Golongan Obat Dodi Lukman Kampus Cibarusah
Golongan Obat Dodi Lukman Kampus Cibarusah
Golongan Obat Dodi Lukman Kampus Cibarusah
Efek :
Indikasi :
1. Gagal jantung.
2. Oedema pulmo.
3. Oedema perifer.
4. Hipertensi emergensi.
5. Syndroma neprotik.
Kontra Indikasi :
1. Asidosis metabolic.
2. Peningkatan azolemia.
3. Kehamilan / menyusui
Nursing Point :
2. Antiaritmia
Lanoxin
adalah salah satu obat yang digunakan dalam penanganan masalah ritme
jantung dan gagal jantung kongestif.
Efek :
Efek samping Lanoxin dapat bervariasi, diantaranya adalah gangguan
saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan diare. Gangguan lain
adalah pandangan kabur, pusing berputar, nyeri kepala, pembesaran
buah dada pada laki-laki (karena efek estrogen-like steroid), dan
perubahan emosi. Efek samping yang jarang terjadi adalah psikosis akut,
delirium, amnesia, atau kejang. Efek samping yang berbahaya adalah
ventrikular takikardia atau ventrikular fibrilasi.
Indikasi :
Gagal jantung, takhikardi supraventrikular
Kontra indikasi :
pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap Lanoxin, pasien
dengan ventrikular takikardia, pasien dengan gagal ginjal berat.
Penggunaan pada ibu hamil hanya dalam keadaan sangat diperlukan dan
Lanoxin dapat juga terlarut dalam air susu ibu yang menyusui.
Dosis :
Lanoxin dapat diberikan satu kali sehari antara dosis 125 mcg hingga 250
mcg, pemberian Lanoxin secara intravena (IV) dapat diberikan pada
situasi darurat, pemberian secara IV harus dilakukan secara perlahan
disertai pengawasan pada irama jantung. Pada pasien dengan tanda
gangguan fungsi ginjal, dosis Lanoxin diberikan dalam jumlah yang lebih
sedikit.
3. Antiangina
Beta Blocker
Beta bloker adalah obat yang memblok reseptor beta dan tidak mempengaruhi reseptor
alfa
Beta Bloker menghambat pengaruh epineprin frekuensi denyut jantung menurun
Beta bloker meningkatkan supply O2 miokard perfusi subendokard meningkat
Efek :
4. Antihipertensi
Captopril
obat tekanan darah tinggi atau hipertensi. Obat ini merupakan obat pilihan
pertama untuk penderita hipertensi tanpa komplikasi. Terdapat bayak golongan
obat antihipertensi.
Efek
Dosis :
Captopril tersedia dalam kemasan tablet 12,5 mg, 25 mg, dan 50 mg. Captopril
tersedia sebagai obat generik maupun paten. Untuk pengobatan hipertensi,
captopril diberikan dalam dosis 25 mg sebanyak 2-3 kali per hari. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai dengan respon pengobatan. Dosis untuk hipertensi grade I
biasanya 2-3 kali 25-50 mg, sendangkan untuk hipertensi grade II ialah 2-3 kali
50-100 mg. Captopril juga biasa dikombinasikan dengna obat hipertensi
lainnya untuk mencapai goal terapi. Dosis maksimum yang masih
diperbolehkan ialah 450 mg per hari. Banyak pasien yang membeli bebas
captopril, namun sebaiknya diiringi dengan kontrol teratur ke tenaga medis
untuk mengetahui respon pengobatan dan kontrol tekanan darah.
Untuk mendapatkan khasiat pada pasien gagal jantung kronik, dosis awal yang
diberikan ialah 6,25-12,5 mg sebanyak tiga kali sehari. Dosis kemudian
ditingkatkan hingga 2-3 kali 50 mg. Untuk kelainan ginjal akibat sakit gula
(diabetes), captopril digunakan untuk mengurangi pengeluaran protein
berlebihan dari ginjal. Dosis yang diberikan ialah tiga kali 25 mg.
B. Golongan antibiotika
1. golongan sofalosporin
2. golongan tetrasiklin
3. Golongan Aminoglikosida
4. golongan makrolida
5. Golongan Kuinolon
1. Golongan Sofalosporin
cefadroxil
Mekanisme kerja
Cefadroxil adalah antibiotika semisintetik golongan sefalosforin
untuk pemakaian oral.
Cefadroxil bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesa
dinding sel bakteri. Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-
hemolytic, Staphylococcus aureus (termasuk penghasil enzim
penisilinase), Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, Proteus
mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis.
Dosis dan pemberian
Dewasa:
Infeksi saluran kemih:
Infeksi saluran kemih bagian bawah, seperti sistitis : 1 2 g sehari
dalam dosis tunggal atau dua dosis terbagi, infeksi saluran kemih
lainnya 2 g sehari dalam dosis terbagi.
Efek samping dan kontra indikasi
Perhatian khusus
2. Golongan tetrasiklin
Tetrasiklin
Mekanisme kerja
menghambat atau menginhibisi sintesis protein pada bakteri dengan
cara mengganggu fungsi subunit 30S ribosom.
- Kontra indikasi
Penggunaan obat ini untuk pasien dengan riwayat pernah
mengalami reaksi alergi/hipersensitivitas pada tetracycline
atau derivatnya harus dihindari.
Penderita gangguan ginjal berat dikontraindikasikan
menggunakan antibiotik ini.
Tidak boleh digunakan secara bersamaan dengan
methoxyflurane, vitamin A atau retinoid.
Ibu menyusui tidak boleh menggunakan antibiotik ini.
Perhatian Khusus
3. Golongan Aminoglikosida
Gentamisin
Mekanisme kerja
Gentamisin merupakan suatu antibiotika golongan aminoglikosida
yang aktif menghambat kuman-kuman gram-positif maupun
kuman gram-negatif termasuk kuman-kuman yang resisten
terhadap antimikroba lain, seperti Staphylococcus,penghasil
penisilinase,Pseudomonas aeruginosa,Proteus; Klebsiella;
E.coli,Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan
sintesa protein.
Perhatian Khusus
Penggunaan antibiotik topikal kadang-kadang menyebabkan
suburnya pertumbuhan mikroorganisme yang tidak sensitif
terhadap antibiotika, seperti jamur. Bila hal ini terjadi atau
terdapat iritasi, sensitisasi atau superinfeksi, pengobatan
dengan gentamisin harus dihentikan dan harus diberi terapi
pengganti yang tepat.
Gentamisina salep kulit tidak untuk pengobatan mata.
Obat-obat antibiotik tidak efektif terhadap infeksi kulit yang
disebabkan oleh virus dan jamur.
Karena keamanan pemakaian Gentamisin pada wanita hamil
secara absolut belum dipastikan, tidak boleh digunakan pada
wanita hamil dalam jumlah yang banyak atau periode yang
lama.
4. Golongan makrolida
Eritromisin
Mekanisme kerja
Eritromisin dapat mengganggu ikatan kloramfenikol dengan bakteri
karena tempat kerjanya sama.Ikatan eritromisin dengan ribosom
bakteri reversible , dan hanya terjadi jika sub unit 50 S bebas dari
molekul t-RNA yang mengandung peptide asal.Eritromisin
menghambat sintesis protein kuman.
Perhatian khusus
Perhatian khusus
Untuk menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin
harus ditelan dengan cairan
Hati-hati pemberian pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
(lihat keteranga pada dosis )
Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan
Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai kendaraan
bermotor atau menjalankan mesin.
2. Natrium Diclofenat :
Indikasi : Peradangan dan mengurangi rematik,atritis
rheumatoid (encok),rasa nyeri pada tulang.
Efek samping : Kadang-kadang terjadi gangguan system
pencernaan,sakit kepala pusing,vertigo, dan kemerahan pada kulit.
Kontra indikasi : Ulkus peptikum, dan hipersensitif.
Dosis : Dewasa 2-3 X sehari 50 mg.
3. Piroxicam :
Indikasi : Rematoid atritis,rematoid spondylitis,gangguan otot
skelet akut seperti bursitis.
Efek samping : Saluran pencernaan,sakit kepala,ruam kulit, dan pusing.
Kontra indikasi : Hipersensitifitas,tukak peptic akut,tukak
duodenal,perdarahan pada saluran pencernaan, dan gastritis.
Dosis : Dewasa 1 X 1 20 mg.
4. Melosikam :
Indikasi : Atritis rheumatoid dan osteoatritis.
Efek samping : Nyeri,peningkatan tekanan darah,pusing,sakit
kepala,vertigo.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap antisocial atas AINS lain,penyakit
ginjal berat,insufiensi hati berat,ulkus peptic aktif,perdarahan serebrovaskular dan
gangguan pembekuan darah,wanita hamil dan menyusui.
Dosis : 1 X 7,5 mg.
2. Ibupropen :
Indikasi : Menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang pada penyakit gigi
atau pencabutan gigi,nyeri kepala,nyeri setelah operasi,nyeri penyakit rematik,nyeri karena
terkilir,serta menurunkan demam.
Kontra indikasi : Hipersensitifitas,anti inflamasi lain,tukak
peptic,penggunaan aspirin,wanita hamil trimester III.
Dosis : 400 mg 3 X sehari.
3. Mepenamid acid :
Indikasi : Menghilangkan nyeri pada sakit gigi,sakit kepala,nyeri otot,nyeri
paska bedah dan persalinan.
Efek samping : Mual,muntah,agranulositosis,aeukopenia,gangguan salurancerna
seperi iritasi lambung,gangguan penglihatan,dan reaksi pada kulit.
Kontra indikasi : Ulkus peptic atau lambung,gangguan ginjal dan kerusakan hati.
Dosis : Awal 500 mg dilanjutkan dengan 250 mg tiap 6 jam. Pengobatan
tidak boleh lebih dari 7 hari.
4. Asetosal :
Indikasi : Demam,sakit kepala,sakit gigi,rasa nyeri pada otot dan sendi.
Kontra indikasi : Tukak pada lambung.
Dosis : 80 mg : Jika perlu berikan tiap 3 jam : Bayi,1/2-1 tablet,2-3 tahun 1
tablet;4-5 tahun 2 tablet,6-9 tahun 4 tablet.
500 mg : Dewasa 1 tablet / hari;anak > 5 tahun -1 tablet maksimum 1 1/2 3 / hari.
2 Analgetik narkotik.
Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver
somiferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri
sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang
dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi ialah
adanya penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu
peningkatan dosis. Krena dapat menimbulkan ketergantungan, obat golongan ini diawasi
secara ketat dan hanya untuk nyeri yang tidak dapat diredakan oleh AINS.
Nyeri minimal disebabkan oleh 2 hal, yaitu iritasi lokal (menstimuli saraf perifer) dan
adanya persepsi(pengenalan) nyeri oleh SSP. Pngenalan nyeri bersifat psikologis terhadap
adanya nyeri lokal yang disampaikan ke SSP. Analgetik Narkotik mengurangi nyeri dengan
menurunkan persepsi nyeri atau menaikan nilai ambang rasa sakit. analgetik narkotik tidak
mempengaruhi saraf perifer, nyeri tetap ada tetapi dapat diabaikan atau pasien dapat
mentolerirnya. Untuk mendapatkan efek yang maksimal analgetik narkotik harus diberikan
sebelum nyeri yang hebat datang, seperti sebelum tindakan bedah.
Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat,tetapi potensi, onzet,
dan efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang
paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat
menyebabkan hipotensi serta depresi pernafasan.
Morfina dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk
nyeri hebat walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di Indonesia tersedia dalam
bentuk injeksi dan masih merpakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi
analgetik narkotika lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euforia
dan gangguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih
digunakan di Indonesia :
morfin HCl,
Kodein(tunggal atau kombinasi dengan parasetamol)
fentanil HCl
Petidin, dan
Tramadol
Khusus untuk tramadol secara kimiawi memang tegolong narkotik tetapi menurut undang-
undang tidak, karena kemungkinan menimbulkan ketergantungan kecil.
Analgetik Narkotik, Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur
dan kanker.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu:
1. Obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal.
2. Obat perifer bersama kodein atau tramadol.
3. Obat sentral (Opioid) peroral atau rectal.
4. Obat Opioid parenteral.
Penggolongan analgetik narkotik adalah sebagai berikut :
a. Alkaloid alam : morfin,codein
b. Derivate semi sintesis : heroin
c. Derivate sintetik : metadon, fentanil
d. Antagonis morfin : nalorfin, nalokson, dan pentazooin.
FARMAKODINAMIKA
Aktivitas anti inflamasi dari NSAID terutama diperantari melalui hambatan biosintesis
prostaglandin. Berbagai NSAID mungkin memiliki mekanisme kerja tambahan, termasuk
hambatan komitaksis, regulasi rendah, produksi interleukin-1, penurunan produksi redaikal
bebas dan superoksida, dan campur tangan dengan kejadian-kejadian intraseluler yang
diperantari kalsium. Aspirin secara ireversibel mengasetilasi dan menyekat platelet
cyloxigenase., tetapi NSAID yang lain adalah penghambat- penghambat yang reversible.
Selektivitas COX-1 versus COX-2 dapat bervariasi dan tidak lengkap bagi bahan-bahan yang
lebih lama, tetapi penghambat-penghambat COX-2 yang sangat selektif sekarang bisa di
dapat. Dalam pengujian dengan memakai darah utuh manusia, entah mengapa, aspirin,
indomethacine, pirixicam, dan sulindac lebih efektif dalam menghambat COX-1, ibuprofen
dan mectofenamate menghambat kedua isozim yang kurang lebih sama. Hambatan sintesis
lipoxigenase oleh NSAID yang lebih baru, suatu efek yang di inginkan untuk obat anti
inflamasi , adalah terbatas tetapi mungkin lebih besar daripada dengan aspirin.
Benoxaprofen, NSAID lain yang lebih baru, diperlihatkan menghambat sintesisi leuxotriene
dengan baik tetapi di tarik kembali karena sifat toksiknya. Dari NSAID yang sekarang ini bisa
didapat , indomethacine dan diclofanac telah dilaporkan mengurangi sintesis prostaglandin
dan leukotriene. Kepentingan klinis dari selektivitas COX-2 sekarang ini sedang diselidiki.
Keefektifan mungkin tidak terpengruh tetapi keamanan gastrointestinal mungkin dapat di
tingkatkan. Gunakan NSAID secara hati-hati pada pasien pasien dengan riwayat gangguan
perdarahan / perdarahan gastrointestinal, penyakit hati, ginjal , dan cardiofaskuler berat.
Sedangkan keamanan NSAID pada kehamilan belum di tetapkan.
A. ASPIRIN
Pemakaian aspirin yang lama dan kemudahan memprolehnya tanpa resep telah menghapus
daya tariknya di bandingkan dengan NSAID yang lebih baru. Akan tetapi, aspirin adalah
standart ukuran bagi semua agen-agen anti inflamasi, hingga mulai adanya ibuprofen bebas
yang seefektif aspirin tetepi lebih aman. Aspirin sekarang kurang dipakai sebagai
pengobatan anti inflamasi daripada sebelumnya. Ibuprofen dan naproxen mengikuti aspirin
sebagai NSAID bebas di Amerika Serikat. Keduanya memiliki catatan keamanan yang baik
hingga baik sekali., dan khusus ibuprofen sekarang merupakan setandart umum terhadap
NSAID lain yang dibandingkan.
Farmakokinetika
Asam salisilat adalah asam organic sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin mempunyai pKa 3,5.
Sodium salisilat dan aspirin adalah obat antiinflamasi yang sama efektifnya , walaupun
aspirin mungkin lebih efektif sebagai analgesik. Salicylate dengan cepat diserap oleh
lambung dan usus kecil bagian atas, menghasilkan kadar puncak plasma salysilate dalam 1-2
j1m. Aspirin diserap dalam cara yang sama dan dihidrolisis cepat menjadi acetic acid dan
salicylate oleh esterase-esterase dalam jaringan dan darah.
Farmakodinamika
1) Efek-efek anti inflamasi. Aspirin adalah penghambat non-selektif kedua isoform COX ,
tetapi salicylate jauh lebih kurang efektif dalam menghambat kedua isoform. Salicylate yang
tidak di asetilasi mungkin bekerja sebagai pemangsa (scavenger) radikal oksigen. Dari
catatan diketahui bahwa berbeda dari kebanyakan AINS lainnya, aspirin menghambat COX
secara irreversible, dan bahkan dosis rendah bisa efektif dalam keadaan tertentu, misalnya
penghambatan agregasi platelet.
Selain mengurangi sintesis mediator-mediator eicosanoid, aspirin juga mempengaruhi
mediator-mediator kimia dari sistem kallikrein. Sebagai akibatnya, aspirin menghambat
melekatnya granulosit pada vasculature yang rusak, menstabilkan lysosome, dan
menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear danb makrofag ke dalam daerah inflamasi.
2) Efek-efek analgesik. Aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan intensitas
ringan sampai sedang. Ia bekerja secara perifer melalui efeknya terhadap inflamasi, tetapi
mungkin juga menghambat rangsangan nyeri pada daerah subkortikal.
3) Efek-efek antipiretik. Aspirin menurunkan suhu yang meningkat, sedangkan suhu
badan normal hanya terpengaruh sedidkit. Efek antipiretik aspirin mungkin diperantarai oleh
hambatan kedua COX dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag
selama episode inflamasi). Turunnya suhu, dikaitkan dengan meningkatnya panas yang
hilang karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan (superfisial) dan disertai
keluarnya keringat yang banyak.
4) Efek-efek platelet. Aspirin mempengaruhi hemostasis. Dosis rendah tunggal aspirin
(kira-kira 80 mg sehari) menyebabkan sedikitnya perpanjangan waktu pendarahan, yang
menjadi dua kali lipat bila pemberiannya dilanjutkan selama seminggu. Perubahan
disebabkan oleh hambatan platelet COX yang irreversible, sehingga efek antiplatelet dari
aspirin berlangsung 8-10 hari (umur platelet). Secara umum, aspirin harus dihentikan satu
minggu sebelum pembedahan untuk menghindari komplikasi perdarahan.
Pemakaian Klinis
Aspirin adalah salah satu dari obat-obat yang paling sering dipakai untuk meredakan nyeri
ringan sampai nyeri sedang yang sebabnya beragam,tetapi tidak efektif untuk nyeri organ
dalam, seperti infraktus miokardium atau kolik ginjal atau empedu. Aspirin sering
dikombinasikan dengan analgesik ringan lain dal lebih dari 200 produk semacam itu bisa
dibeli tanpa resep. Kombinasi yang lebih mahal ini tidak pernah menunjukkan lebih efektif
atau kurang toksik daripada aspirin saja. Aspirin dan NSAID lainnya telah dikombinasikan
dengan analgesik opoid untuk meredakan nyeri pada kanker, yang efek antiinflamasi mereka
bekerja secara sinergis dengan opoid untuk menungkatkan analgesia.
Dosis
Dosisi analgesik atau antipiretik yang optimal dari aspirin yang secara umum dipergunakan
adalah kurang dari 0,6 gram dosisi oral. Dosis yang lebih besar mungkin memprpanjang efek.
Dosisi biasa tersebut bisa di ulang setiap 4 jam dan dosisi yang lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam
sekali. Dosisi untuk anak-anak adalah 50-75 mg/kg/hari dalam dosisi yang terbagi.
Dosis antiinflamasi rata-rata dapat sampai 4 gram per hari. Untuk anak-anak 50-75
mg/kg/hari. Kadar dalam darah 15-30 mg/dl. Waktu paro 12 jam. Biasanya dosi terbagi 3
kali/hari, sesudah makan.
Pemilihan Obat
Aspirin dapat diperoleh dari berbagai macam pabrik, dan meskipun bisa bervariasi
dalam tekstur dan penampilan, kandungn aspirin tetap. Tes disintegrasi adalah bagian dari
standart resmi, dan sedikit bukti yang menunjukkan bahwa perbedaan antara tablet
tersebut memiliki keamanan klinis. Buffered Aspirin yang paling popular tidak mengandung
cukup alkali untuk mengurangi iritasi lambung dan tidak ada bukti bahwa preparat yang
lebih mahal ini dikaitkan kadar darah yang lebih tinggi atau evektivitas klinis yang lebih
besar.
Aktifitas anti inflamasi dari obat NSAID tersebut mempunyai mekanisme yang sama
dengan aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin.
Proses inflamasinya dikurangi dengan penurunan pelepasan mediator dari granulosit,
basofil, dan sel must. Obat-obat NSAID juga menurunkan sensitivitas pebuluh darah
terhadap bradikinin dan histamine, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T dan
meniadakan vasodilatasi. Semuanya ialah penghambat sintesis protrombin, walau
derajatnya berbeda-beda. Mereka semua juga :
1. Analgesik
2. Antiinflamasi
3. Antipiretik
4. Menghambat agregasi platelet
5. Menyebabkan iritasi lambung
6. Bersifat nofrotoksik
1. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivate dari asam fenilpropionat. Pada dosis 2400 mg,
efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis lebih rendah, hanya efek
analgesiknya yang jelas, sedangkan efek antiinflamasinya sedikit. Waktu paro 2 jam ,
metabolism di hati, 10% diekskresi tanpa di ubah.
2. Fenoprofen
Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2 jam . Dosis anti atritis (inflamasi)
ialah 600-800 mg, 4 kali sehari. Efek smpingnya menyerupai ibuprofen yaitu nefrotoksis,
interik, nausea, dispepsi, udema perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan
kardiovaskuler.
3. Indomethacin
Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih toksik dari aspirin, tetapi
efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga penghambat sintesis prostaglandin. Metabolisme di
hati. Waktu paro serum 2 jam.
4. Sulindac
Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah oleh enzim hati menjadi sulfide, duraksi
aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya menyerupai obat NSAID yang lain. Dapat juga
terjadi sindrom Stevens-Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom nefrotik.
Dosis rata-rata untuk arthritis inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari.
5. Maclofenamate
Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma darah 30-60 menit, waktu paro 2
jam. Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam bentuk konjungasi glukuronid. Efek sampingnya
menyerupai obat NSAID lain, nampaknya tidak mempunyai keistimewaan disbanding yang
lain.
Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan efekasinya pada anak. Dosis untuk
atritis inflamasi ialah 200-400 mg/hari, terbagi dalam 4 dosis.
6. Asam Mefenamat
Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi sebagai antiinflamasi kurang kuat
disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat ini tidak boleh di berikan berturut-turut lebih dari
1 minggu dan tidak diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa), selanjutnya
250 mg.
7. Tolmetin
Suatau derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai aspirin dalam efektivitasnya terhadap
arthritis rematoid dan osteortritis pada penderita dewasa dan remaja. Waktu paronya
pendek 1 jam. Rata-rata dosis dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari
8. Fenilbutazon
Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Akan tetapi di
temukan berbagai pengaruh buruknya seperti : agranulositosis, anemia aplastika, anemia
hemolitik, sindrom nefrotik, neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif
serta nekrosis hepar dan tubuler ren.
9. Piroxicam
Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali sehari. Obat ini cepat
diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari
kadar puncaknya. Keluhan gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk
lainnya ialah dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit.
10. Diflunisal
Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam salisilat. Waktu paronya dalam plasma ialah 8-12
jam dan mencapai steady state setelah beberapa hari. Seperti halnya aspirin, ia mempnyai
efek analgesik dan antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil. Indikasinya ialah nyeri
dan osteoarthritis. Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain
11. Meloxicam
Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat sikloogsigenase-2 selektif (COX-2).
Banyak study menunjukkan bahwa meloxicam mempunyai efek samping pada saluran
gastrointestinal lebih renfdah di banding dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan
antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan
perbedaan dalam hal efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai
sebelum dan sesudah pengobatan.
4 Hipnotik sedative.
Hipnotik Sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang
relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan kantuk, menidurkan, hingga
yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung kepada
dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap
rangsangan emosi dan menenangkan. Obat Hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Obat
hipnotika dan sedatif biasanya merupakan turunan Benzodiazepin. Beberapa obat Hipnotik
Sedatif dari golongan Benzodiazepin digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai
pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas dan sebagai penginduksi anestesis.
Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan aktivitas
mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan.
Hipnotik adalah Zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan untuk
tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
1.Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni
anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia
retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan
benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi
penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan
tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai
pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitoring anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan
penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu
flumazenil.
Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid
(GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi
hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak
dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi
alcohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan
60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum, thalamus). Sementara
efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala).
Perbadaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan
potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah
otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi,
metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam lemak dan terikat kuat
dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic
renal disease akan meningkatkan efek obat ini.
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat transportasi
nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen
jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi
arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung.
Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada pengunaan lama
benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan
yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme
jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan
penyakit paru kronis.
Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi
ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas
opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine,
flumazenil, juga meningkatkan efek analgesic opioid.
Contoh obat :
a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin yang stabil
dalam larutan dan metabolism yang cepat. Obat ini telah menggatikan diazepam selama
operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2
kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan
efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan
pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam. Larutan midazolam dibuat asam dengan pH
< 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan
terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam
lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat
lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak.
Namun waktu equilibriumnya lebih lambat disbanding propofol dan thiopental. Hanya 50%
dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolism porta
hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan
protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat
distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek daripada waktu paruh
diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada
pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan
dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan
lebih pendek dibanding diazepam.
b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja
yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic
(propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH
6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30
menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih
besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati
plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam
dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat.
Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis
hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.
c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya
klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan
amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang
dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin >
80% dari dosis yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim
mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat
penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat
disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.
2. Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik
dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik,
barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian
fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate
(2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan
asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai
dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate
berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai
dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak
disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan
tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi
umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya
fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus
ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan
menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan
dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam
lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital,
setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan
menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang
kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di
dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi
ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam
bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua
yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang
terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal,
hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita
psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi
pada penderita usia lanjut.
3. Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1%
larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol
dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-
hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB
(atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan
penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik.
Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat
anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran,
propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih
sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat
dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan
penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur
ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui
interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat
di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan
menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron
post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor
komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga
terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-450.
Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik.
Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut
air sementara metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol
membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan
sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3
efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol
adalah 0,5-1,5 jam.
2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang
ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki
keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan
dapat menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya
menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA).
Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor
muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase.
Tidak seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA.
Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat
mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil
sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin
inilah yang menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki
aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH
fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara
intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat
dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana
konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di plasma.
3) Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering
digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang
seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti
kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP
memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan
DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot,
kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang
mendapat DMP dan asetaminofen.
MEKANISME KERJA
Terdapat dua mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu :
1. Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam
fokus epilepsi.
2. Dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh
dari fokus epilepsi.
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik. Berbagai
obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama
yang mempengaruhi system inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai
antiepilepsi.
Penggolongan
1. Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hamper semua
jenis epilepsi. Contoh fenitoin.
2. Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering
digunakan pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon.
3. Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif dan
anti konvulsif.
4. Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot, hipnotika dan
anti konvulsiv yang termasuk golongan ini adalah desmetildiazepam
yang aktif,klorazepam, klobazepam.
5. Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy umum
tetapi kurang efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi asam
valproat didasarkan meningkatkan kadar asam gama amino butirat acid.
2. Penobarbital
Indikasi : semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi: depresi pernafasan berat, porifiria
Efek samping :mengantuk, depresi mental
3. Karbamazepin
Indikasi : epilepsi semua jenis kecuali petit mal neuralgia trigeminus
Kontra indikasi: gangguan hati dan ginjal, riwayat depresi sumsum tulang
Efek samping : mual,muntah,pusing, mengantuk, ataksia,bingung
4. Klobazam
Indikasi : terapi tambahan pada epilepsy penggunaan jangka pendek ansietas.
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek samping : mengantuk, pandangan kabur, bingung, amnesia
ketergantungan kadang-kadang nyeri kepala, vertigo hipotensi.
5. Diazepam
Indikasi : status epileptikus, konvulsi akibat keracunan
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek samping : mengantuk, pandangan kabur, bingung, antaksia,
amnesia, ketergantungan, kadang nyeri kepala.
6 Anestesi.
A. Pengertian
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya tidak atau
tanpa" dan aesthtos,"artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum
berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat
anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-
macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada
rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
2) Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat
analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.
Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai 20%.
Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan
halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan
dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi
ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi
dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan
setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3) Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia
neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara
intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk.
Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit)
bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada
penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4) Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat,
tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek
penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk
menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga
untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular.
Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam kurang
memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga
digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat
anestesi lokal.
5) Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak
berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus
bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung
, isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat
kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak,
dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat
menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan
menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti
meperidin.
6) Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak
pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum
intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang
terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi
perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan
intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat
dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas
atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian
tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang
menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran
umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1. Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida.
Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3. Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a) Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka
di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses
penyembuhan luka.
b) Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan
yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang
terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c) Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan
terapi.
d) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada
hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian
bawah, perineum atau tungkai bawah.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada
satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat,
kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan
akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi
merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran
natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini
dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini
tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat
propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul
lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi
mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan
air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut
dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat
dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan
akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
b. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas
pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan
membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar
ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf,
serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat
kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya
menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana
propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan
dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian
pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali
gagalmenyalurkan impuls.Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-
turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal
serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang
lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat
serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf
preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin. Efek
frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti
langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut
sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial
aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan
yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C
adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh
karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada
serabut A alfa. Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan
oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke
dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum
penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar,
anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan
penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
G. Efek Samping Obat Anestesi
1. Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak
mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ
(jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak
mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata
terus terbuka (golongan Ketamin).
c) Depresi pada susunan saraf pusat.
d) Nyeri tenggorokan.
e) Sakit kepala.
f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,
enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek
ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis,
maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)
pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi
dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang
terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek
samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat
anestesi yang tidak melebihi dosis.
2. Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem
organ tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena
kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya
memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang
adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi
dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah
bangkitan kejang.
b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan
membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi
lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,
eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan
kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat
pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan
metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin menjadi
methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.
Vitamin B6. Dosis yang disarankan 1,3 - 1,7 mg Dosis maksimal 100
mg.
Efek samping
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang penting bagi penglihatan normal dan
produksi sel di dalam tubuh. Gejala overdosis vitamin A:
Penglihatan kabur
Pusing
Keadaan pingsan
Haid tidak teratur
Mual
Insomnia
Diare
Ruam kulit
Nyeri sendi
Sakit kepala
Overdosis vitamin B
Susah bernapas
Nyeri dengan sensai terbakar
Mati rasa di kaki dan tangan
Kehilangan koordinasi otot
sakit kepala
Depresi
Kelumpuhan
Overdosis vitamin C
Sariawan
Batu ginjal
Diare
Sakit perut
Badan panas
Sakit perut
Insomnia
Overdosis vitamin D
Kelemahan otot
Sakit kepala
Tuli
Kehilangan nafsu makan
Mual
Kelelahan
Muntah
Nyeri tulang
Overdosis vitamin E
Hipertensi
Kelemahan otot
Kelelahan
Payudara lunak
Lambat penyembuhan luka
Overdosis vitamin K
Vitamin K merupakan vitamin penting yang dibutuhkan oleh tubuh
karena membantu dalam penggumpalan darah.
Gejala overdosis vitamin K meliputi:
Mual
Muntah
Anemia
Diare
Ruam kulit
Gonadotropin dengan agonis GnRH, obat ini biasanya digunakan untuk kasus yang
gagal diobati dengan Clomiphene citrate. Gonadotropin secara langsung merangsang
kelenjar hipofisis untuk melepaskan lebih banyak FSH dan LH. Jenisnya ada yang
merupakan rekombinan FSH (murni) atau yang mengandung kombinasi FSH dan LH
(hMG). Nama merek untuk obat ini antara lain: Pergonal , Humegon , dan Repronex
atau teknologi rekombinan yang dihasilkan gonadotropin seperti Follistim dan Gonal F.
Kebanyakan dokter memulai perawatan dengan gonadotropin pada hari 2,3 atau 4
siklus menstruasi. Pengobatan gonadotropin memerlukan serangkaian suntikan dan
pemantauan lebih intensif daripada penggunaan clomiphene citrate dan tentunya
jauh lebih mahal.
Progesteron adalah hormon yang mendukung perkembangan lapisan rahim
(endometrium) pada fase luteal dan mempersiapkan endometrium untuk tempat
menempelnya embrio. Suplemen progesteron kadang-kadang digunakan dengan
clomiphene dan/atau gonadotropin. Progesteron dapat diberikan melalui suntikan
intramuskular, bisa juga dengan pemberian obat melalui vagina (suppositoria vagina).
Bromocriptine (Parlodel), merupakan obat yang dirancang untuk menurunkan kadar
prolaktin dalam aliran darah. Bromocriptine diresepkan dalam kasus prolaktin tinggi
dan menghasilkan 85-90% tingkat keberhasilan ovulasi (di mana tidak terdapat faktor
ketidaksuburan lainnya). Prolaktin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisis yang biasanya meningkat selama kehamilan dan menyusui. Namun terkadang
meningkat pada wanita yang tidak hamil dan tidak menyusui yang dapat
menyebabkan siklus haid tidak teratur. Obat lain yang serupa adalah pergolide, dijual
sebagai Permax. Obat ini diberikan secara oral dalam dosis kecil dan meningkat sesuai
kebutuhan. Efek samping yang paling umum terjadi di antaranya adalah mengantuk
dan mual.
Kortikosteroid. Dalam beberapa wanita, kelenjar adrenal dapat menghasilkan jumlah
kelebihan androgen, atau hormon tipe laki-laki. Peningkatan kadar androgen ini,
seperti testosteron dan androstenedion, dapat mengganggu ovulasi. Dalam kasus ini,
dosis rendah kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan kadar androgen ke
kisaran normal. Satu obat yang biasa digunakan untuk ini adalah deksametason. Hal
ini diberikan dalam dosis yang sangat rendah yang hampir tidak menimbulkan efek
samping yang serius.
Thyroid, kelenjar tiroid yang normal sangat penting dalam terjadinya ovulasi.
kekurangan hormon ini akan mengganggu metabolisme tubuh yang menyebabkan sel
telur tidak matang. Tes darah yang sederhana biasanya dapat mendeteksi adanya
masalah dari kelenjar tiroid ini. Dalam kasus seperti ini, suplemen hormon tiroid,
seperti Synthroid diperlukan agar terjadi ovulasi normal.