Fix TB

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Borang Portofolio

Topik : Tuberkulosis Paru


Peserta : dr. Ika Febrina
Tanggal (kasus) : 11 Mei 2017
Pembimbing : dr. Indra Buana Sp.P
Tempat Presentasi : RSUD Cut Meutia Lhokseumawe
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Pria, 25 thn, batuk darah 3 hari smrs, sesak nafas, demam pada malam hari
Deskripsi :
disertai penurunan nafsu makan dan berat badan.
Tujuan : Mengobati TB Paru, menghindari adanya kemungkinan penularan TB paru.
Bahan Tinjauan
Riset Kasus Audit
Bahasan : Pustaka
Cara
Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama : T. A, 25 tahun, BB : 45 kg, TB : 163 cm
Nama Unit Pelayanan : IGD
Telp : - Terdaftar sejak : -
RSUD Cut Meutia Lhokseumawe
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Hemoptoe ec TB Paru Drop Out
Keadaan umum sakit sedang, pasien mengeluhkan batuk darah sejak 3 hari sebelum masuk
Rumah Sakit warna darah merah kental dengan volume 300 cc . Pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak yang dirasa sudah selama + 2 bulan, demam (+) , keringat malam tidak ada,
penurunan berat badan (+) selama sebulan terakhir, dari 52 kg menjadi 45 kg, riwayat
kontak (-).
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien pernah menderita TB paru 2 tahun yang lalu
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Sebelumnya pasien sudah pernah menjalani pengobatan TB 2
tahun yang lalu tapi setelah 2 bulan pengobatan berhenti karena malas minum obat.
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal di satu rumah dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang yang berisi
, pasien dengan ayah dan ibu,istri dan adik 2 orang, Luas Rumah pasien sekitar 200m2, dengan 3
kamar tidur, satu ruang tamu dan satu dapur tetapi tidak terdapat ventilasi dan penerangan yang
cukup memadai baik lampu ataupun sinar matahari. Pasien mengaku ada tetangga yang
menderita batuk-batuk seperti pasien dan sedang menjalani pengobatan selama 6 bulan.

6. Riwayat alergi obat : Tidak ada


7. Riwayat pekerjaan : -

1
Daftar Pustaka :
1. De Jong, Wim. 2004. Apendisitis 1. Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi II.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
2. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta : EGC.
3. The Indonesian Asosiation of Pulmonologist. Hasil Konferensi Kerja VIII, Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia. Jakarta 28-29 November 1998
4. Direktorat Jendral PPM, dan PLP, Departemen Kesehatan; Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulangan TB. Jakarta, Mei 1999
5. Brawnwald. HIV : HARRISONS Principle of Internal Medicine. 15 th edition. Volume2.
Page 1852-1913. 2001. USA. The McGraw-Hill Companies
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis : TB Drop Out
2. Regimen terapi TB

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :
Pasien mengeluhkan batuk darah sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien
juga mengeluhkan batukberdahak yang dirasa sudah selama + 2 bulan, demam pada
malam hari (+) , keringat malam tidak ada, penurunan berat badan (+) selama sebulan
terakhir, dari 52 kg menjadi 45 kg, riwayat kontak (-). Sebelumnya pasien pernah
menjalani pengobatan TB 2 tahun yang lalu tapi berhenti setelah 2 bulan pengobatan
karena malas minum obat .Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti
pasien.

2. Objektif :
Status Generalis
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, E4 V5 M6
Antoprometri : BB : 45 kg, TB : 163 cm

Tanda-tanda Vital :
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reguler, equal, isi cukup
Frekuensi Napas : 24 x/menit

2
Temperatur : 38,1oC
SpO2 : 98%

Kepala/leher
Umum
Ekspresi : sakit sedang
Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Cyanosis (-), Dyspneu (+), Pupil isokor
diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), pernafasan cuping hidung (-).

Thorax
Umum
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris
Retraksi otot pernapasan (-)
Pulmo : I = bentuk dada simetris, gerak napas simetris, retraksi ICS (-), P = fremitus raba
Dextra < Sinistra
Pekak Sonor
P=

A = suara napas vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (-/-)


Cor : I = Ictus cordis tidak terlihat
P = Ictus cordis teraba
P = kanan : ICS III parasternal line dextra
Kiri : ICS VI 2 jari lateral midclavicula line S
A = S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
I = Flat, sikatriks (-)
P = Soefl, nyeri tekan (-) pada region epigastrium, organomegali (-)
P = Timpani, shifting dullness (-), fluid wafe (-)
A = Bising usus (+) normal

Laboratorium:
Hb : 10,6 gr/dl
Leukosit : 11.200/mm3
Trombosit : 277.000/mm3

3
Hematokrit : 37%
LED : 98 mm/jam
GDS : 121 mg/dl
OT/PT : 28/ 14
Sputum BTA S/P/S : Belum Keluar Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan Radiologis
Foto Rontgen PA

Tampak Fibrotik Di Paru Kanan

3. Assesment (penalaran klinis) :


Manifestasi Klinis
Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah, atau
sputumyang berdarah. Sputum mungkin bercampur dengan darah. Mungkin juga seluruh cairan
yangdikeluarkan paru-paru berupa darah. Setiap proses yang mengakibatkan
terganggunyakontinuitas aliran pembuluh darah paru-paru dapat mengakibatkan perdarahan.
Batuk darahmerupakan suatu gejala yang serius. Mungkin ini merupakan manifestasi yang
paling dini darituberkulosis aktif. Sebab-sebab lain dari hemoptisis adalah karsinoma
bronkogenik, infarksi,dan abses paru-paru.
Batuk berdahak berawal dari adanya infeksi kuman tuberculosis paru yang membentuk
tuberkel, pada system imun yang rendah bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan
sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk
sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum
(riak/dahak).

4
Pasien merupakan kalangan ekonomi menengah kebawah, dengan tidak memiliki
pekerjaan tetap , Kegiatan sehari-hari tersebut memungkinkan pasien berinteraksi dengan
tetangga yang terinfeksi oleh TB paru lebih sering yang kemungkinan besar sebagai sumber
infeksi terhadap dirinya.
Kondisi lingkungan rumah pasien sangat efektif untuk perkembangbiakan kuman TB
karena rumah pasien sangat lembab dan tingkat pencahayaannya sangat rendah, ditambah lagi
ventilasi yang buruk/ minimnya sinar matahari yang masuk ke dalam rumah. Penularan TB paru
terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan dalam udara terbuka. Partikel menetap dalam
udara terbuka 1-2 jam.Tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.Dalam
suasana yang gelap kuman bertahan berhari-hari dan berbulan bulan. Bila terhisap akan
menempel pada saluran nafas.
Dengan memberikan FDC kepada pasien TB diharapkan pasien akan lebih mudah dalam
minum OAT karena jumlah tabletnya lebih sedikit. Selain itu dapat meminimalkan efek samping
OAT. Hal ini karena formula dosis FDC disesuaikan dengan berat badan pasien dan jumlah
komponen obat yang harus diminum pasien. Dengan adanya FDC, tingkat kepatuhan pasien
dalam minum obat akan lebih tinggi karena pengaruh psikis pasien dari melihat jumlah tablet
yang harus diminum, tidak sebanyak dibandingkan dengan pemberian OAT dalam tablet yang
terpisah.
Mual muntah yang terjadi pada pasien merupakan efek samping yang terjadi akibat
penggunaan obat TB yang diminum pasien selama ini. Efek samping yang muncul kemungkinan
merupakan efek dari INH dan pirazynamid yang dapat menimbulkan gangguan pada GI tract dan
hepar. Tetapi pada pasien ini belum ditemukan adanya tanda-tanda gangguan fungsi hati.

4. Plan :

DIAGNOSIS KERJA
- TB Paru Drop Out

TERAPI
- O2 3 l/m nasal canul
- IVFD Asering + Crome 1amp 20 gtt/i
- Inj. Fosmicin 1gr/12j
- Inj. Ranitidin 1a/12j
- Inj. Kalnex 500mg/12j
- Inj. Ketorolac 3% 1a/12j
- Inj. Vit K 1amp/H
- Inj. Vit C 1amp/H
- OAT FDC 1 X 3 tab

5
- Vectrine Syr 3x CI

RENCANA
PENGOBATAN: Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pada
tahap intensif (awal) pasien mendapat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif ini diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat
jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Jenis-jenis tablet FDC dikelompokkan menjadi 2, yaitu: FDC untuk dewasa dan FDC
untuk anak-anak. Tablet FDC untuk dewasa terdiri tablet 4FDC dan 2FDC. Tablet 4FDC
mengandung 4 macam obat yaitu: 75 mg Isoniasid (INH), 150 mg Rifampisin, 400 mg
Pirazinamid, dan 275 mg Etambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam
tahap intensif dan untuk sisipan. Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu: 150 mg
Isoniasid (INH) dan 150 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu dalam tahap lanjutan. Baik tablet 4FDC maupun tablet 2FDC pemberiannya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk melengkapi paduan obat kategori II tersedia obat
lain yaitu: tablet etambutol @400 mg dan streptomisin injeksi (vial @750 mg).

Dosis dan aturan pakai FDC disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk pasien TB
dewasa yang masuk dalam kategori I dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali

selama 56 hari seminggu selama 16 minggu


30 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC
38 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC
55 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC
71 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDC

PENDIDIKAN:
Pencegahan terhadap penyakit TB dapat dilakukan dengan hidup sehat dengan makan
makanan bergizi dan teratur, istirahat yang cukup, olah raga teratur, hindari rokok, minuman
beralkohol, obat bius, hindari stress. Kemudian untuk mencegah terjadinya penularan TB, maka

6
para pasien TB diharapkan menutup mulut saat batuk dan tidak meludah di sembarang tempat.
Usaha pencegahan lainnya yaitu dengan melakukan imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin)
yang akan memberikan kekebalan aktif pada penyakit TB. Selain itu menjaga daya tahan tubuh
juga penting dalam mengantisipasi penyakit TB. Dengan daya tahan tubuh yang kuat maka tidak
mudah untuk terserang infeksi oportunistik (TB).
Selain itu pasien TB juga diharuskan memiliki PMO (Pengawas Minum Obat) sehingga
dapat menjamin kepatuhan pasien dalam minum OAT. Pada pasien ini PMOnya adalah istri
pasien itu sendiri. Setiap pasien TB harus memiliki kartu pengobatan dan kartu identitas pasien.
Kedua kartu tersebut diperoleh saat pasien berobat di unit pelayanan kesehatan. Adapun fungsi
kedua kartu tersebut yaitu sebagai laporan terhadap hasil pengobatan pasien sehingga jalannya
pengobatan dapat terkontrol dengan baik.

KONSULTASI:
Konsultasi pada spesialis penyakit dalam diperlukan jika terdapat efek samping dari pengobatan
TB yang dilakukan dan terjadinya multi resisten terhadap obat.

Lhokseumawe , 05 Juni 2017

Pembimbing Pembimbing

( dr. Basli Muhammad Sp.S ) ( dr. Indra Buana Sp.P )

Anda mungkin juga menyukai