Laporan F2 Winda

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KEGIATAN

F.2 Upaya Kesehatan Lingkungan

TINJAUAN JAMBAN SEHAT DI KELURAHAN


NOBOREJO

Disusun Oleh:
dr. Winda Aisyah Panjaitan

Puskesmas Kota Salatiga


Periode November 2016 - Maret 2017
Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode November 2016 - November 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)
Laporan F.2 Upaya Kesehatan Lingkungan

Topik:
TINJAUAN JAMBAN SEHAT DI KELURAHAN NOBOREJO

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter
Indonesia di Puskesmas Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Januari 2017

Mengetahui,
Dokter Internship, Dokter Pendamping

dr. Winda Aisyah Panjaitan dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017

1
A. Latar Belakang
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab
utama kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita,
penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari
penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut
mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi
kesehatan lingkungan.1
Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat
darisemakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan
masalah jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran
makanan oleh mikroba, telur cacing danbahan kimia, penanganan sampah dan
limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, serta perilaku masyarakat
yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat. Hasil studi Indonesia
Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke
sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.2
Penggunaan jamban di berbagai daerah di Indonesia masih
menggunakan pembuangan air yang tidak sehat. Hal tersebut terlihat dari
hasil penelitian yang dilaksanakan antara lain oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) dimana data yang tercatat pada penduduk yang menggunakan
jamban pada tahun 2002 memperlihatkan rumah tangga (RT) yang
memakai jamban leher angsa di daerah perkotaan sebesar 79,14% dan
tinggal di pedesaan sebesar 42,16%, yang menggunakan jamban
plengsengan, di daerah perkotaan sebesar 11,41% dan di daerah pedesaan
sebesar 11,23%. Sedangkan yang menggunakan jamban cemplung di
daerah perkotaan sebesar 1,96% dan di daerah pedesaan sebesar 10,56%.
Bila dilihat secara keseluruhan (perkotaan dan perdesaan), RT yang
memakai jamban leher angsa sebesar 61,64%, jamban cemplung 21,01%,
jamban plengsengan 11,32%, dan yang tidak memakai jamban 6,03%.2

2
Rumah tangga yang sudah menggunakan tangki septik sebesar 39,
65%, dimana di daerah perkotaan sebesar 63,07% dan di daerah pedesaan
sebesar 5,79%, sungai atau danau sebesar 22,93%, lobang tanah sebesar
23,83%, pantai atau tanah terbuka sebesar 5,55% dan lainnya sebesar
2,25%.2
Para ahli kesehatan masyarakat sebetulnya sudah sangat sepakat dengan
kesimpulan H.L. Bloom yang mengatakan bahwa kontribusi terbesar
terhadap terciptanya peningkatan derajat kesehatan seseorang berasal dari
kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan faktor yang lain. Berdasarkan
uraian tersebut pemerintah memberikan perhatian di bidang hygiene dan
sanitasi dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan
perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 - 2009.
Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai
target Millennium Development Goals(MDGs) tahun 2015, yaitu
meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara
berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum
mendapatkan akses. Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah telah
melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain melakukan uji coba
implementasi Community Led Total Sanitation (CLTS) atau Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) di 6 Kabupaten pada tahun 2005,
dilanjutkan dengan pencanangan gerakan sanitasi total oleh Menteri
Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan
kampanye cuci tangan secara nasional oleh Menko Kesra bersama
Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun 2007.3,4
Sebagai tindak lanjut, dilakukan replikasi STBM di berbagai lokasi
oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang
menghasilkan perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat,
sehingga pada tahun 2006 sebanyak 160 desa telah ODF dan tahun 2007
mencapai 500 desa. 5

3
B. Permasalahan
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada jamban
keluarga merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas.
Fasilitas jamban keluarga dimasyarakat terutama dalam pelaksanaannya
tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya
sangat erat kaitannya dengan perilaku,tingkat ekonomi, kebudayaan dan
pendidikan. Hal ini nampak pada masih banyaknya warga yang belum
memilik jamban yang sehat.
Pada wilayah kerja Puskesmas Cebongan dari 22.878 orang
penduduknya, sekitar 18.288 orang telah menggunakan jamban leher
angsa, 92 penduduk menggunakan jamban plesengan, dan 112 penduduk
menggunakan jamban cemplung.
Jumlah pengguna jamban sehat memang meningkat setelah
dilakukannya CTLS terutama pilar ODF dengan dilaksanakannya
pemicuan dan pengadaan jamban sehat terutama bagi warga yang kurang
mampu. Namun dalam pelaksanaannya terdapat berbagai masalah dan
kendala, salah satunya adalah pengadaan jamban yang kurang memenuhi
syarat kesehatan

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


1. Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan merupakan bagian dari rangkaian pewujudan
ODF dan STBM di Kota Salatiga. Kegiatan tersebut adalah pemicuan,
sosialisasi, pengadaan jamban, dan evaluasi pengadaan jamban.
2. Menentukan Sasaran
Sasaran ini adalah sasaran primer yaitu warga Kelurahan Nobosari,
Kelurahan Ledok, dan Kelurahan Cebongan.
3. Menetapkan Tujuan
Tujuan umum adalah mewujudkan kota bebas BABS. Tujuan khusus
adalah memberikan informasi mengenai program STBM dan ODF,

4
melakukan pengadaan jamban oleh pemerintah dan dinas terkait,
melakukan evaluasi dan mencari solusi dari masalah pengadaan jamban
di wilayah kerja Puskesmas Cebongan.

4. Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Pemicuan dan sosialisasi disampaikan dengan metode langsung (direct
communication / face to face communication). Pemeriksaan pada
keadaan jamban warga dilakukan dengan observasi secara langsung.
Evaluasi pengadaan jamban dilakukan dengan observasi secara
langsung dan mencari solusi dari masalah yang ada dengan melakukan
diskusi bersama dinas terkait.

5. Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari pemegang program
kesehatan lingkungan puskesmas Cebongan, dokter internsip, petugas
kelurahan, DKK, CIPTAKARU, BABINSA, BABINKAMTIBMAS.

D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Peninjauan Pengadaan Jamban dalam rangka
mewujudkan ODF dan STBM.
Tujuan : Mengevaluasi pelaksanaan pengadaan jamban bagi
warga yang kurang mampu
Peserta : Warga penerima bantuan pengadaan jamban di
Kelurahan Noborejo.
Waktu dan Tempat: Rabu, 31 November di beberapa rumah warga yang
menerima bantuan pengadaan jamban di Kelurahan
Noborejo.
Metode : Observasi secara langsung di lokasi dan diskusi dengan
sector-sektor terkait untuk mencari solusi dari masalah
yang ada.

5
Penanggung Jawab: Dokter internsip, pemegang program kesehatan
lingkungan puskesmas Cebongan, aparat kelurahan
Noborejo, BABINSA, BABINKAMTIBMAS, dan
Ciptakaru.

E. Monitoring dan Evaluasi


Pemicuan dan sosialisasi mengenai program ODF berjalan dengan
lancer, warga dapat memahami pentingnya ketersedian jamban sehat. Warga
pun sudah mau berkomitmen untuk bersama-sama dengan dinas terkait untuk
mewujudkan Kota Salatiga sebagai Kota bebas BABS.
Observasi jamban milik warga juga berjalan lancer, sudah banyak
warga yang memiliki jamban leher angsa, namun masih banyak pula warga
yang jambannya belum memenuhi syarat-syarat kesehatan. Dari hasil observasi
tersebut dipilih beberapa rumah warga yang memang mebutuhkan bantuan
pengadaan jamban.
Pengadaan jamban dilakukan oleh beberapa dinas terkait dan
pelaksana utama pembangunan jamban tersebut adalah ciptakaru.
Pembangunan dilakukan secara gotong royong dengan dibantu oleh pihak
BABINSA dan juga warga. Dalam proses pembangunan tersebut terdapat
beberapa masalah dimana menurut warga pembangunan dilakukan secara asal-
asalan dan terkesan terburu-buru. Hasil dari pembangunan jamban tersebut pun
dinilai mengecewakan dan tidak layak pakai sehingga warga pun belum mau
memakai jamban tersebut dan melaporkan masalah tersebut ke Kelurahan.
Setelah adanya laporan tersebut, pihak puskesmas, kelurah, dan dinas
terkait lainnya termasuk Ciptakaru melakukan evaluasi jamban. Dari hasil
evaluasi jamban didapatkan banyak jamban yang masih belum memenuhi
syarat kesehatan yaitu:
1. Letak septic tank yang terlalu dekat dengan sumber air (<10m)
2. Tidak tersedia system pembuangan air limbah
3. Lantai tidak kedap air
4. Tidak tersedia sumber air bersih

6
5. Dinding dan atap jamban terlalu rendah
Dari hasi evaluasi tersebut dilakukan diskusi oleh dinas terkait untuk
mencari solusi dari masalah yang ada. Pihak pelaksana utama pengadaan
jamban yaitu Ciptakau menjelaskan bahwa jamban tersebut pembangunannya
belum selesai dikarenakan ada proyek ditempat lain dan akan segera
dilanjutkan pembangunannya begitu proyek tersebut selesai. Letak septick
tank tersebut ternyata adalah permintaan dari warga dan tidak menjadi
masalah karena ciptakaru membuat septick tank dari bahan yang kedap air
sehingga tidak akan mencemari sumber air. Hasil diskusi tersebut kemudian
disosialisakian kepada warga.

F. Tinjauan Pustaka

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


1. Pengertian3

Gambar1. Logo STBM


Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk
mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat
dengan cara pemicuan. Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk
mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri
dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.

7
2. Pilar STBM3,4,5

Pilar STBM terdiri atas perilaku:

Gambar 2. 5 Pilar STBM

a. Stop Buang air besar Sembarangan (SBS).

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air
besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana
sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi
fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu
tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang

8
berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia dan dapat
mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan
lingkungan sekitarnya.
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :
1) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap).Bangunan atas
jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya.
2) Bangunan tengah jamban. Terdapat 2 (dua) bagian bangunan
tengah jamban, yaitu:
a) Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)
yang saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa.
Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat
dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi
tutup.
b) Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin,
dan mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas
ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).
c) Bangunan Bawah. Merupakan bangunan penampungan,
pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi
mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari
tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Terdapat 2 (dua)
macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
i. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang
berfungsi sebagai penampungan limbah kotoran
manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki
septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari
tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan

9
maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan
tersebut.
ii. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan
menampung limbah padat dan cair dari jamban
yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan
cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak
mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari
limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.
Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi
empat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika
diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan
pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman
bambu, penguat kayu, dan sebagainya.

b. Cuci tangan pakai sabun (CTPS).


CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun
dan air bersih yang mengalir. Masyarakat diajarkan mengenai cara CTPS
yang benar, waktu penting perlunya CTPS (sebelum makan, sebelum
mengolah dan menghidangkan makanan, sebelum menyusui, sebelum
memberi makan bayi/balita, sesudah BAB, sesudah memegang
unggas/hewan), dan kriteria utama sarana CTPS (air bersih yang dapat
dialirkan, sabun, penampungan atau saluran air limbah yang aman).

c. Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga(PAMM-RT).


PAMM-RT merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan
pemanfaatan air minum dan pengelolaan makanan yang aman di rumah
tangga. Tahapan kegiatan dalam PAMM-RT, yaitu:
1) Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
a) Pengolahan air baku. Apabila air baku keruh perlu dilakukan
pengolahan awal:
i. Pengendapan dengan gravitasi alami

10
ii. Penyaringan dengan kain
iii. Pengendapan dengan bahan kimia/tawas
b) Pengolahan air minum. Pengolahan air minum di rumah tangga
dilakukan untuk mendapatkan air dengan kualitas air minum. Air
untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan
kuman dan penyakit melalui :
i. Filtrasi (penyaringan), contoh : biosand filter, keramik filter,
dan sebagainya.
ii. Klorinasi, contoh : klorin cair, klorin tablet, dan sebagainya.
iii. Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan), contoh : bubuk
koagulan
iv. Desinfeksi, contoh : merebus, sodis (Solar Water Disinfection)
v. Wadah Penampungan air minum. Setelah pengolahan air,
tahapan selanjutnya menyimpan air minum dengan aman untuk
keperluan sehari-hari, dengan cara:
(1) Wadah bertutup, berleher sempit, dan lebih baik dilengkapi
dengan kran.
(2) Air minum sebaiknya disimpan di wadah pengolahannya.
(3) Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat
yang bersih dan selalu tertutup.
(4) Minum air dengan menggunakan gelas yang bersih dan
kering atau tidak minum air langsung mengenai
mulut/wadah kran.
(5) Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang
bersih dan sulit terjangkau oleh binatang.
(6) Wadah air minum dicuci setelah 3 hari atau saat air habis,
gunakan air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.
(7) Hal penting dalam PAMM-RT
(a) Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan
mengolah makanan siap santap.

11
(b) Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan
kebutuhan rumah tangga.
(c) Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur
dan buah siap santap serta untuk mengolah makan siap
santap.
(d) Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah
diolah menjadi air minum.
(e) Secara periodik meminta petugas kesehatan untuk
melakukan pemeriksaan air guna pengujian
laboratorium.
2) Pengelolaan Makanan Rumah Tangga.
Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak
menyebabkan gangguan kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara
pengelolaan makanan yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip
higiene dan sanitasi makanan. Pengelolaan makanan di rumah tangga,
walaupun dalam jumlah kecil atau skala rumah tangga juga harus
menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan. Prinsip higiene sanitasi
makanan :
a) Pemilihan bahan makanan. Pemilihan bahan makanan harus
memperhatikan mutu dan kualitas serta memenuhi persyaratan yaitu
untuk bahan makanan tidak dikemas harus dalam keadaan segar, tidak
busuk, tidak rusak/berjamur, tidak mengandung bahan kimia
berbahaya dan beracun serta berasal dari sumber yang resmi atau
jelas. Untuk bahan makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan,
mempunyai label dan merek, komposisi jelas, terdaftar dan tidak
kadaluwarsa.
b) Penyimpanan bahan makanan. Menyimpan bahan makanan baik
bahan makanan tidak dikemas maupun dalam kemasan harus
memperhatikan tempat penyimpanan, cara penyimpanan, waktu/lama
penyimpanan dan suhu penyimpanan. Selama berada dalam
penyimpanan harus terhindar dari kemungkinan terjadinya

12
kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya serta
bahan kimia berbahaya dan beracun. Bahan makanan yang disimpan
lebih dulu atau masa kadaluwarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih
dahulu.
c) Pengolahan makanan. Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat
mempengaruhi proses pengolahan makanan, oleh karena itu harus
memenuhi persyaratan, yaitu :
i. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi
persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko
pencemaran terhadap makanan serta dapat mencegah masuknya
serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan lainnya.
ii. Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu
aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan
peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa dan tidak
mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta peralatan harus
utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompel dan mudah
dibersihkan.
iii. Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan
prioritas Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan
higiene dan sanitasi makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan
bakteriologis.
iv. Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak
menderita penyakit menular dan berperilaku hidup bersih dan
sehat.
d) Penyimpanan makanan matang. Penyimpanan makanan yang telah
matang harus memperhatikan suhu, pewadahan, tempat penyimpanan
dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat baik suhu
dingin, sangat dingin, beku maupun suhu hangat serta lama
penyimpanan sangat mempengaruhi kondisi dan cita rasa makanan
matang.

13
e) Pengangkutan makanan. Dalam pengangkutan baik bahan makanan
maupun makanan matang harus memperhatikan beberapa hal yaitu
alat angkut yang digunakan, teknik/cara pengangkutan, lama
pengangkutan, dan petugas pengangkut. Hal ini untuk menghindari
risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis.
f) Penyajian makanan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada
penyajian makanan yaitu tempat penyajian, waktu penyajian, cara
penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan
mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang
sampai dengan disajikan dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4
(empat) jam dan harus segera dihangatkan kembali terutama makanan
yang mengandung protein tinggi, kecuali makanan yang disajikan
tetap dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh
dan berkembang biaknya bakteri pada makanan yang dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan.

d. Pengamanan sampah rumah tangga.


Tujuan Pengamanan Sampah Rumah Tangga adalah untuk
menghindari penyimpanan sampah dalam rumah dengan segera
menangani sampah. Pengamanan sampah yang aman adalah pengumpulan,
pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau pembuangan dari
material sampah dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan
masyarakat dan lingkungan. Prinsip-prinsip dalam Pengamanan sampah:
1) Reduce yaitu mengurangi sampah dengan mengurangi pemakaian
barang atau benda yang tidak terlalu dibutuhkan.
2) Reuse yaitu memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai
tanpa mengubah bentuk.
3) Recycle yaitu mendaur ulang kembali barang lama menjadi
barang baru.

14
Kegiatan Pengamanan Sampah Rumah Tangga dapat dilakukan dengan :
1) sampah tidak boleh ada dalam rumah dan harus dibuang setiap
hari
2) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
3) pemilahan sampah dilakukan terhadap 2 (dua) jenis sampah, yaitu
organik dan nonorganik. Untuk itu perlu disediakan tempat
sampah yang berbeda untuk setiap jenis sampah tersebut. Tempat
sampah harus tertutup rapat.
4) pengumpulan sampah dilakukan melalui pengambilan dan
pemindahan sampah dari rumah tangga ke tempat penampungan
sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.
5) Sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan
sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu diangkut ke
tempat pemrosesan akhir.

e. Pengamanan limbah cair rumah tangga.


Proses pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat rumah
tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi
menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Untuk menyalurkan limbah
cair rumah tangga diperlukan sarana berupa sumur resapan dan saluran
pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair rumah tangga yang
berupa tinja dan urine disalurkan ke tangki septik yang dilengkapi dengan
sumur resapan. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas yang
dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci tangan
disalurkan ke saluran pembuangan air limbah.

Prinsip Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga adalah:


1) Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan
air dari jamban
2) Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor

15
3) Tidak boleh menimbulkan bau
4) Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan
rawan kecelakaan
5) Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur resapan.

3. Prinsip dasar pemicuan


a. Memfasilitasi proses, meminta pendapat, dan mendengarkan.
b. Membiarkan individu menyadari sendiri.
c. Membiarkan orang-orang menyampaikan inovasi jamban-jamban/
kakus yang sederhana.
d. Tanpa subsidi

4. Langkah-langkah pemicuan

Proses Pemicuan dilakukan satu kali dalam periode tertentu, dengan


lama waktu Pemicuan antara 1-3 jam, hal ini untuk menghindari informasi
yang terlalu banyak dan dapat membuat bingung masyarakat. Pemicuan
dilakukan berulang sampai sejumlah orang terpicu. Orang yang telah terpicu
adalah orang yang tergerak dengan spontan dan menyatakan untuk merubah
perilaku.

a. Pengantar pertemuan. Pada pertemuan pertama, anggota tim


memperkenalkan diri dan membangun hubungan setara dengan
masyarakat yang akan dipicu, menjelaskan tujuan keberadaan kader
dan atau fasilitator (untuk belajar tentang kebiasaan masyarakat yang
berhubungan dengan kesehatan lingkungan), menjelaskan bahwa
kader dan atau fasilitator akan banyak bertanya dan minta kesediaan
masyarakat yang hadir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dengan jujur, serta menjelaskan bahwa kedatangan kader dan atau
fasilitator bukan untuk memberikan bantuan dalam bentuk apapun
(uang, semen dan lain-lain), melainkan untuk belajar.

16
b. Pencairan suasana. Pencairan suasana dilakukan untuk menciptakan
suasana akrab antara fasilitator dan masyarakat sehingga masyarakat
akan terbuka untuk menceritakan apa yang terjadi di kampung
tersebut. Pencairan suasana bisa dilakukan dengan permainan yang
menghibur, mudah dilakukan oleh masyarakat, melibatkan banyak
orang.
c. Identifikasi istilah-istilah yang terkait dengan sanitasi. Disepakati
bersama tentang penggunaan kata BAB dan kotoran manusia dengan
bahasa setempat yang kasar, misal berak untuk BAB dan tai untuk
kotoran manusia.
d. Pemetaan sanitasi. Melakukan pemetaan sanitasi yang merupakan
pemetaan sederhana yang dilakukan oleh masyarakat untuk
menentukan lokasi rumah, sumber daya yang tersedia dan
permasalahan sanitasi yang terjadi, serta untuk memicu terjadinya
diskusi dan dilakukan di ruangan terbuka yang cukup lapang.
e. Transect Walk (Penelusuran Wilayah). Masyarakat diajak untuk
menelusuri desa sambil melakukan pengamatan lokasi pembuangan
tinja, sampah dan limbah cair rumah tangga dan dilakukan diskusi
mengenai kondisinya.
f. Diskusi mengenai alur kontaminasi dan simulasi air yang
terkontaminasi. Dengan ini masyarakat menjadi sadar bahwa perilaku
higien dan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan penyakit dan
akhirnya sadar akan perlunya perubahan prilaku.
g. Menyusun rencana program sanitasi. Jika masyarakat telah terpicu dan
ingin berubah, maka perlu diadakan pertemuan untuk mengadakan
rencana aksi. Setelah pemician, dilakukan tindak lanjut untuk
menjamin keberlangsungan perubahan prilaku dan peningkatan
kualitas fasilitas sanitasi yang terus menerus.

17
Jamban Sehat
1. Pengertian4,6,7
Jamban keluarga adalah suatu bangunan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu
tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak
mengotori permukaan.
Pengertian lainnya tentang jamban adalah pengumpulan kotoran
manusia di suatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada
pada kotoran manusia dan menganggu estetika. Sementara menurut
Kementrian Kesehatan RI jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja
yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.
Berdasarkan uraian di atas maka dapatlah dikatakan yang dimaksud
dengan jamban adalah suatu bangunan yang berfungsi mengumpulkan kotoran
manusia yang tersimpan pada tempat tertentu sehingga tidak menjadi
penyebab suatu penyakit atau mengotori permukaan bumi.
Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan
bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah
berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh
kotoran manusia yang tidak di kelola dengan baik.

2. Jenis Jamban8

Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan.


Pilihan yang terbaik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan
memiliki kebutuhan air yang tercakupi dan berada di dalam rumah.
Jamban/kakus dapat di bedakan atas beberapa macam.

18
a. Jamban empang (Overhung Latrine) adalah jamban yang di bangun di atas
empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya
tersebar begitu saja, yang bisanya di pakai untuk ikan, ayam.

Gambar 3. Jamban Empang


b. Jamban kimia (chemical toilet). Jamban model ini biasanya di bangun
pada tempat-tempat rekreasi, pada transportasi seperti kereta api, pesawat
terbang dan lain-lain. Disini tinja disenfaksi dengan zat-zat kimia seperti
caustic soda dan pembersihannya di pakai kertas tisue (toilet piper).
Jamban kimia sifatnya sementara, karena kotoran yang telah terkumpul
perlu dibuang lagi.

Gambar 4. Jamban Kimia

19
c. Jamban cemplung adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya
dibangun dibawah tempat injakan atau di bawah bangunan jamban. Fungsi
dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak di
mungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung ke pejamu yang
baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak
terlalu lama karena tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah,
kedalamannya 1,5-3 meter.
d. Jamban Plengsengan. Jamban ini, perlu air untuk menggelontor
kotoran. Lubang jamban perlu juga ditutup.
e. Jamban leher angsa (angsa latrine) adalah jamban leher lubang closet
berbentuk lengkung, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai
sumbat sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-
binatang kecil. Jamban model ini adalah model yang terbaik yang
dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.

Gambar 3. Jamban leher angsa, jamban cemplung, dan jamban


plengsengan

20
3. Syarat Jamban Sehat9

Jamban keluarga yang sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-


syarat sebagai berikut.
a. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung
berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.
b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat di jamah oleh serangga maupun
tikus.
c. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah sekitar.
d. Mudah di bersihkan dan aman penggunannya.
e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan warna.
f. Cukup penerang
g. Lantai kedap air
h. Ventilasi cukup baik
i. Tersedia air dan alat pembersih.

4. Manfaat Dan Fungsi Jamban Keluarga10,11

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban


yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal,
yaitu:

a. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit


b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang
aman.
c. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit.
d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan
lingkungan.

21
5. Pemeliharaan Jamban9,10

Jamban hendaklah selalu dijaga dan di pelihara dengan baik. Adapun


cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai
berikut:
a. Lantai jamban hendaklah selalu bersih dan kering.
b. Di sekeliling jamban tidak tergenang air
c. Tidak ada sampah berserakan
d. Rumah jamban dalam keadaan baik
e. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
f. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
g. Tersedia alat pembersih
h. Bila ada yang rusak segera di perbaiki.

Selain itu di tambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat di


lakukan dengan:
a. Air selalu tersedia dalam bak atau ember
b. Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus di siram bersih
agar tidak bau dan mengundang lalat
c. Lantai jamban usahakan selalu bersih dan tidak licin agar tidak
membahayakan pemakai
d. Tidak memasukan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban
e. Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk
membilas tinja.

6. Pemanfaatan Jamban11,12

Pemanfaatan jamban berarti penggunaan atau pemakaian jamban


oleh masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang sehat. Kata
pemanfaatan berasal dari kata manfaat. Dalam kamus bahasa Indonesia
pemanfaatan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memanfaatkan.

22
Berdasarkan pengertian di atas maka pemanfaatan jamban adalah
perbuatan masyarakat dalam memanfaatkan atau menggunakan jamban ketika
membuang air besar. Atau dengan kata lain pemanfaatan adalah penggunaan
jamban oleh masyarakat dalam hal buang air besar.
Pemanfaatan jamban berhubungan erat dengan bahaya yang dapat
diakibatkan oleh penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh adanya kotoran
tinja manusia yang dapat menjadi sumber penyakit.
Tinja yang tidak tertampung ditempat tertutup dan aman dapat
menyebabkan beberapa penyakit menular seperti polio, kholera, hepatitis A
dan lainnya. Merupakan penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi
dasar seperti penyediaan jamban. Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator
tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam
saluran pencernaan manusia.

Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang di keluarkan


manusia sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai
perantara, antara lain air, tangan, serangga, tanah, makanan, susu serta
sayuran. Proses penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut:
a. Kuman penyebab penyakit
b. Sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab
c. Cara keluar dari sumber
d. Cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru yang potensial
e. Cara masuk ke inang yang baru
f. Inang yang peka (suscaptible).

Gambar 6. Gambar skema bahaya buang air besar sembarangan

23
Bahaya buang air besar sembarangan oleh Notoatmodjo (2003: 159)
digambarkan melalui rantai penyebaran penyakit melalui kotoran tinja dan
urine. Peranan tinja dalam penyebaran penyakit cukup besar, selain dapat
langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya juga
mencemari air, tanah, serangga dan bagian tubuh manusia. Beberapa penyakit
yang dapat disebarkan oleh kotoran tinja manusia antara lain: tipus, disentri,
kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang dan pita),
schistosomiasis, dan sebagainya.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Surkesnas, Tim. 2001. Laporan Data Susenas 2001 : Status Kesehatan,


Pelayanan Kesehatan, Perilaku Hidup Sehat dan Kesehatan
Lingkungan. Project Report. NIHRD.
2. Depkes RI. 2004. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2003. Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat.
4. Depkes RI. 2008. Strategi Nasional STBM. Jakarta
5. Kemenkes RI. 2013. Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan. Jakarta.
6. Chandra, Budiman.2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta :EGC.
7. Mukti S. 1992.Peranan Kesehatan Lingkungan Dan Perorangan Dalam
Menurunkan Angka Kesakitan Penyakit Diare. Dalam : Seminar Nasional
Pemberantasan Diare di Yogyakarta 12-15 Agustus 1990. Jakarta : DepKes
RI.
8. Slamet JS. Kesehatan lingkungan. 2002. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
9. Depkes RI. 2004. Syarat-syarat Jamban Sehat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
10. Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Citra Aditya
Bhakti. Bandung.
11. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit
Rineka Cipta. Jakarta.
12. Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi.
Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

25
LAMPIRAN

Dokumentasi

Keterangan : Kondisi jamban di wilayah puskesmas Cebongan yang masih belum


memenuhi syarat Jamban Sehat

26
Keterangan: Sosialisasi ODF di Kelurahan Noborejo, Ledok, dan Cebongan

1
Keterangan: Pembangunan bantuan jamban bagi keluarga kurang mampu

2
Keterangan : Kondisi jamban di wilayah puskesmas Cebongan yang masih belum
memenuhi syarat Jamban Sehat

Anda mungkin juga menyukai