Implementasi Negara Hukum Pancasila Di Indonesia

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

IMPLEMENTASI NEGARA HUKUM PANCASILA DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Negara indonesia merupakan negara yang merdeka pada tanggal 17 agustus 1945. Dengan perjuangan
yang mengorbankan segala-galanya demi kemerdekaan tersebut. Setelah merdeka maka dibuatkanya
sebuah konstitusi sebagai dasar negara, yang dijadikan pedoman bagi setiap elemen(negara) untuk
mewujudkannya. Tetapi perjuangan bangsa yang hampir 67 tahun ini setelah merdeka, ternyata belum
bisa memuaskan publik. Faktanya, tahun 1999-2002 adanya amandemen perubahan untuk mengubah
konstitusi negara indonesia, dikarenakan sudah tidak sesuai dengan zamanya serta banyak
kesewenangan sewenangan yang terjadi pada masa sebelumnya .maka dari itu, di zaman reformasi
menginginkan adanya amandemen UUD NRI 1945. Perubahan yang paling menonjol adalah mengenai
pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa :
Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat).

Dengan lahirnya negara hukum yang diamanatkan konstitusi ini, indonesia sebagai negara tidak
sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaannya. Dan melahirkan perkembangan baru bagi
penguasa berkewajiban dalam mewujudkan tujuan negara yang termaktub dalam pembukaan alinea IV
UUD NRI 1945.
Maka dari itu, pemakalah ingin mengetahui lebih jelas mengenai sejarah perkembangan negara hukum
yang seutuhnnya dan bagaimana pelaksanaanya di negara indonesia ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud negara hukum?
2. Bagaimnakah sejarah perkembangan negara hukum di dunia?
3. Bagaimanakah konsepsi negara hukum di indonesia?
4. Bagaimanakah Supremasi Hukum Dalam Konsep Negara Hukum Pancasila di indonesia?
5. Bagaimanakah Pengaruh Globalisasi Terhadap Negara Hukum pancasila Di Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN MASALAH


1. Untuk mengetahui lebih jelas pengertian negara hukum seutuhnnya.
2. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai sejarah negara hukum.
3. Untuk mengetahui lebih jelas negara hukum indonesia.
4. Untuk mengetahui lebih jelas Supremasi Hukum Dalam Konsep Negara Hukum Pancasila di
indonesia.
5. Untuk mengetahui lebih jelas Pengaruh Globalisasi Terhadap Negara Hukum pancasila Di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN NEGARA HUKUM


ARISTOTELES, merumuskan Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan
hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap
manusia agar ia menjadi warganegara yang baik. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah
peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya. maka menurutnya yang
memerintah Negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil. Penguasa hanyalah pemegang
hukum dan keseimbangan saja.

SEJARAH PERKEMBANGAN NEGARA HUKUM DIDUNIA

Idealitas negara berdasarkan hukum ini pada dataran implementasi memiliki karakteristik yang
beragam, sesuai dengan muatan lokal, falsafah bangsa, ideologi negara, dan latar belakang historis
masing-masing negara. Oleh karena itu, secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul
dalam berbagai model seperti negara hukum menurut Quran dan Sunnah atau nomokrasi Islam, negara
hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechtsstaat, negara hukum menurut konsep
Anglo-Saxon (rule of law), konsep socialist legality, dan konsep negara hukum Pancasila.
v Ditinjau dari sudut sejarah, pengertian Negara hukum berbeda-beda diantaranya :
1. Nomokrasi islam
Dalam konteks hukum tata negara, Istilah Nomokrasi (nomocracy: Inggris) berasal dari bahasa latin
nomos yang berarti norma dan cratos yang berarti kekuasaan, yang jika digabungkan berarti faktor
penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum[1], karena itu istilah ini sangat
erat dengan gagasan kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi.[2] Jika istilah ini dikaitkan dengan
Islam sebagai suatu komunitas baik agama maupun negara, maka makna yang muncul adalah
kedaulatan hukum Islam sebagai penguasa tertinggi, atau yang lebih dikenal dengan supremasi
Syariah. Nomokrasi islam adalah konsep negara yang bersumberkan pada Al-Quran , As-Sunnah Dan
Rayu Nomokrasi.
Muhammad Tahir Azhary[3], dengan mengambil inspirasi dari sistem hukum Islam, mengajukan
pandangan bahwa ciri-ciri nomokrasi atau Negara Hukum yang baik itu mengandung 9 (sembilan)
prinsip, yaitu:
a. Prinsip kekuasaaan sebagai amanah.
b. Prinsip musyawarah.
c. Prinsip keadilan.
d. Prinsip persamaan.
e. Prinsip pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia.
f. Prinsip peradilan bebas.
g. Prinsip perdamaian.
h. Prinsip kesejahteraan.
i. Prinsip ketaatan rakyat.
Dengan demikian berdasarkan prinsip-prinsip negara hukum dengan konsep nomokrasi Islam di atas,
maka nomokrasi Islam adalah genus yang tepat untuk istilah bagi negara yang tunduk dan taat pada
aturan hukum Islam-syariah.
Nomokrasi Islam memiliki atau ditandai oleh prinsip-prinsip umum yang digariskan dalam al-Quran
dan dicontohkan dalam sunnah. Diantara prinsip-prinsip itu, maka prinsip musyawarah, keadilan dan
persamaan merupakan persamaan yang menonjol dalam nomokrasi Islam. Sedangkan teokrasi adalah
suatu miskonsepsi atau kegagalan pemahaman (vervostandnis) terhadap konsep negara dari sudut
hukum Islam. Karena baik secara teoritis maupun sepanjang praktik sejarah Islam, teokrasi tidak
dikenal dan tidak pula pernah diterapkan dalam Islam.
2. Negara Hukum Eropa Kontinental

Negara Hukum Eropa Kontinental ini dipelopori oleh Immanuel Kant. Tujuan Negara hukum menurut
Kant adalah menjamin kedudukan hukum dari individu-individu dalam masyarakat. Konsep Negara
hukum ini dikenal dengan yaitu ;
a) Negara hukum liberal, karena Kant dipegaruhi oleh faham liberal yang menentang kekuasaan
absolute raja pada waktu itu.
b) Negara hukum dalam arti sempit, karena pemerintah hanya bertugas dan mempertahankan hukum
dengan maksud menjamin serta melinungi kaum Boujuis (tuan tanah) artinya hanya ditujukan pada
kelompok tertentu saja.
c) Nechtwakerstaat ( Negara penjaga malam ), karena Negara hanya berfungsi menjamin dan menjaga
keamanan dalam arti sempit( kaum Borjuis).
v Menurut Kant, untuk dapat disebut sebagai Negara hukum harus memiliki dua unsure pokok, yaitu :
adanya perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia
adanya pemisahan kekuasaan
Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata model Negara hukum ini belum memuaskan dan belum
dapai mencapai tujuan, kalau hanya dengan 2 unsur tersebut tidaklah cukup. Maka Negara hukum
sebagai paham liberal berubah ke faham Negara kemakmuran ( Welfarestaat atau Social Service State )
yang dipelopori oleh FJ STAHL.
v Menurut Stahl, seuatu Negara hukum harus memenuhi 4 unsur pokok, yaitu :
1) adanya perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia
2) adanya pemisahan kekuasaan
3) pemerintah haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum
4) adanya peradilan administrasi

3. Negara Hukum Anglo Saxon (Rule Of Law)

Negara Anglo Saxon tidak mengenal Negara hukum atau rechtstaat, tetapi mengenal atau menganut apa
yang disebut dengan The Rule Of The Law atau pemerintahan oleh hukum atau government of
judiciary.

v Menurut A.V.Dicey, Negara hukum harus mempunyai 3 unsur pokok :


1 Supremacy Of Law
Dalam suatu Negara hukum, maka kedudukan hukum merupakan posisi tertinggi, kekuasaan harus
tunduk pada hukum bukan sebaliknya hukum tunduk pada kekuasaan, bila hukum tunduk pada
kekuasaan, maka kekuasaan dapat membatalkan hukum, dengan kata lain hukum dijadikan alat untuk
membenarkan kekuasaan. Hukum harus menjadi tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat.
2 Equality Before The Law
Dalam Negara hukum kedudukan penguasa dengan rakyat dimata hukum adalah sama (sederajat), yang
membedakan hanyalah fungsinya, yakni pemerintah berfungsi mengatur dan rakyat yang diatur. Baik
yang mengatur maupun yang diatur pedomannya satu, yaitu undang-undang. Bila tidak ada persamaan
hukum, maka orang yang mempunyai kekuasaan akan merasa kebal hukum. Pada prinsipnya Equality
Before The Law adalah tidak ada tempat bagi backing yang salah, melainkan undang-undang
merupakan backine terhadap yang benar.
3 Human Rights
Human rights, maliputi 3 hal pokok, yaitu :
a. the rights to personal freedom ( kemerdekaan pribadi), yaitu hak untuk melakukan sesuatu yang
dianggan baik badi dirinya, tanpa merugikan orang lain.
b. The rights to freedom of discussion ( kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak untuk mengemukakan
pendapat dan mengkritik, dengan ketentuan yang bersangkutan juga harus bersedia mendengarkan
orang lain dan bersedia menerima kritikan orang lain.
c. The rights to public meeting ( kemerdekaan mengadakan rapat), kebebasan ini harus dibatasi jangan
sampai menimbulkan kekacauan atau memprovokasi.
Persamaan Negara hukum Eropa Kontinental dengan Negara hukum Anglo saxon adalah keduanya
mengakui adanya Supremasi Hukum.
Perbedaannya adalah pada Negara Anglo Saxon tidak terdapat peradilan administrasi yang berdiri
sendiri sehingga siapa saja yang melakukan pelanggaran akan diadili pada peradilan yang sama.
Sedangkan nagara hukum Eropa Kontinental terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
Selanjutnya, konsep Rule Of Law dikembangkan dari ahli hukum (juris) Asia Tenggara & Asia Pasifik
yang berpendapat bahwa suatu Rule Of Law harus mempunyai syarat-syarat :
1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara /
prosedur untuk perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
4. Pemilihan umum yang bebas.
5. Kebebasan untuk berserikat / berognanisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan civic / politik.

4. Konsep Socialist Legality

Socialist legality adalah suatu konsep yang dianut di negara-negara komunis/sosialis untuk
mengimbangi konsep rule of law . Hukum diletakkan di bawah sosialisme. Hukum digunakan sebagai
alat untuk mencapai sosialisme. Hak perseorangan dapat disalurkan kepada prinsip-prinsip sosialisme,
meskipun hak tersebut patut mendapat perlindungan. (pendapat Jaroszinky yang dikutip Oemar Seno
Aji ).
5. Konsep Negara Hukum Pancasila

Oemar Seno Adji berpendapat bahwa Negara Hukum Indonesia memiliki ciri khas Indonesia. Karena
pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, maka Negara hukum Indonesia dapat
pula dinamakan Negara hukum pancasila.

KONSEPSI NEGARA HUKUM DI INDONESIA

Apabila kita meneliti UUD 1945 (sebelum amademen) di indonesia , kita akan menemukan unsur-
unsur negara hukum tersebut di dalamnya, yaitu sebagai berikut; pertama, prinsip kedaulatan rakyat
(pasal 1 ayat 2), kedua, pemerintahan berdasarkan konstitusi (penjelasan UUD 1945), ketiga, jaminan
terhadap hak-hak asasi manusia (pasal 27, 28, 29, 31), keempat, pembagian kekuasaan (pasal 2, 4, 16,
19), kelima, pengawasan peradilan (pasal 24), keenam, partisipasi warga negara (pasal 28), ketujuh,
sistem perekonomian (pasal 33).
Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara tegas disebutkan dalam Penjelasan UUD 1945
(setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa :[4]
Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat).
Karena digunakan istilah rechtsstaat dalam pasal 1 ayat 3 Amandemen perubahan UUD NRI 1945
beserta penjelasannya yang dilakukan indonesia pada tahun 1999 2002, maka timbul pertanyaan
rechtsstaat atau Negara Hukum yang bagaimanakah yang di anut oleh Indonesia?.
Oemar Seno Adji berpendapat bahwa Negara Hukum Indonesia memiliki ciri khas Indonesia. Karena
pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, maka Negara hukum Indonesia dapat
pula dinamakan Negara hukum pancasila. Salah satu ciri pokok dalam Negara hukum pancasila ialah
adanya jaminan terhadap Freedom of religion atau kebebasan. Tetapi, kebebasan beragama di Negara
pancasila selalu dalam konotasi yang positif, artinya tiada tempat bagi atheisme atau propaganda anti
agama di bumi Indonesia. Hal ini sangat berbeda dengan misalnya di Amerika Serikat yang memahami
konsep freedom of religion baik dalam arti positif maupun dalam arti negatif. Sementara itu di
Unisoviet dan Negara komunis lainnya Freedom of Religion memberikan pula jaminan
konstitusional terhadap propaganda anti agama. Selain itu,
Seno Adji mengemukakan pula ciri Negara Hukum Indonesia lainya yaitu tidak adanya pemisahan
yang rigid dan mutlak antara agama dan negara. Menurutnya agama dan negara berada dalam
hubungan yang harmonis. hal demikian sangat berbeda dengan di Amerika serikat yang menganut
doktrin pemisahan agama dan gereja secara ketat.
Di sisi lain Padmo Wahyono melihat Negara Hukum Pancasila berdasarkan atas asas kekeluargaan
yang tercantum dalam UUD 1945. Yang diutamakan di dalam asas kekeluargaan adalah rakyat banyak
namun harkat dan martabat manusia tetap dihargai. hal demikian itu direfleksikan oleh pasal 33 UUD
1945 yang menjelaskan bahwa yang terpenting itu adalah kemakmuran masyarakat, bukan
kemakmuran perseorangan. Akan tetapi, perseorangan itu berupaya sejauh tidak mengenai hajat hidup
orang banyak.
Negara Hukum Pancasila dapat dipahami melalui penelaahan pengertian Negara dan pengertian hukum
dilihat dari sudut asas kekeluargaan. Dalam hubungan ini Padmo Wahyono mengemukakan bahwa
hukum adalah suatu alat atau wahana untuk menyelenggarakan kehidupan Negara atau ketertiban dan
menyelenggarakan kesejahteraan sosial.
Berpijak pada dua pendapat pakar hukum di atas disimpulkan bahwa dalam penyelesaian UUD 1945
digunakan istilah rechtsstaat, akan tetapi konsep rechtsstaat yang dianut oleh Negara Indonesia bukan
konsep Negara hukum Barat Eropa continental dan bukan pula konsep rule of law dari Anglo Saxon
melainkan konsep Negara Hukum Pancasila sendiri yang bercirikan :
(1) hubungan erat antara agama dan negara
(2) Bertumpu pada KeTuhanan Yang Maha Esa
(3) Kebebasan beragama dalam arti positif
(4) Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang dan
(5) Asas kekeluargaan dan kerukunan.
Adapun yang menjadi unsur pokok Negara Hukum RI adalah : Pancasila, MPR, Sistem konstitusi,
persamaan dan Peradilan bebas.

SUPREMASI HUKUM DALAM KONSEP NEGARA HUKUM PANCASILA DI INDONESIA

Berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum tentu saja tidak akan lepas dari
konsepsi dasar yang dipakai sebagai landasan untuk menciptakan sebuah negara nasional yang pada
tataran kenegaraan dan hukum tertinggi disebut konstitusi. Ini merupakan dasar yang bersifat universal
yang berlaku pada tiap-tiap negara.
Dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan mengenai supremasi hukum terwujud didalam
sebuah masyarakat nasional yang disebut negara hukum konstitusional, yaitu suatu negara dimana
setiap tindakan dari penyelenggara negara: pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara di pusat
dan didaerah terhadap rakyatnya harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan
oleh rakyat / wakilnya di dalam badan perwakilan rakyat. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada, di
dalam negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak azasi manusia warga negara,
melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan
kepastian hukum serta keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor
hukum/konstitusional.

UUD NRI 1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai untuk
mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan. Kalau dilihat dengan seksama
UUD NRI 1945 mejelaskan bahwa :
Indonesia adalah negara berdasar atas negara hukum, tidak berdasar atas kekuasaan belaka
ini sebenarnya Grundnorm yang telah diberikan oleh Founding father yang membangun negara ini.
Bagaimana kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum itu akan diarahkan, dalam
arti untuk apa kita wujudkan negara hukum ini, sekaligus dituntut untuk menegakkan hukum sebagai
salah satu piranti yang bisa dipergunakan secara tepat di dalam mewujudkan keinginan atau cita-cita
bangsa. Formula UUD 1945 tersebut mengandung pengertian dasar bahwa di dalam negara yang
dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya diakui adanya dua faktor yang terkait dalam
mewujudkan negara hukum, yaitu satu factor hukum dan yang kedua factor kekuasaan. Artinya hukum
tidak bisa ditegakkan inkonkreto dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa
adanya kekuasaan dan dimanesfestasikan di dalam UUD NRI 1945. Dengan demikian dua factor
hukum dan kekuasaan, tidak bisa dilepaskan satu sama lain, bagaikan lokomotif dan relnya serta
gerbong yang ditarik lokomotif. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan bahkan lumpuh tanpa adanya
dukungan kekuasaan. sebaliknya kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan hukum, oleh karena
apabila kekuasaan dibangun dan tanpa mengindahkan hukum, yang terjadi adalah satu negara yang
otoriter. Fungsi kekuasaan pada hakekatnya adalah memberikan dinamika terhadap kehidupan hukum
dan kenegaraan sesuai norma-norma dasar atau grundnorm yang dituangkan dalam UUD NRI 1945 dan
kemudian dielaborasi lebih lanjut secara betul dalam hirarki perundang-undangan yang jelas.

Kemudian dimana letak kaitan pancasila sebagai ideology dengan supremasi hukum ?
Supremasi hukum baru dapat ditegakkan apabila para penyeleggara negara berperilaku democrat,
egaliter dan manusiawi yang dijiwai oleh nilai-nilai ideology pancasila, artinya letak persoalan
pokoknya belum tegaknya supremasi hukum bukan pada konsepsi negara hukumnya, bukan konsepsi
dasar ideology negara pancasila yang tidak bisa memenuhi tantangan jaman, tetapi terletak pada
praktek penyelenggara negara di semua bidang yang telah meninggalkan unsur-unsur ditanamkan oleh
UUD 1945, yaitu semangat penyelenggara negara. Terutama butir 4 dari pokok-pokok pikiran yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah
dan lain-lain penyeleggara negara untuk budi pekerti kemanusiaan yang luhur dengan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur, yang digali berdasarkan nilai-nilai ketuhan yang Maha Esa (moral
religius), nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab (harkat dan martabat manusia dan hak -hak
azasi manusia), nilai-nilai persatuan dan kesatuan, nilai-nilai kerakyatan dan prinsip musyawarah
mufakat, prinsip perwakilan, dan nilai-nilai keadilan kebenaran untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP NEGARA HUKUM PANCASILA DIINDONESIA

Globalisasi[5] yang menunjuk pada terciptanya satu kesatuan dunia yang bersifat tanpa batas di antara
negara/ non borderless telah mempengaruhi hampir seluruh kehidupan manusia. Salah satu di antaranya
adalah bidang hukum. Pengaruh globalisasi dalam bidang hukum ini salah satunya dapat dilihat sejak
pemerintah Indonesia melakukan ratifikasi terhadap Agremeent Establishing The World Trade
Organization (WTO).[6] Ratifikasi terhadap WTO Agreement ini menimbulkan adanya sebuah
konsekuensi hukum bahwa Indonesia harus mengharmonisasikan seluruh hukum nasional yang terkait
dengan ketentuan-ketentuan dalam WTO.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, bidang-bidang hukum yang harus diharmonisasikan dengan
kaidah-kaidah WTO adalah bidang hukum perdagangan, investasi atau penanaman modal serta bidang
hukum hak atas kekayaan intelektual.[7] Hal ini sesuai dengan lampiran WTO Agreement sebagaimana
terdapat di dalam General Agremeent on Tarif and Trade (GATT), Agreement on Trade Related
Investment Measures (TRIMs) dan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(TRIPS) sebagai perjanjian yang wajib[8] ditaati oleh setiap negara anggota WTO. Upaya
pengharmonisasian hukum sebagaimana dimaksud pada tataran selanjutnya telah melahirkan berbagai
produk hukum yang dapat dikatakan kurang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia (volkgeist).
Pandangan ini dapat dipahami mengingat di satu sisi Indonesia merupakan sebuah negara yang lahir di
atas paham komunal sementara kaidah-kaidah dalam WTO merupakan kaidah yang berasal dari corak
kehidupan liberal negara maju.
Berbagai produk hukum yang lahir sebagai konsekuensi ratifikasi WTO Agreement tersebut telah
menimbulkan pengaruh yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat Indonesia terutama di bidang
ekonomi. Sebagai contoh; pasca ratifikasi WTO Agreement kemudian pemerintah Indonesia
menerbitkan beberapa produk peraturan perundang-undangan terutama di bidang Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI), bidang penanaman modal serta bidang perdagangan internasional yang dinilai
masih belum sesuai dengan kondisi dan jiwa bangsa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa berbagai
produk hukum di bidang ekonomi ini bersifat liberal bahkan beberapa kalangan[9] menyebutnya
sebagai produk hukum yang bercorak kapitalis. Kondisi demikian tentunya memerlukan perhatian bagi
seluruh komponen bangsa Indonesia terutama pemerintah agar jangan sampai perkembangan hukum
yang demikian dapat menimbulkan timbulnya penjajahan model baru yang barang tentu akan
merugikan masyarakat kecil sebagaimana dapat dilihat saat ini. Dengan perkataan lain, globalisasi yang
telah memberikan pengaruh besar terhadap tatanan hukum di Indonesia haruslah dijaga agar jangan
sampai menimbulkan kerugian bagi bangsa Indonesia itu sendiri.
Apabila pembahasan mengenai pengaruh globalisasai sebagaimana tersebut di atas kemudian dikaitkan
dengan pengkajian Prof. Sardjipto Rahardjo maka dapat dikatakan bahwa kondisi hukum dalam negara
Indonesia saat ini menunjukkan adanya suatu kondisi kedaulatan politik yang lebih dominan.
Dikatakan demikian oleh karena berbagai produk hukum yang lahir pada dasarnya banyak dipengaruhi
oleh kepentingan-kepentingan politik yang dalam hal ini sangat erat dengan bidang ekonomi. Dalam
era globalisasi yang ditandai dengan tingginya tingkat perdagangan dunia dan penanaman modal
seperti saat ini, seolah telah menjadi rahasia umum mengenai masuknya berbagai pengaruh bisnis ke
dalam pembuatan produk- produk hukum dengan menggunakan globalisasi sebagai suatu pembenaran
mutlak. Kondisi demikian semestinya tidak perlu atau setidaknya dapat diminimalisasi apabila para
pemegang kewenangan pembentuk hukum di negeri ini memahami bentuk tatanan hukum nasional
yang baik.
Tatanan politik hukum nasional yang baik menurut Prof. Sardjipto Raharjo adalah suatu tatanan politik
hukum yang mampu mengakomodir ketiga tatanan/order. Ketiga order sebagaimana dimaksud adalah
a. transedental order, adalah suatu order atau tatanan yang bersumber pada hukum yang berasal dari
Tuhan termasuk hukum agama dan hukum alam. Menurut transedental order ini, kedaulatan hukum
tidak lagi perlu dipermasalahkan oleh karena kedaulatan hukum berada di tangan Tuhan.
b. sociological order adalah kedaulatan hukum seharusnya dipegang atau berada di tangan rakyat.
Hukum dipandang sebagai the living law atau hukum yang hidup bersama dengan kehidupan
masyarakat sehingga kedaulatan hukum berada di tangan rakyat.
c. political order. hukum dipandang sebagai produk politik. Oleh karena hukum merupakan produk
politik maka yang terjadi kemudian adalah adanya supremasi politik terhadap hukum.

Apabila dikaitkan dengan negara Indonesia sebagai negara hukum maka hal demikian seharusnya tidak
perlu terjadi mengingat Indonesia adalah negara hukum dimana seharusnya hukum menjadi supremasi
tertinggi yang mampu mengatur segala aspek kehidupan manusia tak terkecuali bidang politik.
Pengaruh globalisasi dalam tatanan hukum nasional Indonesia yang sedemikian besar tentu tidak dapat
dibiarkan begitu saja. Melainkan hal yang demikian perlu diimbangi dengan adanya keinginan kuat dari
segenap bangsa Indonesia dalam rangka pembangunan hukum nasional yang lebih baik. Hal demikian
semakin dapat dipahami mengingat globalisasi merupakan suatu gejala yang tidak dapat ditolak
ataupun dihindari oleh negara mana pun yang tidak ingin terkucil dalam percaturan internasional.
Menghadapi kondisi yang demikian, Yang terpenting saat ini adalah bagaimana bangsa Indonesia
mampu terus memperbaiki diri terutama berkaitan dengan pembangunan hukum nasional agar mampu
menjadi hukum nasional yang ideal sebagaimana menurut Prof. Sartjipto Raharjo adalah suatu tatanan
hukum yang di dalamnya mencakup transedental order, sociological order serta political order. Dengan
demikian, apabila pembangunan hukum nasional telah di arahkan kepada pembangunan hukum yang
ideal maka hukum dapat menjadi instrumen dalam rangka mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia
sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan alinea IV Undang-Undang Dasar 1945. Namun demikian,
political will dari pemerintah merupakan modal utama bagi terwujudnya pembangunan hukum nasional
serta kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang termaktub
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu;
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia.

Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap
dan berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang..
Berdasarkan hal tersebut seyogyanya cocok dengan pandangan Prof. Dr. Satjipto Raharjo (lihat Satjipto
Rahardjo, 2006: 53)[10] mengenai keresahannya terhadap negara hukum Indonesia dengan suatu
harapan bahwa hukum hendaknya membuat rakyat bahagia, tidak menyulitkan serta tidak menyakitkan.
Di atas segalanya dari perdebatan tentang negara hukum, menurut Prof. Satjipto kita perlu menegaskan
suatu cara pandang bahwa negara hukum itu adalah untuk kesejahteraan dan kebahagiaan bangsa
Indonesia, bukan sebaliknya. Hukum tidak boleh menjadikan kehidupan lebih sulit. Inilah yang
sebaiknya menjadi ukuran penampilan dan keberhasilan (standard of performance and result) negara
hukum Indonesia.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Negara hukum merupakan pilihan sebuah negara berdasarkan sejarah yang pernah dilalui, dan ingin
menciptakan negara yang aman dan sejahtera. Dimana penguasa negara tidak berbuat sewenang-
wenang, dan mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya. Selain itu negara hukum
merupakan amanah dari sebuah konstitusi sebuah negara tak terkecuali negara indonesia. Mengenai
amanat negara hukum tersebut ada dalam pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa :
Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat).

Dengan perwujudannya tersebut, negara menginginkan penguasa tidak bertindak sewenang-wenang


karena segala tindakanya harus berdasarkan undang-undang. Dan mempunyai kewajiban untuk
mewujudkan tujuan negara yang termaktub dalam pembukaan alinea IV UUD NRI 1945.

SARAN
Penguasa negara harus bisa memproyeksikan dan men-real-kan(menjadi kenyataan) sebuah tujuan
negara yang termaktub dalam alinea IV UUD NRI 1945. Dengan tidak bertindak sewenang-wenang.
Rakyat juga harus membantu mewujudkannya dengan mematuhi segala peraturan perundang-undangan
yang ada dalam negara indonesia, serta membantu pemerintah dalam mewujudkannya negara aman.
Adil, sejahtera, dan makmur.
Maka dari itu, harus ada kerjasama kesinambungan berkelanjutan antara penguasa negara dan rakyat
dalam membangun negara indonesia ini. Penguasa negara menyediakan sarana dan prasarana, serta
infrastruktur yang memadai. Sehingga rakyat mempunyai lapangan pekerjaan yang banyak untuk
pemenuhan hidupnya. Serta adanya timbal balik dari rakyat berupa pajak, sebagai devisa negara yang
digunakan untuk pembangunan bangsa sehingga apa yang dicita-citakan negara dalam pembukaan
alinea IV UUD NRI 1945 dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

KONSTITUSI RI :UUD NRI 1945


Dalam buku Plato berjudul Nomoi yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan
judul The Laws, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah ada sejak lama
dikembangkan sejak zaman Yunani. Lihat Jimly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia
Kontemporer, Simbur Cahaya No. 25 Tahun IX Mei 2004.
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi
Hukum Islam,Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Bulan Bintang, Jakarta,
1992, hal. 64 dst.
Heri Hanwari AIS, Filsafat Pancasila, 1996
Turiman, SH Mhum, Menegakan Supremasi Hukum dan Demokrasi di Kalimantan Barat, 2000
Dalam sebuah buku International Economic Raltions by John H. Jackson, Globalisasi ini terutama
ditandai oleh dua hal yaitu high level of international trade (tingkat perdagangan internasional yang
tinggi) dan foreign direct investment (penanaman modal asing secara langsung).
Ratifikasi terhadap WTO agreement dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Annex 1A Agreement Establishing the World Trade Organization
(WTO) mengenai Multilateral Agreements on Trade in Goods pada bagian 6 yaitu Agreement on Trade
Related investment Measures (TRIMs), Annex 1C mengenai General Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).
Dalam WTO Agreement terdapat jenis-jenis perjanjian yang berlaku secara langsung dan otomatis bagi
setiap negara yang menjadi member WTO yaitu ketentuan-ketentuan sebagaimana terdapat dalam
GATT yang menyangkut TRIMs dan TRIPs.
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006.

Anda mungkin juga menyukai