Laporan F2 Winda
Laporan F2 Winda
Laporan F2 Winda
Disusun Oleh:
dr. Winda Aisyah Panjaitan
Topik:
TINJAUAN JAMBAN SEHAT DI KELURAHAN NOBOREJO
Mengetahui,
Dokter Internship, Dokter Pendamping
1
A. Latar Belakang
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab
utama kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita,
penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari
penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut
mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi
kesehatan lingkungan.1
Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat
darisemakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan
masalah jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran
makanan oleh mikroba, telur cacing danbahan kimia, penanganan sampah dan
limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, serta perilaku masyarakat
yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat. Hasil studi Indonesia
Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke
sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.2
Penggunaan jamban di berbagai daerah di Indonesia masih
menggunakan pembuangan air yang tidak sehat. Hal tersebut terlihat dari
hasil penelitian yang dilaksanakan antara lain oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) dimana data yang tercatat pada penduduk yang menggunakan
jamban pada tahun 2002 memperlihatkan rumah tangga (RT) yang
memakai jamban leher angsa di daerah perkotaan sebesar 79,14% dan
tinggal di pedesaan sebesar 42,16%, yang menggunakan jamban
plengsengan, di daerah perkotaan sebesar 11,41% dan di daerah pedesaan
sebesar 11,23%. Sedangkan yang menggunakan jamban cemplung di
daerah perkotaan sebesar 1,96% dan di daerah pedesaan sebesar 10,56%.
Bila dilihat secara keseluruhan (perkotaan dan perdesaan), RT yang
memakai jamban leher angsa sebesar 61,64%, jamban cemplung 21,01%,
jamban plengsengan 11,32%, dan yang tidak memakai jamban 6,03%.2
2
Rumah tangga yang sudah menggunakan tangki septik sebesar 39,
65%, dimana di daerah perkotaan sebesar 63,07% dan di daerah pedesaan
sebesar 5,79%, sungai atau danau sebesar 22,93%, lobang tanah sebesar
23,83%, pantai atau tanah terbuka sebesar 5,55% dan lainnya sebesar
2,25%.2
Para ahli kesehatan masyarakat sebetulnya sudah sangat sepakat dengan
kesimpulan H.L. Bloom yang mengatakan bahwa kontribusi terbesar
terhadap terciptanya peningkatan derajat kesehatan seseorang berasal dari
kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan faktor yang lain. Berdasarkan
uraian tersebut pemerintah memberikan perhatian di bidang hygiene dan
sanitasi dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan
perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 - 2009.
Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai
target Millennium Development Goals(MDGs) tahun 2015, yaitu
meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara
berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum
mendapatkan akses. Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah telah
melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain melakukan uji coba
implementasi Community Led Total Sanitation (CLTS) atau Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) di 6 Kabupaten pada tahun 2005,
dilanjutkan dengan pencanangan gerakan sanitasi total oleh Menteri
Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan
kampanye cuci tangan secara nasional oleh Menko Kesra bersama
Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun 2007.3,4
Sebagai tindak lanjut, dilakukan replikasi STBM di berbagai lokasi
oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang
menghasilkan perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat,
sehingga pada tahun 2006 sebanyak 160 desa telah ODF dan tahun 2007
mencapai 500 desa. 5
3
B. Permasalahan
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada jamban
keluarga merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas.
Fasilitas jamban keluarga dimasyarakat terutama dalam pelaksanaannya
tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya
sangat erat kaitannya dengan perilaku,tingkat ekonomi, kebudayaan dan
pendidikan. Hal ini nampak pada masih banyaknya warga yang belum
memilik jamban yang sehat.
Pada wilayah kerja Puskesmas Cebongan dari 22.878 orang
penduduknya, sekitar 18.288 orang telah menggunakan jamban leher
angsa, 92 penduduk menggunakan jamban plesengan, dan 112 penduduk
menggunakan jamban cemplung.
Jumlah pengguna jamban sehat memang meningkat setelah
dilakukannya CTLS terutama pilar ODF dengan dilaksanakannya
pemicuan dan pengadaan jamban sehat terutama bagi warga yang kurang
mampu. Namun dalam pelaksanaannya terdapat berbagai masalah dan
kendala, salah satunya adalah pengadaan jamban yang kurang memenuhi
syarat kesehatan
4
melakukan pengadaan jamban oleh pemerintah dan dinas terkait,
melakukan evaluasi dan mencari solusi dari masalah pengadaan jamban
di wilayah kerja Puskesmas Cebongan.
5. Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari pemegang program
kesehatan lingkungan puskesmas Cebongan, dokter internsip, petugas
kelurahan, DKK, CIPTAKARU, BABINSA, BABINKAMTIBMAS.
D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Peninjauan Pengadaan Jamban dalam rangka
mewujudkan ODF dan STBM.
Tujuan : Mengevaluasi pelaksanaan pengadaan jamban bagi
warga yang kurang mampu
Peserta : Warga penerima bantuan pengadaan jamban di
Kelurahan Noborejo.
Waktu dan Tempat: Rabu, 31 November di beberapa rumah warga yang
menerima bantuan pengadaan jamban di Kelurahan
Noborejo.
Metode : Observasi secara langsung di lokasi dan diskusi dengan
sector-sektor terkait untuk mencari solusi dari masalah
yang ada.
5
Penanggung Jawab: Dokter internsip, pemegang program kesehatan
lingkungan puskesmas Cebongan, aparat kelurahan
Noborejo, BABINSA, BABINKAMTIBMAS, dan
Ciptakaru.
6
5. Dinding dan atap jamban terlalu rendah
Dari hasi evaluasi tersebut dilakukan diskusi oleh dinas terkait untuk
mencari solusi dari masalah yang ada. Pihak pelaksana utama pengadaan
jamban yaitu Ciptakau menjelaskan bahwa jamban tersebut pembangunannya
belum selesai dikarenakan ada proyek ditempat lain dan akan segera
dilanjutkan pembangunannya begitu proyek tersebut selesai. Letak septick
tank tersebut ternyata adalah permintaan dari warga dan tidak menjadi
masalah karena ciptakaru membuat septick tank dari bahan yang kedap air
sehingga tidak akan mencemari sumber air. Hasil diskusi tersebut kemudian
disosialisakian kepada warga.
F. Tinjauan Pustaka
7
2. Pilar STBM3,4,5
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air
besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana
sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi
fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu
tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang
8
berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia dan dapat
mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan
lingkungan sekitarnya.
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :
1) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap).Bangunan atas
jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya.
2) Bangunan tengah jamban. Terdapat 2 (dua) bagian bangunan
tengah jamban, yaitu:
a) Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)
yang saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa.
Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat
dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi
tutup.
b) Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin,
dan mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas
ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).
c) Bangunan Bawah. Merupakan bangunan penampungan,
pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi
mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari
tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Terdapat 2 (dua)
macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
i. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang
berfungsi sebagai penampungan limbah kotoran
manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki
septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari
tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan
9
maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan
tersebut.
ii. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan
menampung limbah padat dan cair dari jamban
yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan
cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak
mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari
limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.
Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi
empat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika
diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan
pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman
bambu, penguat kayu, dan sebagainya.
10
ii. Penyaringan dengan kain
iii. Pengendapan dengan bahan kimia/tawas
b) Pengolahan air minum. Pengolahan air minum di rumah tangga
dilakukan untuk mendapatkan air dengan kualitas air minum. Air
untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan
kuman dan penyakit melalui :
i. Filtrasi (penyaringan), contoh : biosand filter, keramik filter,
dan sebagainya.
ii. Klorinasi, contoh : klorin cair, klorin tablet, dan sebagainya.
iii. Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan), contoh : bubuk
koagulan
iv. Desinfeksi, contoh : merebus, sodis (Solar Water Disinfection)
v. Wadah Penampungan air minum. Setelah pengolahan air,
tahapan selanjutnya menyimpan air minum dengan aman untuk
keperluan sehari-hari, dengan cara:
(1) Wadah bertutup, berleher sempit, dan lebih baik dilengkapi
dengan kran.
(2) Air minum sebaiknya disimpan di wadah pengolahannya.
(3) Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat
yang bersih dan selalu tertutup.
(4) Minum air dengan menggunakan gelas yang bersih dan
kering atau tidak minum air langsung mengenai
mulut/wadah kran.
(5) Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang
bersih dan sulit terjangkau oleh binatang.
(6) Wadah air minum dicuci setelah 3 hari atau saat air habis,
gunakan air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.
(7) Hal penting dalam PAMM-RT
(a) Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan
mengolah makanan siap santap.
11
(b) Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan
kebutuhan rumah tangga.
(c) Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur
dan buah siap santap serta untuk mengolah makan siap
santap.
(d) Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah
diolah menjadi air minum.
(e) Secara periodik meminta petugas kesehatan untuk
melakukan pemeriksaan air guna pengujian
laboratorium.
2) Pengelolaan Makanan Rumah Tangga.
Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak
menyebabkan gangguan kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara
pengelolaan makanan yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip
higiene dan sanitasi makanan. Pengelolaan makanan di rumah tangga,
walaupun dalam jumlah kecil atau skala rumah tangga juga harus
menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan. Prinsip higiene sanitasi
makanan :
a) Pemilihan bahan makanan. Pemilihan bahan makanan harus
memperhatikan mutu dan kualitas serta memenuhi persyaratan yaitu
untuk bahan makanan tidak dikemas harus dalam keadaan segar, tidak
busuk, tidak rusak/berjamur, tidak mengandung bahan kimia
berbahaya dan beracun serta berasal dari sumber yang resmi atau
jelas. Untuk bahan makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan,
mempunyai label dan merek, komposisi jelas, terdaftar dan tidak
kadaluwarsa.
b) Penyimpanan bahan makanan. Menyimpan bahan makanan baik
bahan makanan tidak dikemas maupun dalam kemasan harus
memperhatikan tempat penyimpanan, cara penyimpanan, waktu/lama
penyimpanan dan suhu penyimpanan. Selama berada dalam
penyimpanan harus terhindar dari kemungkinan terjadinya
12
kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya serta
bahan kimia berbahaya dan beracun. Bahan makanan yang disimpan
lebih dulu atau masa kadaluwarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih
dahulu.
c) Pengolahan makanan. Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat
mempengaruhi proses pengolahan makanan, oleh karena itu harus
memenuhi persyaratan, yaitu :
i. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi
persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko
pencemaran terhadap makanan serta dapat mencegah masuknya
serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan lainnya.
ii. Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu
aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan
peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa dan tidak
mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta peralatan harus
utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompel dan mudah
dibersihkan.
iii. Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan
prioritas Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan
higiene dan sanitasi makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan
bakteriologis.
iv. Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak
menderita penyakit menular dan berperilaku hidup bersih dan
sehat.
d) Penyimpanan makanan matang. Penyimpanan makanan yang telah
matang harus memperhatikan suhu, pewadahan, tempat penyimpanan
dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat baik suhu
dingin, sangat dingin, beku maupun suhu hangat serta lama
penyimpanan sangat mempengaruhi kondisi dan cita rasa makanan
matang.
13
e) Pengangkutan makanan. Dalam pengangkutan baik bahan makanan
maupun makanan matang harus memperhatikan beberapa hal yaitu
alat angkut yang digunakan, teknik/cara pengangkutan, lama
pengangkutan, dan petugas pengangkut. Hal ini untuk menghindari
risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis.
f) Penyajian makanan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada
penyajian makanan yaitu tempat penyajian, waktu penyajian, cara
penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan
mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang
sampai dengan disajikan dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4
(empat) jam dan harus segera dihangatkan kembali terutama makanan
yang mengandung protein tinggi, kecuali makanan yang disajikan
tetap dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh
dan berkembang biaknya bakteri pada makanan yang dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan.
14
Kegiatan Pengamanan Sampah Rumah Tangga dapat dilakukan dengan :
1) sampah tidak boleh ada dalam rumah dan harus dibuang setiap
hari
2) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
3) pemilahan sampah dilakukan terhadap 2 (dua) jenis sampah, yaitu
organik dan nonorganik. Untuk itu perlu disediakan tempat
sampah yang berbeda untuk setiap jenis sampah tersebut. Tempat
sampah harus tertutup rapat.
4) pengumpulan sampah dilakukan melalui pengambilan dan
pemindahan sampah dari rumah tangga ke tempat penampungan
sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.
5) Sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan
sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu diangkut ke
tempat pemrosesan akhir.
15
3) Tidak boleh menimbulkan bau
4) Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan
rawan kecelakaan
5) Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur resapan.
4. Langkah-langkah pemicuan
16
b. Pencairan suasana. Pencairan suasana dilakukan untuk menciptakan
suasana akrab antara fasilitator dan masyarakat sehingga masyarakat
akan terbuka untuk menceritakan apa yang terjadi di kampung
tersebut. Pencairan suasana bisa dilakukan dengan permainan yang
menghibur, mudah dilakukan oleh masyarakat, melibatkan banyak
orang.
c. Identifikasi istilah-istilah yang terkait dengan sanitasi. Disepakati
bersama tentang penggunaan kata BAB dan kotoran manusia dengan
bahasa setempat yang kasar, misal berak untuk BAB dan tai untuk
kotoran manusia.
d. Pemetaan sanitasi. Melakukan pemetaan sanitasi yang merupakan
pemetaan sederhana yang dilakukan oleh masyarakat untuk
menentukan lokasi rumah, sumber daya yang tersedia dan
permasalahan sanitasi yang terjadi, serta untuk memicu terjadinya
diskusi dan dilakukan di ruangan terbuka yang cukup lapang.
e. Transect Walk (Penelusuran Wilayah). Masyarakat diajak untuk
menelusuri desa sambil melakukan pengamatan lokasi pembuangan
tinja, sampah dan limbah cair rumah tangga dan dilakukan diskusi
mengenai kondisinya.
f. Diskusi mengenai alur kontaminasi dan simulasi air yang
terkontaminasi. Dengan ini masyarakat menjadi sadar bahwa perilaku
higien dan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan penyakit dan
akhirnya sadar akan perlunya perubahan prilaku.
g. Menyusun rencana program sanitasi. Jika masyarakat telah terpicu dan
ingin berubah, maka perlu diadakan pertemuan untuk mengadakan
rencana aksi. Setelah pemician, dilakukan tindak lanjut untuk
menjamin keberlangsungan perubahan prilaku dan peningkatan
kualitas fasilitas sanitasi yang terus menerus.
17
Jamban Sehat
1. Pengertian4,6,7
Jamban keluarga adalah suatu bangunan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu
tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak
mengotori permukaan.
Pengertian lainnya tentang jamban adalah pengumpulan kotoran
manusia di suatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada
pada kotoran manusia dan menganggu estetika. Sementara menurut
Kementrian Kesehatan RI jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja
yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.
Berdasarkan uraian di atas maka dapatlah dikatakan yang dimaksud
dengan jamban adalah suatu bangunan yang berfungsi mengumpulkan kotoran
manusia yang tersimpan pada tempat tertentu sehingga tidak menjadi
penyebab suatu penyakit atau mengotori permukaan bumi.
Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan
bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah
berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh
kotoran manusia yang tidak di kelola dengan baik.
2. Jenis Jamban8
18
a. Jamban empang (Overhung Latrine) adalah jamban yang di bangun di atas
empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya
tersebar begitu saja, yang bisanya di pakai untuk ikan, ayam.
19
c. Jamban cemplung adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya
dibangun dibawah tempat injakan atau di bawah bangunan jamban. Fungsi
dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak di
mungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung ke pejamu yang
baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak
terlalu lama karena tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah,
kedalamannya 1,5-3 meter.
d. Jamban Plengsengan. Jamban ini, perlu air untuk menggelontor
kotoran. Lubang jamban perlu juga ditutup.
e. Jamban leher angsa (angsa latrine) adalah jamban leher lubang closet
berbentuk lengkung, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai
sumbat sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-
binatang kecil. Jamban model ini adalah model yang terbaik yang
dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.
20
3. Syarat Jamban Sehat9
21
5. Pemeliharaan Jamban9,10
6. Pemanfaatan Jamban11,12
22
Berdasarkan pengertian di atas maka pemanfaatan jamban adalah
perbuatan masyarakat dalam memanfaatkan atau menggunakan jamban ketika
membuang air besar. Atau dengan kata lain pemanfaatan adalah penggunaan
jamban oleh masyarakat dalam hal buang air besar.
Pemanfaatan jamban berhubungan erat dengan bahaya yang dapat
diakibatkan oleh penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh adanya kotoran
tinja manusia yang dapat menjadi sumber penyakit.
Tinja yang tidak tertampung ditempat tertutup dan aman dapat
menyebabkan beberapa penyakit menular seperti polio, kholera, hepatitis A
dan lainnya. Merupakan penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi
dasar seperti penyediaan jamban. Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator
tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam
saluran pencernaan manusia.
23
Bahaya buang air besar sembarangan oleh Notoatmodjo (2003: 159)
digambarkan melalui rantai penyebaran penyakit melalui kotoran tinja dan
urine. Peranan tinja dalam penyebaran penyakit cukup besar, selain dapat
langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya juga
mencemari air, tanah, serangga dan bagian tubuh manusia. Beberapa penyakit
yang dapat disebarkan oleh kotoran tinja manusia antara lain: tipus, disentri,
kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang dan pita),
schistosomiasis, dan sebagainya.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
Dokumentasi
26
Keterangan: Sosialisasi ODF di Kelurahan Noborejo, Ledok, dan Cebongan
1
Keterangan: Pembangunan bantuan jamban bagi keluarga kurang mampu
2
Keterangan : Kondisi jamban di wilayah puskesmas Cebongan yang masih belum
memenuhi syarat Jamban Sehat