Askep Fraktur
Askep Fraktur
Askep Fraktur
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Ria Afnenda Naibaho
22020114120010
A.14.1
DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh tekanan berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah,
dapat berupa trauma langsung dan dapat berupa trauma tidak langsung (Hoppenfield, 2011).
Selain trauma, penyebab lain fraktur berdasarkan berbagai penelitian di Eropa, Amerika
Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa risiko terjadinya patah tulang tidak hanya
ditentukan oleh densitas massa tulang, melainkan juga oleh faktor-faktor lain yang berkaitan
dengan kerapuhan fisik (frailty) dan meningkatkannya resiko untuk jatuh (Sudoyo, 2010).
Fraktur dapat terjadi diberbagai area tubuh, salah satunya pada area tulang paha atau
biasa dikenal dengan istilah fraktur femur. Fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya
kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis dapat berupa fraktur femur
terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan
pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup (fraktur yang tidak menyebabkan robekan pada
kulit) yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (kecelakaan lalu lintas, jatuh
dari ketinggian, terpeleset) (Helmi, 2012).
Berdasarkan hasil riset oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007, di Indonesia terjadi kasus fraktur yang
disebabkan oleh cedera, antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda
tajam atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775
orang atau 3,8%, dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak
1.770 orang atau 8,5%, dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang atau 1,7% (Juniartha, 2007).
Insidensi fraktur femur, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksanaan
Teknis Terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun
2006, di Indonesia dari 1.690 kasus kecelakaan lalu lintas, 29 kasus atau 14,7% mengalami
fraktur femur, sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari RSO. Dr. Soeharso pada
tahun 2007 didapatkan data bahwa angka kejadian fraktur femur meningkat, mencapai 3215
kasus. Menurut survei kesehatan nasional fraktur femur paling sering dialami oleh laki-laki
muda dan perempuan tua (Olgavivera, 2005).
Hasil survei tim Kementrian Kesehatan RI didapatkan 25% penderita fraktur
mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 25% mengalami stres psikologis karena
cemas dan bahkan depresi, 5% mengalami kesembuhan dengan baik, dan 25% pasien bedah
fraktur mengalami kecemasan. (Kemenkes RI, 2010).
Selain itu, beberapa dampak lain yang dapat terjadi apabila fraktur femur tidak
mendapatkan penanganan secara tepat adalah terjadinya syok, karena kehilangan banyak
darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi, mengalami sindrom kompartemen yaitu dimana terjadinya kondisi terjepitnya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan
dari edema atau perdarahan yang menekan otot, syaraf, dan pembuluh darah, mengakibatkan
infeksi apabila terdapat trauma pada jaringan, dan dapat menyebabkan nekrosis tulang
karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu (Zairin, 2012).
Maka dari itu, untuk meminimalisir dampak dan mencegah terjadinya komplikasi
serius pada Klien Ny.S dengan diagnosa medis Close fraktur medial os femur DEKSTRA di
Ruang Kenanga RSUD dr.SOEWONDO Kendal, salah satu penatalaksanaan medis yang
dapat dilakukan adalah melakukan prosedur bedah Open Reduction of Internal Fixation
(ORIF), dimana prosedur ini mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti
yang diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi plate
dan screw untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan (Smeltzer, 2004).
Agar prosedur bedah ORIF yang dilakukan pada klien Ny.S dapat berjalan lancar,
perawat sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting
dalam memenuhi kebutuhan klien dan keluarga secara biologis, psikologis, sosial, spiritual
dan kultural, berperan dalam memberikan asuhan keperawatan pre-operasi prosedur bedah
ORIF pada klien dengan diagnosa medis Close fraktur medial os femur DEKSTRA melalui
usaha promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
Sebagai bentuk dukungan perawatan pada klien, agar mendapatkan pelayanan
kesehatan secara holistik demi tercapainya taraf kesehatan maksimal, saya sebagai
mahasiswa perawat praktikan membantu perawat di RSUD Kendal khususnya di Ruang
Kenangan ikut serta dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien Ny. S secara
komprehensif yang didasarkan pada pengkajian holistik.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pre-operasi prosedur bedah ORIF pada klien dengan diagnosa medis Close
fraktur medial os femur DEKSTRA.
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian pada klien pre-operasi prosedur bedah ORIF dengan
diagnosa medis close fraktur medial os femur DEKSTRA di Ruang Kenanga II RSUD
dr.SOEWONDO Kendal.
b) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien pre-operasi prosedur bedah
ORIF dengan diagnosa medis close fraktur medial os femur DEKSTRA di Ruang
Kenanga II RSUD dr.SOEWONDO Kendal.
c) Mampu merencanakan intervensi keperawatan pada klien pre-operasi prosedur bedah
ORIF dengan diagnosa medis close fraktur medial os femur DEKSTRA di Ruang
Kenanga II RSUD dr.SOEWONDO Kendal.
d) Mampu melaksanakan intervensi keperawatan yang telah direncanakan pada klien pre-
operasi prosedur bedah ORIF dengan diagnosa medis close fraktur medial os femur
DEKSTRA di Ruang Kenanga II RSUD dr.SOEWONDO Kendal.
e) Mampu mengevaluasi atas intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada klien
pre-operasi prosedur bedah ORIF dengan diagnosa medis close fraktur medial os
femur DEKSTRA di Ruang Kenanga II RSUD dr.SOEWONDO Kendal.
f) Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien pre-operasi prosedur
bedah ORIF dengan diagnosa medis close fraktur medial os femur DEKSTRA di Ruang
Kenanga II RSUD dr.SOEWONDO Kendal.
g) Mampu menemukan kesesuaian atau perbedaan antara teori dan praktik asuhan
keperawatan pada klien pre-operasi prosedur bedah ORIF dengan diagnosa medis
close fraktur medial os femur DEKSTRA di Ruang Kenanga II RSUD dr.SOEWONDO
Kendal.
C. Manfaat
Penulisan laporan ini akan bermanfaat bagi:
1. Bagi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Hasil studi kasus ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien pre-operasi prosedur bedah
ORIF dengan diagnosa medis close fraktur medial os femur DEKSTRA secara lebih
maksimal.
2. Bagi mahasiswa.
Hasil studi kasus ini dapat menjadi salah satu referensi bagi mahasiswa berikutnya
yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan klien pre-operasi prosedur
bedah ORIF dengan diagnosa medis close fraktur medial os femur DEKSTRA.
3. Bagi profesi kesehatan.
Hasil studi kasus ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien pre-
operasi prosedur bedah ORIF dengan diagnosa medis close fraktur medial os femur
DEKSTRA.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan berlebihan. Trauma yang
menyebabkan tulang patah, dapat berupa trauma langsung dan dapat berupa trauma tidak
langsung (Hoppenfield, 2011).
Close fraktur adalah patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit (Smeltzer
& Bare, 2002).
Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, dan terpeleset) (Helmi, 2012).
Jadi, berdasarkan uraian diatas, close fraktur medial os femur DEKSTRA adalah suatu
keadaan dimana terjadi kehilangan kontinuitas pada bagian tengah tulang femur kiri yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung dengan adanya
kerusakan jaringan lunak yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
B. Etiologi Fraktur
Menurut Hoppenfield (2011), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a) Cedera langsung
Cedera langsung, misalnya pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
b) Cedera tidak langsung
Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:
a) Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang melakukan aktivitas berulang-ulang pada
suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya.
Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada tempat
yang sama, atau peningkatan beban secara tiba-tiba pada suatu daerah tulang maka
akan terjadi retak tulang.
b) Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang
akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan
tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka akan
terjadi fraktur.
C. Klasifikasi Fraktur
a) Klasifikasi fraktur berdasarkan posisi frakur sebagai berikut:
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medials
3) 1/3 distal
b) Menurut Hoppenfield (2011) kasifikasi fraktur berdasarkan sifat fraktur, ada tidaknya
hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar, yaitu:
1) Fraktur tertutup (closed) Apabila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Fraktur tertutup tidak menyebabkan robekan pada kulit. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka (open) Apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar karena adanya permukaan di kulit. fraktur terbuka adalah fraktur dengan luka
pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus
kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang (Brunner & Suddarth, 2002).
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan
berat ringannya patah tulang.
a. Grade I
Fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1 cm
b. Grade II
Fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan extensive sekitarnya.
c. Grade III
Fraktur dengan kondisi luka mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif dan
sangat terkontaminasi. Fraktur terbuka grade III dibagi lagi menjadi:
a) Grade IIIA
Terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang terbuka.
b) Grade IIIB
Trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum ekstensif dan membutuhkan
teknik bedah plastik untuk menutupnya.
c) Grade IIIC
Fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah besar.
e) Klasifikasi Fraktur Femur Menurut Helmi (2012) faktur femur dapat dibagi lima jenis
berdasarkan letak garis fraktur seperti dibawah ini:
1. Fraktur Intertrokhanter Femur
Merupakan patah tulang yang be rsifat ekstra kapsuler dari femur, sering terjadi
pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki risiko nekrotik avaskuler
yang rendah sehingga prognosanya baik. Penatalaksanaannya sebaiknya dengan
reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi internal. Intervensi konservatif hanya
dilakukan pada penderita yang sangat tua dan tidak dapat dilakukan dengan anestesi
general.
2. Fraktur Subtrokhanter Femur
Garis fraktur berada 5 cm distal dari trokhanter minor, diklasifikasikan menurut
Fielding & Magliato sebagai berikut:
1) Tipe 1 adalah garis fraktur satu level dengan trokhanter minor
2) Tipe 2 adalah garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter
minor
3) Tipe 3 adalah 2-3 inci dari batas atas trokhanter minor. Penatalaksanaannya
dengan cara reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan tertutup dengan
pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu kemudian dilanjutkan dengan
hip gips selam tujuh minggu yang merupakan alternatif pada pasien dengan
usia muda.
3. Fraktur Batang Femur, Fraktur batang femur biasanya disebabkan oleh trauma
langsung, secara klinis dibagi menjadi:
1) Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak, risiko infeksi
dan perdarahan dengan penatalaksanaan berupa debridement, terapi
antibiotika serta fiksasi internal maupun ekternal
2) Fraktur tertutup dengan penatalaksanaan konservatif berupa pemasangan skin
traksi serta operatif dengan pemasangan plate-screw.
4. Fraktur Suprakondiler Femur
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga
terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
Penatalaksanaan berupa pemasanga traksi berimbang dengan menggunakan bidai
Thomas dan penahan lutut Pearson, cast-bracing dan spika pinggul serta operatif pada
kasus yang gagal konservatif dan fraktur terbuka dengan pemasangan nail-phroc dare
screw.
5. Fraktur Kondiler
Femur Mekanisme trauma fraktur ini biasanya merupakan kombinasi dari gaya
hiperabduksi dan adduksi disertai denga tekanan pada sumbu femur ke atas.
Penatalaksanaannya berupa pemasangan traksi tulang selama 4-6 minggu dan
kemudian dilanjutkan dengan penggunaan gips minispika sampai union sedangkan
reduksi terbuka sebagai alternatif apabila konservatif gagal.
D. Patofisiologi Fraktur
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar dari pada tekanan
yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang (fraktur) (Elizabeth, 2003).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks
marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang menjadi rusak sehingga menyebabkan
terjadinya perdarahan. Pada saat perdarahan terjadi terbentuklah hematoma di rongga
medulla tulang, sehingga jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang di
tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Price,
2005).
Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan
terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap
pada tempatnya sampai sembuh. (De Jong, 2010).
Pathway
Trauma tidak langsung
Jatuh Kondisi patologis:
Hantaman
Trauma langsung Tekanan pada tulang Osteoporosis
Kecelakaan Osteomielitis
dll dll
Tidak mampu meredam
energi yang terlalu besar Tulang rapuh
Pergeseran fragmen
tulang
Merusak jaringan sekitar
Prosedur pembedahan
F. Komplikasi Fraktur
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Sjamsuhidajat (2004), antara
lain: syok neurogenik, infeksi, nekrosis divaskuler, cidera vaskuler dan saraf, mal-union,
luka akibat tekanan serta kaku sendi.
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan
penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak,
dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh
darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada
aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan
isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan
berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan
adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: malunion, delayed
union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan tulang
ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur
yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis Ini juga disebabkan
karena aliran darah yang kurang (Price dan Wilson, 2006).
G. Penatalaksanaan Fraktur
Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap menempel
sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi
pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang
biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2010).
Penatalaksanaan fraktur terbuka dapat dilakukan dengan metode pembedahan
debridement dan irigasi, imunisasi tetanus, terapi antibiotik (Smeltzer, 2004).
Imobilisasi fraktur adalah mengembalikan atau memperbaiki bagian tulang yang
patah kedalam bentuk yang mendekati semula (anatomisnya), Cara-cara yang dilakukan
meliputi reduksi, traksi, dan imobilisasi.
a. Metode Reduksi
Metode Reduksi terdiri dari dua jenis, yaitu tertutup dan terbuka. Reduksi tertutup
(Close reduction) adalah tindakan non bedah atau manipulasi untuk mengembalikan
posisi tulang yang patah, tindakan tetap memerlukan lokal anestesi ataupun umum.
Reduksi terbuka (Open reduction) adalah tindakan pembedahan dengan tujuan perbaikan
bentuk tulang. Sering dilakukan dengan internal fiksasi yaitu dengan menggunakan
kawat, screws, pins, plate, intermedulari rods atau nail.
b. Metode Traksi
Dilakukan dengan cara menarik tulang yang patah dengan tujuan meluruskan atau
mereposisi bentuk dan panjang tulang yang patah tersebut. Ada dua macam jenis traksi
yaitu skin traksi dan skeletal traksi. Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang patah
dengan menempelkan pleter langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membentuk menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera, dan biasanya digunakan
untuk jangka pendek (48-72 jam). Skeletal Traksi adalah traksi yang digunakan untuk
meluruskan tulang yang cidera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk
dengan memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang.
c. Immobilisasi
Setelah dilakukan reposisi secara reduksi atau traksi pada fragmen tulang yang
patah, dilakukan imobilisasi dan hendaknya anggota badan yang mengalami fraktur
tersebut diminimalisir gerakannya untuk mencegah tulang berubah posisi kembali.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan cara pembalutan (pemasangan gips), Open Reduction
of Internal Fixation (ORIF) dan Open Reduction of Eksternal Fixation (OREF).
J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan Intervensi Keperawatan pada klien
pre-operasi dengan diagnosa fraktur
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak.
Adapun tujuan dari diagnosa tersebut menurut Wilkinson (2004), adalah: nyeri
berkurang sampai hilang dengan kriteria hasil: secara verbal klien mengatakan nyeri
berkurang, skala nyeri menurun, klien tenang, ekspresi wajah rileks dan TTV dalam batas
normal, Tekanan Darah (TD): 110-120/70-80mmHg, Nadi (N): 60-100x/menit,
Respiratory Rate (RR): 16-22x/menit dan Suhu (S): 36-37,5C.
Intervensi keperawatan yang mungkin dilakukan adalah: lakukan pendekatan pada
klien dan keluarga, kaji lokasi, intensitas, frekuensi dan tipe nyeri, observasi TTV,
immobilisasi pada bagian yang sakit, ajarkan teknik relaksasi, kolaboratif pemberian
analgetik.
2. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
Adapun tujuan dari diagnosa tersebut menurut Wilkinson (2004), cemas berkurang
dengan kriteria hasil: TTV dalam batas normal, dengan TD: 110-120/70-80mmHg, N:
60-100x/menit, RR: 16-22x/menit dan S: 36-37,5C, klien mampu menggunakan
mekanisme koping yang efektif, klien mengatakan cemas berkurang, ekspresi rileks dan
tenang.
Intervensi keperawatan yang mungkin dilakukan adalah: kaji penyebab dan tingkat
kecemasan klien, berikan suport sistem dan motivasi kepada klien, berikan lingkungan
yang nyaman, monitor TTV, jelaskan prosedur dan tindakan dengan singkat dan jelas,
ajarkan teknik relaksasi.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
pembatasan gerak.
Adapun tujuan dari diagnosa tersebut menurut Wilkinson (2004), klien mampu
melakukan mobilitas fisik seoptimal mungkin dengan kriteria hasil: klien dapat
melakukan aktivitas secara mandiri, kekuatan otot meningkat.
Intervensi keperawatan yang mungkin dilakukan adalah: kaji imobilitas klien,
pertahankan postur tubuh dan posisi yang nyaman, lakukan kerjasama dengan keluarga
dalam perawatan klien, pertahankan balut atau bidai sebagai alat immobilisasi bagian
yang sakit, motivasi klien untuk membatasi pergerakan pada bagian yang fraktur,
kolaborasi tindakan operasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
Tanggal masuk : 30 Juni 2017
No. Rekam medis : 528288
Tanggal pengkajian : 31 Juni 2017
Diagnosis medis : Close fraktur medial os femur dekstra
A. Data Demografi
1) Biodata Klien
Nama : Ny. S
TTL : Kendal, 05 Februari 1955
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kajenlor RT 01/RW II Kaliyoso Kendal
Suku/bangsa : Jawa/WNI
Pekerjaan :-
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Janda
2) Biodata Penanggungjawab
Nama : Tn. A
TTL : Kendal, 6 April 1977
Umur : 40 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kajenlor RT 01/RW II Kaliyoso Kendal
Suku/Bangsa : Jawa/WNI
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Hubungan dengan Klien : Anak
B. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri di paha bagian kanan
C. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada tanggal 10 Mei klien terpeleset di belakang rumah. Klien mengeluh kakinya
tidak bisa digerakkan. Keluarga memutuskan membawa klien berobat di dukun patah.
Klien di pijat sebanyak 4 kali tetapi tidak membuahkan hasil. Melihat hal ini keluarga
membawa klien ke RSUD Kendal pada tanggal 30 Mei 2017 pukul 08.15 WIB dan
diterima melalui IGD, pasien dilakukan rongsent dan didiagnosa close fraktur femur
dekstra . Pasien mendapatkan terapi Rl 20 tpm dan njeksi keterolac 30 mg. kemudian
pasien ditransfer kebangsal bedah Ruang Kenanga pada pukul 12.00 WIB untuk
dijadwalkan melakukan operasi bedah ORIF plating femur DEKSTRA. Keluarga klien
mengatakan jadwal operasi belum diberitahukan karena masih menunggu berkas-berkas
dari BPJS. Wajah klien tampak pucat dan sesekali meringis menahan nyeri.
b. Riwayat kesehatan lalu
Klien mengatakan bahwa sebelumnya klien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit
Klien tidak memiliki riwayat penyakit seperti diabetes mellitus atau hipertensi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarga klien tidak memiliki riwayat penyakit yang
menurun dan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti
klien.
D. Riwayat Psikososial
Tidak terdapat masalah dari riwayat psikososial klien, klien menyadari bahwa dirinya
sudah tua, klien menerima perubahan kondisi fisik pada dirinya saat ini, dimana kekuatan
tubuhnya tidak semaksimal saat muda, kulitnya mulai keriput dan rambutnya memutih,
selain itu pandangan matanya juga tidak setajam dahulu. Hubungan dengan keluarga, anak,
cucu dan tetangga klien terjalin dengan baik.
E. Riwayat Spiritual
Sebelum sakit, klien selalu melaksanakan kewajiban sebagai umat islam,seperti sholat
5 waktu dan mengaji. Klien biasa melaksanakan ibadah sholat subuh, magrib dan isya di
Masjid. Selain itu, klien juga selalu berdoa, berdzikir dan mengikuti pengajian setiap
minggu di Masjid desa untuk mendengarkan siraman rohani.
F. Pemerksaan Fisik
1. Penampilan Umum
Keadaan umum Baik
Kesadaran Compomentis
GCS 15 Eye: 4 Verbal: 5 Motoric: 6
Antropometri BB: 49 TB: 156 IMT: 20,13 (Normal)
TTV TD: 130/90 Suhu: 370C RR: 18 Nadi: 80
mmHg. x/menit x/menit
Nyeri Skala 6
2. Sistem pernafasan
Klien mengatakan bahwa klien mampu bernafas tanpa merasakan adanya kesulitan
nafas. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik paru-paru:
Inspeksi:
- Tidak ada retraksi dinding dada
- Dada kanan dan kiri simetris
- Tidak ada lesi/luka, memar
- Pergerakan dada saat bernafas seimbang
- RR klien 18 kali/menit (Normal)
Palpasi:
- Klien tidak merasakan nyeri ketika dipalpasi
- Getaran teraba sama antara paru-paru kanan dan kiri
Perkusi:
- Sonor, tidak terdapat pelebaran paru
Auskultasi:
- Vasikuler, tidak terdapat suara nafas tambahan
3. Sistem kardiovaskuler
Jantung
Inspeksi:
- Bentuk dada simetris
- Tidak ada lesi/luka dan memar
Palpasi:
- Denyut jantung teraba teratur
- Letak iktus kordis disebelah SIC V medial linea midklavikula kiri
Perkusi:
- Batas jantung normal (Kanan atas = SIC 2 linea parasternalis dextra, kiri atas: SIC 2
linea parasternalis DEKSTRA, kanan bawah: SIC 4 linea parasternalis dextra, kiri
bawah: SIC 4 linea media clavikularis DEKSTRA)
- Tidak terdapat pembengkakan jantung
Auskultasi:
- Terdengar bunyi SI dan S2 secara beraturan, tidak terdapat suara tambahan.
4. Sistem pencernaan
Mulut: Gigi
Inspeksi:
- Terdapat plak pada gigi klien
- Sudah terdapat gigi yang tanggal gigi molar ke satu dan gigi molar kedua kanan.
- Tidak terdapat sariawan di area gusi
- Gusi klien berwarna merah
- Tidak terdapat perdarahan pada gusi
Lidah
Inspeksi:
- Lidah berwarna merah muda
- Tidak terdapat luka/sariawan
Bibir
Inspeksi:
- Mukosa bibir lembab dan berwarna merah muda.
- Bibir atas dan bawah simetris
- Tidak terdapat kelainan bentuk bibir.
Abdomen
Inspeksi:
- Tidak terdapat lesi/luka, memar, benjolan di area abdomen klien
- Warna kulit diabdomen sama dengan warna kulit di area tubuh lain klien
Auskultasi:
- Terdengar bising usus 22 kali/menit (Normal)
Perkusi:
- Batas hati saat diukur 8 cm, tidak terjadi pembesaran hati
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan diarea abdomen maupun area hepar
5. Sistem indera
Mata (Indra Penglihatan)
Inspeksi:
- Konjungtiva tidak anemis
- Pupil dapat peka terhadap rangsang cahaya
- Sklera tidak ikterik
- Kedua kelopak mata mampu berkedip bersamaan
- Warna kelopak mata sama dengan warna diarea kulit lain
- Klien sudah tidak mampu melihat dengan jelas pada jarak 5 m
- Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
- Klien tidak buta warna
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan pada area mata
Hidung (Indra Penciuman)
Klien mengatakan bahwa klien mampu mencium dengan baik, lubang hidung
kanan dan kiri klien berfungsi dengan baik karena ketika diperiksa klien diberikan
bebauan seperti bau minyak kayu putih, klien mampu menebak bau tersebut dengan
benar ketika klien menutup mata.
Inspeksi:
- Warna kulit sama dengan warna kulit pada area lain
- Rongga hidung simetris
- Tidak terdapat perdarahan/luka di daerah hidung
- Tidak terdapat sumbatan pada hidung
- Tidak terdapat cuping hidung
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan saat dipalpasi
Telinga (Indra Pendengar)
Inspeksi:
- Bentuk telinga kanan dan kiri simetris
- Warna telinga kanan dan kiri sama seperti area lain
- Klien mampu mendengar suara disekitarnya dengan jelas
- Tidak terdapat lesi dan serumen yang berlebihan
- Klien tidak menggunakan alat bantu dengar
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan di kedua telinga klien.
Indra Peraba:
Klien mengatakan bahwa klien mampu merasakan dingin, panas pada kulitnya,
klien dapat memegang benda-benda disekitarnya. Klien mampu membedakan struktur
kasar, halus, tumpul dan tajam.
Indra Perasa:
Klien mengatakan bahwa klien mampu merasakan manis, asam, asin, pahit di
lidahnya.
6. Sistem saraf
Fungsi Serebral
a. Status mental : Klien mengatakan takut dioperasi.
b. Fungsi intelektual : Pasien mampu menjawab pertanyaan pengkaji karena
klien mampu berbicara dengan baik dan mempunyai daya ingat yang baik juga.
Fungsi Kranial
a. Saraf ke I : Pasien memiliki penciuman yang baik ( dapat membedakan bau
seperti minyak kayu putih) baik hidung kanan maupun hidung kiri.
b. Saraf ke II : Lapang pandang klien baik
- Lateral sampai sudut 90-100 derajat dari titik fiksasi
- Medial 60 derajat
- Ke atas 50-60 derajat
- Ke bawah 60-75 derajat
c. Saraf ke III, IV, VI : refleks pupil mengecil saat diberi cahaya, klien dapat melihat
kekanan kekiri tanpa menengok.
d. Saraf ke V :
- Fungsi sensori : refleks kornea pasien langsung saat ada rangsangan dari luar
- Fungsi motorik : pasien dapat mengunyang dengan baik
e. Saraf ke VII :
- Fungsi sensasi : pasien memiliki indera peraba yang baik ( dapat
membedakan asin,manis,pahit,asam)
- Fungsi motorik : Pasien dapat mengikuti instruksi ( menutup
mata,mengerutkan dahi) dengan baik.
f. Saraf ke VIII : pasien dapat mendengar dengan baik
g. Saraf ke IX : pasien tidak memiliki gangguan menelan dan suara pasien tidak
serak.
h. Saraf ke X, XI, XII : pasien dapat menoleh kesamping melawan tahanan, klien dapat
menganggkat bahu dengan baik meskipun ada tahanan.
7. Sistem Muskuloskeletal
Kepala
Inspeksi:
- Ukuran Mesocephal
- Tidak terdapat perdarahan, bekas luka, dan memar
- Warna kulit sama dengan warna kulit di area tubuh lain
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan pada area kepala
- Tidak terdapat benjolan yang abnormal pada area kepala
Ekstremitas atas
Inspeksi:
- Terpasang infus RL 20 tpm di tangan kiri
- Warna kulit klien sama dengan warna kulit di area lain
- Tangan kanan dan kiri dapat digerakkan secara normal tanpa hambatan
- Tidak terdapat luka, memar/ luka bakar.
- Kuku klien pendek.
- Tidak terdapat fraktur, dislokasi di tangan kanan dan kiri
Palpasi:
- CRT <2 detik (Normal)
- Tidak terdapat nyeri tekan di tangan kanan dan kiri.
Ekstremitas bawah:
Inspeksi:
- Terdapat fraktur medial os femur dekstra
- Terdapat pembengkakan pada area femur dekstra
- Kaki kanan klien dilakukan pembidaian (fiksasi mulai dari panggul hingga lutut)
- Tidak terdapat bekas luka di kaki kiri klien
- Kaki kiri klien dapat digerakkan secara normal tanpa hambatan
- Kaki kanan klien tidak dapat digerakaan, karena klien mengeluh nyeri ketika kaki
kanan bergerak
Palpasi:
- CRT < 2 detik (Normal)
- Terdapat nyeri tekan pada area paha kaki kanan
Kekuatan otot
Ekstremitas atas kanan Ekstremitas atas kiri
5555 5555
Ekstremitas bawah kanan Ekstremitas bawah kiri
0000 5555
8. Sistem Integumen
Rambut
Inspeksi:
- Rambut klien berwarna putih (Uban) tidak merata
- Tidak terdapat kebotakan, persebaran rambut merata
- Rambut klien lembab (tidak kering)
- Rambut klien pendek
- Tidak terdapat kerontokan rambut yang berlebih
Kulit
Inspeksi:
- Kulit klien lembab
- Tidak terdapat hiperpigmentasi
Palpasi:
- Tidak terdapat pitting edema, ketika dilakukan penekanan pada kulit, kulit kembali
<2 detik (normal)
- Tidak terdapat nyeri tekan
Kuku
Inspeksi:
- Kuku klien berwarna merah muda
- Tidak terapat bercak/garis putih pada kuku
Palpasi:
- CRT<2 detik (Normal)
- Tidak terdapat nyeri tekan pada kuku
9. Sistem Endokrin
Kelenjar
a. Palpasi
- Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
10. Sistem Perkemihan
Klien terpasang kateter urin, klien mengatakan tidak pernah menahan BAK, dan
klien mengatakan tidak mengalami kesulitan BAK. Klien tidak mengalami oligouria,
hematuria, inkontinensia urin atau gangguan perkemihan yang lain.
11. Sistem Reproduksi
Klien mengatakan bahwa klien sudah tidak mengalami menstruasi. Terakhir kali
klien menstruasi pada usia 49 tahun. Klien mengatakan tidak memiliki gangguan
reproduksi. Selama menopause klien tidak memiliki keluhan apapun. Klien tidak
memiliki riwayat keguguran, gangguan persalinan maupun gangguan kehamilan. Klien
tidak menggunakan KB. Klien mempunyai satu anak laki-laki.
12. Sistem Imunitas
a. Alergi : Klien mengatakan pasien tidak memiliki alergi obat ataupun makanan
b. Imunisasi : Satu tahun terakhir pasien tidak mendapatkan imunisasi apapun.
c. Riwayat transfuse dan reaksinya :-
Selama sakit:
Selama di RS, klien lebih sering berbaring di tempat tidur. Klien mengatakan kaki
terasa nyeri sehingga sulit untuk melakukan aktivitas selama di rumah sakit. Saat
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, duduk, dll, klien dibantu oleh orang lain.
Berikut hasil pengkajian aktivitas dan latihan klien selama sakit menggunakan indeks
KATZ:
No Kegiatan 0 1 2 3 4
1 Mandi
2 Berpakaian/berhias
3 Toileting
4 Berpindah
5 BAB/BAK
6 Makan
Jadi, Ny. S untuk kebutuhan aktivitas dan latihan yang diukur dengan indeks KATZ
tergolong pada klasifikasi poin G tergantung untuk 6 fungsi.
5. Berpakaian
Sebelum Sakit:
Klien mengatakan setiap hari mengganti pakaian dua kali setelah mandi, klien
mampu memakai pakaiannya secara mandiri.
Selama sakit:
Saat di rumah sakit, klien berpakaian dengan dibantu oleh keluarganya. Dalam
sehari, klien mengganti pakaian 2 kali setelah mandi.
6. Istirahat dan tidur
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien tidak pernah mengalami kesulitan tidur. Klien biasa
tidur pada malam hari pukul 20.00 WIB dan bangun sekitar pukul 05.00 WIB, klien biasa
tidur memakai selimut dan lampu nyala redup. Klien biasa tidur siang pada pukul 14.00
WIB dan bangun sekitar pukul 15.00 WIB.
Selama sakit:
Klien mengatakan bahwa selama sakit, waktu istirahat dan tidur klien tidak terdapat
perubahan. Klien tidur siang pada pukul 14.00 WIB dan bangun sekitar pukul 15.00 WIB.
Klien tidur malam pada pukul 20.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB. Tetapi
terkadang terbangun jika nyeri kaki timbul. Klien tidur menggunakan slimut dan tirai
ditutup, klien mengatakan bahwa klien tidak mengalami kesulitan tidur dan tidak merasa
terganggu dengan kebisingan yang ada di ruang rawat inap.
7. Mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien tidak mengalami demam. Ketika cuaca panas klien
memakai pakaian yang tipis sedangkan ketika cuaca dingin klien memakai pakian tebal.
Ketika klien merasa gerah klien berkeringat dan kipas-kipas. Ketika cuaca dingin klien
tidak berkeringat namun BAK sering.
Selama sakit:
Suhu tubuh klien 370C, akral teraba hangat. Klien memakai baju tipis karena klien
merasa cuaca panas, namun klien memakai selimut untuk melindungi dari gigitan
nyamuk.
8. Kebersihan diri
No Kegiatan Sebelum Sakit Selama Sakit
1 Mandi Mandi secara mandiri Klien mandi dengan cara
menggunakan air biasa disibin sebanyak 2 kali
sebanyak 2 kali sehari. sehari menggunakan air
hangat dibantu oleh anak
yang menemaninya di
rumah sakit.
2 Oral Hygiene Klien menyikat gigi Klien mengatakan bahwa
sebanyak 2 kali sehari ketika selama dirawat di Rumah
mandi dengan pasta gigi Sakit, klien belum pernah
sikat gigi.
3 Keramas Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan bahwa
klien keramas 2 kali selama di rawat di rumah
seminggu sakit klien belum keramas.
4 Memotong kuku Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan tidak
klien memotong kuku ketika memotong kuku karena
klien merasa kukunya sudah kuku klien tidak panjang.
panjang.
5 Berpakaian Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan bahwa
klien mengganti pakaian klien mengganti pakaian
sebanyak 2 kali setelah sebanyak 2 kali sehari
mandi. Dan juga klien setelah mandi dibantu oleh
mampu memilih baju dan anaknya yang menemani
mengancingkan baju dengan di rumah sakit.
benar.
6 Integritas kulit Klien mengatakan bahwa Kulit klien tampak bersih,
kulit klien bersih dan berwarna kuning langsat
berwarna kuning langsat. dan lembab. Turgor kulit
klien elastis (<2 detik)
Selain mengkaji skala nyeri, pengkajian risiko jatuh pada klien juga dilakukan
dengan menggunakan skala morse, dengan hasil bahwa klien memiliki tingkat risiko
jatuh tinggi, dengan rincian sebagai berikut:
No Pengkajian Skala Nilai Ket
1 Riwayat jatuh: pernah Tidak 0
jatuh dalam 3 bulan
Ya 25 25
terakhir.
2 Diagnosa sekunder: Tidak 0 0
memiliki lebih dari satu
Ya 15
penyakit
3 Alat bantu jalan: 0 0
bedrest/kursi
roda/dibantu perawat
Kruk/tongkat/walker 15
Berpegangan pada kursi, 30
lemari, meja.
4 Terapi intravena: Tidak 0
terpasang infus, heparin
Ya 20 20
lock.
5 Status mental: 0 0
Mengetahui kondisi diri
sendiri
Keterbatasan daya ingat 15
Total Skor 45
Keterangan:
Risiko Jatuh Tinggi (RT) : Skor >45
Risiko sedang (RS) : Skor 25-44
Risiko jatuh rendah (RR) : Skor 0-24
Selain mengkaji nyeri dan risiko jatuh, pada kebutuhan keamanan dan kenyamanan
juga di kaji tingkat kecemasan klien menggunakan skala HARS (Hamilton Rating Scale
for Anxiety) pada tanggal 31 Mei 2017, karena klien terlihat khawatir dan selalu bertanya
apakah tindakan operasi yang akan dilakukan sakit atau tidak. Kekhawatiran terhadap
operasi tersebut dirasakan klien karena operasi ini adalah operasi pertama yang akan
klien lakukan.
No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan cemas
- Cemas
- Firasat buruk
- Takut akan pikiran sendiri
- Mudah tersinggung
2 Ketegangan
- Merasa tegang
- Lesu
- Tak bisa istirahat tenang
- Mudah terkejut
- Mudah menangis
- Gemetar
- Gelisah
3 Ketakutan
- Pada gelap
- Pada orang asing
- Ditinggal sendiri
- Binatang besar
- Keramaian lalu lintas
- Kerumunan orang banyak
4 Gangguan tidur
- Sukar tidur
- Terbangun malam hari
- Tidak puas, bangun lesu
- Sering mimpi buruk
- Mimpi menakutkan
5 Gangguan kecerdasan
- Daya ingat buruk
6 Perasaan Depresi
- Kehilangan minat
- Sedih
- Bangun dini hari
- Berkurangnya kesenangan
pada hobi
- Perasaan berubah-ubah
sepanjang hari
7 Gejala Somatik
- Nyeri otot kaki
- Kedutan otot
- Gigi gemertak
- Suara tidak stabil
8 Gejala sensorik
- Trinitus
- Penglihatan kabur
- Muka merah atau pucat
- Merasa lemah
- Perasaan ditusuk-tusuk
9 Gejala kardiovaskuler
- Takhikardia
- Berdebar
- Nyeri di dada
- Denyut nadi mengeras
- Perasaan lesu/lemas seperti
mau pingsan
- Detak jantung menghilang
(Berhenti sekejap)
10 Gejala Respiratori
- Rasa tertekan atau sempit di
dada
- Perasaan tercekik
- Sering menarik nafas
- Napas pendek/sesak
11 Gejala Gastrointestinal
- Sulit menelan
- Perut memilit
- Gangguan pencernaan
- Nyeri sebelum dan sesudah
makan
- Perasaan terbakar di perut
- Rasa penuh atau kembung
- Mual
- Muntah
- Buang air besar lembek
- Kehilangan berat badan
- Sukar buang air besar
(konstipasi)
12 Gejala urogenital
- Sering buang air kecil
- Tidak dapat menahan air
semi
- Amenorrhea
- Menorrhagia
- Menjadi dingin (frigid)
- Ejakulasi praecocks
- Ereksi hilang
- Impotensi
13 Gejala otonom
- Mulut kering
- Mulut merah
- Mudah berkeringat
- Pusing, sait kepala
- Bulu-bulu berdiri
14 Tingkah laku pada saat
wawancara
- Gelisah
- Tidak tenang
- Jari gemetar
- Kerut kening
- Muka tegang
- Tonus otot meningkat
- Napas pendek dan cepat
- Muka merah
Keterangan:
Cara penilaian:
Skor 0 : Tidak ada gejala
Skor 1 : Ringan (1 gejala)
Skor 2 : Sedang (satu atau dua gejala)
Skor 3 : Berat (lebih dua gejala)
Skor 4 : Sangat berat (semua gejala)
Bila, skor <6 : Tidak ada kecemasan
Skor 6-14 : Kecemasan ringan
Skor 15-27 : Kecemasan sedang
Skor >27 : Kecemasan berat
Jadi berdasarkan pengkajian cemas dengan menggunakan skala HARS,
didapatkan hasil bahwa Ny.S memiliki skor HARS 9, hal ini menyatakan Ny.S
mengalami kecemasan ringan.
10. Komunikasi
Sebelum Sakit:
Klien mengatakan klien berbicara dengan keluarga dan teman di lingkungan rumah
menggunakan Bahasa daerah (Bahasa jawa), namun klien tetap paham jika diajak
berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Klien mampu berkomunikasi dengan
lancar dan dapat menyampaikan pendapatnya dengan jelas.
Selama sakit:
Saat dilakukan pengkajian, klien mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan. Klien dapat berkomunikasi menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia.
Klien masih mampu menangkap informasi yang diberikan dan masih mampu
menjawabnya.
11. Spiritual
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien melakukan kegiatan sholat 5 waktu dan mengaji.
Selain itu klien juga berdzikir dan berdoa.
Selama sakit:
Selama dirawat klien hanya mampu beribadah dengan berbaring, klien selalu
berdoa untuk kesembuhannya. Klien mengatakan bahwa klien menerima kondisi
sakitnya saat ini dan klien sudah ikhlas dengan kondisinya.
12. Bekerja
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien sudah tidak bekerja, klien hanya beraktivitas di
rumah, namun klien masih mampu untuk mencuci pakaian dan mencuci piring klien
secara mandiri dan menjaga cucu jika anak dan menantunya bekerja.
Selama sakit:
Klien tidak melakukan pekerjaan apapun, klien hanya berbaring di tempat tidur.
13. Bermain dan rekreasi
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien berekeasi dengan menonton tv atau bercengkrama
dengan keluarga atau tetangga sekitar. Untuk rekreasi tergantung kondisi dan jadwal
kerja anak dan menantunya.
Selama sakit:
Klien mengatakan bahwa klien merasa terhibur dengan bercerita dengan anak dan
menantunya. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan rekreasinya, klien bercengkrama
dengan keluarga yang menungguinya.
14. Belajar
Sebelum sakit:
Klien mengatakan bahwa klien mendapatkan informasi kesehatan dari menonton
tv, mendengarkan radio dan dari keluarga atau tetangga serta tenaga medis ketika klien
memeriksakan dirinya di pelayanan kesehatan. Klien juga mengatakan bahwa klien rutin
mengikuti pengajian di masjid desanya untuk mendengarkan siraman rohani.
Selama sakit:
Klien mengatakan bahwa klien banyak belajar tentang masalah kesehatan dari
dokter dan perawat yang merawatnya selama di Rumah Sakit.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal pemeriksaan : 26 Maret 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Interpretasi
Golongan darah A
Rhesus -
Hemoglobin 11.10 g/dL 11.7 15.5 Normal
Hematokrit 33.5 % 35 47 Rendah
Jumlah lekosit 6,2 /uL 3.6 11.0 Normal
Jumlah trombosit 260 /uL 150 400 Normal
Kimia klinik
Glukosa sewaktu 100 mg/dL 70 115 Normal
Ureum 23 mg/dL 17 43 Normal
Creatinin 0,36 mg/dL 0.50 0,80 Normal
Imunologi
HbsAg Negatif Negatif
GDS 100 Mg/dL Sebelum makan : Klien diperiksa
70-130 mg/dL GDS dua jam
Dua jam setelah setelah makan,
makan: <180 sehingga gula
mg/dL darah sewaktu
Menjelang tidur: klien Normal
100-140 mg/dL
I. Terapi
Jenis Dosis/Rute Indikasi & Cara Kontra indikasi Efek samping
Terapi kerja
Infus 20tpm/IV Indikasi: Hypernatremia, Penggunaan cairan
Ringer Mengembalikan kelainan ginjal, ringer laktat
Laktat keseimbangan kerusakan sel dengan jumlah
elektrolit pada hati, asidosis besar dapat
keadaan dehidrasi laktat. menyebabkan
dan syok alkalosis metabolik
hipovolemik yang disebabkan
Cara Kerja: adanya
Keunggulan peningkatan
terpenting dari produksi
larutan ringer laktat bikarbonat akibat
adalah komposisi metabolisme laktat.
elektrolit dan
konsentrasinya yang
sangat serupa dengan
yang dikandung
cairan ekstraseluler.
Natrium merupakan
kation utama dari
plasma darah dan
menentukan tekanan
osmotik. Klorida
merupakan anion
utama di plasma
darah. Kalium
merupakan kation
terpenting di
intraseluler dan
berfungsi untuk
konduksi saraf dan
otot. Elektrolit-
elektrolit ini
dibutuhkan untuk
mengganti
kehilangan cairan
pada dehidrasi dan
syok hipovolemik
termasuk syok
perdarahan.
Injeksi 2x100 mg/ Indikasi: Bagi wanita Walau jarang
ranitidine IV Untuk menangani hamil dan terjadi, ranitidine
gejala dan penyakit menyusui, berpotensi
akibat produksi asam sesuaikan menyebabkan efek
lambung yang dengan anjuran samping karena
berlebihan. dokter. Berhati- tubuh perlu
Kelebihan asam hati bagi menyesuaikan diri
lambung dapat penderita dengan obat yang
membuat dinding gangguan ginjal dikonsumsi.
sistem pencernaan Beberapa efek
mengalami iritasi samping yang
dan peradangan. dapat terjadi seperti
Cara kerja: muntah-muntah,
Ranitidin adalah sakit kepala, sakit
suatu histamin perut, sulit
antagonis reseptor menelan, urine
H2 yang bekerja yang keruh.
dengan cara
menghambat kerja
histamin secara
kompetitif pada
reseptor H2 dan
mengurangi sekresi
asam lambung.
Injeksi 100mg/12ja Indikasi: Penderita yang - Sistem saraf:
Tramadol m /IV Efektif untuk hipersensitif Pusing, vertigo
pengobatan nyeri terhadap (Paling sering
akut dan kronis yang tramadol atau terjadi >26%)
berat, nyeri pasca opiate dan - Stimulasi SSP:
pembedahan penderita yang Ansietas, agitasi,
Cara kerja: mendapatkan tremor, gangguan
Tramadol adalah pengobatan koordinasi,
analgesic kuat yang dengan gangguan tidur,
bekerja pada reseptor penghambat euphoria, dll (>7%
opiate, tramadol MAO, pasien)
mengikat secara intoksikasi akut - Sistem
stereospesifik pada dengan alcohol, pencernaan:
reseptor di sistem hipnotika, Mual (>24%
saraf puat sehingga analgetik atau pasien), muntah
mengeblok sensasi obat-obat yang (>9% pasien),
nyeri dan respon mempengaruhi anorea, nyeri perut.
terhadap nyeri, SSP lainnya. - Pruritus
disamping itu, - Berkeringat
tramadol - Kulit
menghambat kemerahan
pelepasan - Mulut kering
neurotransmitter dari
saraf aferen yang
sensitive terhadap
rangsang, akibatnya
impuls nyeri
terhambat.
FRAKTUR
Perasaan takut
dan gelisah Impuls ke otak
Hambatan
mobilitas fisik
Perubahan
kesehatan Persepsi nyeri
Ansietas
Nyeri akut
ANALISA DATA
NAMAKLIEN : Ny.S
DO :
- Terdapat fraktur medial os femur
dekstra
- Terdapat pembengkakan pada area
femur dekstra
- Kaki kanan klien dilakukan
pembidaian
- Kekuatan ekstremitas bawah kanan
0
- Ny.S berada di point G
berdasarkan klasifikasi indeks
KATZ, dimana aktivitas semua
fungsi tergantung.
- Tingkat Risiko jatuh tinggi
berdasarkan skala Morse
DO :
- Wajah klien tampak pucat dan
sesekali meringis menahan nyeri.
- Terdapat nyeri tekan pada area
paha kaki kiri klien.
3. DS: Kecemasan (00146) Perubahan status
- Klien selalu selalu bertanya apakah kesehatan (Kurang
tindakan operasi yang akan pengetahuan
dilakukan sakit atau tidak. mengenai tindakan
- Klien mengatakan khawatir operasi bedah ORIF)
dengan operasi pertama yang akan
klien lakukan
DO:
- Klien terlihat khawatir
- Skor 9 pada skala HARS
(Kecemasan ringan)
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
NAMAKLIEN : Ny.S
NAMAKLIEN : Ny.S
Evaluasi Keperawatan
Nama klien : Ny.S
No. Rekam medik : 528188
Ruang rawat : Kenanga
Tgl./jam No. Dx. Evaluasi Somatif / SOAP Paraf
1 Juni 1 Subjektif :
2017 - P (Paliatif) : Akibat patah tulang tertutup pada paha ksanan
15.30 WIB - Q (Kualitas) : Klien mengatakan bahwa kualitas nyeri seperti
ditusuk-tusuk
- R (Regio) : Klien mengatakan bahwa area nyeri di paha kiri pada
area yang patah dan nyeri yang dirasakan tidak menyebar.
- S (Skala) : Klien mengatakan bahwa skala nyeri yang dirasakan
berada pada skala 6 berdasarkan Numeric Rating Scale (NRS),
dimana skala 6 tergolong skala nyeri sedang.
- T (waktu) : Klien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan hilang
timbul dan meningkat ketika digerekkan.
Objektif :
Klien tampak sesekali meringis menahan nyeri. Hasil TTV klien : TD
130/90mmHg, Suhu 37oC, RR 18x/menit, HR: 80x/menit
Analisis :
Klien masih merasakan nyeri sesuai dengan pengkajian PQRST yang
telah dilakukan, sehingga masalah nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik (trauma tidak langsung: terpeleset) belum dapat
teratasi.
Planning:
Lanjutkan intervensi
- Lakukan pengkajian nyeri PQRST
- Lakukan pemeriksaan TTV
- Ajarkan klien teknik relaksasi napas dalam
- Periksa posisi bidai.
- Berikan lingkungan yang nyaman dengan mengatur suhu
ruangan dan pencahayaan yang sesuai
- Kolaborasi pemberian analgesik tramadol 2x100 gr
1 Juni 2 Subjektif :
2017 Klien mengatakan bahwa klien merasa nyaman setelah diberikan
15.35 WIB bantal untuk mendukung posisi klien.
Objektif :
Klien tampak rileks
Analisis :
Berdasarkan data subjektif klien yang mengatakan bahwa klien sudah
merasa nyaman dengan posisinya, namun masalah hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang masih
belum tertatasi, karena masih terdapat fraktur medial os femur sinistra
pada klien.
Planning:
Lanjutkan intervensi
1. Posisikan klien senyaman mungkin seperti atur semi fowler
2. Anjurkan klien untuk meminimalkan gerak pada area fraktur
dan memaksimalkan gerak pada ekstremitas yang tidak
mengalami fraktur
3. Informasikan dan ajarkan klien dan keluarga mengenai latihan
ROM pasif.
2 Juni 1 Subjektif :
2017 Klien mengatakan sudah melakukan napas dalam ketika nyerinya
21.30 WIB timbul, berikut pengkajian PQRST pada klien:
- P (Paliatif) : Akibat patah tulang tertutup pada paha kiri.
- Q (Kualitas): Klien mengatakan bahwa kualitas nyeri seperti
ditusuk-tusuk
- R (Regio) : Klien mengatakan bahwa area nyeri di paha kiri pada
area yang patah dan nyeri yang dirasakan tidak menyebar.
- S (Skala) : Klien mengatakan bahwa skala nyeri yang dirasakan
berada pada skala 5 berdasarkan Numeric Rating Scale (NRS),
dimana skala 5 tergolong skala nyeri sedang.
- T (waktu) : Klien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan hilang
timbul dan meningkat ketika digerekkan.
Objektif:
Klien tampak dapat mempraktikan napas dalam dengan perlahan-lahan
dan nampak tidak menggerakkan bagian yang patah tulang. Hasil TTV
klien : TD 130/80mmHg, Suhu 37oC, RR 18x/menit, HR: 84x/menit.
Obat tramadol masuk ke plabot infus dengan lancar.
Analisis :
Klien masih merasakan nyeri sesuai dengan pengkajian PQRST yang
telah dilakukan, sehingga masalah nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik (trauma tidak langsung: terpeleset) belum dapat
teratasi.
Planning:
Lanjutkan intervensi
- Lakukan pemeriksaan TTV
- Berikan injeksi analgesik tramadol 2x 100 gr
- Berikan posisi yang nyaman untuk klien
2 Juni 2 Subjektif :
2017 Klien mengatakan akan memaksimalkan menggunakan bagian yang
21.35 WIB tidak sakit untuk melakukan aktivitas seperti minum, makan, berganti
pakaian, dll
Objektif :
Klien terlihat berhati-hati serta melindungi area yang fraktur,
Analisis :
Masalah dalam penanganan hambatan mobilitas fisik belum
sepenuhnya teratasi, namun klien sudah dapat mengoptimalkan
pergerakan pada bagian yang tidak mengalami patah tulang
Planning:
Lanjutkan intervensi
- Informasikan dan ajarkan kepada klien dan keluarga mengenai
latihan ROM
- Posisikan klien senyaman mungkin seperti atur semi fowler
3 Juni 1 Subjektif :
2017 - P (Paliatif) : Akibat patah tulang tertutup pada paha kanan.
19.00 WIB - Q (Kualitas): Klien mengatakan bahwa kualitas nyeri seperti
ditusuk-tusuk
- R (Regio) : Klien mengatakan bahwa area nyeri di paha kanan
pada area yang patah dan nyeri yang dirasakan tidak menyebar.
- S (Skala) : Klien mengatakan bahwa skala nyeri yang dirasakan
berada pada skala 5 berdasarkan Numeric Rating Scale (NRS),
dimana skala 5 tergolong skala nyeri sedang.
- T (waktu) : Klien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan hilang
timbul dan meningkat ketika digerekkan.
Objektif :
Hasil TTV klien : TD 120/90mmHg, Suhu 36,5oC, RR 18x/menit, HR:
84x/menit. Injeksi obat tramadol dan ranitidine nampak masuk ke
tubuh klien dengan lancar. Ekspresi wajah klien tampak tenang
Analisis :
Skala nyeri pada masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik (trauma tidak langsung: terpeleset) pada klien tetap yaitu skala 5,
namun masalah belum teratasi karena nyeri yang klien rasakan masih
tergolong nyeri sedang.
Planning :
Pertahankan intervensi
- Lakukan pengkajian nyeri PQRST
- Berikan posisi yang nyaman untuk klien
- Ajarkan klien teknik relaksasi teknik napas dalam
- Berikan lingkungan yang nyaman dengan mengatur suhu ruangan
dan pencahayaan yang sesuai
- Periksa posisi bidai.
- Lakukan pemeriksaan TTV
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
- Lakukan modifikasi intervensi dengan tim medis lainnya
3 Juni 2 Subjektif :
2017 klien dan keluarga mengatakan paham dan akan mencoba melakukan
19.05 WIB latihan ROM saat sudah di rumah
Objektif :
Hasil TTV klien : TD 120/80mmHg, Suhu 37oC, RR 18x/menit, HR:
83x/menit. Keluarga mampu mmpraktikan kembali contoh latihan
ROM pada kaki kanan klien.
Analisis :
Masalah hambatan mobilitas fisik belum dapat teratasi sepenuhnya
karena klasifikasi E indeks KATZ klien seperti indikator berpindah
belum dapat terpenuhi
Planning :
Pertahankan intervensi
- Posisikan klien senyaman mungkin seperti atur semi fowler
- Berikan bantal/alat yang mendukung posisi yang nyaman
- Anjurkan klien untuk meminimalkan gerak pada area fraktur dan
memaksimalkan gerak pada ekstremitas yang tidak mengalami
fraktur
- Informasikan dan ajarkan klien dan keluarga mengenai latihan
ROM pasif
- Lakukan modifikasi intervensi dengan tim medis lainnya
3 Juni 3 Subjektif :
2017 Klien mengatakan paham dengan penjelasan megenai operasi bedah
19.10 WIB ORIF. Keluarga mengatakan selalu mendampingi dan berada di sisi
klien. Klien akan menghadapi rasa cemas dan berkata siap melakukan
operasi esok hari pada tanggal 5 Juni 2017.
Objektif :
Klien dan keluarga nampak kooperatif. Keluarga pun terlihat selalu
mendampingi klien saat di rumah sakit. Klien nampak sudah
mempraktikan teknik distraksi dengan memejamkan dengan
mendengarkan lagu sambil sesekali menggerakkan jari.
Analisis :
Masalah kecemasan yang dihadapi klien dapat tertangani karena klien
sudah merasa yakin dalam menghadapi operasi ORIF dan memahami
tentang tindakan operasi bedah ORIF, sehingga masalah ini teratasi
Planning :
Intervensi dihentikan.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan pada Ny.S dengan diagnosa medis
Close Fraktur femur dekstra di Ruang Kenang RSUD Dr.H.SOEWONDO Kendal yang
dilakukan pengkajian pada tanggal 31 Mei 2017, maka dalam bab ini penulis akan
membahas tindakan yang dilakukan pada Ny.S yaitu Pre operasi ORIF plating femur.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan dengan
pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. ORIF (Open Reduksi
Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan pembedahan untuk
memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin kembali
seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku
maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. ORIF (Open Reduction
Internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah
fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada
tulang yang patah.
Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap
menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers yaitu
sebagai Imobilisasi sampai tahap remodeling, Melihat secara langsung area fraktur dan
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami
pergeseran. Menurut Apley (2005) terdapat lima metode fiksasi internal yang
digunakan, antara lain: sekrup kompresi antar fragmen, plat dan sekrup (paling sesuai
untuk lengan bawah), paku intermedula (untuk tulang panjang yang lebih besar), paku
pengikat sambungan dan sekrup (ideal untuk femur dan tibia), sekrup kompresi dinamis
dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur.
Indikasi ORIF diantaranya adalah: fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya
avasculair nekrosis tinggi (fraktur collum femur), fraktur yang tidak bisa direposisi
tertutup (fraktur avulse dan fraktur dislokasi), fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit
dipertahankan (fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur antebrachii dan fraktur ankle),
fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi
(fraktur femur) (Apley, 2005). Adapun Kontra indikasi dari pemasangan ORIF adalah
pasien dengan penurunan kesadaran, pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada
penyatuan tulang dan pasien yang mengalami kelemahan (malaise)