Pengaruh Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Perputaran Modal Kerja, Ukuran Perusahaan Dan Leverage Terhadap Profitabilitas

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan sehingga

dapat memberikan kemakmuran bagi pemilik atau para pemegang saham

(Siallagan dan Machfoedz, 2006). Salah satu upaya untuk mencapai tujuannya,

perusahaan berusaha memaksimalkan labanya. Dengan bertambah besarnya

perusahaan, maka perusahaan berkembang untuk dapat mengikuti dan memenuhi

kebutuhan pasar yang berubah-ubah dan bersaing untuk memperoleh manajemen

berkemampuan terbaik. Kondisi finansial dan perkembangan perusahaan yang

sehat akan mencerminkan efisiensi dalam kinerja perusahaan menjadi tuntutan

utama untuk bisa bersaing dengan perusahaan lainnya.

Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

pembuatan produk kemudian dijual guna memperoleh profit yang besar. Untuk

mencapai tujuan tersebut diperlukan manajemen dengan tingkat efektifitas yang

tinggi. Pengukuran tingkat efektifitas manajemen yang ditunjukkan oleh laba yang

dihasilkan dari penjualan dan dari pendapatan investasi, dapat dilakukan dengan

mengetahui seberapa besar rasio profitabilitas yang dimiliki (Weston dan

Brigham, 1991).

Perusahaan dapat memaksimalkan labanya apabila manajer keuangan

mengetahui faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap profitabilitas

perusahaan. Dengan mengetahui pengaruh dari masing-masing fakor terhadap

1
profitabilitas, perusahaan dapat menentukan langkah untuk mengatasi masalah-

masalah dan meminimalisir dampak negatif yang timbul. Semua faktor yang

terdapat dalam sebuah perusahaan memiliki pengaruh terhadap kemampuan

perusahaan untuk mendapatkan laba. Untuk memaksimalkan masing-masing

faktor, diperlukan adanya manajemen aset, manajemen biaya dan manajemen

hutang (DiPietre et.al, 1997). Semua itu terangkum dalam Du Pont System.

Analisis Du Pont System ini bersifat menyeluruh karena mencakup tingkat

efisiensi perusahaan dalam penggunaan aktivanya dan dapat mengukur tingkat

keuntungan atas penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

Tujuan analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana efektvitas

perusahaan dalam memutar modalnya, sehingga analisis ini mencakup berbagai

rasio. Du Pont System ini didalamnya menggabungkan rasio aktivitas / perputaran

aktiva dengan rasio laba / profit margin atas penjualan dan menunjukkan

bagaimana keduanya berinteraksi dalam menentukan Return On Invesment (ROI),

yaitu profitabilitas atas aktiva yang dimiliki perusahaan.

Pengelolaan aset yang terjadi dalam sebuah perusahaan memiliki pengaruh

yang cukup besar dalam menentukan seberapa besar laba yang akan diperoleh

perusahaan. Semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk

melakukan produksi, maka semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh

perusahaan baik untuk pemeliharaan ataupun biaya produksi. Lamanya periode

perputaran dari beberapa faktor yang ada, akan berpengaruh terhadap biaya yang

harus dikeluarkan oleh perusahaan.

2
Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur memerlukan

perhatian yang lebih terhadap pengelolaan aktiva lancarnya agar lebih efisien. Hal

ini karena proporsi aktiva lancar perusahaan manufaktur biasanya lebih dari

separuh total aktivanya. Tingkat aktiva lancar yang lebih besar daripada

kewajiban lancarnya dapat dengan mudah membuat perusahaan merealisasi

pengembalian atas investasi (ROI). Akan tetapi, perusahaan dengan jumlah aktiva

lancar yang terlalu sedikit dibandingkan kewajiban lancarnya dapat mengalami

kekurangan dan kesulitan dalam mempertahankan operasi yang lancar (Van Horne

dan Wachowicz, 2009).

Menurut Tunggal (1995) jika perusahaan memutuskan menetapkan modal

kerja dalam jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga

namun kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada

akhirnya berdampak pada menurunnya profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan

ingin memaksimalkan profitabilitas, kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat

likuiditas perusahaan. Makin tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi

perusahaan di mata kreditur. Oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar

bahwa perusahaan akan dapat membayar kewajibannya tepat pada waktunya. Di

lain pihak ditinjau dari segi sudut pemegang saham, likuiditas yang tinggi tak

selalu menguntungkan karena berpeluang menimbulkan dana-dana yang

menganggur yang sebenarnya dapat digunakan untuk berinvestasi dalam proyek-

proyek yang menguntungkan perusahaan. Sehingga untuk mengetahui tingkat

likuiditas serta seberapa besar modal kerja yang dialokasikan perusahaan untuk

3
operasi perusahaan, dapat digunakan rasio lancar atau yang lebih dikenal dengan

current ratio.

Penjualan merupakan ujung tombak dari sebuah perusahaan. Dengan

menggunakan rasio pertumbuhan penjualan, perusahaan dapat mengetahui trend

penjualan dari produknya dari tahun ke tahun. Brigham dan Houston (2006)

menyebutkan bahwa penjualan harus dapat menutupi biaya sehingga dapat

meningkatkan keuntungan. Maka perusahaan dapat menentukan langkah yang

akan diambil untuk mengantisipasi kemungkinan naik atau turunnya penjualan

pada tahun yang akan datang. Bila penjualan ditingkatkan, maka aktiva pun harus

ditambah sedangkan di sisi lain, jika perusahaan tahu dengan pasti permintaan

penjualannya di masa mendatang, hasil dari tagihan piutangnya, serta jadwal

produknya, perusahaan akan dapat mengatur jadwal jatuh tempo utangnya agar

sesuai dengan arus kas bersih di masa mendatang. Akibatnya, laba akan dapat

dimaksimalkan sehingga profitabilitas akan naik (Horne dan Wachowicz, 2009).

Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari efisiensi

modal kerja. Pengukuran efisiensi modal kerja umumnya diukur dengan melihat

perputaran modal kerja (working capital turnover). Jika perputaran modal kerja

semakin tinggi maka semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam

modal kerja kembali menjadi kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat

lebih cepat diterima. Makin pendek periode perputaran modal kerja makin cepat

perputarannya, sehingga modal kerja semakin tinggi dan perusahaan makin efisien

yang pada akhirnya profitabilitas meningkat.

4
Rajan dan Zingales (2001) dalam Hadri kusuma (2005) menyebutkan

bahwa menurut teori critical, semakin besar skala perusahaan maka profitabilitas

juga akan meningkat, tetapi pada titik atau jumlah tertentu ukuran perusahaan

akhirnya akan menurunkan laba (profit) perusahaan. Teori critical menekankan

pada pengendalian oleh pemilik perusahaan terhadap sumber daya perusahaan

seperti aset, teknologi, kekayaan intelektual sebagai faktor-faktor yang

menentukan ukuran perusahaan. Dengan adanya sumber daya yang besar, maka

perusahaan dapat melakukan investasi baik untuk aktiva lancar maupun aktiva

tetap dan juga memenuhi permintaan produk. Hal ini akan semakin memperluas

pangsa pasar.

Pembiayaan dengan utang atau leverage keuangan menurut Brigham dan

Houston (2006) memiliki tiga implikasi penting, yaitu: Pertama, jika investasi

oleh pemegang saham tidak mencukupi, maka perusahaan dapat tetap beroperasi

dengan cara berhutang dan dengan begitu para pemegang saham masih tetap

memiliki pengendalian atas perusahaan walaupun dengan investasi yang terbatas.

Kedua, kreditur melihat ekuitas atau dana yang disetor pemilik untuk memberikan

marjin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian

kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada

kreditur. Ketiga, jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas

investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga,

maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar. Sementara itu Sawir

(2001) menyebutkan bahwa leverage dapat digunakan untuk meningkatkan hasil

pengembalian pemegang saham, tetapi dengan risiko akan meningkatkan kerugian

5
pada masa-masa suram. Jika perusahaan menggunakan lebih banyak hutang

dibanding modal sendiri maka tingkat solvabilitas akan menurun karena beban

bunga yang harus di tanggung juga meningkat. Hal ini akan berdampak terhadap

menurunnya profitabilitas.

Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat

inkonsistensi hasil penelitian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Raheman

dan Nasr (2007) disebutkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara

likuiditas (current ratio) dengan profitabilitas. Sedangkan Dani (2003)

menunjukkan bahwa likuiditas (current ratio) memiliki pengaruh signifikan

positif terhadap profitabilitas. Menurut penelitian yang dilakukan Falope dan

Ajilore (2009) disebutkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap

profitabilitas.

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Raheman dan Nasr

(2007) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan

terhadap profitabilitas. Pada penelitian yang dilakukan oleh Samiloglu dan

Demirgunes.(2008) ditemukan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap

ROA. Namun hasil dari penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Falope dan Ajilore (2009) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh

positif terhadap ROA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

1. Apakah Current Ratio (CR) berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA)?

6
2. Apakah pertumbuhan penjualan (Growth) berpengaruh terhadap

profitabilitas (ROA)?

3. Apakah perputaran modal kerja (WCT) berpengaruh terhadap profitabilitas

(ROA)?

4. Apakah ukuran perusahaan (Size) berpengaruh terhadap profitabilitas

(ROA)?

5. Apakah leverage (Lev) berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA)?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh Current Ratio (CR) terhadap

profitabilitas (ROA).

2. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh pertumbuhan penjualan

(Growth) terhadap profitabilitas (ROA).

3. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh perputaran modal kerja

(WCT) terhadap profitabilitas (ROA).

4. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh ukuran perusahaan (Size)

terhadap profitabilitas (ROA).

5. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh leverage (Lev) terhadap

profitabilitas (ROA).

7
1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi manajemen perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menghasilkan konsep mengenai pengelolaan rasio keuangan terhadap

profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

2. Bagi akademis, penelitian ini dapat memberikan bukti empiris mengenai

pengelolaan rasio keuangan terhadap profitabilitas pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga hasil dari

penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih

mendalam mengenai kebijakan struktur modal yang optimal.

3. Bagi investor, sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat untuk

pengambilan keputusan investasi.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Sebagai acuan dari penelitian ini dikemukakan hasil-hasil penelitian yang telah

dilaksanakan sebelumnya yaitu :

Falope dan Ajilore (2009) meneliti tentang manajemen modal kerja dan

profitabilitas perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris

tentang efek pengelolaan modal kerja terhadap kinerja profitabilitas dengan

menggunakan sampel pada lima puluh perusahaan di Nigeria yang bergerak pada

bidang non-keuangan yang listing di Nigerian Stock Exchange pada periode 1996-

2005. Penelitian ini menggunakan data panel ekonometri dengan regresi

berganda, serta dengan mengkombinasi dan mengestimasi metode time-series dan

cross-section. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa Average Collection Period,

Inventory Turnover in Days, Average Payment Period dan Cash Conversion

Cycle memiliki pengaruh yang negative signifikan terhadap Return on Assets

(ROA). Leverage berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Firm size

berpengaruh negative terhadap ROA sedangkan growth berpengaruh positif pada

ROA. Penelitian ini menyarankan bahwa manajer dapat menciptakan nilai bagi

pemegang saham mereka jika perusahaan mengelola modal kerja mereka dengan

cara yang lebih efisien dengan mengurangi jumlah dari piutang usaha dan

persediaan untuk minimum yang wajar.

F. Samiloglu dan K. Demirgunes (2008), melakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan

di Turki. Variabel dependen yang digunakan adalah ROA. Variabel independen

9
yang digunakan antara lain Account Receivable Period (ACRP), Inventory Period

(INVP), Cost Conversion Cycle (CCC), Size, Growth, Leverage, Fixed Financial

Assets (Fix). Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi. Dari penelitian

ini diketahui bahwa ACRP dan INVP berpengaruh negatif terhadap ROA.

Sedangkan growth memiliki pengaruh positif terhadap ROA. Leverage memiliki

pengaruh negatif terhadap ROA. Namun CCC, Size dan Fix tidak berpengaruh

signifikan terhadap ROA.

Raheman dan Nasr (2007) meneliti tentang manajemen modal kerja dan

profitabilitas pada perusahaan Pakistan. Dalam penelitian ini menggunakan

sampel dari 94 perusahaan Pakistan yang terdaftar di Bursa Efek Karachi selama 6

tahun pada periode 1999-2004. Penelitian ini menggunakan analisis regresi dan

korelasi. Rasio hutang, ukuran perusahaan (diukur dari segi logaritma alami

penjualan) dan aset keuangan terhadap total aktiva telah digunakan sebagai

variabel kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang

kuat antara variabel manajemen modal kerja dan profitabilitas perusahaan. Ini

berarti bahwa jika siklus konversi kas meningkat maka akan mengakibatkan

penurunan profitabilitas perusahaan, sehingga manajer dapat menciptakan nilai

positif bagi pemegang saham dengan mengurangi siklus konversi kas ke tingkat

minimum mungkin. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan

negatif signifikan antara likuiditas dan profitabilitas. Selain itu ada hubungan

positif antara ukuran perusahaan dan profitabilitas. Ada juga hubungan negatif

yang signifikan antara hutang yang digunakan oleh perusahaan dan profitabilitas.

10
Hernawati (2007) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh efisiensi

modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap profitabilitas pada industry

barang konsumsi yang sudah go public di BEI periode tahun 2002-2005. Sampel

yang diteliti meliputi WCT (Working Capital Turnover), CR (Current Ratio), dan

DTA sebagai variabel bebas dan ROI sebagai variabel terikat. Data diperoleh

melalui data sekunder dari BEI dan dianalisis menggunakan regresi berganda.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa efisiensi modal kerja, likuiditas, dan

solvabilitas berpengaruh terhadap profitabilitas yaitu sebesar 87,3%. Secara

parsial efisiensi modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

profitabilitas, sedangkan likuiditas dan solvabilitas tidak berpengaruh signifikan

terhadap profitabilitas.

Dalam penelitiannya Dani (2003) menggunakan analisis regresi linier

berganda yang hasilnya menunjukkan bahwa secara simultan faktor likuiditas,

leverage dan efisiensi modal kerja terbukti memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap tingkat profitabilitas PT Modern Toolsindo. Sedangkan secara

parsial hanya variabel leverage yang tidak berpengaruh positif terhadap variabel

profitabilitas.

Astuti (2003) melakukan penelitian mengenai pengaruh manajemen modal

kerja terhadap profitabilitas perusahaan automotive and allied product yang go

public di BEJ. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu likuiditas, tingkat

hutang, efisiensi modal kerja, tingkat kecukupan kas, tingkat perubahan hutang

lancar dan profitabilitas. Rasio yang digunakan antara lain likuiditas

menggunakan rasio current ratio, tingkat hutang menggunakan rasio leverage

11
ratio, efisiensi modal kerja menggunakan rasio working capital turnover (WCT),

tingkat kecukupan kas menggunakan cash ratio, tingkat perubahan hutang lancar

menggunakan rasio perubahan hutang lancar. Adapun populasi dalam penelitian

ini adalah semua perusahaan yang bergerak dibidang sektor industri automotive

and allied products yang terdaftar di BEJ, yaitu sebanyak 18 perusahaan. Metode

analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linier berganda. Hasilnya

bahwa variabel independent likuiditas, leverage ( tingkat hutang), efisiensi modal

kerja, tingkat kecukupan kas (cash ratio), perubahan hutang lancar diduga

mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen yaitu Return On Invesment

(ROI) industri automotive and allied product tahun 2000-2003. Sedangkan secara

simultan terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan dan secara parsial terbukti

bahwa variabel efisiensi modal kerja berpengaruh positif secara signifikan

terhadap profitabilitas dan perubahan hutang lancar berpengaruh negatif secara

signifikan terhadap profitabilitas (ROI).

2.2 Return On Asset (ROA)

Return On Asset (ROA) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return On Asset (ROA)

merupakan rasio yang terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada

(Ang,1997). Return On Asset (ROA) atau yang sering disebut juga Return On

Investment (ROI) diperoleh dengan cara membandingkan laba bersih setelah pajak

terhadap total aktiva (James Van Horne dan John M. Wachowicz, 2009). Secara

matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:

Laba Bersih Setelah Pajak


Return On Asset = Total Aset

12
Menurut James Van Home dan John M. Wachowicz (2009:215) bahwa

net profit margin maupun rasio perputaran aktiva tidak dapat memberikan

pengukuran yang memadai atas keseluruhan efektifitas perusahaan. Net profit

margin tidak memperhitungkan penggunaan aktiva, sedangkan rasio perputaran

aktiva tidak memperhitungkan profitabilitas dalam penjualan. ROA dapat

mengatasi kedua kelemahan tersebut. Peningkatan dalam daya untuk

menghasilkan laba perusahaan akan terjadi jika terjadi peningkatan dalam

perputaran aktiva, peningkatan dalam net profit margin, atau keduanya.

Menurut Munawir (2002:85) ROA memiliki beberapa manfaat yang antara

lain:

1. Jika perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik maka

dengan analisis ROA dapat diukur efisiensi penggunaan modal yang

menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi

keadaan keuangan perusahaan.

2. Dapat diperbandingkan dengan rasio industri sehingga dapat diketahui

posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu

langkah dalam perencanaan strategi.

3. Selain berguna untuk kepentingan kontrol, analisis ROA juga berguna

untuk kepentingan perencanaan.

Disamping itu, manfaat ROA menurut Halim dan Supomo (2001:154)

adalah :

1. Perhatian manajemen dititik beratkan pada maksimalisasi laba atas

modal yang diinvestasikan.

13
2. ROA dapat dipergunakan untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakan

yang dilakukan oleh setiap divisinya dan pemanfaatan akuntansi

divisinya. Selanjutnya dengan ROA akan menyajikan perbandingan

berbagai macam prestasi antar divisi secara obyektif. ROA akan

mendorong divisi untuk menggunakan dalam memperoleh aktiva yang

diperkirakan dapat meningkatkan ROA tersebut.

3. Analisa ROA dapat juga digunakan untuk mengukur profitabilitas dari

masing-masing produksi yang dihasilkan oleh perusahaan.

ROA juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang dijabarkan oleh Munawir

(2002:86) berikut ini:

1. ROA sebagai pengukur divisi sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi

aktiva tetap.

2. ROA mengandung distorsi yang cukup besar terutama dalam kondisi

inflasi. ROA akan cenderung tinggi akibat dan penyesuaian (kenaikan)

harga jual, sementara itu beberapa komponen biaya masih dinilai dengan

harga distorsi.

Sedangkan kelemahan ROA menurut Halim dan Supomo (2001:155) adalah:

1. ROA lebih menitikberatkan pada maksimasi pada rasio laba dibandingkan

jumlah absolut laba.

2. Manajer divisi enggan menambah investasi yang menghasilkan ROA

rendah dalam jangka panjang.

14
3. Manajer divisi mungkin mengambil investasi yang menguntungkan

divisinya dalam jangka pendek tetapi dalam jangka panjang bertentangan

dengan keputusan perusahaan.

4. Kurang mendorong divisi untuk menambah investasi, jika ROA yang

diharapkan untuk divisi itu terlalu tinggi.

2.3 Modal Kerja

2.3.1 Pengertian dan Konsep Modal Kerja

Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai kegiatan

operasionalnya baik dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang industri

maupun jasa. Modal kerja harus selalu dalam keadaan berputar selama perusahaan

melakukan kegiatan usaha. Ada beberapa pengertian modal kerja yang

dikemukakan oleh beberapa ahli.

Menurut Brigham dan Houston (2006:131) modal kerja merupakan

investasi sebuah perusahaan pada aktiva-aktiva jangka pendek. Dari pengertian

tersebut maka unsur-unsur dari modal kerja adalah aktiva jangka pendek yang

terdiri dari:

1. Kas

Kas merupakan rekening giro ditambah dengan mata uang. Kas adalah

aktiva yang paling liquid, selain itu kas juga merupakan aktiva yang tidak

menghasilkan. Kas dibutuhkan perusahaan untuk membayar tenaga kerja,

bahan baku, melunasi utang, membeli aktiva tetap, membayar pajak,

membayar deviden, dan kebutuhan lainnya. Namun kas tersebut tidak

menghasilkan bunga sehingga tujuan manajemen kas adalah untuk

15
meminimalkan jumlah kas pada titik dimana kas tersebut cukup untuk

menjalankan aktivitas bisnis secara normal. Walaupun kas tidak

menghasilkan bunga, tetapi mengacu pada teori yang diungkapkan oleh

John Maynard Keynes (2004:300) menyebutkan tiga motif untuk menahan

kas, yaitu motif transaksi, motif spekulasi, dan motif berjaga-jaga.

2. Sekuritas

Sekuritas merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak kepemilikan

untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan atas perusahaan

yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang

melaksanakan hak tersebut. Menurut Bank Indonesia, sekuritas adalah

surat berharga dalam bentuk fisik (warkat) yang mempunyai nilai uang

yang dapat diperdagangkan di pasar uang dan atau pasar modal. Selain

dengan kas, perusahaan juga memerlukan sekuritas yang dapat

diperjualbelikan sebagai cadangan bagi akun kas. Jika kas yang dimiliki

kurang dari yang diperlukan, maka sekuritas tersebut dapat dijual untuk

memenuhi kekurangan kas. Oleh karena itu, sekuritas ini dimaksudkan

sebagai pertahanan pertama atas kebutuhan operasional yang tidak

diperkirakan oleh perusahaan (Van Horne dan Wachowicz, 2009).

3. Persediaan

Persediaan merupakan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan yang

selanjutnya akan dijual dengan atau tanpa diolah terlebih dahulu.

Persediaan sendiri merupakan elemen dari aktiva lancar yang paling

kurang likuid bila dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya. Persediaan

16
akan menimbulkan biaya, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya

tersebut antara lain adalah biaya sewa gudang, biaya perawatan, biaya

asuransi, biaya pengangkutan, dan lain sebagainya. Selain biaya,

persediaan juga akan menimbulkan resiko yang cukup tinggi yaitu resiko

hilang, resiko rusak, dll. Untuk meminimalkan biaya dan resiko, banyak

perusahaan berusaha meminimalkan jumlah persediaannya. Sistem yang

sering dipakai adalah Just-in-Time (JIT) yang bertujuan untuk memperoleh

barang yang diperlukan tepat waktu. Sehingga perusahaan mencari atau

memproduksi barang yang diperlukan hanya pada saat diperlukan saja,

dengan begitu jumlah persediaan dapat diminimalisir.

4. Piutang

Piutang merupakan hak untuk menerima sejumlah kas pada waktu yang

akan datang karena kejadian yang telah terjadi di masa lalu. Piutang

muncul karena adanya penjualan secara kredit, pemberian pinjaman,

persekot dalam kontrak pembelian, dll. Jumlah piutang yang dimiliki oleh

perusahaan erat hubungannya dengan volume penjualan secara kredit yang

dilakukan oleh perusahaan tersebut. Perputaran piutang menjadi kas

dipengaruhi oleh syarat pembayaran piutang tersebut, jika syarat

pembayaran lunak maka jumlah piutang akan semakin besar tetapi

perputaran piutang akan semakin rendah dan jika syarat pembayaran ketat

akan berlaku sebaliknya. Sehingga syarat pembayaran piutang akan

berpengaruh pada penjualan yang selanjutnya berimbas pada profitabilitas.

17
Syarat pembayaran piutang memang bagai pisau bermata dua,

karena makin tinggi perputaran piutang berarti makin efisien modal yang

digunakan. Kasmir (2008:250) berpendapat bahwa modal kerja terdiri dari

tiga konsep, yaitu:

1. Konsep Kuantitatif

Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam

dalam unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva

yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimulai

dari yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu

yang pendek. Dengan demikian modal kerja dalam konsep ini adalah

keseluruhan dari jumlah aktiva lancar.

2. Konsep Kualitatif

Dalam konsep ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan

besarnya jumlah utang lancar atau utang yang harus segera dibayar.

Dengan demikian maka sebagian dari aktiva lancar itu harus

disediakan untuk memenuhi kewajiban financial yang harus segera

dibayar dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk

membayar operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh

karena itu modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva

lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membayar operasi

perusahaan mampu mengganggu likuiditasnya yaitu yang merupakan

kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar. Modal kerja dalam

pengertian ini sering disebut modal kerja memo (non working capital).

18
3. Konsep Fungsional

Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan

pendapatan. Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam

perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan

yang dimaksud adalah pendapatan dalam satu periode accounting

(current income) bukan periode berikutnya (future income). Dari

pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang tidak

menghasilkan current income atau kalau menghasilkan tidak sesuai

dengan misi perusahaan yaitu non working capital, sehingga besarnya

modal kerja adalah:

a. Besarnya kas

b. Besarnya persediaan

c. Besarnya piutang (dikurangi bersarnya laba)

d. Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap

(besarnya adalah sejumlah dana yang berfungsi untuk

menghasilkan current income tahun yang bersangkutan).

Sedangkan bagian piutang yang merupakan keuntungan adalah

tergolong dalam modal kerja potensial dan sebagian dana yang ditanamkan

dalam aktiva tetap yang menghasilkan future income (pendapatan tahun-

tahun sesudahnya) termasuk dalam non working capital.

19
2.3.2 Jenis Modal Kerja

Menurut Riyanto (1995) Modal Kerja digolongkan dalam beberapa jenis yaitu :

1. Modal Kerja Permanen (permanent working capital) yaitu modal kerja

yang ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya antara

modal kerja ini terdiri dari:

a. Modal kerja primer (primary working capital) merupakan jumlah

modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjaga

kontinuitas usahanya.

b. Modal kerja normal (normal working capital) adalah modal kerja yang

dibutuhkan untuk menyelenggarakan proses produksi yang normal.

2. Modal Kerja Variabel (variable working capital) yaitu modal kerja yang

jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja

ini dibagi:

a. Modal kerja musiman (seasonal working capital) adalah modal kerja

yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi musim.

b. Modal kerja siklis (cyclical working capital) adalah modal kerja yang

jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi konjungtur.

c. Modal kerja darurat (emergency working capital) adalah modal kerja

yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak

diketahui sebelumnya.

2.3.3 Sumber Modal Kerja

Menurut Sartono (2001:385) bahwa semakin lama periode antara saat pengeluaran

kas sampai penerimaan kembali, maka kebutuhan modal kerja akan semakin

20
besar. Modal kerja meningkat disebabkan karena sumber-sumbernya lebih besar

daripada penggunaanya sehingga mempunyai efek neto yang positif terhadap

modal kerja. Perubahan-perubahan dari unsur-unsur Non Current accounts yang

mempunyai efek memperbesar modal kerja disebut sebagai sumber-sumber modal

kerja (sources of working capital). Sumber-sumber dari modal kerja atau unsur-

unsur yang mempunyai pengaruh memperbesar modal kerja dapat disebutkan

sebagai berikut :

1. Berkurangnya aktiva tetap

2. Bertambahnya utang jangka panjang

3. Bertambahnya modal

4. Adanya keuntungan dari operasinya perusahaan

2.3.4 Perputaran Modal Kerja

Modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi dalam perusahaan

selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran

modal kerja (working capital turnorver period) dimulai saat kas diinvestasikan

dalam komponen modal kerja sampai saat dimana kas kembali lagi menjadi kas.

Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya atau makin

tinggi tingkat perputarannya (turnorver rate-nya). Lama periode perputaran modal

kerjanya tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing

komponen dari modal kerja tersebut. Untuk menilai keefektifan modal kerja dapat

digunakan ratio antara total penjualan dengan jumlah working capital turnover.

Menurut Munawir (2002 : 800), rasio perputaran modal kerja menunjukkan

hubungan antara modal kerja dengan penjualan akan menunjukkan banyaknya

21
penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (dalam jumlah rupiah) untuk tiap

rupiah modal kerja. Formulasi dari Working capital turnover (WCT) adalah

sebagai berikut :

Penjualan
WCT = ( Utang Lancar Aktiva Lancar)

(Sawir,2001:129)

2.4 Likuiditas

Likuiditas menurut Kasmir (2008:88) adalah berhubungan dengan masalah

kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang

segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki

oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari

perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan

membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang

segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu

memiliki kemampuan membayar.

Kemampuan membayar baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan

membayarnya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua

kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka

kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan kekuatan

membayarnya di satu pihak dengan kewajiban-kewajiban finansialnya yang

segera harus dipenuhi di lain pihak.

Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian

besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera

22
harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan

sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.

Sedangkan menurut Munawir (2001:66) likuiditas adalah menunjukkan

kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang

harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

keuangan pada saat ditagih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya

yang segera harus dipenuhi.

Current ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan

likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui

dan menduga sampai dimanakah kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kewajiban keuangannya. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat

petunjuk, apakah perusahaan yang mendapat kredit itu kira-kira akan mampu

ataupun tidak untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran

kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar

perbandingan itu menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui

besarnya kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa,

sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata

hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan

terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam

waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya.

Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh

karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan

23
dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan

menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat/dengan semestinya. Dilain pihak

ditinjau dari sudut pemegag saham suatu current ratio yang tinggi tak selalu

paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan

jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.

Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung

risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang sutau

current ratio yang rendah malahan menunjukkan pimpinan perusahaan

menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo disesuaikan dengan

kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan

sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari

besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk

membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat.

Munawir (2002:72) menyatakan current ratio 200% kadang sudah

memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio

tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat

ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan

kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk

mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut. Current ratio ini

menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau

kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Namun, suatu

perusahaan dengan current ratio yang tinggi bukan merupakan jaminan bahwa

perusahaan mampu membayar utang yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau

24
distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah

persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan

datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya

over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar

yang mungkin sulit untuk ditagih.

Kasmir (2008:44) menyatakan bahwa bagi perusahaan bukan kredit,

current ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar

turun misalnya sampai lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan

cukup lagi menutup utang lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1, sebenarnya

hanya didasarkan pada prinsip hati-hati. Pedoman current ratio 200% bukanlah

pedoman mutlak. Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai

berikut:

Aktiva Lancar
Current Ratio = Utang Lancar

2.5 Leverage

Leverage menjadi indikasi efisiensi kegiatan bisnis perusahaan, serta pembagian

resiko usaha antara pemilik perusahaan dan para pemberi pinjaman atau kreditur.

Sebagian pos utang jangka pendek, menengah dan panjang menanggung biaya

bunga. Contoh utang dengan beban bunga adalah kredit dari bank dan lembaga

keuangan yang lain. Semakin kecil jumlah pinjaman berbunga semakin kecil pula

beban bunga kredit yang ditanggung perusahaan. Dengan demikian dipandang

dari segi beban bunga, perusahaan tersebut lebih efisien operasi bisnisnya.

Apabila beban biaya operasional yang lain wajar, dengan beban bunga pinjaman

25
kecil diharapkan profitabilitas perusahaan meningkat (Sutojo dan Kleinsteuber,

2004:37).

Rasio leverage adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur

sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Menurut Sawir

(2001:18) untuk mengukur seberapa besar perbandingan total utang dengan total

aset, digunakan rumus :

Total Utang
Rasio leverage = Total Aktiva

2.4 Pertumbuhan Penjualan

Penjualan memiliki pengaruh yang strategis bagi sebuah perusahaan, karena

penjualan yang dilakukan harus didukung dengan harta atau aktiva dan bila

penjualan ditingkatkan maka aktiva pun harus ditambah (Kasmir, 2008:104).

Dengan mengetahui penjualan dari tahun sebelumnya, perusahaan dapat

mengoptimalkan sumber daya yang ada.

Pertumbuhan penjualan (growth) memiliki peranan yang penting dalam

manajemen modal kerja. Dengan mengetahui seberapa besar pertumbuhan

penjualan, perusahaan dapat memprediksi seberapa besar profit yang akan

didapatkan. Untuk mengukur pertumbuhan penjualan, digunakan rumus:

Pertumbuhan penjualan = ( Salest + Salest-1) x 100%


Salest-1

2.6 Ukuran Perusahaan

Menurut Hadri Kusuma (2005), ada tiga teori yang secara implisit menjelaskan

hubungan antara ukuran perusahaan dan tingkat keuntungan, antara lain :

26
a. Teori teknologi, yang menekankan pada modal fisik, economies of scale,

dan lingkup sebagai faktor-faktor yang menentukan besarnya ukuran

perusahaan yang optimal serta pengaruhnya terhadap profitabilitas.

b. Teori organisasi, menjelaskan hubungan profitabilitas dengan ukuran

perusahaan yang dikaitkan dengan biaya transaksi organisasi, didalamnya

terdapat teori critical resources.

c. Teori institusional mengaitkan ukuran perusahaan dengan faktor-faktor

seperti sistem perundang-undangan, peraturan anti-trust, perlindungan

paten, ukuran pasar dan perkembangan pasar keuangan.

Weston dan Brigham (1991) menyatakan bahwa suatu perusahaan besar dan

go public akan mudah untuk menuju ke pasar modal. Karena kemudahan untuk

berhubungan dengan pasar modal, maka perusahaan besar memiliki fleksibilitas

lebih besar untuk memperoleh dana yang sangat diperlukan untuk melaksanakan

kesempatan investasi yang menguntungkan. Dengan demikian, kesempatan untuk

meningkatkan profitabilitas pada perusahaan besar lebih tinggi dibandingkan

dengan perusahaan kecil. Oleh karena itu ukuran perusahaan (firm size) digunakan

sebagai variabel untuk menguji pengaruhnya terhadap return on assets

perusahaan. Dalam penelitian ini Size / skala perusahaan diukur dari jumlah Total

Assets perusahaan dengan rumus sebagai berikut (Riyanto, 1995) :

Size = Ln total assets

27
2.7 Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Profitabilitas

Rasio yang digunakan dalam penelitian ini mencakup rasio-rasio keuangan yang

telah disebutkan diatas, ditambah dengan pengukuran terhadap pertumbuhan

penjualan

2.7.1 Pengaruh Current Ratio terhadap Profitabilitas

Current ratio merupakan salah satu likuiditas, yaitu rasio yang bertujuan untuk

mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya. Semakin tinggi CR suatu perusahaan berarti semakin kecil resiko

kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Akibatnya

resiko yang akan ditanggung pemegang saham juga semakin kecil (Ang, 1997).

Rasio ini mekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan

dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh

pendanaan utang (Horne dan Wachowics, 2009:210). Dengan mengetahui

seberapa besar persentase utang yang dimiliki, perusahaan dapat mencegah

terjadinya gagal bayar. Semakin besar rasio lancar, maka menunjukkan semakin

besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hal

ini menunjukkan perusahaan melakukan penempatan dana yang besar pada sisi

aktiva lancar. Penempatan dana yang terlalu besar pada sisi aktiva memiliki dua

efek yang sangat berlainan. Di satu sisi, likuiditas perusahaan semakin baik.

Namun di sisi lain, perusahaan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan

tambahan laba, karena dana yang seharusnya digunakan untuk investasi yang

menguntungkan perusahaan, dicadangkan untuk memenuhi likuiditas perusahaan.

menurut Van Horne, dan Wachowicz (2009:323) likuiditas perusahaan

28
berbanding terbalik dengan profitabilitas. Maksudnya, semakin tinggi likuiditas

perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba semakin

rendah.

Dani (2003) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa likuiditas yang

diproksi dengan current ratio secara simultan berpengaruh terhadap profitabilitas.

Dari uraian diatas, dapat ditarik sebuah hipotesis sebagai berikut :

H1: Current ratio berpengaruh terhadap profitabilitas

2.7.2 Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Profitabilitas

Perusahaan manufaktur tidak akan berjalan tanpa adanya sistem penjualan yang

baik. Penjualan merupakan ujung tombak dari sebuah perusahaan. Ramalan

penjualan yang tepat sangatlah diperlukan, agar perusahaan dapat mempersiapkan

segala sesuatu yang diperlukan untuk proses produksi. Dengan menggunakan

rasio pertumbuhan penjualan, perusahaan dapat mengetahui trend penjualan dari

produknya dari tahun ke tahun.

Brigham dan Houston (2006: 168) menyebutkan bahwa penjualan harus

dapat menutupi biaya sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Maka

perusahaan dapat menentukan langkah yang akan diambil untuk mengantisipasi

kemungkinan naik atau turunnya penjualan pada tahun yang akan datang. Bila

penjualan ditingkatkan, maka aktiva pun harus ditambah sedangkan di sisi lain,

jika perusahaan tahu dengan pasti permintaan penjualannya di masa mendatang,

hasil dari tagihan piutangnya, serta jadwal produknya, perusahaan akan dapat

mengatur jadwal jatuh tempo utangnya agar sesuai dengan arus kas bersih di masa

29
mendatang. Akibatnya, laba akan dapat dimaksimalkan.(Horne dan Wachowicz,

2009).

Falope dan Ajilore (2009) menyatakan bahwa growth berpengaruh positif

signifikan terhadap ROA. Dari uraian diatas, dapat ditarik hipotesis sebagai

berikut:

H2: Pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap profitabilitas.

2.7.3 Pengaruh Perputaran Modal Kerja terhadap Profitabilitas

Djarwanto (2004:20) menyebutkan indikasi pengelolaan modal kerja yang baik

adalah adanya efisiensi modal kerja yang dapat dilihat dari perputaran modal kerja

yang dimiliki dari asset kas di investasikan dalam komponen modal kerja sampai

saat kembali menjadi kas. Efisiensi modal kerja dapat dilihat dari perputaran

modal kerja (working capital turnover), perputaran persediaan (inventory

turnover), dan perputaran piutang (receivable turnover). Perputaran modal kerja

dimulai dari saat kas dinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat

kembali menjadi kas. Makin pendek periode peputaran modal kerja makin cepat

perputarannya, sehingga modal kerja semakin tinggi dan perusahaan makin efisien

yang pada akhirnya profitabilitas meningkat.

Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari efisiensi

modal kerja. Pengukuran efissiensi modal kerja umumnya diukur dengan melihat

perputaran modal kerja (working capital turnover). Jika perputaran modal kerja

semakin tinggi maka semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam

modal kerja kembali menjadi kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat

lebih cepat diterima. Hasil penelitian Dani (2003) menyatakan bahwa perputaran

30
modal kerja berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas, sehingga

peneliti dapat menarik hipotesis sebagai berikut :

H3: Perputaran modal kerja berpengaruh terhadap profitabilitas

2.7.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Profitabilitas

Rajan dan Zingales (2001) dalam Hadri kusuma (2005:85) menyebutkan bahwa

menurut teori critical, semakin besar skala perusahaan maka profitabilitas juga

akan meningkat, tetapi pada titik atau jumlah tertentu ukuran perusahaan akhirnya

akan menurunkan laba (profit) perusahaan. Teori critical menekankan pada

pengendalian oleh pemilik perusahaan terhadap sumber daya perusahaan seperti

aset, teknologi, kekayaan intelektual sebagai faktor-faktor yang menentukan

ukuran perusahaan. Dengan adanya sumber daya yang besar, maka perusahaan

dapat melakukan investasi baik untuk aktiva lancar maupun aktiva tetap dan juga

memenuhi permintaan produk. Hal ini akan semakin memperluas pangsa pasar.

Dengan adanya penjualan yang semakin meningkat, perusahaan dapat

menutup biaya yang keluar pada saat proses produksi. Dengan begitu, laba

perusahaan akan meningkat. Samiloglu dan Demirgunes (2008) dalam

penelitiannya menemukan bahwa size tidak berpengaruh terhadap profitabilitas.

Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian Falope dan Ajilore (2009)

yang menyatakan bahwa Firm Size berpengaruh negatif terhadap profitabilitas.

Dari uraian tersebut, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :

H4: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap profitabilitas

31
2.7.5 Pengaruh Leverage terhadap Profitabilitas

Menurut Van Horne (2009: 221), semakin tinggi rasio debt to total asset, semakin

besar risiko keuangannya. Yang dimaksudkan dengan terjadinya peningkatan

risiko adalah kemungkinan terjadinya default karena perusahaan terlalu banyak

melakukan pendanaan aktiva dari hutang. Dengan adanya risiko gagal bayar,

maka biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengatasi masalah ini

semakin besar.

Rasio leverage (utang) menekankan pada peran penting pendanaan utang

bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang

didukung oleh pendanaan utang. Berdasarkan Pecking Order Theory, semakin

besar rasio ini, menunjukkan bahwa semakin besar biaya yang harus ditanggung

perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang dimilikinya. Hal ini dapat

menurunkan profitabilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Dari uraian diatas, dapat

ditarik hipotesis sebagai berikut:

H5: Leverage berpengaruh negatif terhadap profitabilitas (ROA).

2.8 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya penelitian ini menggunakan rasio rasio keuangan seperti yang

dilakukan peneliti terdahulu. Penelitian ini menggunakan Return on asset sebagai

variabel dependen. Dan menggunakan rasio rasio keuangan lainnya seperti

current ratio, perputaran modal kerja, pertumbuhan penjualan, size, dan leverage

sebagai variabel independen. Penilaian ini tentunya sangat diperlukan oleh banyak

pihak selain untuk pemerintah juga penting manajemen dan para pemegang

saham. Analisis return to asset merupakan salah satu alat atau cara yang paling

32
umum digunakan dalam membuat analisis laporan keuangan. Dari analisis

tersebut dapat menggambarkan bagaimana kinerja suatu perusahaan.

Sesuai dengan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, dapat disusun

suatu justifikasi bahwa current ratio memiliki pengaruh terhadap return on asset

karena current ratio merupakan indikator terhadap kemampuan perusahaan untuk

menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian kerugian

perusahaan yang disebabkan oleh aktiva beresiko, maka tinggi rendahnya nilai

current ratio suatu perusahaan, akan mempengaruhi kinerja dan kemampuan

perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya. Perputaran modal kerja

(WCT) berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan. Ratio ini

menunjukkan hubungan antara modal kerja dan penjualan yang menunjukkan

banyaknya penjualan yang diperoleh perusahaan. Growth juga berpengaruh

signifikan terhadap return on asset, dimana growth ini dapat memprediksi

seberapa besar profit yang akan diterima perusahaan. Size berpengaruh terhadap

profitabilitas perusahaan, teori critical menekankan pada pengendalian oleh

pemilik perusahaan terhadap sumber daya perusahaan seperti aset, teknologi,

kekayaan intelektual sebagai faktor-faktor yang menentukan ukuran perusahaan.

Dengan adanya sumber daya yang besar, maka perusahaan dapat melakukan

investasi baik untuk aktiva lancar maupun aktiva tetap dan juga memenuhi

permintaan produk. Hal ini akan semakin memperluas pangsa pasar sehingga

penjualan yang semakin meningkat, perusahaan dapat menutup biaya yang keluar

pada saat proses produksi. Kemudian leverage berpengaruh terhadap return on

33
asset. Apabila semakin besar ratio ini, maka menunjukkan semakin besar biaya

yang harus ditanggung perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran yang dapat di

simpulkan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

CURRENT RATIO

(CR)

PERTUMBUHAN PENJUALAN

(GROWTH)

PERPUTARAN MODAL KERJA PROFITABILITAS

(WCT) (ROA)

UKURAN PERUSAHAAN

(SIZE)

LEVERAGE

(LEV) Regresi Linier Berganda

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

34
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma kuantitatif yaitu dengan melakukan

perhitungan yang relevan terhadap masalah yang diteliti. Penelitian kuantitatif

adalah penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui

pengukuran variabel-variabel penelitian dengan menggunakan angka dan

melakukan analisis data dengan prosedur statistik (Indriantoro dan Supomo,

1999).

3.2 Populasi dan Penentuan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan perusahaan manufaktur karena perusahaan ini

memiliki rasio profitabilitas (ROA) yang tinggi, hal ini berarti perusahaan dalam

memperoleh profitabilitas yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor.

Sedangkan pemilihan periode 2014-2015 sebagai sampel karena dapat

menggambarkan kondisi yang relatif baru di pasar modal Indonesia. Dengan

menggunakan sampel yang relatif baru dan rentang tahun penelitian yang panjang,

diharapkan hasil penelitian akan lebih relevan untuk memahami kondisi yang

aktual di Indonesia. Sesuai dengan publikasi BEI.

35
3.2.2 Penentuan Sampel

Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive

sampling jenis judgement sampling yaitu sampel dipilih dengan menggunakan

pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian atau masalah

penelitian yang dikembangkan. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu:

1. Perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia dari sektor

industri barang konsumsi bidang makanan dan minuman, farmasi, dan

rokok.

2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan secara lengkap selama

periode 2014-2015.

3. Memiliki nilai ROA dan pertumbuhan penjualan yang positif.

4. Memiliki nilai working capital turnover yang positif.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal

dari Laporan Keuangan perusahaan sampel yang diperoleh dari Bursa Efek

Indonesia melalui situs resminya, yaitu www.idx.co.id dan ringkasan laporan

keuangan perusahaan yang terdapat pada Indonesian Capital Market Directory.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah

metode dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji

data sekunder yang berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang

36
dipublikasikan oleh BEI melalui Indonesian Capital Market Directory (ICMD)

serta dari berbagai buku pendukung dan sumber-sumber lainnya yang

berhubungan dengan profitabilitas.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Penelitian ini melibatkan enam variabel yang terdiri atas satu variabel terikat

(dependen) dan lima variabel bebas (independen). Variabel bebas tersebut adalah:

current ratio, pertumbuhan penjualan, perputaran modal kerja, ukuran perusahaan

dan leverage, sedangkan variabel terikatnya adalah Return On Assets (ROA).

Adapun definisi dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:

3.4.1 Return On Assets (Y)

Profitabilitas (profitability) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba

dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri

(Sartono, 2001: 122). Dalam Penelitian ini profitabilitas diproksi dengan Return

On Assets (ROA).

Return on asset (ROA) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return On Asset (ROA)

merupakan rasio yang terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada (Ang,

1997). Return On Asset (ROA) atau yang sering disebut juga Return On

Investment (ROI) diperoleh dengan cara membandingkan laba bersih setelah pajak

terhadap total aktiva. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:


Return On Asset =

37
3.4.2 Current Ratio (CR)

Current Ratio adalah (Machfoedz, 1994) kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban yang harus segera dipenuhi atau dengan kata lain untuk

memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Current Ratio merupakan indikator yang

sesungguhnya dari likuiditas perusahaan, karena perhitungan tersebut

mempertimbangkan hubungan relatif antara aktiva lancar dengan hutang lancar

untuk masing-masing perusahaan. Apabila perbandingan utang lancar melebihi

aktiva lancarnya (rasio lancar menunjukkan angka dibawah 1), maka perusahaan

dikatakan mengalami kesulitan melunasi utang jangka pendeknya. Jika rasio

lancarnya terlalu tinggi, maka sebuah perusahaan dikatakan kurang efisien dalam

mengurus aktiva lancarnya. Adapun formulasi dari Current Ratio (CR) adalah

sebagai berikut :


Current Ratio =

3.4.3 Pertumbuhan Penjualan (Growth)

Pertumbuhan penjualan (growth) memiliki peranan yang penting dalam

manajemen modal kerja. Dengan mengetahui seberapa besar pertumbuhan

penjualan, perusahaan dapat memprediksi seberapa besar profit yang akan

didapatkan. Untuk mengukur pertumbuhan penjualan, digunakan rumus:

Pertumbuhan Penjualan = ( Salest + Salest-1) x 100%


Salest-1

38
3.4.4 Perputaran Modal Kerja (WCT)

Ratio ini menunjukan hubungan antara modal kerja dengan penjualan akan

menunjukan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (dalam

jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja (Munawir, 2002). Formulasi dari

Working Capital Turnover (WCT) adalah sebagai berikut :


WCT =
( )

3.4.5 Ukuran Perusahaan (Size)

Ukuran perusahaan menunjukkan seberapa besar perusahaan dilihat dari total

asset yang dimiliki. Untuk memberikan kriteria yang pasti mengenai ukuran suatu

perusahaan, digunakan rumus :

Size = lntotal asset

3.4.6 Leverage

Rasio utang merupakan rasio antara total utang (total debts) baik untuk utang

jangka pendek dan utang jangka panjang terhadap total aktiva baik aktiva lancar

maupun aktiva tetap dan aktiva lainnya (Mamduh 2003:40). Untuk mengukur

seberapa besar perbandingan total hutang dengan total aset, digunakan rumus :


Lev =

39
3.5 Metode Analisis

3.5.1 Model Regresi

Untuk menguji model pengaruh dan hubungan variabel bebas yang lebih dari dua

variabel terhadap variabel dependen, digunakan persamaan regresi linier berganda

(multiple linear regression method) dengan metode Ordinary Least Squares

(pangkat kuadrat terkecil biasa). Inti metode OLS adalah mengestimasi suatu

garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan setiap

observasi terhadap garis tersebut (Ghozali, 2005).

Y = + 1CR + 2Growth + 3 WCT + 4Size + 5Lev + e

Keterangan :

Y = profitabilitas (ROA)

= konstanta

= koefisien parameter

CR = current ratio

Growth = pertumbuhan penjualan

WCT = working capital turnover (perputaran modal kerja)

Size = ukuran perusahaan

Lev = leverage

e = kesalahan pengganggu (disturbances error)

40
3.5.2 Pengujian Hipotesis

3.5.2.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi

adalah antara nol dan satu. Nilai R yang kecil berarti kemampuan variabel-

variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.

Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel

dependen.

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias

terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap

tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah

variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh

karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2

pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai

Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan

ke dalam model.

3.5.2.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk menguji tingkat signifikan pengaruh seluruh variabel-

variabel bebas atau independent (X) terhadap variabel terikat atau variabel

dependent (Y). Uji F dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang

digunakan fit. Dasar pengambilan keputusannya adalah:

1) Jika Fhitung < Ftabel, maka model regresi tidak fit (hipotesis ditolak).

41
2) Jika Fhitung > Ftabel, maka model regresi fit (hipotesis diterima).

Uji F dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F pada output hasil

regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 ( = 5%). Jika nilai

signifikansi lebih besar dari maka hipotesis ditolak, yang berarti model regresi

tidak fit. Jika nilai signifikan lebih kecil dari maka hipotesis diterima, yang

berarti bahwa model regresi fit.

3.5.2.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Dasar pengambilan keputusannya adalah:

1) Jika thitung < ttabel, maka variabel independen secara individual tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis ditolak).

2) Jika thitung > ttabel, maka variabel independen secara individual berpengaruh

terhadap variabel dependen (hipotesis diterima).

Uji t dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t masing-

masing variabel pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significance

level 0,05 ( = 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari maka hipotesis

ditolak (koefisien regresi tidak signifikan), yang berarti secara individual variabel

independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

dependen. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari maka hipotesis diterima

(koefisien regresi signifikan), berarti secara individual variabel independen

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

42
3.5.3 Uji Asumsi Klasik

3.5.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual terdistribusi normal atau tidak (Ghozali, 2005:110).

Cara untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi secara normal atau tidak

adalah dengan analisis grafik atau analisis statistik.

Pengujian residual analisis grafik adalah dengan melihat grafik histogram

yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati

distribusi normal. Metode yang lebih andal adalah dengan melihat normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data

residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data

residualnormal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan

mengikuti garis diagonalnya.

Pengujian residual analisis statistik adalah dengan uji statistik non

parametik Kolmogorov-Smirnov. Apabila hasil uji K-S menunjukkan bahwa

Assymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05 maka residual terdistribusi secara normal.

Sebaliknya bila hasil uji tersebut menunjukkan bahwa Assymp. Sig. (2-tailed)

kurang dari 0,05 maka residual tidak terdistribusi secara normal (Ghozali,

2005:112).

43
3.5.3.2 Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas (variabel independen). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel

independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.

Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama

variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2005:91).

Multikolenieritas diuji dengan menggunakan nilai VIF atau Variance

Inflation Factor, yaitu dengan melihat nilai VIF pada tabel coefficients. Pengujian

multikolonieritas adalah dengan melihat apakah nilai VIF pada model tersebut

lebih besar dari 10 atau tidak. Model dikatakan terjadi multikolonieritas bila nilai

VIF lebih dari 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,10.

3.5.3.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan

ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual

(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal

ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena gangguan pada

seseorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi gangguan pada

individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik

44
adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Salah satu cara untuk mendeteksi ada

tidaknya autokorelasi adalah dengan uji Run Test (Ghozali, 2005:95).

3.5.3.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model

regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi

Heteroskedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi

heteroskedatisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai

ukuran (kecil, sedang, dan besar).

Dalam penelitian ini, uji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau

tidaknya Heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu

pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED di mana sumbu y adalah y

yang telah diprediksi, dan sumbu x adalah residual (y prediksi y sesungguhnya)

yang telah di-studentized. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di

bawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN INTERPRETASI

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Bursa Efek Indonesia merupakan salah satu bursa tempat dimana orang

memperjual belikan efek di Indonesia. Pada 1 Desember 2007 Bursa Efek Jakarta

dan Bursa Efek Surabaya melakukan pengabungan usaha yang secara efektif

dengan nama baru yang kini berubah menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada

14 Desember 1912 Bursa Efek Indonesia (BEI) didirikan oleh Vereeniging Oost-

Indische Compagnie (VOC) bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa

efek) dan langsung memulai perdagangan, Setelah lama vakum karena perang

kemerdekaan dan berbagai masalah internal, bursa efek kembali diaktifkan pada

10 Agustus 1977 dengan nama Bursa Efek Jakarta yang dijalankan Badan

Pelaksana Pasar Modal.

Pada 13 Juli 1992, BEJ diprivatisasi dengan dibentuknya PT. Bursa Efek Jakarta.

Kemudian pada tahun 1995, perdagangan elektronik di BEJ dimulai. Setelah

sempat jatuh ke sekitar 300 poin pada saat-saat krisis & kerusuhan kala itu di era

memasuki tahun 2000 milenium, BEJ mencatat rekor tertinggi barunya pada awal

tahun 2006 setelah mencapai level 1.500 poin berkat adanya sentimen positif dari

dilantiknya presiden baru, Susilo Bambang Yudhoyono. Peningkatan pada tahun

2004 ini sekaligus membuat BEJ menjadi salah satu bursa saham dengan kinerja

terbaik di Asia pada tahun tersebut.

46
Pada 1 Desember 2007 Bursa Efek Indonesia mulai beroperasi. Bursa Efek

Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX) merupakan bursa

hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya

(BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk

menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek

Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif.

BEI menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading

System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan

sebelumnya. Sejak 2 Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan

sistem baru bernama JATS-NextG yang disediakan OMX. Bursa Efek Indonesia

berpusat di kawasan niaga Sudirman, Jl. Jend. Sudirman 52-53, Senayan,

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Untuk memberikan informasi yang lebih

lengkap tentang perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data

pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator

pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI

mempunyai tujuh macam indeks saham dan tanggal tersebut di tetapkan sebagai

hari jadi bursa efek indonesia.

BEI menggunakan semua saham tercatat sebagai komponen kalkulasi Indeks

harga saham gabungan (IHSG).Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang

masuk dalam setiap sektor. Indeks LQ45, menggunakan 45 saham terpilih yang

tergabung dalam market kapitalisasi terbesar setelah melalui beberapa tahapan

seleksi. Indeks Individual, yang merupakan Indeks untuk masing-masing saham

didasarkan harga dasar.Jakarta Islamic Index, merupakan Indeks perdagangan

47
saham syariah. Indeks Papan Utama (MBX) dan Papan Pengembangan (DBX),

indeks yang didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu

kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan. Indeks Kompas100,

menggunakan 100 saham pilihan harian Kompas.

4.2 Deskripsi Sampel Penelitian

Tabel 4.1
Kriteria Sampel Penelitian

No Kriteria Jumlah
1 Perusahaan manufaktur sektor makanan & minuman 16
2 Perusahaan manufaktur sektor farmasi 9
3 Perusahaan manufaktur sektor rokok 4
4 Memiliki nilai pertumbuhan penjualan negatif -8
5 Mengalami kerugian -1
Total Sampel 20
Sumber : www.idx.co.id

Dibawah ini disajikan data perusahaan yang dijadikan sampel pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2
Daftar Perusahaan Sampel Penelitian

No. Kode Nama Perusahaan Bidang


1 ADES PT Akasha Wira International Tbk Makanan & Minuman
2 AISA PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk Makanan & Minuman
3 ICBP PT Indofood CBP Tbk Makanan & Minuman
4 INDF PT Indofood Tbk Makanan & Minuman
5 JPFA PT Japfa Tbk Makanan & Minuman
6 MYOR PT Mayora Tbk Makanan & Minuman
7 ROTI PT Nippon Sari Roti Tbk Makanan & Minuman
8 SKLT PT Sekar Laut, Tbk Makanan & Minuman
9 STTP PT Siantar Top, Tbk Makanan & Minuman
10 ULTJ PT Ultra Jaya Tbk Makanan & Minuman
11 GGRM PT Gudang Garam Tbk Rokok
12 HMSP PT Hinjaya Mandala Sampoerna, Tbk Rokok
13 WIIM PT Wismilak Inti Makmur Rokok

48
14 DVLA PT Daya Varia Laboratoria, Tbk Farmasi
15 INAF PT Indofarma, Tbk Farmasi
16 KAEF PT Kimia Farma, Tbk Farmasi
17 KLBF PT Kalbe Farma, Tbk Farmasi
18 SCPI PT Merck Sharp Dohme Pharma, Tbk Farmasi
19 SQBB PT Taisho Pharmeutical Tbk Farmasi
20 TSPC PT Tempo Scan Pacifik Tbk Farmasi
Sumber : www.idx.co.id

4.2.2 Profitabilitas (ROA)

Berikut ini adalah hasil perhitungan dari Return On Asset (ROA) pada tahun

2014-2015 :

Tabel 4.3
Return On Assets

No Perusahaan Tahun EAT T Asset ROA


1 ADES 2015 32.839 653.224 0,05
2 AISA 2015 373.750 9.060.979 0,04
3 JPFA 2015 524.484 17.159.466 0,03
4 ICBP 2015 2.923.148 26.560.624 0,11
5 INDF 2015 3.709.501 91.831.526 0,04
6 MYOR 2015 1.250.233.128.560 11.342.715.686.221 0,11
7 ROTI 2015 270.538.700.440 2.706.323.637.034 0,10
8 SKLT 2015 11.400 377.100 0,03
9 STTP 2015 185.705 1.919.568 0,10
10 ULTJ 2015 523.100.215.029 3.539.995.910.248 0,15
11 DVLA 2015 107.894.430 1.376.278.237 0,08
12 INAF 2015 6.565.707.419 1.533.708.564.241 0,00
13 KAEF 2015 252.972.506.074 3.236.224.076.311 0,08
14 KLBF 2015 2.057.694.281.873 13.696.417.381.439 0,15
15 SCPI 2015 139.321.698 1.510.747.778 0,09
16 SQBB 2015 150.207.262 464.027.522 0,32
17 TSPC 2015 529.218.651.807 6.284.729.099.203 0,08
18 GGRM 2015 6.452.834 63.505.413 0,10
19 HMSP 2015 10.363.308 38.010.724 0,27
20 WIIM 2015 131.081 1.342.700 0,10
21 ADES 2014 31.021 504.865 0,06
22 AISA 2014 679.748 7.371.846 0,09

49
23 ICBP 2014 2.531.681 24.910.211 0,10
24 INDF 2014 5.146.323 85.938.885 0,06
25 JPFA 2014 384.846 15.730.435 0,02
26 MYOR 2014 409.824.768.594 10.291.108.029.334 0,04
27 ROTI 2014 188.577.521.074 2.142.894.276.216 0,09
28 SKLT 2014 16.900 331.575 0,05
29 STTP 2014 123.465 1.700.204 0,07
30 ULTJ 2014 283.360.914.211 2.917.083.567.355 0,10
31 DVLA 2014 80.929.476 1.236.247.525 0,07
32 INAF 2014 1.164.824.606 1.248.343.275.406 0,001
33 KAEF 2014 236.531.070.864 2.968.184.626.297 0,08
34 KLBF 2014 2.121.090.581.630 12.425.032.367.729 0,17
35 SCPI 2014 104.166.113 1.317.314.767 0,08
36 SQBB 2014 164.808.009 459.352.720 0,36
37 TSPC 2014 584.293 5.592.730 0,10
38 GGRM 2014 5.395.293 58.220.600 0,09
39 HMSP 2014 10.181.083 28.380.630 0,36
40 WIIM 2014 131.081 1.334.545 0,10
Sumber : www.idx.co.id

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai ROA tertinggi pada tahun

2014 adalah (0,36) yang dimiliki oleh perusahaan dengan kode SQBB, sedangkan

perusahaan dengan kode INAF adalah perusahaan yang memiliki nilai ROA

terendah, yakni (0,001). Rata-rata ROA untuk taun 2015 adalah (0,10). ROA

tertinggi pada tahun 2015 adalah (0,32) yang dimiliki oleh perusahaan dengan

kode SQBB, sedangkan perusahaan dengan kode INAF adalah perusahaan yang

memiliki nilai ROA terendah, yakni (0,004). Rata-rata ROA untuk tahun 2015

adalah (0,10). Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa nilai ROA stagnan

sepanjang tahun 2014-2015.

50
4.2.3 Current Ratio

Berikut ini adalah hasil perhitungan dari Current ratio pada tahun 2014-2015 :

Tabel 4.4
Current Ratio

No Perusahaan Tahun Asset Lancar Hutang Lancar CR


1 ADES 2015 276.323 199.364 1,39
2 AISA 2015 4.463.635 2.750.456 1,62
3 ICBP 2015 13.961.500 6.002.344 2,33
4 INDF 2015 42.816.745 25.107.538 1,71
5 JPFA 2015 9.604.154 5.352.670 1,79
6 MYOR 2015 7.454.347.029.087 3.151.495.162.694 2,37
7 ROTI 2015 812.990.646.097 395.920.006.814 2,05
8 SKLT 2015 189.800 159.100 1,19
9 STTP 2015 875.469 554.491 1,58
10 ULTJ 2015 2.103.565.054.627 561.628.179.393 3,75
11 DVLA 2015 1.043.830.034 296.298.118 3,52
12 INAF 2015 1.068.157.388.878 846.731.120.973 1,26
13 KAEF 2015 2.100.921.793.619 1.088.431.346.892 1,93
14 KLBF 2015 8.748.491.608.702 2.365.880.490.863 3,70
15 SCPI 2015 1.261.500.998 989.115.069 1,28
16 SQBB 2015 365.446.619 102.270.152 3,57
17 TSPC 2015 4.304.922.144.352 1.696.486.657.073 2,54
18 GGRM 2015 42.568.431 24.045.086 1,77
19 HMSP 2015 29.807.330 4.538.674 6,57
20 WIIM 2015 988.814 341.706 2,89
21 ADES 2014 240.896 156.900 1,54
22 AISA 2014 3.977.086 1.493.308 2,66
23 JPFA 2014 8.709.315 4.916.448 1,77
24 ICBP 2014 13.603.527 6.230.997 2,18
25 INDF 2014 40.995.736 22.681.686 1,81
26 MYOR 2014 6.508.768.623.440 3.114.337.601.362 2,09
27 ROTI 2014 420.316.388.535 307.608.669.233 1,37
28 SKLT 2014 167.419 141.425 1,18
29 STTP 2014 799.430 538.631 1,48
30 ULTJ 2014 1.642.101.746.819 490.967.089.226 3,34
31 DVLA 2014 925.293.721 178.583.390 5,18
32 INAF 2014 782.887.635.406 600.565.585.352 1,30

51
33 KAEF 2014 2.040.430.857.906 854.811.681.427 2,39
34 KLBF 2014 8.120.805.370.192 2.385.920.172.489 3,40
35 SCPI 2014 1.052.936.822 429.723.052 2,45
36 SQBB 2014 366.091.435 83.717.824 4,37
37 TSPC 2014 3.714.701 1.237.332 3,00
38 GGRM 2014 38.532.600 23.783.134 1,62
39 HMSP 2014 20.777.514 13.600.230 1,53
40 WIIM 2014 999.717 439.446 2,27
Sumber : www.idx.co.id

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai CR tertinggi pada tahun

2014 adalah (5,18) yang dimiliki oleh perusahaan dengan kode DVLA, sedangkan

perusahaan dengan kode SKLT adalah perusahaan yang memiliki nilai CR

terendah, yakni (1,18). Rata-rata CR untuk taun 2014 adalah (2,35). CR tertinggi

pada tahun 2015 adalah (6,57) yang dimiliki oleh perusahaan dengan kode HMSP,

sedangkan perusahaan dengan kode SKLT adalah perusahaan yang memiliki nilai

CR terendah, yakni (1,19). Rata-rata CR untuk tahun 2015 adalah (2,44).

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa terjadi penurunan nilai CR sepanjang

tahun 2014-2015 sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan perusahaan

dalam mencukupi htang jangka pendeknya juga mengalami penurunan.

4.2.4 Pertumbuhan Penjualan

Berikut ini adalah data pertumbuhan penjualan pada tahun 2014-2015:

Tabel 4.5
Pertumbuhan Penjualan

No Perusahaan Tahun Penjualan T1 Penjualan T0 SG


1 ADES 2015 669.725 578.784 0,16
2 AISA 2015 6.010.895 5.139.974 0,17
3 JPFA 2015 25.022.913 24.458.880 0,02
4 ICBP 2015 31.741.094 30.022.463 0,06
5 INDF 2015 64.061.947 63.594.452 0,01

52
6 MYOR 2015 14.818.730.635.847 14.169.088.278.238 0,05
7 ROTI 2015 2.174.501.712.899 1.880.262.901.697 0,16
8 SKLT 2015 745.100 681.400 0,09
9 STTP 2015 2.544.278 2.170.464 0,17
10 ULTJ 2015 4.393.932.684.171 3.916.789.366.423 0,12
11 DVLA 2015 1.306.098.136 1.103.821.775 0,18
12 INAF 2015 1.621.898.667.657 1.381.436.578.115 0,17
13 KAEF 2015 4.860.371.483.524 4.521.024.379.760 0,08
14 KLBF 2015 17.887.464.223.321 17.368.532.547.558 0,03
15 SCPI 2015 2.260.571.967 965.818.287 1,34
16 SQBB 2015 514.708.068 497.501.571 0,03
17 TSPC 2015 8.181.481.867.179 7.512.115.037.587 0,09
18 GGRM 2015 70.365.573 65.185.850 0,08
19 HMSP 2015 89.069.306 80.690.139 0,10
20 WIIM 2015 1.839.419 1.661.533 0,11
21 ADES 2014 578.784 502.524 0,15
22 AISA 2014 5.139.974 4.056.735 0,27
23 JPFA 2014 24.458.880 21.412.085 0,14
24 ICBP 2014 30.022.463 25.094.681 0,20
25 INDF 2014 63.594.452 55.623.657 0,14
26 MYOR 2014 14.169.088.278.238 12.017.837.133.337 0,18
27 ROTI 2014 1.880.262.901.697 1.505.519.937.691 0,25
28 SKLT 2014 681.400 567.000 0,20
29 STTP 2014 2.170.464 1.694.935 0,28
30 ULTJ 2014 3.916.789.366.423 3.460.231.249.075 0,13
31 DVLA 2014 1.103.821.775 1.101.684.170 0,002
32 INAF 2014 1.381.436.578.115 1.337.498.191.710 0,03
33 KAEF 2014 4.521.024.379.759 4.348.073.988.385 0,04
34 KLBF 2014 17.368.532.547.558 16.002.131.057.048 0,09
35 SCPI 2014 965.818.287 407.088.731 1,37
36 SQBB 2014 497.501.571 426.436.344 0,17
37 TSPC 2014 7.512.115 6.854.889 0,10
38 GGRM 2014 65.185.850 55.436.954 0,18
39 HMSP 2014 80.690.139 75.025.207 0,08
40 WIIM 2014 1.661.533 1.588.022 0,05
Sumber : www.idx.co.id

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai pertumbuhan penjualan

tertinggi pada tahun 2014 adalah (1,37) yang dimiliki oleh perusahaan dengan

53
kode SCPI, sedangkan perusahaan dengan kode DVLA adalah perusahaan yang

memiliki nilai pertumbuhan penjualan terendah, yakni (0,002). Rata-rata

pertumbuhan penjualan untuk tahun 2014 adalah (0,20). Pertumbuhan penjualan

tertinggi pada tahun 2015 adalah (1,34) yang dimiliki oleh perusahaan dengan

kode SCPI, sedangkan perusahaan dengan kode INDF adalah perusahaan yang

memiliki nilai pertumbuhan penjualan terendah, yakni (0,01). Rata-rata

pertumbuhan penjualan untuk tahun 2015 adalah (0,16). Berdasarkan uraian di

atas diketahui bahwa terjadi penurunan penjualan sepanjang tahun 2014-2015

sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh

penjualan juga mengalami penurunan.

4.2.5 Perputaran Modal Kerja

Berikut ini adalah hasil perhitungan dari perputaran modal kerja pada tahun 2014-

2015:

Tabel 4.6
Perputaran Modal Kerja

No Perusahaan Tahun Asset lancar Hutang Lancar Penjualan WCT


1 ADES 2015 276.323 199.364 669.725 0,11
2 AISA 2015 4.463.635 2.750.456 6.010.895 0,29
3 JPFA 2015 13.961.500 6.002.344 25.022.913 0,32
4 ICBP 2015 42.816.745 25.107.538 31.741.094 0,56
5 INDF 2015 9.604.154 5.352.670 64.061.947 0,07
6 MYOR 2015 7.454.347.029.087 3.151.495.162.694 14.818.730.635.847 0,29
7 ROTI 2015 812.990.646.097 395.920.006.814 2.174.501.712.899 0,19
8 SKLT 2015 189.800 159.100 745.100 0,04
9 STTP 2015 875.469 554.491 2.544.278 0,13
10 ULTJ 2015 2.103.565.054.627 561.628.179.393 4.393.932.684.171 0,35
11 DVLA 2015 1.043.830.034 296.298.118 1.306.098.136 0,57
12 INAF 2015 1.068.157.388.878 846.731.120.973 1.621.898.667.657 0,14
13 KAEF 2015 2.100.921.793.619 1.088.431.346.892 4.860.371.483.524 0,21

54
14 KLBF 2015 8.748.491.608.702 2.365.880.490.863 17.887.464.223.321 0,36
15 SCPI 2015 1.261.500.998 989.115.069 2.260.571.967 0,12
16 SQBB 2015 365.446.619 102.270.152 514.708.068 0,51
17 TSPC 2015 4.304.922.144.352 1.696.486.657.073 8.181.481.867.179 0,32
18 GGRM 2015 42.568.431 24.045.086 70.365.573 0,26
19 HMSP 2015 29.807.330 4.538.674 89.069.306 0,28
20 WIIM 2015 988.814 341.706 1.839.419 0,35
21 ADES 2014 240.896 156.900 578.784 0,15
22 AISA 2014 3.977.086 1.493.308 5.139.974 0,48
23 JPFA 2014 8.709.315 4.916.448 24.458.880 0,16
24 ICBP 2014 13.603.527 6.230.997 30.022.463 0,25
25 INDF 2014 40.995.736 22.681.686 63.594.452 0,29
26 MYOR 2014 6.508.768.623.440 3.114.337.601.362 14.169.088.278.238 0,24
27 ROTI 2014 420.316.388.535 307.608.669.233 1.880.262.901.697 0,06
28 SKLT 2014 167.419 141.425 745.100 0,03
29 STTP 2014 799.430 538.631 2.544.278 0,10
30 ULTJ 2014 1.642.101.746.819 490.967.089.226 3.916.789.366.423 0,29
31 DVLA 2014 925.293.721 178.583.390 1.103.821.775 0,68
32 INAF 2014 782.887.635.406 600.565.585.352 1.381.436.578.115 0,13
33 KAEF 2014 2.040.430.857.906 854.811.681.427 4.521.024.379.759 0,26
34 KLBF 2014 8.120.805.370.192 2.385.920.172.489 17.368.532.547.558 0,33
35 SCPI 2014 1.052.936.822 429.723.052 965.818.287 0,65
36 SQBB 2014 366.091.435 83.717.824 497.501.571 0,57
37 TSPC 2014 3.714.701 1.237.332 7.512.115 0,33
38 GGRM 2014 38.532.600 23.783.134 65.185.850 0,23
39 HMSP 2014 20.777.514 13.600.230 80.690.139 0,09
40 WIIM 2014 999717 439446 1661533 0,34
Sumber : www.idx.co.id

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai WCT tertinggi pada tahun

2014 adalah (0,68) yang dimiliki oleh perusahaan dengan kode DVLA, sedangkan

perusahaan dengan kode SKLT adalah perusahaan yang memiliki nilai WCT

terendah, yakni (0,03). Rata-rata WCT untuk tahun 2014 adalah (0,28). WCT

tertinggi pada tahun 2015 adalah (0,57) yang dimiliki oleh perusahaan dengan

kode DVLA, sedangkan perusahaan dengan kode SKLT adalah perusahaan yang

memiliki nilai WCT terendah, yakni (0,04). Rata-rata WCT untuk tahun 2015

55
adalah (0,27). Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa terjadi penurunan

perputaran modal kerja sepanjang tahun 2014-2015, hal ini berarti bahwa efisiensi

pengelolaan modal kerja perusahaan sampel mengalami penurunan.

4.2.6 Ukuran Perusahaan

Berikut ini adalah hasil perhitungan dari ukuran perusahaan pada tahun 2014-

2015 :

Tabel 4.7
Ukuran Perusahaan

No Perusahaan Tahun Total Asset SIZE


1 ADES 2015 653.224 13,39
2 AISA 2015 9.060.979 16,02
3 JPFA 2015 17.159.466 16,66
4 ICBP 2015 26.560.624 17,09
5 INDF 2015 91.831.526 18,34
6 MYOR 2015 11.342.715.686.221 30,06
7 ROTI 2015 2.706.323.637.034 28,63
8 SKLT 2015 377.100 12,84
9 STTP 2015 1.919.568 14,47
10 ULTJ 2015 3.539.995.910.248 28,90
11 DVLA 2015 1.376.278.237 21,04
12 INAF 2015 1.533.708.564.241 28,06
13 KAEF 2015 3.236.224.076.311 28,81
14 KLBF 2015 13.696.417.381.439 30,25
15 SCPI 2015 1.510.747.778 21,14
16 SQBB 2015 464.027.522 19,96
17 TSPC 2015 6.284.729.099.203 29,47
18 GGRM 2015 63.505.413 17,97
19 HMSP 2015 38.010.724 17,45
20 WIIM 2015 1.342.700 14,11
21 ADES 2014 504.865 13,13
22 AISA 2014 7.371.846 15,81
23 JPFA 2014 15.730.435 16,57
24 ICBP 2014 24.910.211 17,03
25 INDF 2014 85.938.885 18,27

56
26 MYOR 2014 10.291.108.029.334 29,96
27 ROTI 2014 2.142.894.276.216 28,39
28 SKLT 2014 331.575 12,71
29 STTP 2014 1.700.204 14,35
30 ULTJ 2014 2.917.083.567.355 28,70
31 DVLA 2014 1.236.247.525 20,94
32 INAF 2014 1.248.343.275.406 27,85
33 KAEF 2014 2.968.184.626.297 28,72
34 KLBF 2014 12.425.032.367.729 30,15
35 SCPI 2014 1.317.314.767 21,00
36 SQBB 2014 459.352.720 19,95
37 TSPC 2014 5.592.730 15,54
38 GGRM 2014 58.220.600 17,88
39 HMSP 2014 28.380.630 17,16
40 WIIM 2014 1.334.545 14,10
Sumber : www.idx.co.id

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai SIZE tertinggi pada tahun

2014 adalah (30,15) yang dimiliki oleh perusahaan dengan kode KLBF,

sedangkan perusahaan dengan kode SKLT adalah perusahaan yang memiliki nilai

SIZE terendah, yakni (12,71). Rata-rata SIZE untuk tahun 2014 adalah (20,41).

SIZE tertinggi pada tahun 2015 adalah (30,25) yang dimiliki oleh perusahaan

dengan kode KLBF, sedangkan perusahaan dengan kode SKLT adalah perusahaan

yang memiliki nilai SIZE terendah, yakni (20,84). Rata-rata SIZE untuk tahun

2015 adalah (21,23). Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa nilai SIZE

selama tahun 2014-2015 mengalami peningkatan, hal ini berarti bahwa

perusahaan sampel cenderung menginvestasikan dananya dalam bentuk asset.

57
4.2.7 Leverage

Berikut ini adalah hasil perhitungan leverage pada tahun 2014-2015:

Tabel 4.8
Leverage

No Perusahaan Tahun Total Hutang Total Ekuitas DER


1 ADES 2015 324.885 653.224 0,50
2 AISA 2015 5.094.072 9.060.979 0,56
3 JPFA 2015 11.049.774 17.159.466 0,64
4 ICBP 2015 10.173.713 26.560.624 0,38
5 INDF 2015 48.709.933 91.831.526 0,53
6 MYOR 2015 6.148.255.759.034 11.342.715.686.221 0,54
7 ROTI 2015 1.517.788.685.162 2.706.323.637.034 0,56
8 SKLT 2015 170.400 133.600 1,28
9 STTP 2015 910.759 1.008.809 0,90
10 ULTJ 2015 742.490.216.326 3.539.995.910.248 0,21
11 DVLA 2015 402.760.903 1.376.278.237 0,29
12 INAF 2015 940.999.667.498 1.533.708.564.241 0,61
13 KAEF 2015 1.374.127.253.841 3.236.224.076.311 0,42
14 KLBF 2015 2.758.131.396.170 13.696.417.381.439 0,20
15 SCPI 2015 1.409.875.667 1.510.747.778 0,93
16 SQBB 2015 109.974.035 464.027.522 0,24
17 TSPC 2015 1.947.588.124.083 6.284.729.099.203 0,31
18 GGRM 2015 25.497.504 63.505.413 0,40
19 HMSP 2015 5.994.664 38.010.724 0,16
20 WIIM 2015 398.991 943.709 0,42
21 ADES 2014 209.066 504.865 0,41
22 AISA 2014 3.752.017 7.371.846 0,51
23 JPFA 2014 10.440.441 15.730.435 0,66
24 ICBP 2014 9.870.264 24.910.211 0,40
25 INDF 2014 44.710.509 85.938.885 0,52
26 MYOR 2014 6.190.553.036.545 10.291.108.029.334 0,60
27 ROTI 2014 1.182.771.921.472 2.142.894.276.216 0,55
28 SKLT 2014 199.600 137.300 1,45
29 STTP 2014 882.610 817.594 1,08
30 ULTJ 2014 651.985.807.625 2.917.083.567.355 0,22
31 DVLA 2014 273.816.042 1.236.247.525 0,22
32 INAF 2014 656.380.082.912 1.248.343.275.406 0,53

58
33 KAEF 2014 1.157.040.676.384 2.968.184.626.297 0,39
34 KLBF 2014 2.607.556.689.283 12.425.032.367.729 0,21
35 SCPI 2014 1.361.171.539 1.317.314.767 1,03
36 SQBB 2014 90.473.777 459.352.720 0,20
37 TSPC 2014 1.460.391 5.592.730 0,26
38 GGRM 2014 24.991.880 58.220.600 0,43
39 HMSP 2014 14.882.516 28.380.630 0,52
40 WIIM 2014 488.154 846.390 0,58
Sumber : www.idx.co.id

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai DER tertinggi pada tahun

2014 adalah (1,45) yang dimiliki oleh perusahaan dengan kode SKLT, sedangkan

perusahaan dengan kode SQBB adalah perusahaan yang memiliki nilai DER

terendah, yakni (0,20). Rata-rata DER untuk tahun 2014 adalah (0,54). DER

tertinggi pada tahun 2015 adalah (1,28) yang dimiliki oleh perusahaan dengan

kode SKLT, sedangkan perusahaan dengan kode HMSP adalah perusahaan yang

memiliki nilai DER terendah, yakni (0,16). Rata-rata DER untuk tahun 2015

adalah (0,51). Berdasarkan uraia di atas, diketahui terjadi penurunan tingkat

leverage selama tahun 2014-2015, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan

hutang juga mengalami penurunan.

4.3 Analisis Data

4.3.1 Statistik Deskriptif

Pada bagian ini akan digambarkan atau dideskripsikan data masing-masing

variabel yang telah diolah dan diukur dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai

rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel.

59
Tabel 4.9
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean St d. Dev iation


Y 39 ,00 ,36 ,0964 ,07503
X1 39 1,18 6,57 2,4156 1,17509
X2 39 ,00 1,37 ,1844 ,28471
X3 39 ,03 ,68 ,2831 ,16848
X4 39 12,71 30,25 20,9156 6,26481
X5 39 ,16 1,45 ,5213 ,30092
Valid N (listwise) 39

Sumber: SPSS Data diolah

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa jumlah sampel awal adalah 40,

kemudian diketahui terdapat satu data outlier dan harus dikeluarkan dari sampel,

sehingga jumlah sampel adalah 39. Nilai tertinggi untuk variabel profitabilitas

adalah 0,36 sedangkan nilai terendahnya dalah 0,00, rata-rata variabel

profitabilitas 0,096. Nilai tertinggi untuk variabel Current Ratio adalah 6,57

sedangkan nilai terendahnya adalah 1,18, rata-rata untuk variabel Current Ratio

adalah 2,41. Nilai tertinggi untuk variabel Sales Growth adalah 1,37 sedangkan

nilai terendahnya dalah 0,00, rata-rata variabel Sales Growth 0,184. Nilai tertinggi

untuk variabel Working Caputal Turnover adalah 0,68 sedangkan nilai

terendahnya dalah 0,03, rata-rata variabel Working Caputal Turnover 0,283. Nilai

tertinggi untuk variabel SIZE adalah 30,25 sedangkan nilai terendahnya dalah

12,71, rata-rata variabel SIZE 20,91. Nilai tertinggi untuk variabel Leverage

adalah 1,45 sedangkan nilai terendahnya dalah 12,71, rata-rata variabel Leverage

0,521.

4.3.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam

penelitian ini. Hal ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat untuk

60
dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun uji asumsi klasik yang dilakukan

meliputi: uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji

autokorelasi.

4.3.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan ntuk menguji data yang berdistribusi normal, yaitu

dengan one-sample Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan berdistribusi normal

jika signifikansi variabel dependen memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05.

Pengujian normalitas data dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Gambar 4.1
Grafik Normal Plot
Histogram

Dependent Variable: Y

12

10

8
Frequency

Mean =9.94E-16
Std. Dev. =0.932
0 N =39
-3 -2 -1 0 1 2 3

Regression Standardized Residual

Sumber: SPSS Data diolah

Tabel 4.10
Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardiz
ed Residual
N 39
Normal Parameters a,b Mean ,0000000
St d. Dev iation ,05484816
Most Ext reme Absolute ,169
Dif f erences Positiv e ,169
Negativ e -,126
Kolmogorov -Smirnov Z 1,055
Asy mp. Sig. (2-tailed) ,216
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated f rom dat a.

Sumber: SPSS Data diolah

61
Berdasarkan grafik histogram uji normalitas serta tabel kolmogorov

smirnov di atas, diketahui bahwa kurva tepat berada di tengah dan nilai Asymp.

Sig (2-tailed) adalah 0,216 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa uji

normalitas terpenuhi.

4.3.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk melihat adanya keterkaitan antara variabel

independen, atau dengan kata lain setiap variabel independen dijelaskan oleh

variabel independen lainnya. Nilai variance inflation factor (VIF) digunakan

untuk melihat apakah ada kolinearitas dalam penelitian ini. Batas nilai VIF yang

diperkenankan adalah maksimal sebesar 10. Jadi nilai VIF yang lebih besar dari

10 menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai VIF dapat dilihat dalam

tabel dibawah ini.

Tabel 4.11
Uji Multikolinearitas

Coeffi cientsa

Unstandardized St andardized
Coef f icients Coef f icients Collinearity Statistics
Model B St d. Error Beta t Sig. Tolerance VI F
1 (Constant) ,042 ,067 ,629 ,534
X1 ,041 ,012 ,636 3,430 ,002 ,471 2,124
X2 ,031 ,041 ,117 ,759 ,454 ,680 1,471
X3 -,019 ,079 -,042 -,237 ,814 ,511 1,957
X4 -,001 ,002 -,097 -,682 ,500 ,804 1,244
X5 -,039 ,051 -,155 -,756 ,455 ,383 2,610
a. Dependent Variable: Y

Sumber: SPSS Data diolah

Berdasarkan hasil uji multikolinearitas di atas, diketahui bahwa nilai VIF

< 10 dan nilai tolerance < 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa uji

multikolinearitas terpenuhi.

62
4.2.2.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Pengujian ini dapat dilakukan dengan berbagai uji yang dilakukan. Di

bawah ini merupakan hasil dari pengujian heteroskedastisitas dengan melihat

grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan

residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot

antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan

sumbu X adalah residual (Y prediksi Y sesungguhnya) yang telah di

studentized.

Gambar 4.3
Uji Heterokedastisitas
Scatterplot

Dependent Variable: Y

3
Regression Standardized Predicted

2
Value

-1

-2

-2 0 2 4

Regression Studentized Residual

Sumber: SPSS Data diolah

Dengan melihat gambar 4.3 di atas dapat dilihat bahwa pada model regresi

ini titik-titik menyebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, hal

ini berarti tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi ini.

63
4.3.2.4 Uji Autokorelasi

Tabel 4.12
Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Change Statistics
Adjusted St d. Error of R Square Durbin-
Model R R Square R Square the Estimate Change F Change df 1 df 2 Sig. F Change Wat son
1 ,682a ,466 ,385 ,05886 ,466 5,749 5 33 ,001 1,981
a. Predictors: (Const ant), X5, X4, X2, X3, X1
b. Dependent Variable: Y

Sumber: SPSS Data diolah

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai DW hitung adalah 1,981

sedangkan nilai Du tabel adalah 1,785, sehingga berdasarkan kriteria (Du<DW<4-

Du) maka (1,785<1,981<2,215). Berdasarkan kriteria tersebut, dapat disimpulkan

bahwa uji autokorelasi terpenuhi.

4.2.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Berdasarkan uji asumsi klasik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa data

dalam penelitian ini terdistribusi dengan normal. Oleh karena itu data yang

tersedia telah memenuhi syarat untuk menggunakan model regresi berganda.

Analisis regresi berganda berikut digunakan untuk mengetahui sejauh mana

hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat:

Tabel 4.13
Analisis Regresi Berganda
Coeffi cientsa

Unstandardized St andardized
Coef f icients Coef f icients Collinearity Statistics
Model B St d. Error Beta t Sig. Tolerance VI F
1 (Constant) ,042 ,067 ,629 ,534
X1 ,041 ,012 ,636 3,430 ,002 ,471 2,124
X2 ,031 ,041 ,117 ,759 ,454 ,680 1,471
X3 -,019 ,079 -,042 -,237 ,814 ,511 1,957
X4 -,001 ,002 -,097 -,682 ,500 ,804 1,244
X5 -,039 ,051 -,155 -,756 ,455 ,383 2,610
a. Dependent Variable: Y

64
Sumber: SPSS Data diolah

Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui persamaan regresi linier berganda

dalam penelitian ini adalah:

ROA = 0,042 + 0,636 CR + 0,117 SG -0,042 WCT -0,097 SIZE -0,155 DER + e

Adapun persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai konstanta sebesar 0,042 berarti bahwa tanpa adanya pengaruh CR,

SG, WCT, SIZE, dan DER maka akan terjadi peingklatan profitabilitas

hingga mencapai nilai sebesar 0,042, atau dengan kata lain jika variabel

independen dianggap konstan, maka profitabilitas sebesar 0,042.

2. Variabel CR menunjukkan arah pengaruh yang positif dan signfikan

terhadap kualitas IFR sebesar 0,636 pada tingkat signifikan 5% (nilai

signifikannya < 0,05). Apabila CR meningkat 1 satuan akan

mengakibatkan meningkatnya profitabilitas sebesar 0,636.

3. Variabel Sales Growth menunjukkan arah pengaruh yang positif namun

tidak signfikan terhadap profitabilitas sebesar 0,117 pada tingkat

signifikan 5% (nilai signifikannya < 0,05). Apabila Sales Growth

meningkat 1 satuan akan mengakibatkan meningkatnya profitabilitas

sebesar 0,117.

4. Variabel Working Capital Turnover menunjukkan arah pengaruh yang

negatif namun tidak signifikan terhadap profitabilitas sebesar -0,042 pada

tingkat signifikan 5% (nilai signifikannya < 0,05). Apabila Working

Capital Turnover meningkat 1 satuan akan mengakibatkan menurunnya

profitabilitas sebesar 0,042.

65
5. Variabel SIZE menunjukkan arah pengaruh yang negatif namun tidak

signifikan terhadap profitabilitas sebesar -0,097 pada tingkat signifikan

5% (nilai signifikannya < 0,05). Apabila SIZE meningkat 1 satuan akan

mengakibatkan menurunnya profitabilitas sebesar 0,097.

6. Variabel DER menunjukkan arah pengaruh yang negatif namun tidak

signifikan terhadap profitabilitas sebesar -0,155 pada tingkat signifikan

5% (nilai signifikannya < 0,05). Apabila DER meningkat 1 satuan akan

mengakibatkan menurunnya profitabilitas sebesar 0,155.

4.2.4 Pengujian Hipotesis

4.2.4.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat. Nilai determinasi

ditentukan dengan nilai Adjusted R Square.

Tabel 4.14
Koefisien Determinasi
Model Summaryb

Change Statistics
Adjusted St d. Error of R Square Durbin-
Model R R Square R Square the Estimate Change F Change df 1 df 2 Sig. F Change Wat son
1 ,682a ,466 ,385 ,05886 ,466 5,749 5 33 ,001 1,981
a. Predictors: (Const ant), X5, X4, X2, X3, X1
b. Dependent Variable: Y

Sumber: SPSS Data diolah

Tabel di atas menunjukkan besarnya adjusted R2 adalah (0,385), hal ini

berarti 38,5% variasi profitabilitas dapat dijelaskan oleh variasi dari kelima

variabel independen CR, SG, ECT, SIZE, dan DER), sedangkan sisanya (100% -

38,5% = 61,5%) dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

66
4.2.4.2 Uji Hipotesis Simultan (Uji F)

Uji F ini dilakukan untuk menguji apakah model yang digunakan dalam penelitian

ini adalah model yang layak (fit) atau tidak. Pada tabel berikut dapat dilihat hasil

dari Uji F yang dilakukan.

Tabel 4.15
Uji Signifikansi Simultan
ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,100 5 ,020 5,749 ,001a
Residual ,114 33 ,003
Total ,214 38
a. Predictors: (Const ant), X5, X4, X2, X3, X1
b. Dependent Variable: Y

Sumber: SPSS Data diolah

Dari hasil regresi di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi F adalah

(0,001) yang berarti bahwa < (0,05). Kemudian nilai F hitung adalah (5,749)

yang berarti > F tabel (2,60). Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa H0 diterima dan H1 ditolak yang kemudian dapat diartikan bahwa secara

simultan CR, SG, ECT, SIZE, dan DER berpengaruh signifikan terhadap

profitabilitas

2,49 5,749

Gambar 4.4
Grafik Uji F

67
4.2.4.1 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen

yang digunakan dalam penelitian ini terhadap variabel dependen secara parsial

(Ghozali, 2005: 87). Uji t dilakukan untuk menguji hipotesis 1 sampai dengan

hipotesis 5.

Tabel 4.16
Uji Hipotesis Parsial (Uji t)
Coeffi cientsa

Unstandardized St andardized
Coef f icients Coef f icients Collinearity Statistics
Model B St d. Error Beta t Sig. Tolerance VI F
1 (Constant) ,042 ,067 ,629 ,534
X1 ,041 ,012 ,636 3,430 ,002 ,471 2,124
X2 ,031 ,041 ,117 ,759 ,454 ,680 1,471
X3 -,019 ,079 -,042 -,237 ,814 ,511 1,957
X4 -,001 ,002 -,097 -,682 ,500 ,804 1,244
X5 -,039 ,051 -,155 -,756 ,455 ,383 2,610
a. Dependent Variable: Y

Sumber: SPSS Data diolah

Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel

CR adalah adalah (0,002). Sedangkan t hitung untuk variabel CR adalah (3,430),

dan nilai t tabel adalah (2,03). Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa t

hitung variabel CR > t tabel dan nilai signifikansinya < (0,05). Berdasarkan

hasil tersebut diketahui bahwa variabel CR dinyatakan berpengaruh signifikan

terhadap profitabilitas.

-2,03 2,03 3,430


Gambar 4.4
Grafik Uji t Variabel CR

68
Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel

SG adalah adalah (0,454). Sedangkan t hitung untuk variabel SG adalah (0,759),

dan nilai t tabel adalah (2,03). Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa t

hitung variabel SG < t tabel dan nilai signifikansinya > (0,05). Berdasarkan hasil

tersebut diketahui bahwa variabel SG dinyatakan tidak berpengaruh signifikan

terhadap profitabilitas.

0,759 2,03
-2,03
Gambar 4.4
Grafik Uji t Variabel Sales Growth

Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel

WCT adalah adalah (0,814). Sedangkan t hitung untuk variabel WCT adalah (-

0,237), dan nilai t tabel adalah (-2,03). Berdasarkan hasil tersebut, diketahui

bahwa t hitung variabel WCT < t tabel dan nilai signifikansinya > (0,05).

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa variabel WCT dinyatakan tidak

berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.

69
-0,237
-2,03 2,03
Gambar 4.4
Grafik Uji t Variabel Working Capital Turnover

Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel

SIZE adalah adalah (0,500). Sedangkan t hitung untuk variabel SIZE adalah (-

0,682), dan nilai t tabel adalah (-2,03). Berdasarkan hasil tersebut, diketahui

bahwa t hitung variabel SIZE < t tabel dan nilai signifikansinya > (0,05).

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa variabel SIZE dinyatakan tidak

berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.

-0,682
-2,03 2,03
Gambar 4.4
Grafik Uji t Variabel SIZE

Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel

DER adalah adalah (0,455). Sedangkan t hitung untuk variabel DER adalah (-

0,756), dan nilai t tabel adalah (2,03). Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa

t hitung variabel DER < t tabel dan nilai signifikansinya > (0,05). Berdasarkan

70
hasil tersebut diketahui bahwa variabel DER dinyatakan tidak berpengaruh

signifikan terhadap profitabilitas.

-0,756
-2,03 2,03
Gambar 4.4
Grafik Uji t Variabel DER

4.4 Interpretasi Hasil

4.4.1 Current Ratio Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap

Profitabilitas

Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel CR

dinyatakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. Hasil ini

ternyata sesuai dengan penelitian Andayani, dkk (2016). Hasil penelitian ini juga

sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh (Van Horne dan Wachowicz,

2009:210), yang mengungkapkan bahwa Current Ratio mekankan pada peran

penting pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva

perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang. Dengan mengetahui seberapa

besar persentase utang yang dimiliki, perusahaan dapat mencegah terjadinya gagal

bayar. Semakin besar rasio lancar, maka menunjukkan semakin besar kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Kemampuan untuk

mememnuhi kewajiban jangka pendek yang baik yang dimiliki oleh perusahaan

71
menjadi penanda bahwa perusahaan tidak mengalami masalah likuditas sehingga

investor dan kreditur akan tertarik karena merasa risiko cenderung rendah,

sehingga kesempatan perusahaan untuk memperoleh dana dalam meningkatkan

profitabilitasnya akan semakin tinggi.

4.4.2 Sales Growth Berpengaruh Positif dan Tidak Signifikan Terhadap

Profitabilitas

Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Sales

Growth dinyatakan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap

profitabilitas. Hasil ini ternyata sesuai dengan penelitian Barus dan Leliana

(2013).

Kasmir (2008; 106) menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan penjualan

dapat juga mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Semakin tingginya penjualan

bersih yang dilakukan oleh perusahaan dapat mendorong semakin tingginya laba

kotor yang mampu diperoleh, sehingga dapat mendorong semakin tingginya

profitabilitas perusahaan. Hal ini sejalan dengan ukuran dari sebuah perusahaan.

Dengan semakin besarnya ukuran perusahaan, maka akan mencerminkan semakin

besarnya sumber daya yang tersedia untuk memenuhi permintaan produk. Di

samping itu, dengan semakin besarnya ukuran dari sebuah perusahaan, maka

perusahaan memiliki kesempatan untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih luas

untuk melakukan pemasaran produknya, sehingga membuka peluang

diperolehnya laba yang semakin tinggi.

72
4.4.3 Working Capital Turnover Berpengaruh Positif dan Signifikan

Terhadap Profitabilitas

Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel

Working Capital Turnover dinyatakan berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap profitabilitas. Hasil ini ternyata sesuai dengan penelitian Reimeinda, dkk

(2016). Menurut Sartono (2001:385) bahwa semakin lama periode antara saat

pengeluaran kas sampai penerimaan kembali, maka kebutuhan modal kerja akan

semakin besar.

Modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi dalam

perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode

perputaran modal kerja (working capital turnorver period) dimulai saat kas

diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat dimana kas kembali lagi

menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya

atau makin tinggi tingkat perputarannya (turnorver rate-nya). Lama periode

perputaran modal kerjanya tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari

masing-masing komponen dari modal kerja tersebut. Menurut Munawir (2002 :

800), rasio perputaran modal kerja menunjukkan hubungan antara modal kerja

dengan penjualan akan menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh

perusahaan (dalam jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja.

Diketahui bahwa kondisi yang terjadi pada perusahaan sampel selama

tahun pengamatan adalah adanya peningkatan penjualan, yang berarti bahwa ada

peningkatan modal kerja di dalamnya, modal kerja meningkat disebabkan karena

sumber-sumbernya lebih besar daripada penggunaanya sehingga mempunyai efek

73
neto yang positif terhadap modal kerja. Manajemen harus dapat merencanakan

dengan baik besarnya jumlah modal kerja yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan

perusahaan. Hal ini dikarenakan jika terjadi kelebihan atau kekurangan dana akan

mempengaruhi tingkat profitabilitas perusahaan.

4.4.4 Ukuran perusahaan Berpengaruh Negatif Tidak Signifikan Terhadap

Profitabilitas

Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel SIZE

dinyatakan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap profitabilitas. Hasil

ini ternyata sesuai dengan penelitian F. Samiloglu dan K. Demirgunes (2008).

Ukuran perusahaan yang didasarkan pada asset yang dimiliki perusahaan

dapat mencerminkan kemampuan perusahan dalam memanfaatkan asset yang

dimilikinya. Perusahaan dengan asset yang besar cenderung memiliki kesempatan

lebih besar dalam menghasilkan laba yang menjadi tolak ukur kinerja perusahaan.

Namun pada kondisi yang dialami oleh perusahaan sampel, selama tahun

pengamatan diketahui SIZE perusahaan cenderung mengalami peningkatan

sepanjang tahun 2014-2015, yang berati bahwa jumlah asset juga mengalami

peningkatan. Namun peningkatan jumlah asset yang diharapkan dapat

dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengahsilkan laba lebih besar dari tahun

sebelumnya ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini terbukti dengan

profitabilitas yang cenderung mengalami penurunan selama tahun pengamatan.

4.4.5 Debt to Equity Ratio Berpengaruh Negatif Tidak Signifikan Terhadap

Profitabilitas

74
Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel

Leverage (DER) dinyatakan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

profitabilitas. Hasil ini ternyata sesuai dengan penelitian Dani (2003).

Menurut Sawir (2001:18) rasio leverage adalah rasio-rasio yang

dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai

dengan utang. Leverage menjadi indikasi efisiensi kegiatan bisnis perusahaan,

serta pembagian resiko usaha antara pemilik perusahaan dan para pemberi

pinjaman atau kreditur. Sebagian pos utang jangka pendek, menengah dan

panjang menanggung biaya bunga. Contoh utang dengan beban bunga adalah

kredit dari bank dan lembaga keuangan yang lain. Semakin kecil jumlah pinjaman

berbunga semakin kecil pula beban bunga kredit yang ditanggung perusahaan.

Dengan demikian dipandang dari segi beban bunga, perusahaan tersebut lebih

efisien operasi bisnisnya. Apabila beban biaya operasional yang lain wajar,

dengan beban bunga pinjaman kecil diharapkan profitabilitas perusahaan

meningkat (Sutojo dan Kleinsteuber, 2004:37).

Berdasarkan hasil pengamatan juga diketahui bahwa rata-rata leverage

perusahaan sampel selama tahun 2014-2015 mengalami peningkatan, hal ini

mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan penggunaan hutang untuk

pembiayaan aktiva. Weston dan Brigham (2010; 141) menyatakan bahwa leverage

yang tinggi mengindikasikan risiko yang juga tinggi, karena hutang selalu

menuntut konsekuensi pembayaran beban tetap berupa angsuran dan bunga.

Dengan adanya peningkatan leverage berarti perusahaan memiliki tambahan

beban tetap tersebut, sehingga perusahaan kehilangan kesempatan untuk

75
mengkonversi kasnya menjadi menjadi modal kerja yang pada akhirnya

mengakibatkan perusahaan kehilangan kesempatan memaksimalkan laba.

76
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan interpretasi yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan uji koefisien determinasi diketahui bahwa variasi (CR, SG,

WCT, SIZE, dan DER) mampu memprediksi profitabilitas sebesar 38,5%

sedangkan sisanya, yakni 61,5% dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

2. Secara simultan diketahui bahwa CR, SG, WCT, SIZE, dan DER

berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.

3. Berdasarkan pengujian hipotesisi secara parsial, hanya variabel likuditas

(CR) yang dinyatakan memiliki pengaruh signifikan terhadap

profitabilitas.

5.2 Saran

Berdasarkan uraian pada kesimpulan di atas, peneliti memiliki beberapa saran

sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan hendaknya dapat mengelola likuditas, pertumbuhan

penjualan, perputaran modal kerja, ukuran perusahaan, dan leverage,

karena terbukti mampu mempengaruhi profitabilitas.

2. Bagi penelitian selanjutnya yang memiliki kesamaan topik dengan

penelitian ini hendaknya memperluas khasanah penelitian dengan

77
memasukkan variabel lain seperti EPS untuk mengukur profitabilitas, serta

memperluas sampel penelitian.

78
DAFTAR PUSTAKA

Ang, Robert (1997), Buku Pintar Pasar Modal Indonesia, Jakarta,


Mediasoft Indonesia.

Astuti, Indri, 2003. Pengaruh Manajemen Modal Kerja, Likuiditas,


Hutang Lancar, Kecukupan Kas terhadap Profitabilitas
Perusahaan Otomotif dan Allied Product di BEJ, Skripsi
Departemen Akuntansi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Brigham, Eugene F and Joel F.Houston, 2006. Dasar-Dasar Manajemen


Keuangan, alih bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku satu, Edisi sepuluh,
PT. Salemba Empat, Jakarta.

Dani, 2003. Pengaruh Liquiditas, Leverage dan Efisiensi Modal Kerja


terhadap Profitabilitas (Studi Kasus pada PT.Modern Toolsindo
Bekasi), Skripsi Departemen Akuntansi, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

DiPietre, D., et al. 1997. Critical Control Points: Managing Assets,


Expenses and Leverage.
http://www.ansc.purdue.edu/swine/swineday/sday97/8.pdf

Djarwanto. 2004. Pokok-Pokok Analisis Laporan Keuangan, Edisi Kedua.


BPFE UGM. Yogyakarta.

Falope, Olufemi I.,Lubanjo T. Ajilore. 2009. Working Capital Management


and Corporate Profitability ; Evidence from Panel Data analysis of
Selected Quoted Companies in Nigeria.
http://scialert.net/qredirect.php?doi=rjbm.2009.73.84&linkid=pdf

Ghozali, I, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,


(Trans: Application of Multivariate Analysis using SPSS),
Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Halim dan Bambang Supomo. 2001. Akuntansi Manajemen, Edisi Kesatu.


Penerbit: BPFE Badan Penerbitan Fakultas Ekonomi Yogya,
Yogyakarta.
Hernawati, Ima. (2007). Analisis Pengaruh Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas
dan Solvabilitas terhadap Profitabilitas. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Horne,James C Van dan John M. Wachowicz, JR. 2009. Prinsip-Prinsip
Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat

79
Indriantoro, Nur dan Bambang, Supomo (1999). Metodologi Penelitian
Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi 1. Yogyakarta:
BPFE

Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Kusuma, Hadri. Size Perusahaan dan Profitabilitas : Kajian Empiris


terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan : Universitas Islam
Indonesia.
http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/607/533

Machfoedz, Masud, 1994,Financial Ratio Analysis and The Prediction of


Earnings Changes In Indonesia, Kelola No. 7/III, p.114 -137.

Mamduh M. Hanafi, MBA. 2003. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Revisi,


Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Munawir, S.2002. Analisis Informasi Keuangan. Yogyakarta : Liberty.

Raheman, A. and M. Nasr, 2007. Working capital management and


profitability-case of Pakistani Firms. Int. Rev. Bus. Res. Pap., 3: 279-
300.

Rajan, Raghuram G and Zingales, Luigi. 2001. "The Influence of the Financial
Revolution on the Nature of Firms," CRSP working papers 525, Center
for Research in Security Prices, Graduate School of Business,
University of Chicago.

Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan.


Yogyakarta:BPFE.

Samiloglu, F., K. Demirgunes.2008. The Effect of Working Capital


Management on Firm Profitability : Evidence from Turkey.
http://scialert.net/qredirect.php?doi=ijaef.2008.44.50&linkid=pdf

Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan ; Teori dan Aplikasi. Edisi


Keempat, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Sawir, Agnes. 2001. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan
Keuangan Perusahaan. Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Siallagan, Hamonangan dan Machfoedz, Masud. 2006.Mekanisme


Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan.
Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang, 23-26 Agustus 2006.

80
Sukirno S. 2004. Makroekonomi: Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Rajawali
Press. Jakarta

Sutojo dan Kleinsteuber. 2004. Manajemen Keuangan Bagi Eksekutif Non-


Keuangan. Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka.

Tunggal, Amin Wijaya. 1995, Akuntansi untuk Koperasi, Edisi Pertama,


Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Weston, Fred J and Eugene F. Brigham. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.


1991 Jakarta: Penerbit Erlangga.

81
82

Anda mungkin juga menyukai