Makalah Domba

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

MENGENAL JENIS DOMBA SERTA

MASALAH KESEHATAN DAN SOLUSINYA


MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir mandiri mata kuliah

Zoologi Vertebrata

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Tuti Kurniati, M.Pd

Asisten Dosen : Sumiyati Saadah, M. Si

Oleh:

Eka Abdul Rozaq Shiddiq 1132060020

IV/A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2015
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena atas Qudrat dan Iradat-Nya,
Alhamdulillah makalah yang berjudul Mengenal Jenis Domba serta Masalah
Kesehatan dan Solusinya ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, para tabiin dan tabiatnya,
dan semoga sampai kepada kita sebagai umatnya. Amiin
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah
ikut andil dalam penyusunan makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para
pembaca, agar penulis dapat menyusun makalah yang lebih baik di masa yang
akan datang.
Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca khususnya bagi penulis.

Bandung, 17 Mei 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik Domba ................................................................................ 3
B. Macam-macam Domba ............................................................................. 4
C. Perbedaan Domba dan Kambing............................................................... 15
D. Cara Menjaga Kesehatan Domba .............................................................. 17
E. Masalah Kesehatan Domba dan Solusinya .............................................. 18
BAB III PENUTUP
A. Simpulan .................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makhluk hidup yang berada di muka bumi merupakan hasil karya dari
sang pencipta yang mana Ia telah menciptakan berbagai jenis yang tidak
terhitung jumlahnya. Hal ini merupakan salah satu tanda-tanda akan
keberadaan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nahl ayat 12-13:










Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-
Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya), (12)
Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di
bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
mengambil pelajaran.(13)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita sebagai manusia hendaknya
mengambil pelajaran dari segala yang ada yang berada di muka bumi agar
meningkatnya rasa keimanan kepada sang kholiq.

1
Domba merupakan salah satu dari makhluk hidup yang ada di muka bumi
yang sering kita jumpai disekitar. Domba merupakan hewan vertebrata yang
memiliki suatu karakteristik yang unik dan khas dibandingkan dengan .
Untuk mengenali dan mempelajari lebih dalam mengenai domba, maka
diperlukan sekali suatu sarana untuk mempermudah mendapatkan
pengetahuan mengenai domba. Pembuatan makalah ini dapat dijadikan
sebagai salah satu sarana yang dapat memberikan pengetahuan mengenai
karakteristik dan macam-macam domba serta perbedaannya dengan kambing.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, dapat dirumuskan
permasalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik dari domba ?
2. Apa saja macam-macam dari domba?
3. Apa perbedaan domba dan kambing?
4. Bagaimana cara menjaga kesehatan domba?
5. Bagaimana masalah kesehatan pada domba dan solusinya?
C. Tujuan
Setelah membaca seluruh pembahasan dari makalah ini diharapkan
pembaca dapat:
1. Mengetahui karakteristik domba.
2. Mengetahui macam-macam domba.
3. Mengetahui perbedaan domba dan kambing.
4. Mengetahui cara menjaga kesehatan domba.
5. Mengetahui masalah kesehatan pada domba dan solusinya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Domba
Domba merupakan hewan mamalia yang memiliki karakteristik tubuh
yang ditutupi oleh rambut, mempunyai empat anggota gerak, jari-jarinya
mempunyai cakar yang bertanduk, jantung terbagi menjadi empat ruang yang
sempurna, respirasi dengan paru-paru, temperatur tubuh tetap (homoithermis)
(Kurniati, 2015: 101).
Domba termasuk pada Ordo Artiodactylia yang memiliki karakteristik
kaki umumnya panjang, jari-jari kuku 2 (jarang 4) yang masing-masing
diselimuti oleh teracak dari zat tanduk. Juga termasuk pada Famili Bovidae
yang di dalamnya terdapat hewan ruminansia lainnya seperti: Bos sondaicus
(banteng), Bubalus bubalis (kerbau), Bubalus depressicornis (anoa) (Kurniati,
2015: 116-117).
Klasifikasi Domba
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Artiodactylia
Family : Bovidae
Genus : Ovis
Spesies : Ovis aries
Sumber : Harianto, 2012: 12
Domba merupakan hewan sosial. Hewan ini menjaga kontak dengan
sesamanya secara konstan. Kemampuan penglihatannya dapat mencapai 1000
meter. benda yang dilihat tertangkap oleh mata dalam bentuk dua obyek. Oleh
karena itu, domba tidak dapat melihat sedetail seperti apa yang dilihat oleh
mata manusia. Selain mata, alat pendengaran juga merupakan hal penting
untuk kewaspadaannya.
Stimulus yang tidak menyenangkan atau menakutkan menyebabkan
domba bergerombol dalam ruang yang terbatas. Secara umum hewan ini tidak

3
agresif terhadap manusia. Namun, beberapa domba jantan mungkin menanduk
manusia, khususnya pada musim kawin. Seekor domba yang mempunyai
tingkat arousal tinggi mungkin berlari atau melompat menerjang manusia
untuk melarikan diri atau berkumpul kembali pada kelompoknya. Oleh karena
itu, perhatikanlah gerakan domba sekitar anda. Hal ini terutama diterapkan
pada domba tipe ringan, seperti cheviot (Dwiyanto, 1999: 4).
Seperti ternak lainnya, domba yang saat ini ditemukan merupakan hasil
domestifikasi hewan liar di alam sejak ribuan tahun lalu. Ada berbagai jenis
domba yang tersebar yang tersebar di seluruh belahan dunia, baik yang sudah
diternakan maupun yang masih hidup di alam bebas. Daerah sebaran domba
cukup luas. Hewan ruminansia ini terdapat di Gurun Sahara, Pegunungan
Himalaya, Arab Saudi, serta di berbagai daerah di Asia, Eropa, dan Amerika
(Harianto, 2012: 12).
Domba yang ada dalam penelitian mampu mengenali kurang lebih 50
domba dan 10 manusia yang berbeda, dan masih mengenalinya dua tahun
kemudian. Domba-domba tersebut merasa tenang jika melihat wajah yang
familiar dan dapat membedakan ekspresi senang dan marah (domba lebih
menyukai ekspresi yang pertama). Ini merupakan kemampuan canggih yang
dimiliki binatang yang dikenal tidak pintar, kata Keith Kendrick dari
Babraham Institute (Edward, 2009: 27).
B. Macam-macam Jenis Domba
Berdasarkan manfaat yang dihasilkan dari seekor domba untuk
kepentingan manusia, dibedakan menjadi 3 bagian diantaranya:
1. Domba tipe pedaging potensial sebagai penghasil daging karena postur
tubuhnya besar dan pertambahan bobotnya cepat. Ciri domba tipe
pedaging di antaranya bentuk badan padat, dada lebar dan dalam, leher
pendek, serta garis punggung dan pinggang lurus. Kelebihan daging
domba dibandingkan dengan daging kambing adalah teksturnya lebih
empuk, halus, dan tidak berbau amis. Jenis domba tipe pedaging di
antaranya hampshire, oxford, dan southdown.

4
2. Domba tipe wol memiliki bulu dengan kualitas baik sebagai bahan baku
wol. Domba tipe wol memiliki ciri-ciri di antaranya tubuh lebih ringan,
daging lebih tipis, dan lebih lincah daripada domba tipe pedaging. Jenis
domba tipe wol yang sering ditemui adalah merino, dorset, dan Suffolk.
3. Domba dwifungsi memiliki postur tubuh yang besar sekaligus memiliki
kualitas bulu yang baik sebagai bahan baku wol (Harianto, 2012: 12-13).
Berdasarkan tempat penemuannya, domba dibedakan menjadi:
1. Domba lokal
Jenis domba yang banyak diternakan di Indonesia di antaranya
domba garut, domba ekor tapis, dan domba ekor gemuk. Berikut
karakteristik jenis domba yang banyak di ternakan di Indonesia.
a. Domba Garut
Domba priangan atau domba garut merupakan salah satu jenis
domba unggulan. Postur tubahnya yang besar dan kuat menjadikan
sebagai domba aduan yang tangkas. Domba garut sebenarnya bukan
domba asli Indonesia. Namun, sudah dianggap domba lokal karena
sudah dipelihara secara turun-temurun, khususnya oleh masyarakat di
daerah Garut, Jawa Barat (Harianto, 2012: 13-14).

Sumber : Harianto, 2012: 14

5
Domba Garut adalah plasma nutfah Indonesia yang tengah
diusulkan kepada UNESCO agar menjadi situs warisan dunia. Domba
ini terbilang istimewa jika dilihat dari sisi tampilan. Selain postur
tubuh yang terlihat kokoh dan gempal untuk domba jantan, aura
ketampanan domba ini juga ditunjang oleh keindahan tanduknya. Hal
ini juga menjadi pilihan terbaik untuk kurban. Selain itu, harga domba
ini pun juga ekslusif (Setiadi, 2013: 2).
Domba ini diduga merupakan persilangan antara domba asli
Indonesia, domba merino, dan domba ekor gemuk dari Afrika Selatan.
Ciri-cirinya sebagai berikut.
1) Jantan bertanduk besar, melengkung ke belakang, dan
membentuk spiral. Kadang pangkal tanduk kanan dan kiri
hampir bersatu.
2) Bentuk telinga ada yang oanjang, sedang, dan pendek.
Letaknya di belakang pangkal tanduk.
3) Ekornya pendek dan pangkalnya agak besar.
4) Bobot hidup domba jantan dewasa 60-80 kg dan yang betina
30-40 kg (Dwiyanto, 1999: 75).
Dalam pengembangbiakan domba garut masalah utama yang
menjadi kendala adalah terbatasnya pejantan unggul dan potensi
reproduksi domba garut betina yang belum dimanfaatkan secara
optimal. Penerapan bioteknologi seperti teknologi sinkronisasi estrus
pada domba betina merupakan alternatif tepat guna dalam mengatasi
masalah tersebut.
Sinkronisasi estrus adalah teknik pengendalian siklus estrus
sehingga periode estrus dapat terjadi secara serentak pada waktu yang
hampir bersamaan. Keuntungan dari sinkronisasi estrus antara lain
meningkatkan efisiensi reproduksi, penyesuaian produksi dengan
kebutuhan pasar serta menekan biaya IB karena para inseminator tidak
perlu sering mendatangi setiap peternak. Sinkronisasi estrus
merupakan salah satu cara untuk memudahkan manajemen

6
pemeliharaan pada domba dan kambing, sehingga efisiensi reproduksi
dan efisiensi tenaga kerja dapat dipertahankan (Herdis, 2011: 171).
Domba priangan mempunyai keistimewaan umur pubertas yang
dicapai lebih awal, tidak memiliki sifat kawin musiman sehingga
sangat menguntungkan untuk kondisi tropis dan dapat beranak
sepanjang tahun dapat bernak banyak (peridi) dan dapat bunting
kembali setelah sebulan melahirkan, memiliki gen major yang
mengendalikan kemampuan resisitensi terhadap parasit internal, yang
menunjukkan superioritas ketahanan terhadap Haemoncus contortus
dan Vasciola gigantika dibandingkan dengan domba ekor gemuk dan
domba merino (Rahmat, 2006: 69-97).
b. Domba Ekor Tipis
Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia. Sekitar
80%, populasinya ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini
mampu hidup di daerah yang gersang. Domba ini mempunyai tubuh
yang kecil sehingga disebut domba kacang atau domba jawa. Selain
badannya kecil, ciri lainnya yaitu:
1) Ekor relatif kecil dan tipis.
2) Biasanya, bulu badan berwarna putih, hanya kadang-kadang
ada warna lain, misalnya belang-belang hitam di sekitar
mata, hidung, atau bagian lainnya.
3) Domba betina umumnya tidak bertanduk. Sedangkan,
domba jantan bertanduk kecil dan melingkar.
4) Berat domba jantan dewasa berkisar 30-40 kg dan berat
domba betina dewasa sekitar 15-20 kg.
Tubuh domba ini tidak berlemak sehingga daging yang
dihasilkan pun sedikit. Namun, beberapa orang menyatakan bahwa
daging domba kacang ini lebih enak dari domba lainnya (Mulyono,
2002: 9).

7
Sumber : Harianto, 2012: 15
Penamaan domba ini berasal dari bentuk ekornya yang tidak
memiliki atau sangat sedikit cadangan lemak sehingga ekornya terlihat
tipis. Domba lokal yang banyak diternakan di Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Sumatera Utara ini memiliki postur tubuh relatif kecil
dibandingkan dengan jenis domba lainnya. Penambahan bobot domba
ekor tipis agak lambat, sekitar 90-100 gram per ekor per hari. Bobot
badan domba jantan berkisar 30-50 kg, sedangkan betinanya 15-35 kg.
persentase karkasnya berkisar 44-49% (Harianto, 2012: 15).
c. Domba Ekor Gemuk
Domba ekor gemuk banyak ditemui di Jawa Timur, Madura,
Sulawesi, dan Lombok. Ciri khas dari domba ekor gemuk adalah
bentuk ekor yang panjang, lebar, tebal, besar, dan semakin ke ujung
maki kecil. Ekor ini digunakan sebagai tempat menimbun lemak
(cadangan energi). Pada saat banyak pakan, ekor domba ini penuh
dengan lemak sehingga terlihat membesar. Namun, bila pakan kurang,
ekor mengecil karena cadangan energinya dibongkar untuk mensuplai
energy yang diperlukan tubuh. Ciri lain dari domba ekor gemuk yaitu:
1) Domba jantan dan domba betina tidak mempunyai tanduk.

8
2) Sebagian besar domba berwarna putih, tetapi ada beberapa
pada anaknya yang berwarna hitam atau kecokelatan.
3) Domba jantan mampu mencapai berat sekitar 50-70 kg.
sedangkan, berat domba betina sekitar 25-40 kg (Mulyono,
2002: 10).

Sumber : Harianto, 2012: 16


d. Domba Lokal Palu
Salah satu dombadomba lokal yang berada di kawasan timur
Indonesia dikenal dengan nama domba lokal Palu atau domba
Donggala yang berada di lembah Palu dan Kabupaten Donggala
Sulawesi Tengah. Domba ini merupakan salah satu komoditas
unggulan Sulawesi Tengah berdasarkan kondisi sumber daya lahan,
iklim, dan sosial ekonomi. Domba yang ada pada awalnya hanya
domba ekor gemuk (DEG) yang kemudian disilangkan dengan domba
pejantan Merbas (Doho dan Tantu 1997), sehingga kini cenderung
terdapat dua jenis domba di Palu yaitu domba ekor gemuk dan domba
hasil silangan. Domba lokal ini telah berkembang puluhan generasi,
sehingga membentuk karakteristik khas yang hanya dimiliki oleh
ternak tersebut.

9
Domba lokal Palu mempunyai beberapa keunggulan antara lain
dapat bertahan hidup dengan pakan berkualitas rendah, mampu
bertahan hidup pada tekanan iklim relatif panas, daya tahan yang
tinggi terhadap penyakit dan parasit. Keunggulan ini merupakan
karakteristik yang khas untuk digunakan sebagai sumber genetik
dalam perbaikan domba Palu melalui seleksi dan persilangan.
Demikian halnya domba Palu merupakan sumberdaya genetik (plasma
nutfah) ternak yang dapat dikembangkan untuk pengembangan dan
perbaikan mutu genetik bangsa domba secara regional dengan tetap
menjaga kemurnian dan kelestariannya. Apalagi domba lokal Palu
termasuk ternak spesifik lokasi yang bernilai ekonomi tinggi dan
banyak diusahakan masyarakat, sehingga sangat mendesak untuk
ditangani secara serius.
Populasi domba Palu masih sangat rendah dibandingkan dengan
daerah lain di Indonesia. Pada tahun 1989 populasi domba Palu masih
berjumlah 16.192 ekor tahun 1987 kemudian menjadi 7.408 ekor
tahun 2003 bahkan populasi domba tersebut kini tinggal berjumlah
3.270 ekor (Disnak Sulteng 2005). Kenyataan tersebut sangat
memprihatinkan mengingat penurunan populasi tersebut
dikhawatirkan berdampak terhadap mutu genetik domba Palu. Hal ini
diduga penjualan/ pemotongan atau kematian domba yang tidak
terkontrol, artinya ternak-ternak besar yang memiliki harga tinggi
dijual atau dipotong. Akibatnya ternak yang tertinggal di kandang
peternak mutu genetiknya menjadi lebih rendah, dan jika hal ini terus
berlangsung, akan terjadi pengurasan sumber daya genetik, sehingga
yang tersisa yakni domba yang memiliki produktivitas rendah.
Apalagi Domba Palu sudah tercemar dengan darah domba Merbas
(Duma dan Rusdi 2001). Sehingga sangat ironis jika kualitas ternak
seperti ini yang akan menjadi bibit generasi domba masa mendatang
(Amirudin, 2008: 68-69).

10
2. Domba Impor
Selain jenis domba yang sudah lama diternakan di dalam negeri
dan dianggap sebagai domba lokal, ada beberapa jenis domba yang
diimpor. Beberapa di antaranya domba dorset, domba merino, domba
texel, domba ramboullet, domba suffolk, dan domba st. croix (Harianto,
2012: 17).
Berikut adalah penjelasan dari sebagian jenis-jenis domba impor
yang telah disebutkan.
a. Domba Dorset
Domba dorset merupakan
tipe pedaging yang bagus dan tipe
wol yang sedang. Di Negara
asalnya Inggris, bobot domba
jantan 100-125 kg dan domba
betina 70-90 kg. persentase
dagingnya 50-65% dari berat
badan hidup. Secara umum,
Sumber: Harianto, 2012: 11
domba dorset jantan dan betina
mempunyai tanduk yang melingkar. Persilangan antara domba
dorset dan merino disebut domba dormer (Mulyono, 2002: 10-12).
b. Domba Merino
Domba ini berasal dari
Negara Spanyol. Ciri-cirinya
sebagai berikut:
1) Badan sedang.
2) Jantan bertanduk tebal
dan betina tidak
bertanduk.
3) Mempunyai bulu/wool
yang lebat. Sumber: Harianto, 2012: 11

4) Warna bulu putih (Dwiyanto, 1999: 75).

11
c. Domba Suffolk
Domba Suffolk berasal dari
Inggris. Domba ini terkenal
dengan bobot badan yang tinggi.
Di Inggris, berat domba jantan
dapat mencapai 135-200 kg dan
domba betina 100-150 kg, tetapi
di Indonesia, berat hanya 60-80
kg. domba ini unggul karena
persentase daging yang tinggi,
yaitu 55-65% dari bobot badan.
Sumber: Harianto, 2012: 11
Domba ini telah disilangkan
dengan domba merinano, sehasilnya sufmer (Mulyono, 2002: 10)
d. Domba Barbados
Domba ini berasal dari Pulau
Barbados (Caribbean Sea). Tanda-
tandanya sebagai berikut:
1) Bentuk tubah sedang
2) Warna cokelat dengan
hitam di daerah perut
(Dwiyanto, 1999: 76).
Sumber: Dwiyanto, 1999: 76
Domba barbados merupakan
hasil persilangan antara domba Afrika dengan domba daerah
dingin (temperate), telah lama dikembangkan di kepulauan
Barbados. Domba ini merupakan domba tipe pedaging dengan
berat badan dewasa betina 35 sampai 50 kg dan jantan 50 sampai
80 kg, baik jantan maupun betina tidak bertanduk. Pada kondisi
pakan baik domba barbados beranak pertama kali dicapai pada
umur 12 sampai 13 bulan, sedangkan pada kondisi pakan jelek
pertama kali beranak dicapai pada umur 14 sampai 15 bulan,

12
dengan frekwensi kelahiran anak kembar berkisar antara 56 sampai
71 % (Rahmat, 2006: 97).
Selain berdasarkan faktor kedua diatas, ada macam domba yang
merupakan hasil dari persilangan dari dua jenis domba. Berikut adalah
penjelasannya.
Menurut Martojo (1990) dan Bourdon (1997) Persilangan merupakan
salah satu cara untuk perbaikan mutu genetik ternak, yaitu dengan
mengawinkan ternak dari bangsa yang berbeda. Kawin silang antar bangsa
yang berbeda adalah sistem persilangan yang banyak dilakukan di negara-
negara sedang berkembang di daerah iklim tropik, persilangan dilakukan
dengan tujuan untuk mengambil keuntungan dari gejala heterosis dan
mengambil keuntungan dari kualitas-kualitas baik dari dua bangsa atau lebih
yang mempunyai tipe yang jelas berbeda yang terdapat di dalam kombinasi
yang saling melengkapi.
Persilangan ternak lokal dengan ternak import telah banyak dilakukan di
Indonesia, namun hasilnya belum memuaskan . Salah satu sebab terjadinya hal
ini adalah persilangan yang dilakukan belum memiliki arah dan tujuan yang
jelas. Selain itu adanya interaksi genetik dan lingkungan menyebabkan ternak
unggul di daerah asalnya belum tentu dapat beradaptasi dan unggul didaerah
baru (Rahmat, 2006: 96).
Berikut adalah contoh macam domba dari hasil persilangan antara dua
macam domba yang berbeda:
1. Domba jawa dengan domba charollais
Domba lokal yang dipilih untuk persilangan adalah domba
jawa (G) yang mempunyai keunggulan dapat beranak 3 kali dalam 2
tahun, rata-rata 2 ekor setiap kelahiran, dan tahan terhadap parasite
cacing. Domba lokal ini mempunyai kelemahan yaitu produksi air
susunya rendah sehingga pertumbuhan anaknya relatif lambat. Untuk
mengatasi kelemahan tersebut, dipilih domba impor dari Francis
yaitu moulton charollais (M). keunggulan domba charollais adalah
produksi air susunya banyak sehingga daya tumbuh anaknya tinggi.

13
Domba hasil persilangan tersebut diharapkan dapat beranak 3
kali dalam 2 tahun, beranak rata-rata 2 ekor, dan daya tumbuh
anaknya relatif tinggi. Dari hasil persilangan yang telah dilakukan,
pada umur 10 bulan, berat domba jantan 32,2 kg dan domba betina
22,1 kg. pada umur yang sama, berat domba jantan lokal 20,2 kg dan
domba betina 16,9 kg. hasil penelitian dari domba persilangan
mengenai bagian-bagiannya setelah dipotong seperti terlihat pada
tabel berikut.
Tabel Persentase Bagian-bagian Domba Silangan
Bagian Domba G x G (%) Domba G x M (%)
Karkas 41,1 50,3
Daging 27,0 33,0
Lemak 2,8 6,1
Tulang 11,4 11,2
Domba persilangan M x G dapat dimanfaatkan sebagai domba
potong. Pencapaian bobot badan yang cepat memberikan peluang
dalam meningkatkan produksi daging 45% lebih tinggi tanpa
menambah populasi (Mulyono, 2002: 12).
2. Domba Sintesis Garut
Domba sintesis garut berasal dari persilangan antara domba st.
croix, domba garut, dan domba moulton charolais dengan
perbandingan 25%, 50%, dan 25%. Tujuan penyilangan ini adalah
menghasilkan ternak yang tahan terhadap iklim tropis dan produksi
susunya tinggi. Produksi susunya tinggi. Produksi susu yang tinggi
ini dimanfaatkan untuk konsumsi anakan sehingga pertumbuhannya
bagus (Harianto, 2012: 18).
3. Domba Barbados
Domba barbados merupakan hasil persilangan antara domba
Afrika dengan domba daerah dingin (temperate), telah lama
dikembangkan di kepulauan Barbados. Domba ini merupakan domba
tipe pedaging dengan berat badan dewasa betina 35 sampai 50 kg

14
dan jantan 50 sampai 80 kg, baik jantan maupun betina tidak
bertanduk. Pada kondisi pakan baik domba barbados beranak
pertama kali dicapai pada umur 12 sampai 13 bulan, sedangkan pada
kondisi pakan jelek pertama kali beranak dicapai pada umur 14
sampai 15 bulan, dengan frekwensi kelahiran anak kembar berkisar
antara 56 sampai 71 % (Rahmat, 2006: 97).
4. Domba Sintesis Sumatera
Domba sintesis sumatera berasal dari persilangan antara
domba st. croix, Barbados blackbelly, dan domba lokal sumatera.
Hasilnya berupa domba yang memiliki ukuran tubuh lebih besar
daripada domba lokal sumatera (Harianto, 2012: 18).
C. Perbedaan Domba dan Kambing
Setelah membahas mengenai macam-macam dari domba, kita telah
mengetahui karakteristik masing-masing jenisnya, dan dapat dilihat dari aspek
morfologinya. Dari aspek morfologinya, ada jenis hewan yang mirip dengan
domba yaitu kambing. Oleh karena itu, maka timbul pertanyaan apakah
domba dan kambing sama? Berikut pembahasannya mengenai domba dan
kambing.
Ada beberapa hal yang mirip antara kambing dengan domba sehingga
banyak kalangan mengatakan keduanya sama saja. Kesamaan atau kemiripan
itu seperti bunyi mengembek, rasa daging, ukuran dan bentuk tubuh, bentuk
kepala, maupun kaki. Dari aspek anatomi, kedua ternak ini berbeda.
Perbedaan anatomi dan ditunjang jumlah kromosom yang berbeda membuat
keduanya tidak dapat dikawinsilangkan. Perbadaan lain antara domba dan
kambing dapat dilihat pada tabel berikut (Mulyono, 2002: 3-4).
Tabel Perbedaan Domba dan Kambing
Domba Kambing
Mempunyai kelenjar di bawah mata Tidak punya
yang menghasilkan sekresi seperti air
mata Tidak punya

15
Dicelah antara kedua bilah kuku
keluar sekresi yang berbau khas Tanduk berpenampang bulat
disaat berjalan dan tumbuh lurus
Tanduk berpenampang segitiga dan Bulu tidak dapat
tumbuh melilit dimanfaatkan
Bulu sangat baik digunakan sebagai
bahan wol Kambing jantan mempunyai
Domba jantan tidak berbau prengus kelenjar bau yang sangat
mencolok (prengus)
Tabel di atas merupakan beberapa dari sebagian perbedaan yang
terdapat pada hewan tenak domba dan kambing dan masih banyak perbedaan
yang terdapat pada keduanya. Berikut akan dijelaskan lebih mendalam
perbedaan keduanya dengan cakupan yang lebih luas pada referansi lain.
Kambing dan domba merupakan dua jenis hewan ternak yang dianggap
sebagai dua sejoli. Sekilas, banyak kemiripan pada kedua jenis hewan
ternak ini. Meskipun jika diamati lebih jauh, kambing dan domba memiliki
banyak perbedaan mendasar yang mempengaruhi kebiasaan hidup dan pola
pemeliharaan. Berikut perbedaan genetik, tampilan fisik, serta perilaku domba
dan kambing (Harianto, 2012: 19-20).
Komponen Kambing Domba
Jumlah kromosom 60 56
Kelenjar suborbitalis Ada
Tidak ada
(kelenjar bawah mata) (menghasilkan air mata)
Kelenjar interdigitalis Ada
(kelenjar di celah Tidak ada (Menghasilkan bau
kuku) khas)
Ada (menghasilkan bau
Kelenjar tanduk Tidak ada
prengus)
Pendek, lurus, dan tidak Ikal, wol, panjang, dan
Bulu
dicukur. Warna bulu dicukur secara periodik.

16
satu macam atau Warna bulu satu macam
campuran beberapa atau campuran beberapa
jenis warna. jenis warna.
Umumnya mengarah ke
Ekor Umumnya terkulai
atas
Daun telinga Pendek-panjang Ramping (kecil-sedang)
Tidak ada-panjang. Tidak ada-panjang.
Tanduk Bentuk lurus hingga Bentuk lurus hingga
melengkung. melengkung.
Pakan utama Dedaunan Rumput
Sifat Soliter Berkelompok
Umur pubertas 6-12 bulan 6-10 bulan
Siklus berahi 14-21 jam 14-19 jam
Lama berahi 24-36 jam 24-36 jam
Lama bunting 5 bulan 5 bulan

D. Cara Menjaga Kesehatan Domba


Tindakan pertama yang dianjurkan pada pemeliharaan domba adalah
melakukan pencegahan terjangkitnya penyakit. Beberapa langkah pencegahan
timbulnya penyakit sebagai berikut.
1. Lahan yang akan digunakan untuk memelihara domba harus bebas dari
penyakit menular.
2. Kadang domba harus kuat, aman, dan bebes penyakit. Apabila digunakan
kandang bekas Domba yang telah terserang penyakit, kandang tersebut
perlu dicucihamakan dengan desinfektan, kemudian dibiar beberapa saat.
Apabila kandang tersebut bekas domba yang sehat, kandang tersebut
cukup dicuci dengan air.
3. Domba yang baru datang dari daerah lain perlu dimasukan di kandang
karantina dan diperlakukan khusus. Ternak yang diduga bulunya
membawa penyakit sebaiknya dimandikan dan digosok dengan larutan
sabun karbol, Neguvon, Bacticol Pour, Triatex, atau Granade 5% EC

17
dengan konsentasi 4,5 gram/3 liter air. Untuk membasmi kutu, domba
dapat juga dimandikan dengan larutan Asuntol berkonsentrasi 3-6 gram/3
liter air.
4. Kandang dan lingkungan tidak boleh lembab dan bebas dari genangan air.
Kelembaban yang tinggi dan adanya genangan air akan mengakibatkan
perkembangan nyamuk atau hewan sejenisnya yang menggigit dan
mengisap darah.
5. Dilakukan vaksinasi secara teratur. Vaksinasi bertujuan untuk mencegah
terjangkitnya penyakit tertentu, khusus yang diakibatkan oleh virus,
dengan memberikan kekebalan (Mulyono, 2002: 62-63).
E. Masalah Kesehatan Domba dan Solusinya
Dalam usaha peternakan domba, kesehatan merupakan hal yang sangat
penting karena berhubungan dengan produksi. Apabila berbicara mengenai
kesehatan, akan terkaitan erat dengan masalah penyakit. Selanjutnya akan
diuraikan beberapa contoh penyakit yang sering menyerang dan berbahaya
bagi ternak domba.
Berdasarkan penyebab timbulnya penyakit yang menyerang pada
domba, dibedakan menjadi:
1. Penyakit parasit
Parasit adalah makhluk hidup yang hidup di tubuh ternak dengan
menghisap atau memakan sebagian tubuh inangnya. Dengan demikian,
penyakit parasit (parasital desease) adalah penyakit yang disebabkan
adanya gangguan parasit.
a. Kudis
Penyakit kudis disebabkan oleh Sarcoptes scabei, Psoroptes
communis var. ovis, Choriopteso ovis. Penyebab penyakit tersebut
dipindahkan lewat kontak dengan domba yang terinfeksi. Kuman
penyakit kudis dapat menular ke manusia bila ada kontak dengan
ternaknya. Pembentukan kudis pada minggu ke-12 setelah ternak
terinfeksi.

18
Ternak yang terserang penyakit akan gelisah, tidak dapat
istirahat, dan nafsu makan menurun karena rasa gatal yang berat.
Akibat selanjutnya pertumbuhan ternak terhambat (ternak menjadi
kurus), bulu rontok (wol rusak), kulit rusak, dan induk yang menyusui
air susunya turun. Penyakit ini akan semakin parah bila domba diberi
daun lamtoro atau daun lainnya yang mengandung mimosin. Apabila
penyakitnya berkelanjutan, ternak bisa mengalami kematian.

Sumber : Harianto, 2012 hal. 69


Pencegahan penyakit kudis dilakukan dengan sanitasi kandang
dan lingkungannya, memandikan ternak secara rutin (seminggu sekali)
dengan air bersih dan sabun karbol (Mulyono, 2002: 63).
Pengobatan penyakit ini bisa dilakukan dengan memberikan
obat modern maupun tradisional. Pengobatan modern dilakukan
dengan memberikan Neguvon sesuai dosis anjuran di label kemasan.
Sementara itu, pengobatan tradisional bisa dilakukan dengan berbagai
cara sebagai berikut.
1) Mencampurkan 1 kg belerang dengan kunyit dan 0,25 liter
minyak kelapa. Oleskan di bagian tubuh domba yang
terserang. Lebih baik jika sebelumnya domba dimandikan

19
dengan sabun dan bagian yang terserang digosok-gosok.
Setelah itu dikeringkan dan diberi obat.
2) Mencampurkan 1 liter sari tembakau dengan 0,25 liter
minyak kelapa. Sebelum digunakan, campuran bahan
dipanaskan, lalu dianginkan selama 10 menit. Setelah itu,
oleskan ramuan tadi di bagian badan yang terserang.
Lakukan pengobatan tiga hari sekali hingga sembuh.
3) Mencampurkan 97 ml oil dengan 3 gram belerang. Oleskan
di bagian badan yang terserang kudis. Ulangi pengobatan
hingga gejala kesembuhan muncul.
4) Mencampurkan 97 ml oli dengan 3 ml cuka dan 5 butir
bawang merah yang dihaluskan. Oleskan di bagian badan
yang terserang. Ulangi pengobatan hingga gejala
kesembuhan muncul.
Pengobatan scabies secara tradisional biasanya akan
menunjukan gejala kesembuhan mulai minggu ke-3 setelah
pengobatan dilakukan. Gejala kesembuhan diantaranya luka
mongering dan mulai tumbuh bulu di kulit bekas serangan. Sebelum
diobati-baik dengan pengobatan modern ataupun tradisional-bulu di
daerah yang terserang sebaiknya dicukur untuk memudahkan
pengobatan. Selanjutnya, domba dimandikan dan dikeringkan, lalu
diobati.
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari
serangan scabies di antaranya memastikan domba yang baru dibeli
dari tempat lain bebas dari penyakit ini.
Selain itu, kebersihan kandang harus selalu terjaga dan badan
domba harus selalu bersih-dimandikan secara rutin, terutama ketika
banyak kotoran yang menempel. Sementara itu, untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, domba yang terserang harus dipisahkan dari
domba yang sehat (Harianto, 2012: 70-72).

20
b. Kutu
Kutu sebagai hewan yang kecil mampu berpindah dari ternak
satu ke ternak lainnya dengan lincahnya. Kutu ini dapat terlihat
dengan bantuan kaca pembesar.
Gejala klinis dari serangan kutu ini adalah ternak menjadi gatal,
berat badan menurun, air susu domba yang menyusui
berhenti/berkurang. Bahkan, domba dapat mengalami anemia karena
darahnya terhisap oleh kutu.
Pengobatan dapat dilakukan dengan deeping pada larutan
Coumaphos 0,05-1%; ternak dimandikan secara rutin di hari panas;
dan bulu disemprot dengan insektisida seperti Bonivox, Asuntol,
Rhodiaside, atau larutan Bacticol pour 1 cc/1 air untuk setiap 10 kg
berat berat badan. Penyemprotan dilakukan dengan hati-hati, jangan
sampai terkena mata dan mulut. Untuk induk yang baru menyusui,
penyemprotan dengan insektisida sebaiknya ditunda dulu (Mulyono,
2002: 64).
Meskipun tidak menyebabkan kematian, serangan kutu pada
domba tetap menimbulkan kerugian bagi peternak. Serangan hama ini
bisa menyebabkan ternak gelisah karena rasa gatal yang ditimbulkan.
Akibatnya, ternak menjadi lesu dan malas makan sehingga
penambahan bobot menurun.
Serangan kutu bisa diatasi menggunakan insektisida seperti
Basudin atau Asuntol. Sebelum diobati, cukur bulu domba, lalu
mandikan menggunakan insektisida sesuai dosis anjuran yang tertera
di label kemasan. Lakukan pengobatan dengan hati-hati agar
insektisida tidak terkena mata domba atau tertelan. Adapun
pencegahan serangan kutu yang harus dilakukan:
1) Memandikan dan cukur bulu domba secara teratur.
2) Jaga kebersihan kandang secara teratur.

21
3) Pisahkan ternak yang terserang dan dilakukan perawatan
hingga benar-benar terbebas dari serangan kutu (Harianto,
2012: 67).
c. Cacingan
Domba dapat terserang berbagai jenis cacing, seperti cacing
pita, cacing lambung (Haemonchus contortus), cacing hati (Fasciola
hepatica), dan cacing gelang (Neoascaris vitulorum). Cacingan pada
domba bisa disebabkan kondisi kandang yang kotor dan lembab serta
kesalahan waktu penyabitan dan pemberian rumput.
Cacingan pada domba menimbulkan gejala di antaranya badan
domba kurus dan terlihat lesu, bulu kasar dan kusam, nafsu makan
menurun, perut membesar, sembelit atau diare (mencret),
pertumbuhan terhambat, dan terjadi pembengkakan di bawah rahang.
Cacingan dapat menyebabkan kematian pada anak domba yang
berumur 3-4 bulan (Harianto, 2012: 61).
Penyakit ini disebabkan oleh cacing Fasciola ginatica yang suka
menyerang bagian hati sehingga disebut juga cacing hati. Diagnosis
dengan pemeriksaan mikroskopis untuk melihat ada tidaknya telur
cacing pada preparat tinja atau perbedaan langsung.
Gejala klinis yang tampak adalah produksi dan pertumbuhan
menurun, ada pembengkakan di bawah rahang, perut membesar dan
sakit, domba mengalami anemia, dan kadang-kadang mati secara
mendadak (Mulyono, 2002: 64-65).
Cacingan dapat diobati dengan memberikan obat cacing secara
teratur. Jenis obat yang dapat digunakan di antaranya Wormex Powder
atau Cetarin Concurat. Berikan secara berkala sesuai dosis anjuran.

22
Sumber : (Harianto, 2012: 62)
Upaya pencegahan cacingan yang dapat dilakukan pada domba
diantaranya:
1) Tidak mengembalakan domba dan menyabit rumput pada
pagi hari. Tujuannya agar telur cacing tidak terbawa masuk
ke pencernaan domba. Setelah tengah hari, diperkirakan
telur cacing tersebut sudah mati terkena sinar matahari.
2) Hindari mengembalakan domba di lokasi yang becek,
terdapat banyak genangan, dan lembab seperti sungai, rawa,
atau sawah.
3) Berikan perasan buah pinang atau air tembakau sebanyak
satu sendok makan. Ramuan ini diberikan sebulan sekali.
Selain itu, bisa juga dengan memberikan tepung buah pinang
yang dicampur dengan nasi hangat yang dikepal-kepal,
kemudian diberikan kepada domba yang sebelumnya sudah
dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam (Harianto, 2012:
62-63).

23
d. Serangan belatung
Luka yang muncul di bagian badan domba harus ditangani
dengan baik. Jika tidak, akan mengundang lalat untuk meletakan
telurnya yang kemudian berkembang menjadi larva atau belatung.
Jenis lalat yang menginfeksi bisa berupa lalat rumah (Musca
domestica) atau lalat hijau (Chrysomyia bezziana). Kondisi ini bisa
menyebabkan luka semakin parah dan semakin lama sembuh sehingga
penampilan dan produktivitas domba menurun. Luka di bagian kaki
yang terdapat belatung aka menyebabkan domba pincang.
Serangan belatung ditanda dengan adanya belatung di bagian
tubuh yang luka yang dibiarkan terbuka. Penanganannya dapat
dilakukan secara manual dengan membuang belatung yang terlihat.
Telur atau larva yang tidak terlihat bisa dibasmi menggunakan
larvasida. Sementara itu, pencegahan dapat dilakuan dengan cara
menjaga kebersihan kandang sehingga tidak banyak lalat yang
hinggap, memandikan domba secara rutin, dan menyemprot kandang
menggunakan disinfektan secara rutin.
Adapun cara pengobatan tradisional yang dapat dilakukan
diantaranya:
1) Taburkan gerusan tembakau atau kapur barus secukupnya ke
bagian tubuh domba yang luka.
2) Bungkus luka dengan kain atau perban.
3) Lakukan tahap pengobatan seperti semula pada hari
berikutnya. Miasis bisa sembuh setelah 2-3 kali pengobatan.
4) Setelah larva dan telur belatung mati, berikan yodium tincrut
untuk mempercepat luka kering dan sembuh (Harianto,
2012: 67-68).

24
2. Penyakit bakterial
Bakteri dapt menyebabkan beberapa penyakit, antara lain sebagai
berikut:
a. Antraks (Penyakit radang limpa)
Penyakit antaraks disebabkan oleh Bacillus antracic. Spora
bakteri ini bertebaran di tanah, air minum, hijauan pakan, dan benda
lainnya. Gejala klinis yang tampak adalah demam tinggi (41-42o C),
domba stress, selaput lendir mulut dan mata berwarna merah tua
sampai ungu, dan kadang-kadang disertai diare berdarah.
Sebagai pencegahan, bila ditemukan bangkai ternak yang
terkena antraks, sesegeera mungkkin bangkai tersebut dibakar habis
atau dikubur dengan kedalaman 2 meter atau lebih karena spora yang
terangkat dapat hidup dan berkembang kembali, sekalipun sudah
beberapa tahun. Dapat juga dilakukan vaksinasi Max Sterne dengan
dosis 1 cc/ekor yang dilakukan 6 bulan sekali atau disuntikan serum
anti antraks dengan dosis 25-50 cc/ ekor.
Pengobatan tergolong sulit karena sering terlambat dilakukan.
Pengobatan dapat dicoba dengan disuntik Procain pinisilin 40.000 U/
kg berat badan, selama 5 hari berturut-turut (Mulyono, 2002: 65-66).
b. Penyakit cacar mulut
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Actynomices
necrophorus. Gejala penyakit ini, domba mendadak demam tinggi,
sukur bernafas, lidah terjulur, dan mulut banyak air liur yang berbau
asam. Oleh sebab itu, dianjurkan sering memeriksa mulut cempe
karena luka sekecil apapun dapat terinfeksi bakteri Actynomices sp.
Pengobatannya, luka diolesi dengan yodium atau permanganate
10%, diberi obat-obatan sulfa, misalnya: Sulfapyradine,
Sulfamerozine, Trypiron, atau Pinicilin (Mulyono, 2002: 66).
c. Foot root (Busuk kuku)
Penyakit busuk kuku banyak diderita oleh domba yang
dipelihara di kandang yang lantainya kotor. Penyakit ini disebabkan

25
oleh kuman Fusobacterium necrophorus. Penularan penyakit melalui
tanah/ lantai yang tercemar kuman tersebut.
Gejala penyakit ini yaitu kaki domba pincang, telapak dan kuku
koyak serta membusuk sehingga menimbulkan bau busuk (Mulyono,
2002: 66).
Pencegahan foot root dilakukan dengan cara menjaga kondisi
kandang agar selalu bersih dan menghindarkan domba dari tempat
yang becek. Selain cara tersebut, upaya pencegahan juga bisa
dilakukan dengan memotong kuku domba secara teratur.
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut
diantaranya:
1) Potong bagian kuku yang terserang hingga ke bagian kuku
yang sehat.
2) Semprot atau rendam dalam larutan formalin atau
disinfektan 10%.
3) Balut mengunakan perban agar terlindung. Jika terlihat kotor
atau basah, ganti perban dengan yang baru. Perban dilepas
ketika luka mulai mengeering (Harianto, 2012: 72-73).
d. Diare
Gejala utama domaba terkena diare adalah kotorannya lembek
hingga cair. Warna kotoran juga tidak normal, yaitu hijau muda hingga
kehitaman. Serangan diare yang sudah parah menyebabkan warna
kotoran menjadi kehitaman dan tampak bercampur darah. Jika
penyebab diare berupa cacing biasanya akan terlihat cacing di dalam
kotoran. Gejala lain domba terserang diare diantaranya terlihat lesu
dan tidak nafsu makan sehingga bobot badannya menurun drastis.
Adapun penyebab dari timbulnya diare pada domba di antaranya
adalah:
1) Serangan cacing Haemonchus concortus, bakteri Eimeria
sp,atau Escherichia coli.

26
2) Kesalahan pemberian pakan, seperti memberikan rumput yang
masih basah, mengubah jenis pakan secara tiba-tiba atau tidak
bertahap, dan memberikan daun kacang-kacangan (legum).
3) Faktor cuaca, biasanya pada musim hujan domba rentan
terkena diare.
4) Pada anak domba yang baru lahir, mencret bisa terjadi karena
telat diberi kolostum (lebih dari 8 jam)
Diare pada domba sebaiknya diobati sesuai dengan
penyebabnya. Jika disebabkan serangan cacing, bisa diatasi
mengggunakan obat cacing seperti Wormex Powder atau Pheno Plus
yang diberikan sesuai dosis anjuran. Diare yang diakibatkan Eimeria
sp bisa ditanggulangi menggunakan obat sulfa seperti AS Supermed
dengan dosis 2-3 gram yang diberikan melalui air minum. Berikan
setiap 2-3 hari sekali. Sementara itu, diare akibat kuman E. coli dapat
ditanggulangi menggunakan elektrolit. Dosisnya 3-4 gram/hari selama
3-4 hari berturut-turut.
Upaya pencegahan bisa dilakukan dengan memberikan obat
cacing secara rutin, memberikan kolostum secepat mungkin-sekitar
setengah jam setelah anak domba lahir, serta menjaga kondisi kandang
agar selalu bersih dan kering. Pastikan juga kondisi air minum yang
diberkan bersih dan tidak tercemar bakteri E. coli. Selain itu, pakan
hijauan yang diberikan sebaiknya dilayukan terlebih dahulu selama
beberapa jam sebelum diberikan. Agar tidak cepat menular, sebaiknya
segera dipisahkan ternak sehat dengan ternak terserang (Harianto,
2012: 73-74).
3. Penyakit virus
Virus merupakan penyebab penyakit domba yang dapat mennular ke
manusia. Salah satu contoh penyakit domba yang disebabkan oleh virus
adalah orf. Orf disebabkan oleh virus dari genus Parapoxvirus yang dapat
hidup lama di luar induk semangnya. Perjalanan penyakit berlangsung 1-4
minggu, kemudian akan sembuh dengan sendirinya. Hewan muda yang

27
sembuh dari penyakit orf akan menjadi kebal sementara (kurang lebih 1
tahun), sedangkan hewan dewasa menjadi kebal. Orf mudah menular
hanya dengan kontak.
Gejala penyakit orf antara lain terjadi peradangan bibir, gusi atau
bagian lain yang tidak berbulu atau berbulu jarang menebal dan mengerak.
Akibat dari penyakit orf, domba tidak mau makan atau induk tidak mau
menyyusui anaknya bila terserang orf di ambingnya.
Pencegahannya domba digembalakan setelah rumput tidak berembun
(kering), diberi hijauan yang telah dilayukan atau dijemur sebentar,
divaksinasi pada umur dini (umur 1 bulan). Karena penyakit ini mudah
menular maka saat merawat dan melakukan vaksinasi, harus digunakan
sarung tangan.
Pengobatan sebenarnya tidak ada, tetapi dengan salep pelunak dapat
membantu agar domba mau makan dan minum. Selain itu, dapat
disediakan pakan yang lunak (Mulyono, 2002: 67).
4. Penyakit diakibatkan faktor lain
Penyakit yang disebabkan oleh faktor lain yang penting dan sering
dijumpai antara lain kelainan metabolism. Berikut dipaparkan beberapa
contoh penyakit yang penting.
a. Keracunan sianida
Keracunan sianida ini sering terjadi karen domba diberi pakan
daun yang mengandung zat sianida, misalnya daun singkong atau
cantel/ sorgum segar.
Tanda-tanda keracunan biasanya terlihat setelah 2 jam memakan
pakan tersebut. gejalanya, domba menggigil, berdiri sempoyongan,
susah bernafas, bergetar, ataksi, meronta-ronta, jatuh, kejang, pupil
mata membesar (Jawa: mendelik), selaput lendir merah, salivasi
(mengeluarkan air liur), serta sering berak dan kencing.
Beberapa langkah pencegahannya sebagai berikut.
1) Hijauan yang mengandung sianida dapat digunakan setelah
di jemur/dilayukan.

28
2) Campurkan daun yang mengandung sianida dengan hijauan
lainnya.
3) Jauhkan tanaman yang mengandung sianida dari kandang.
Domba yang keracunan sianida dapat diobati dengan
penyuntikan 1 ml natrium nitrit (NaNO2) ditambah 3 ml natrium
sulfat [(NaS2)3] secara intra vena atau 1 gram natrium nitrit dan
2,4 gram natrium sulfat dilarutkan dalam 10 ml aquades secara
intravena (Mulyono, 2002: 67-68).
b. Perut Kembung
Kembung biasanya terjadi karena proses fermentasi pada
lambung berlangsung lebih cepat daripada proses yang seharusnya,
sedangkan proses pengeluarannya terhambat. Kembung bisa
disebabkan oleh faktor di antaranya perian pakan yang terlalu banyak
mengandung gas, konsentratyang terlalu banyak mengandung pati,
atau persentase hijauan dari jenis kacang-kacangan yang terlalu
banyak. Selain itu, dapat juga disebabkan kondisi ternak yang sedang
sakit atau baru sembuh dari sakit, anemia, dan bunting.
Upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan perut kembung
di antaranya:
1) Tidak mengembalakan domba pada pagi hari ketika rumput
masih basah.
2) Atur pemberian pakan dengan jumlah hijauan dari sejenis
kacang-kacangan yang akan diransum sebaiknya tidak lebih
dari 50% total ransum. Bisa juga dengan mencampurkan
hijauan segar dengan jerami atau rumput kering yang
mampu menghindari kembung (Harianto, 2012: 64-65).
c. Keguguran/keluron
Keguguran pada ternak domba yang sedang bunting dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1) Faktor fisik: diserunduk pejantan, terjatuh.

29
2) Faktor penyakit: penyakit salmonella, brucella, mulut dan
kuku, listeriosis, chlamidia, toxoplasma, nairobi sheep
disease, rift valley fever, atau bluetangoe.
Diagnosis penyakit ini hanya dapat ditemukan dengan
pemeriksaan laboratorium. Pengobatan dilakukan tergantung pada
faktor penyebabnya.
1) Keguguran akibat penyakit virus tidak dapat diobati.
2) Keguguran akibat penyakit bakteri dapat diobati dengan
pemberian antibiotic atau obat-obatan sulfa. Bila diakibatkan
kuman brucella, hewan dapat dipotong dan dagingnya dapat
dikonsumsi setelah direbus. Domba yang sekandang dengan
induk yang keluron harus segera dipisahkan dan diobati atau
divaksin. Bahan-bahan yang telah terkontaminasi harus
didesinfektan. Orang yang terkontaminasi juga harus mandi
dengan sabun desinfektan karena penyakit ini dapat menular
(Mulyono, 2002: 69).
d. Keracunan tanaman
Jenis dan kondisi pakan yang diberikan kepada domba harus
diperhatikan dengan baik. Pasalnya, beberapa jenis hijauan-seperti
daun singkong segar atau hijauan yang masih terlalu muda-bisa
menyebabkan keracunan pada domba yang berakibat fatal. Keracunan
pada domba menimbulkan gejala khas, diantaranya kejang-kejang,
mulut berbusa, selaput lendir mata berwarna kebiruan, dan kotoran
bercampur dengan darah. Jika tidak segera ditangani bisa
menyebabkan kematian mendadak.
Keracunan dapat diatasi dengan cara tradisional, yaitu
meminukan air kelapa muda atau air kelapa hijau. Selain itu, bisa juga
dengan memberikan norit sesuai dengan dosis anjuran. Keracunan bisa
dicegah dengan memberikan daun singkong dan jenis hijauan lain
yang telah dianginkan selama semalam atau dijemur saat cuaca panas
selama empat jam. Jika domba digembalakan, pastikan di lokasi

30
pengembalaan tidak ada tanaman yang mengandung racun (Harianto,
2012 : 76).
e. Kejang rumput
Kekurangan magnesium pada pakan yang diberikan kepada
domba bisa menyebabkan penyakit serius yang disebut kejang rumput
(grass titani). Kondisi tersebut disebabkan pemberian rumput yang
masih muda dalam jumlah besar secara terus-menerus. Rumput muda
umumnya mengandung magnesium dalam jumlah yang sedikit.
Akibatnya, kadar magnesium dalam darah domba menjadi rendah.
Gejala penyakit kejang rumput pada domba di antaranya kejang
di bagian kaki sehingga domba sulit berjalan, sering mengembik,
sering kencing, dan mudah terganggu oleh suara keras (bersifat
agresif). Dalam jangka panjang, penyakit ini dapat menyebabkan
kelumpuhan, bahkan kematian

Sumber : Harianto, 2012: 75


Kejang rumput dapat diobati dengan memberikan preparat
magnesium yang disuntikan secara intravena (disuntikan ke pembuluh
vena) sedikit demi sedikit. Penyuntikan sebaiknya dilakukan oleh

31
dokter atau mantra hewan. Pengobatan lain bisa mengunakan
Tympasol dengan dosis 30-50 ml yang dilarutkan dalam 0,3-0,5 liter
air (Harianto, 2012: 75).
f. Penyakit mata
Umumnya, penyakit mata pada domba dapat disebabkan faktor-
seperti adanya luka di bagian mata akibat terkena rumput, ranting, atau
debu yang masuk ke dalam mata. Bisa juga disebabkan adanya
serangan virus dan bakteri seperti serangan Ricketsia dan Chlamydia.

Sumber : Harianto, 2012: 66


Pengobatan penyakit mata yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
1) Berikan antibiotik seperti Tetracyline, mengoleskan salep,
atau menggunakan tetes mata seperti Tylosin.
2) Pastikan kotoran atau debu sudah dikeluarkan dari mata, lalu
diobati.
3) Pisahkan ternak yang terserang dari ternak sehat karena
penyakit mata cepat menular (Harianto, 2012: 66).

32
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Domba merupakan hewan mamalia yang memiliki karakteristik tubuh
yang ditutupi oleh rambut, mempunyai empat anggota gerak, jari-jarinya
mempunyai cakar yang bertanduk, jantung terbagi menjadi empat ruang yang
sempurna, respirasi dengan paru-paru, temperatur tubuh tetap (homoithermis)
(Kurniati, 2015: 101).
Macam-macam jenis domba dibedakan berdasarkan manfaat yang
dihasilkan dan berdasarkan tempat penemuannya serta terdapat macam-
macam domba yang merupakan hasil dari kawin persilangan.
Domba dan kambing memiliki banyak perbedaan mendasar yang
mempengaruhi kebiasaan hidup dan pola pemeliharaan. Perbedaan tersebut
tampak pada genetik, tampilan fisik, serta perilaku domba dan kambing
(Harianto, 2012: 19).
Tindakan pertama yang dianjurkan pada pemeliharaan domba adalah
melakukan pencegahan terjangkitnya penyakit yang meliputi: lahan, kadang
domba tidak boleh lembab dan bebas dari genangan air, serta dilakukan
vaksinasi secara teratur (Mulyono, 2002: 62-63).
Masalah kesehatan pada domba dikelompokan berdasarkan penyebab
yang ditimbulkannya diantaranya:
1. Penyakit parasit
2. Penyakit bakterial
3. Penyakit virus
4. Penyakit diakibatkan faktor lain.

33
DAFTAR PUSTAKA
Agus Ramada Setiadi. 2013. 5 Jurus Pintar Usaha Penggemukan Domba Bebas
Kandang. Yogyakarta: Lily Publisher.
Amirudin Dg. Malewa, Salmin. 2008. Karakteristik Domba Lokal Palu
Berdasarkan Keragaman Morfometrik. Jurnal Agroland Volume 15 Nomor
1, 68-74. ISSN: 0854-641.
Bagus Harianto. 2012. Penggemukan Domba. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Dedi Rahmat, Tidi Dhalika, Dudi. 2006. Evaluasi Performa Domba Persilangan
Barbados dengan Domba Priangan sebagai Sumber bibit Unggul
(Evaluation of Performance of Crossbreed Barbados and Priangan Sheep
as Excellent Breed). Jurnal Ilmu Ternak Volume 6 Nomor 2, 96-101.
Bandung: Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Herdis. 2011. Respon Estrus Domba Garut Betina pada Perlakuan Laserpuntur
dengan Fase Reproduksi Yang Berbeda. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia Volume 13 Nomor 3, 171-176. Jakarta: Pusat Teknologi Produksi
Pertanian Deputi Bidang TAB BPPPT.
Muhaswad Dwiyanto. 1999. Penanganan Domba & Kambing. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Subangkit Mulyono. 2002. Teknik Pembibitan Kambing & Domba. Jakarta:
Penebar swadaya.
Tuti Kurniati dkk. 2015. Materi Ajar Zoologi Vertebrata. Bandung: UIN Sunan
Gunung Djati.
Virginia Morell. 2009. A lam Pikiran Satwa. Apa yang Ada dalam Benak
Mereka?. National Geographic Indonesia Volume 5 Nomor 3. Jakarta: PT
Gramedia Percetakan.

34

Anda mungkin juga menyukai