkan oleh organisasi. Jika
hal ini dilakukan secara simultan dan terus menerus, maka dapat
dipastikan pada 5 tahun mendatang partai yang bersangkutan dapat
memperoleh simpati dari rakyat. SETIAP HARI ADALAH KAMPANYE,
TIDAK TERBATAS PADA KEGIATAN 5 TAHUNAN MENJELANG PEMILU
SAJA.

46
Yang menjadi kunci keberhasilan program/kegiatan ini adalah unsur
PERSONIL dalam hal ini kader partai, khususnya di jajaran pengurus
struktural, apakah yang bersangkutan mau untuk melaksanakan kegiatan
ini. Yang dibutuhkan adalah kemauan dari jajaran pimpinan parpol untuk
TURUN kepada masyarakat, untuk itu maka proses rekrutmen jajaran
pimpinan parpol menjadi salah satu UNSUR PENTING dalam upaya
pembesaran dan penguatan partai.
Dalam catatan berikutnya akan dibahas mengenai strategi-strategi
pemenangan pemilu untuk tahun 2019 dalam konteks pengelolaan
TERITORIAL dan PERSONIL bagi parpol

47
BAB III

Penutup

3.1. Kesimpulan
Partai Politik sudah diatur dan sudah direncanakan sedemikian

rupa oleh undang-undang. Mendirikan sebuah partai politik pun adalah

hak politik rakyat yang berarti pemerintah tidak dapat

menghalangi/membatasi tumbuh kembang dan berdirinya suatu partai

politik. Namun, untuk membangun sebuah partai politik pun, juga sudah

diatur dengan persyaratan-persyaratan yang bertujuan agar sebuah partai

politik dapat berjalan dengan efektif dan baik. Menjamurnya partai politik di

Indonesia ini diharapkan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin dengan

berbagai macam dobrakan dan dengan satu tujan, yaitu, mensejahterakan

Indonesia.
Dan semoga, dengan dibuatnya makalah ini dapat membangkitkan

semangat dan menambah pengetahuan lebih mengenai Partai Politik bagi

para pembacanya, baik dari kalangan guru, murid, dll.

48
3.2. Saran

Kualitas harus lebih ditingkatkan lagi, terutama masalah kaderisasi.

Seharusnya kaderisasi dilihat dari segi kualitas. Karena bila dilihat dar segi

kuantitas, atau hal materiil, hal tersebut tidak akan berguna karena yang

paling diperlukan adalah skill atau kemampuan. Persaingan juga tidak


boleh terlalu berorientasi terhadap uang, harus sehat, sehingga tidak ada

kecurangan dan murni.

Selain itu, partai politik tidak boleh berorientasi terhadap kekuasaan

secara berlebihan, bila tidak, bisa jadi terjadi hal anarkis antar partai

politik, dan hal tersebut tentunya tidak diinginkan oleh rakyat. Fungsi partai

politik yang tadinya sebagai mediasi malah menjadi pemicu konflik.

49
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang R.I. No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik

Undang-undang R.I. No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas


Undang-undang No. 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-undang.

Ali, Achmad. 2002. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan
Sosiologis). Jakarta: P.T TokoAgung

Asshiddiqie, Jimly. 2005. Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran


Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI

Cipto, Bambang. 1996. Prospek dan Tantang Parati Politik. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Bari, Abdul. 2005. Pemilu & Partai Politik Di Indonesia. Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Budiarjo, Miriam. 1977. Dasar-Dasar ilmu Politik. Jakarta: P.T. Gramedia

_____________. 1996. Demokrasi Di Indonesia, Demokrasi Parlementer,


dan Demokrasi Pancasila. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama

Duverger, Maurice. 1984. Partai Politik dan Kelompok-Kelompok Penekan.


Yogyakarta: P.T Bina Aksara

Gautama, Sudargo. 1983. Pengertian Tentang Negara Hukum. Bandung:


Alumni

Juniarto. 1984. Demokrasi & Sistem Pemerintahan Negara. Jakarta: Bina


Aksara

50

Anda mungkin juga menyukai