Golongan Obat Dodi Lukman Kampus Cibarusah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 43

A.

Golongan obat cardiovaskulair dan pembuluh diantaranya :


Obat obat kardiovaskuler digolongkan menjadi 4 kelompok :
1. Obat Gagal Jantung.
2. Antiaritmia.
3. Antiangina.
4. Antihipertensi

1. Obat gagal jantung


Furosemide
Dikenal sebagai loop diuretic, oleh karena loop hande.

Efek :

1. Memperlambat reabrorbsi natrium dan chlorida.


2. Mempercepat diuresis.
3. sebagai vasodilatasi arteri renalis.

Indikasi :

1. Gagal jantung.
2. Oedema pulmo.
3. Oedema perifer.
4. Hipertensi emergensi.
5. Syndroma neprotik.

Kontra Indikasi :

1. Asidosis metabolic.
2. Peningkatan azolemia.
3. Kehamilan / menyusui

Dosis : 1 5 mg ? Dosis maximal : 30 40 mg / 24 jam.

Nursing Point :

1. Sebaiknya diberikan pada pagi hari, kecuali keadaan tertentu (emergency)


2. Monitoring balance : intake dan output.
3. Monitoring blood pressure, elektrolit, BB, dan oedema.

2. Antiaritmia
Lanoxin
adalah salah satu obat yang digunakan dalam penanganan masalah ritme
jantung dan gagal jantung kongestif.

Efek :
Efek samping Lanoxin dapat bervariasi, diantaranya adalah gangguan
saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan diare. Gangguan lain
adalah pandangan kabur, pusing berputar, nyeri kepala, pembesaran
buah dada pada laki-laki (karena efek estrogen-like steroid), dan
perubahan emosi. Efek samping yang jarang terjadi adalah psikosis akut,
delirium, amnesia, atau kejang. Efek samping yang berbahaya adalah
ventrikular takikardia atau ventrikular fibrilasi.
Indikasi :
Gagal jantung, takhikardi supraventrikular
Kontra indikasi :
pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap Lanoxin, pasien
dengan ventrikular takikardia, pasien dengan gagal ginjal berat.
Penggunaan pada ibu hamil hanya dalam keadaan sangat diperlukan dan
Lanoxin dapat juga terlarut dalam air susu ibu yang menyusui.
Dosis :
Lanoxin dapat diberikan satu kali sehari antara dosis 125 mcg hingga 250
mcg, pemberian Lanoxin secara intravena (IV) dapat diberikan pada
situasi darurat, pemberian secara IV harus dilakukan secara perlahan
disertai pengawasan pada irama jantung. Pada pasien dengan tanda
gangguan fungsi ginjal, dosis Lanoxin diberikan dalam jumlah yang lebih
sedikit.
3. Antiangina
Beta Blocker

Beta bloker adalah obat yang memblok reseptor beta dan tidak mempengaruhi reseptor
alfa
Beta Bloker menghambat pengaruh epineprin frekuensi denyut jantung menurun
Beta bloker meningkatkan supply O2 miokard perfusi subendokard meningkat

Efek :

Akibat efek farmakologisnya: bradikardi, blok AV, gagal jantung,


bronkospasme
Sal cerna: mual, muntah, diare, konstipasi
Sentral: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi
Alergi; rash, demam dan purpura

Indikasi Dan Kontraindikasi

Indikasi: angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard, kardiomiopati


obstruktif hipertropik, feokromositoma (takikardi dan aritmia akibat tumor),
tirotoksikosis, migren, glaukoma, ansietas
Kontra indikasi: Penyakit Paru Obstruktif, Diabetes Militus (hipoglikemia),
Penyakit Vaskuler, Disfungsi Jantung

Contoh Obat Beta Blocker:

Propanolol: tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg

4. Antihipertensi
Captopril
obat tekanan darah tinggi atau hipertensi. Obat ini merupakan obat pilihan
pertama untuk penderita hipertensi tanpa komplikasi. Terdapat bayak golongan
obat antihipertensi.
Efek

Secara umum, captopril merupakan obat yang aman untuk hipertensi.


Beberapa efek samping dan persentase kemunculan efek samping yang
pernah dilaporkan adalah:
1. Hiperkalemia (1-11%);
2. Reaksi alergi (4-7%);
3. Kemerahan pada kulit (4-7%);
4. Tekanan darah rendah (hipotensi) (1-2,5%);
5. Gatal (2%);
6. Batuk kering (0,5-2%);
7. Detak jantung cepat (takikardi) (1%);
8. Nyeri dada (1%).

Dosis :

Captopril tersedia dalam kemasan tablet 12,5 mg, 25 mg, dan 50 mg. Captopril
tersedia sebagai obat generik maupun paten. Untuk pengobatan hipertensi,
captopril diberikan dalam dosis 25 mg sebanyak 2-3 kali per hari. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai dengan respon pengobatan. Dosis untuk hipertensi grade I
biasanya 2-3 kali 25-50 mg, sendangkan untuk hipertensi grade II ialah 2-3 kali
50-100 mg. Captopril juga biasa dikombinasikan dengna obat hipertensi
lainnya untuk mencapai goal terapi. Dosis maksimum yang masih
diperbolehkan ialah 450 mg per hari. Banyak pasien yang membeli bebas
captopril, namun sebaiknya diiringi dengan kontrol teratur ke tenaga medis
untuk mengetahui respon pengobatan dan kontrol tekanan darah.
Untuk mendapatkan khasiat pada pasien gagal jantung kronik, dosis awal yang
diberikan ialah 6,25-12,5 mg sebanyak tiga kali sehari. Dosis kemudian
ditingkatkan hingga 2-3 kali 50 mg. Untuk kelainan ginjal akibat sakit gula
(diabetes), captopril digunakan untuk mengurangi pengeluaran protein
berlebihan dari ginjal. Dosis yang diberikan ialah tiga kali 25 mg.

B. Golongan antibiotika
1. golongan sofalosporin
2. golongan tetrasiklin
3. Golongan Aminoglikosida
4. golongan makrolida
5. Golongan Kuinolon

1. Golongan Sofalosporin
cefadroxil
Mekanisme kerja
Cefadroxil adalah antibiotika semisintetik golongan sefalosforin
untuk pemakaian oral.
Cefadroxil bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesa
dinding sel bakteri. Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-
hemolytic, Staphylococcus aureus (termasuk penghasil enzim
penisilinase), Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, Proteus
mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis.
Dosis dan pemberian
Dewasa:
Infeksi saluran kemih:
Infeksi saluran kemih bagian bawah, seperti sistitis : 1 2 g sehari
dalam dosis tunggal atau dua dosis terbagi, infeksi saluran kemih
lainnya 2 g sehari dalam dosis terbagi.
Efek samping dan kontra indikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap sefalosporin.


Mengalami diare
Merasa sakit perut atau mengalami gangguan pencernaan
Peradangan pada lidah
Mual dan muntah

Perhatian khusus

Hati-hati menggunakan obat ini pada penderita dengan fungsi


hati dan ginjal yang rusak terutama pada pemakaian obat
dalam jangka waktu panjang.
cefadroxil dapat keluar bersama ASI (air susu ibu) sehingga
pemakaian obat ini untuk ibu menyusui sebaiknya dihindari

2. Golongan tetrasiklin
Tetrasiklin
Mekanisme kerja
menghambat atau menginhibisi sintesis protein pada bakteri dengan
cara mengganggu fungsi subunit 30S ribosom.

Dosis dan Pemberian

Dosis untuk kerentanan infeksi


Dewasa : 250-500 mg setiap 6 jam. Maksimal : 4 g / hari.
Anak usia 12 tahun maksimal : 2 g / hari.
Dosis untuk jerawat
Dewasa : 250-500 mg / hari, diberikan sebagai dosis tunggal atau
dosis terbagi, setidaknya 3 bulan.
Dosis untuk sipilis
Dewasa : 4 x sehari 500 mg. Obat diberikan selama 15 hari.
Dosis untuk brucellosis
Dewasa : 4 x sehari 500 mg. Obat diberikan selama 3 minggu
dikombinasikan dengan streptomisin.
Dosis untuk Gonorea
Dewasa : 4 x sehari 500 mg. Obat diberikan selama 7 hari.
Untuk infeksi berat, dosis dapat ditingkatkan sampai 2 kalinya.
Penderita gangguan hati, dosis maksimal 1 g / hari.
Obat sebaiknya diberikan pada waktu perut kosong. 1 jam
sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
Terapi sebaiknya diteruskan 2 hari setelah gejala hilang.
Efek samping dan kontra indikasi
- Efek samping
Kebanyakan efek samping tetracycline yang muncul adalah
mual, muntah, diare, radang lidah, radang usus, dermatitis,
dan urtikaria.
Beberapa efek samping yang tidak begitu serius seperti : luka
atau bengkak di dubur atau area genital, diare atau sakit
perut, bercak putih atau luka di bagian dalam mulut, kesulitan
menelan, dan keputihan yang terasa gatal.
Efek samping lainnya berupa : pusing dan sakit kepala parah,
penglihatan kabur, demam, menggigil, nyeri tubuh, gejala flu,
kencing lebih sedikit dari biasanya atau tidak sama sekali, urin
berwarna gelap, rasa sakit parah pada perut bagian atas
menyebar ke punggung, detak jantung cepat, kehilangan nafsu
makan, sakit kuning (menguningnya kulit atau mata), mudah
memar atau perdarahan.
Antibiotik ini menghambat perkembangan gigi dan tulang
termasuk untuk janin sehingga pemberian tetracycline untuk
wanita hamil sebaiknya dihindari.
Menyebabkan gigi kuning, abu-abu, coklat hingga hitam,
terutama untuk bayi dan anak-anak dibawah usia 8 tahun.
Menyebabkan efek fotosensitifitas pada kulit (paparan cahaya
matahari secara intens sebaiknya dihindari selama pemakaian
antibiotik ini).
Reaksi pada kulit biasanya berupa kulit panas, mengelupas,
kulit menjadi pucat atau menguning dan ruam kulit merah.
Tetracycline juga bisa menyebabkan kesulitan nafas dan shock
anafilaksis pada beberapa orang yang peka.

- Kontra indikasi
Penggunaan obat ini untuk pasien dengan riwayat pernah
mengalami reaksi alergi/hipersensitivitas pada tetracycline
atau derivatnya harus dihindari.
Penderita gangguan ginjal berat dikontraindikasikan
menggunakan antibiotik ini.
Tidak boleh digunakan secara bersamaan dengan
methoxyflurane, vitamin A atau retinoid.
Ibu menyusui tidak boleh menggunakan antibiotik ini.

Perhatian Khusus

Hati-hati memberikan antibiotik ini pada penderita dengan fungsi


hati dan ginjal yang rusak terutama pada pemakaian obat dalam
jangka waktu panjang.
Tidak boleh menggunakan tetracycline jika anda sedang hamil.
Antibiotik ini menghambat perkembangan gigi dan tulang
termasuk untuk janin.
Tetracycline mengurangi efektivitas kontrasepsi oral. Oleh karena
itu sebaiknya gunakan alat kontrasepsi lain berupa kondom atau
alat kontrasepsi lainnya.
Tetracycline disekresi ke dalam air susu ibu (ASI). Ibu menyusui
sebaiknya tidak menggunakan antibiotik ini.
Anak usia di bawah 8 tahun tidak boleh menggunakan antibiotik
ini karena bisa menghambat perkembangan gigi dan tulang.
Antibiotik ini juga bisa menyebabkan gigi berubah warna menjadi
kuning, abu-abu, coklat hingga hitam.
Susu, yogurt, dan produk susu lainnya, suplemen zat besi,
multivitamin, suplemen kalsium, antasida, atau obat pencahar
menyebabkan antibiotik ini menjadi tidak aktif. Kalau penggunaan
antibiotik ini memang dibutuhkan beri jarak waktu yang cukup.
Jika ada obat pilihan lain, sebaiknya dipilih obat yang lebih aman.
Gunakan Tetracycline sesuai dengan anjuran dokter, baik itu
jumlah maupun durasi penggunaanya. Jangan menghentikan
pengobatan di tengah jalan untuk mencegah terjadinya resistensi.

3. Golongan Aminoglikosida
Gentamisin
Mekanisme kerja
Gentamisin merupakan suatu antibiotika golongan aminoglikosida
yang aktif menghambat kuman-kuman gram-positif maupun
kuman gram-negatif termasuk kuman-kuman yang resisten
terhadap antimikroba lain, seperti Staphylococcus,penghasil
penisilinase,Pseudomonas aeruginosa,Proteus; Klebsiella;
E.coli,Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan
sintesa protein.

Dosis dan pemberian


Gentamisin salep adalah obat luar. Oleskan pada kulit 3-4 kali
sehari.

Efeksamping dan Kontra indikasi


- Efek samping
Efek samping Gentamicin yang dapat timbul adalah iritasi
ringan, eritema / kemerahan kulit, dan pruritus / gatal-gatal.
- Kontra indikasi
Gentamicin tidak boleh diberikan pada penderita yang alergi
terhadap gentamisin.

Perhatian Khusus
Penggunaan antibiotik topikal kadang-kadang menyebabkan
suburnya pertumbuhan mikroorganisme yang tidak sensitif
terhadap antibiotika, seperti jamur. Bila hal ini terjadi atau
terdapat iritasi, sensitisasi atau superinfeksi, pengobatan
dengan gentamisin harus dihentikan dan harus diberi terapi
pengganti yang tepat.
Gentamisina salep kulit tidak untuk pengobatan mata.
Obat-obat antibiotik tidak efektif terhadap infeksi kulit yang
disebabkan oleh virus dan jamur.
Karena keamanan pemakaian Gentamisin pada wanita hamil
secara absolut belum dipastikan, tidak boleh digunakan pada
wanita hamil dalam jumlah yang banyak atau periode yang
lama.
4. Golongan makrolida
Eritromisin
Mekanisme kerja
Eritromisin dapat mengganggu ikatan kloramfenikol dengan bakteri
karena tempat kerjanya sama.Ikatan eritromisin dengan ribosom
bakteri reversible , dan hanya terjadi jika sub unit 50 S bebas dari
molekul t-RNA yang mengandung peptide asal.Eritromisin
menghambat sintesis protein kuman.

Dosis dan pemberian


oral: DEWASA dan ANAK di atas 8 tahun, 250-500 mg tiap 6 jam atau
0,5-1 g tiap 12 jam (lihat keterangan di atas); pada infeksi berat dapat
dinaikkan sampai 4 g/hari. ANAK sampai 2 tahun, 125 mg tiap 6 jam;
2-8 tahun 250 mg tiap 6 jam. Untuk infeksi berat dosis dapat
digandakan.Akne: 250 mg dua kali sehari, kemudian satu kali sehari
setelah 1 bulan.Sifilis stadium awal, 500 mg 4 kali sehari selama 14
hari.Infus intravena: infeksi berat pada dewasa dan anak, 50 mg/kg
bb/hari secara infus kontinu atau dosis terbagi tiap 6 jam; infeksi
ringan 25 mg/kg bb/hari bila pemberian per oral tidak memungkinkan.

Efeksamping dan kontra indikasi


- Efeksamping
mual, muntah, nyeri perut, diare; urtikaria, ruam dan reaksi
alergi lainnya; gangguan pendengaran yang reversibel pernah
dilaporkan setelah pemberian dosis besar; ikterus kolestatik dan
gangguan jantung (aritmia dan nyeri dada).
- Kontra indikasi
penyakit hati (garam estolat)

Perhatian khusus

Penggunaannya harus berhati hati pada pasien yang mengalami


kerusakan hati baik dengan atau tanpa jaundice, karena hal ini akan
meningkatkan terjadinya rasa malas, mual, muntah, kolik lambung,
dan demam. Jika terjadi demikian, maka hentikan pengobatan.
Hindari penggunaan eritromisin pada bayi, karena kemungkinan
adanya benzil alkohol pada formulasi obat yang bersifat toksik pada
bayi. Penggunaan pada bayi dapat memicu terjadinya infantile
hypertropic pyloric stenosis (HPS). Penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan CDAD dan pseudomembran colitis. CDAD dapat terjadi
pada pemakainan <2 bulan. Makrolid dikaitkan dengan perpanjangan
interval QT pada EKG, aritmia ventrikuler termasuk torsade de
pointes. Gunakan hati-hati pada orang tua, kejadian rotd meningkat,
pada pasien miestenia gravis; dapat memperparah kelemahan otot.
Faktor risiko B pada kehamilan.
5. Golongan kuinolon
Siprofloksasin
Mekanisme kerja

Ciprofloxacin merupakan antibiotika golongan fluorokuinolon,


bekerja dengan cara mempengaruhi enzim DNA gyrase bakteri.
Ciprofloxacin merupakan antibiotika untuk bakteri Gram negatif
dan Gram positif yang sensitif.
Bakteri Gram positif yang sensitif: Enterococcus
faecallis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus pyogenes.
Bakteri Gram negatif yang sensitif: Campylobacter
jejuni, Citrobacter diversus, Citrobacter freundii, Enterobacter
cloacae, Escherichia coli, Haemophilus influenzae, Klebsiella
pneumoniae, Morganella morganii, Neisseria
gonorrhoeae, Proteus mirabilis, Proteus vulgaris, Providencia
rettgery, Providencia Stuartii, Pseudomonas
aeruginosa, Salmonella typhi, Serratia marcescens, Shigella
flexneri, Shigella sonnei.

Dosis dan pemberian

Infeksi ringan / sedang saluran kemih : 2 x 250 mg sehari.


Infeksi berat saluran kemih : 2 x 500 mg sehari.
Infeksi ringan / sedang saluran nafas, tulang, sendi, kulit, jaringan
lunak : 2 x 250 500 mg sehari.
Infeksi berat saluran nafas, tulang, sendi, kulit, jaringan lunak : 2 x
500 750 mg sehari.
Prostatitis kronis : 2 x 500 mg.
Infeksi saluran cerna : 2 x 500 mg sehari.
Gonorrhoea akut : 250 mg dosis tunggal.
Untuk mencapai kadar yang adekuat pada osteomyelitis akut :
dosis tidak kurang dari 2 x 750 mg sehari.

Efek samping dan kontra indikasi


- Efeksamping

Dari kasus-kasus yang telah dilaporkan, resiko efek samping


tendonitis tidak segera hilang meskipun penggunaan
fluorokuinolon dihentikan. Efek samping pada tendon dapat
terjadi sampai beberapa bulan setelah pengobatan dihentikan.
Efek terhadap saluran cerna : mual, diare, muntah, gangguan
pencernaan, dispepsia, nyeri abdomen, kembung, anoreksia,
disfagia. Kalau terjadi diare berat atau persisten selama atau
sesudah pengobatan, segera konsultasi dengan dokter karena
gejala tersebut mungkin menutupi kelainan yang lebih serius
(kolitis pseudomembran) yang memerlukan tindakan segera.
Kalau ini terjadi, pemberian Ciprofloxacin harus segera
dihentikan.
Efek terhadap sistem saraf : pusing, sakit kepala, rasa letih,
insomnia, agitasi, tremor ; sangat jarang, paralgesia perifer,
berkeringat, kejang, anxietas, mimpi buruk, konfusi, depresi,
halusinasi, gangguan pengecapan dan penciuman, gangguan
penglihatan (misal : penglihatan ganda, warna-warni). Reaksi
kadang-kadang timbul setelah pemberian Ciprofloxacin untuk
pertama kalinya. Dalam hal ini Ciprofloxacin harus segera
dihentikan dan segera konsultasi ke dokter.
Reaksi hipersensitivitas : reaksi kulit seperti erupsi akibat obat,
urtikaria, eriterma makula, sindroma Stevens Johnson,
kemerahan pada kulit, gatal, drug fever. Reaksi anafilaktik /
anafilaktoid (seperti edema pada wajah, vaskular, dan
laring; dyspnea yang bertambah berat sehingga terjadi syok
yang mengancam jiwa). Dalam hal ini Ciprofloxacin harus segera
dihentikan, tindakan kedaruratan medis (misalnya mengatasi
syok) harus dilakukan.
Efek terhadap renal / urogenital : nefritis interstisial, gagal ginjal
(termasuk gagal ginjal yang transien), polluria, retensi urine,
pendarahan uretral vaginitis dan asidosis.
Efek terhadap hati : hepatitis, sangat jarang : kelainan hati yang
berat seperti nekrosis hati.
Efek terhadap kardiovaskular : jarang: takikardia, palpitasi, atrial
flutter, ventricular ectopy, syncope, hipertensi angina
pektoris, infark myocardial, cardiopulmonary arrest, cerebral
thrombocyst, wajah merah dan panas, migren, pingsan.
Lain-lain : jarang: nyeri sendi, lemas seluruh tubuh, nyeri otot,
tendon vaginitis, fotosensitivitas ringan, tinnitus, gangguan
pendengaran terutama untuk frekuensi
tinggi, epistaxis, laryngeal atau pulmonary
edema, hemoptysis, dyspnea, bronchospasm, pulmonary
embolism.
Efek pada darah : eosinofilia, leukositopenia, leukositosis,
anemia granulositopenia. Sangat jarang: trombositopenia,
trombositosis, kelainan protrombin.
Efek pada nilai laboratorium / deposit urine : kadar
transaminase dan alkali fosfatase dalam darah mungkin
meningkat untuk sementara; ikterus kolestatik dapat terjadi
terutama pada pasien yang pernah mengalami kelainan;
peningkatan kadar urea, kreatinin dan bilirubin darah secara
transien; hiperglikemia; pada kasus tertentu kristaluria dan
hematuria.
- Kontra indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap Ciprofloxacin atau
antibiotika derivat kuinolon lainnya.
Wanita hamil dan menyusui.
Anak-anak dibawah usia 18 tahun.

Perhatian khusus
Untuk menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin
harus ditelan dengan cairan
Hati-hati pemberian pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
(lihat keteranga pada dosis )
Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan
Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai kendaraan
bermotor atau menjalankan mesin.

C. Golongan sistem syaraf pusat


1 Analgetik antipiretik.
Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering
mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat
yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri.
Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh atau obat untuk
menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada
orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin pada
CNS.
Penyebab sakit/ nyeri.
Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan
algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin
dan brodikinin. Brodikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan
prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1,
E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic.
Mekanisame:
Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.
Karakteristik:
1. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
2. Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira
3. Tidak mempengaruhi pernapasan
4. Gunanya untuk nyeri sedang, ex: sakit gigi

Contoh obat golongan analgetik :


1. Antalgin / Methampiron :
Indikasi : Meringankan rasa nyeri,seperti sakit
kepala,sakit gigi,neuralgia,sakit akibat cedera,setelah
operasi,sakit waktu haid.
Efek samping : Reaksi hipersensitivitas,agranulositosis,dan lain-lain.
Kontra indikasi : Hepersensitif,wanita hamil dan menyusui,tekanan darah <
100 mmHg,anak umur kurang dari 3 tahun dan berat badan
kurang dari 5 kg.
Dosis : Dewasa 3 X 1-2 tablet,anak 6-12 tahun 3X -1 tablet 500 mg.

2. Natrium Diclofenat :
Indikasi : Peradangan dan mengurangi rematik,atritis
rheumatoid (encok),rasa nyeri pada tulang.
Efek samping : Kadang-kadang terjadi gangguan system
pencernaan,sakit kepala pusing,vertigo, dan kemerahan pada kulit.
Kontra indikasi : Ulkus peptikum, dan hipersensitif.
Dosis : Dewasa 2-3 X sehari 50 mg.

3. Piroxicam :
Indikasi : Rematoid atritis,rematoid spondylitis,gangguan otot
skelet akut seperti bursitis.
Efek samping : Saluran pencernaan,sakit kepala,ruam kulit, dan pusing.
Kontra indikasi : Hipersensitifitas,tukak peptic akut,tukak
duodenal,perdarahan pada saluran pencernaan, dan gastritis.
Dosis : Dewasa 1 X 1 20 mg.

4. Melosikam :
Indikasi : Atritis rheumatoid dan osteoatritis.
Efek samping : Nyeri,peningkatan tekanan darah,pusing,sakit
kepala,vertigo.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap antisocial atas AINS lain,penyakit
ginjal berat,insufiensi hati berat,ulkus peptic aktif,perdarahan serebrovaskular dan
gangguan pembekuan darah,wanita hamil dan menyusui.
Dosis : 1 X 7,5 mg.

Contoh obat golongan antipiretik :


1. Paracetamol / Accetaminopen :
Indikasi : Menurunkan panas,menghilangkan rasa sakit.
Efek samping : Penggunaan secara jangka panjang dapat merusak organ hati.
Kontra indikasi : Hipersensitif,penderita dengan fungsi hati yang berat.
Dosis : Dewasa 2-3 X sehari 1-2 tablet ; anak 6-12 tahun 2-3 X
sehari - 1 tablet.

2. Ibupropen :
Indikasi : Menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang pada penyakit gigi
atau pencabutan gigi,nyeri kepala,nyeri setelah operasi,nyeri penyakit rematik,nyeri karena
terkilir,serta menurunkan demam.
Kontra indikasi : Hipersensitifitas,anti inflamasi lain,tukak
peptic,penggunaan aspirin,wanita hamil trimester III.
Dosis : 400 mg 3 X sehari.

3. Mepenamid acid :
Indikasi : Menghilangkan nyeri pada sakit gigi,sakit kepala,nyeri otot,nyeri
paska bedah dan persalinan.
Efek samping : Mual,muntah,agranulositosis,aeukopenia,gangguan salurancerna
seperi iritasi lambung,gangguan penglihatan,dan reaksi pada kulit.
Kontra indikasi : Ulkus peptic atau lambung,gangguan ginjal dan kerusakan hati.
Dosis : Awal 500 mg dilanjutkan dengan 250 mg tiap 6 jam. Pengobatan
tidak boleh lebih dari 7 hari.

4. Asetosal :
Indikasi : Demam,sakit kepala,sakit gigi,rasa nyeri pada otot dan sendi.
Kontra indikasi : Tukak pada lambung.
Dosis : 80 mg : Jika perlu berikan tiap 3 jam : Bayi,1/2-1 tablet,2-3 tahun 1
tablet;4-5 tahun 2 tablet,6-9 tahun 4 tablet.
500 mg : Dewasa 1 tablet / hari;anak > 5 tahun -1 tablet maksimum 1 1/2 3 / hari.

2 Analgetik narkotik.
Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver
somiferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri
sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang
dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi ialah
adanya penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu
peningkatan dosis. Krena dapat menimbulkan ketergantungan, obat golongan ini diawasi
secara ketat dan hanya untuk nyeri yang tidak dapat diredakan oleh AINS.
Nyeri minimal disebabkan oleh 2 hal, yaitu iritasi lokal (menstimuli saraf perifer) dan
adanya persepsi(pengenalan) nyeri oleh SSP. Pngenalan nyeri bersifat psikologis terhadap
adanya nyeri lokal yang disampaikan ke SSP. Analgetik Narkotik mengurangi nyeri dengan
menurunkan persepsi nyeri atau menaikan nilai ambang rasa sakit. analgetik narkotik tidak
mempengaruhi saraf perifer, nyeri tetap ada tetapi dapat diabaikan atau pasien dapat
mentolerirnya. Untuk mendapatkan efek yang maksimal analgetik narkotik harus diberikan
sebelum nyeri yang hebat datang, seperti sebelum tindakan bedah.
Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat,tetapi potensi, onzet,
dan efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang
paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat
menyebabkan hipotensi serta depresi pernafasan.
Morfina dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk
nyeri hebat walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di Indonesia tersedia dalam
bentuk injeksi dan masih merpakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi
analgetik narkotika lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euforia
dan gangguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih
digunakan di Indonesia :
morfin HCl,
Kodein(tunggal atau kombinasi dengan parasetamol)
fentanil HCl
Petidin, dan
Tramadol
Khusus untuk tramadol secara kimiawi memang tegolong narkotik tetapi menurut undang-
undang tidak, karena kemungkinan menimbulkan ketergantungan kecil.
Analgetik Narkotik, Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur
dan kanker.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu:
1. Obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal.
2. Obat perifer bersama kodein atau tramadol.
3. Obat sentral (Opioid) peroral atau rectal.
4. Obat Opioid parenteral.
Penggolongan analgetik narkotik adalah sebagai berikut :
a. Alkaloid alam : morfin,codein
b. Derivate semi sintesis : heroin
c. Derivate sintetik : metadon, fentanil
d. Antagonis morfin : nalorfin, nalokson, dan pentazooin.

Obat generik, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping


1. Morfin
Indikasi : analgetik selama dan setelah pembedahan
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut.
Efek samping : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/ indiksi pada over dosis.
2. Kodein fosfat
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/ indiksi over dosis
3. Fentanil
Indikasi : nyeri kronik yang sukar diatasi pada kanker
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping: mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
4. Petidin HCl
Indikasi : nyeri sedang sampai berat, nyeri pasca bedah
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
5. Tremadol HCl
Indikasi : nyeri sedang sampai berat
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis

3 Analgetik anti inflamasi. (NSAIDs)


NSAIDS (non steroidal anti-inflammatory drugs) sebagai analgetika antiradang sangat
berguna untuk gejala rema. Zat-zat ini lebih efektif daripada analgetika perifer (parasetamol,
asetosal, atau kombinasinya dengan obat lain). Berbagai salicylate dan agen-agen lain yang
mirip yang dipakai untuk mengobati penyakit reumatik sama-sama memiliki kemampuan
untuk menekan tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi. Obat-obat ini mempunyai efek
antipiretik dan analgesik, tetapi sifat-sifat anti inflamasi merekalah yang membuat mereka
paling baik dalam menangani gangguan-gangguan dengan rasa sakit yang dihubungkan
dengan intensitas proses inflamasi.
Meskipun semua NSAID tidak disetujui oleh FDA untuk semua rentang penyakit
reumatik, semuanya mungkin efektif pada atritis rheumatoid, berbagai spondiloartropati
seronegatif (misalnya atritis psoriatis dan atritis yang dikaitkan dengan penyakit usus
meradang), osteroartritis, muskuloskeletal terlokalisir (misalnya terkilir dan sakit punggung
bawah) dan pirai (kecuali tolmetin yang nampaknya tidak efektif pada pirai). Karena aspirin,
permulaan NSAID, mempunyai beberapa efek yang merugikan, banyak NSAID lainnya telah
dikembangkan dalam usaha untuk memperbaiki efektifitas dan toksisitasnya.

KIMIA DAN FARMAKOKINETIK


NSAID dikelompokkan dalam berbagai kelompok kimiawi, beberapa di antaranya
(propionic acid deretivative, inodole derivative, oxicam, fenamate,dll.) keanekaragaman
kimiawi ini memberi sebuah rentang karakteristik farmakokinetik yang luas. Sekalipun ada
banyak perbedaan dalam kinetika NSAID , mereka mempunyai beberapa karakteristik yang
sama. Sebagian besar dari obat ini diserap dengan baik, dan makanan tidak mempengruhi
biovailabilitas mereka secara substansial. Sebagian besar dari NSAID sangat di metabolism,
beberapa oleh mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi langsung
(fase II). Metabolisme dari seberapa besar NSAID berlangsung sebagian melalui enzim P450
kelompok CYP3A dan CYP2P dalam hati. Sekalipun ekskresi ginjal adalah rute yang paling
penting untuk eliminasi terakhir, hampir semuanya melalui berbagai tingkat ekskresi
empedu dan penyerapan kembali (sirkulasi enterohepatis). Kenyataanya tingkat iritasi
seluruh cerna bagian bawah berkolerasi dengan jumlah sirkulasi enterohepatis. Sebagian
besar dari NSAID berikatan protein tinggi , biasanya dengan albumin.

FARMAKODINAMIKA
Aktivitas anti inflamasi dari NSAID terutama diperantari melalui hambatan biosintesis
prostaglandin. Berbagai NSAID mungkin memiliki mekanisme kerja tambahan, termasuk
hambatan komitaksis, regulasi rendah, produksi interleukin-1, penurunan produksi redaikal
bebas dan superoksida, dan campur tangan dengan kejadian-kejadian intraseluler yang
diperantari kalsium. Aspirin secara ireversibel mengasetilasi dan menyekat platelet
cyloxigenase., tetapi NSAID yang lain adalah penghambat- penghambat yang reversible.
Selektivitas COX-1 versus COX-2 dapat bervariasi dan tidak lengkap bagi bahan-bahan yang
lebih lama, tetapi penghambat-penghambat COX-2 yang sangat selektif sekarang bisa di
dapat. Dalam pengujian dengan memakai darah utuh manusia, entah mengapa, aspirin,
indomethacine, pirixicam, dan sulindac lebih efektif dalam menghambat COX-1, ibuprofen
dan mectofenamate menghambat kedua isozim yang kurang lebih sama. Hambatan sintesis
lipoxigenase oleh NSAID yang lebih baru, suatu efek yang di inginkan untuk obat anti
inflamasi , adalah terbatas tetapi mungkin lebih besar daripada dengan aspirin.
Benoxaprofen, NSAID lain yang lebih baru, diperlihatkan menghambat sintesisi leuxotriene
dengan baik tetapi di tarik kembali karena sifat toksiknya. Dari NSAID yang sekarang ini bisa
didapat , indomethacine dan diclofanac telah dilaporkan mengurangi sintesis prostaglandin
dan leukotriene. Kepentingan klinis dari selektivitas COX-2 sekarang ini sedang diselidiki.
Keefektifan mungkin tidak terpengruh tetapi keamanan gastrointestinal mungkin dapat di
tingkatkan. Gunakan NSAID secara hati-hati pada pasien pasien dengan riwayat gangguan
perdarahan / perdarahan gastrointestinal, penyakit hati, ginjal , dan cardiofaskuler berat.
Sedangkan keamanan NSAID pada kehamilan belum di tetapkan.

A. ASPIRIN
Pemakaian aspirin yang lama dan kemudahan memprolehnya tanpa resep telah menghapus
daya tariknya di bandingkan dengan NSAID yang lebih baru. Akan tetapi, aspirin adalah
standart ukuran bagi semua agen-agen anti inflamasi, hingga mulai adanya ibuprofen bebas
yang seefektif aspirin tetepi lebih aman. Aspirin sekarang kurang dipakai sebagai
pengobatan anti inflamasi daripada sebelumnya. Ibuprofen dan naproxen mengikuti aspirin
sebagai NSAID bebas di Amerika Serikat. Keduanya memiliki catatan keamanan yang baik
hingga baik sekali., dan khusus ibuprofen sekarang merupakan setandart umum terhadap
NSAID lain yang dibandingkan.

Farmakokinetika
Asam salisilat adalah asam organic sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin mempunyai pKa 3,5.
Sodium salisilat dan aspirin adalah obat antiinflamasi yang sama efektifnya , walaupun
aspirin mungkin lebih efektif sebagai analgesik. Salicylate dengan cepat diserap oleh
lambung dan usus kecil bagian atas, menghasilkan kadar puncak plasma salysilate dalam 1-2
j1m. Aspirin diserap dalam cara yang sama dan dihidrolisis cepat menjadi acetic acid dan
salicylate oleh esterase-esterase dalam jaringan dan darah.

Farmakodinamika
1) Efek-efek anti inflamasi. Aspirin adalah penghambat non-selektif kedua isoform COX ,
tetapi salicylate jauh lebih kurang efektif dalam menghambat kedua isoform. Salicylate yang
tidak di asetilasi mungkin bekerja sebagai pemangsa (scavenger) radikal oksigen. Dari
catatan diketahui bahwa berbeda dari kebanyakan AINS lainnya, aspirin menghambat COX
secara irreversible, dan bahkan dosis rendah bisa efektif dalam keadaan tertentu, misalnya
penghambatan agregasi platelet.
Selain mengurangi sintesis mediator-mediator eicosanoid, aspirin juga mempengaruhi
mediator-mediator kimia dari sistem kallikrein. Sebagai akibatnya, aspirin menghambat
melekatnya granulosit pada vasculature yang rusak, menstabilkan lysosome, dan
menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear danb makrofag ke dalam daerah inflamasi.
2) Efek-efek analgesik. Aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan intensitas
ringan sampai sedang. Ia bekerja secara perifer melalui efeknya terhadap inflamasi, tetapi
mungkin juga menghambat rangsangan nyeri pada daerah subkortikal.
3) Efek-efek antipiretik. Aspirin menurunkan suhu yang meningkat, sedangkan suhu
badan normal hanya terpengaruh sedidkit. Efek antipiretik aspirin mungkin diperantarai oleh
hambatan kedua COX dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag
selama episode inflamasi). Turunnya suhu, dikaitkan dengan meningkatnya panas yang
hilang karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan (superfisial) dan disertai
keluarnya keringat yang banyak.
4) Efek-efek platelet. Aspirin mempengaruhi hemostasis. Dosis rendah tunggal aspirin
(kira-kira 80 mg sehari) menyebabkan sedikitnya perpanjangan waktu pendarahan, yang
menjadi dua kali lipat bila pemberiannya dilanjutkan selama seminggu. Perubahan
disebabkan oleh hambatan platelet COX yang irreversible, sehingga efek antiplatelet dari
aspirin berlangsung 8-10 hari (umur platelet). Secara umum, aspirin harus dihentikan satu
minggu sebelum pembedahan untuk menghindari komplikasi perdarahan.

Pemakaian Klinis
Aspirin adalah salah satu dari obat-obat yang paling sering dipakai untuk meredakan nyeri
ringan sampai nyeri sedang yang sebabnya beragam,tetapi tidak efektif untuk nyeri organ
dalam, seperti infraktus miokardium atau kolik ginjal atau empedu. Aspirin sering
dikombinasikan dengan analgesik ringan lain dal lebih dari 200 produk semacam itu bisa
dibeli tanpa resep. Kombinasi yang lebih mahal ini tidak pernah menunjukkan lebih efektif
atau kurang toksik daripada aspirin saja. Aspirin dan NSAID lainnya telah dikombinasikan
dengan analgesik opoid untuk meredakan nyeri pada kanker, yang efek antiinflamasi mereka
bekerja secara sinergis dengan opoid untuk menungkatkan analgesia.

Dosis
Dosisi analgesik atau antipiretik yang optimal dari aspirin yang secara umum dipergunakan
adalah kurang dari 0,6 gram dosisi oral. Dosis yang lebih besar mungkin memprpanjang efek.
Dosisi biasa tersebut bisa di ulang setiap 4 jam dan dosisi yang lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam
sekali. Dosisi untuk anak-anak adalah 50-75 mg/kg/hari dalam dosisi yang terbagi.
Dosis antiinflamasi rata-rata dapat sampai 4 gram per hari. Untuk anak-anak 50-75
mg/kg/hari. Kadar dalam darah 15-30 mg/dl. Waktu paro 12 jam. Biasanya dosi terbagi 3
kali/hari, sesudah makan.

Pemilihan Obat
Aspirin dapat diperoleh dari berbagai macam pabrik, dan meskipun bisa bervariasi
dalam tekstur dan penampilan, kandungn aspirin tetap. Tes disintegrasi adalah bagian dari
standart resmi, dan sedikit bukti yang menunjukkan bahwa perbedaan antara tablet
tersebut memiliki keamanan klinis. Buffered Aspirin yang paling popular tidak mengandung
cukup alkali untuk mengurangi iritasi lambung dan tidak ada bukti bahwa preparat yang
lebih mahal ini dikaitkan kadar darah yang lebih tinggi atau evektivitas klinis yang lebih
besar.

Efek Samping Obat


Pada dosis yang biasa, efek aspirin yang paling berbahaya adalah gangguan lambung.
Efek ini bisa dikurangi denggan penyanggaan yang sesuai (menelan aspirin bersamaan
dengan makanan diikuti dengan segelas air atau antacid).
Dengan dosisi lebih tinggi , pasien-pasien mungkin mengalami salicylism, muntah -
muntah, tinnitus, pendengaran yang berkurang, dan vertigo yang reversible dengan
mengurangi dosis. Dosis salicylate yeng lebih tinggi menyebabkan hiperpne melalui efek
langsung pada medulla batang otak, sedangkan dosis salicylate yang lebih rendah alkalosisi
respiratorik mungkin terjadi.
Terkadang juga dapat menyebabkan hepatitis ringan dan penurunan filtrasi glomeruli.
Pada dosisi harian 2 gr atau kurang, akan menaikan kadar asam urat dalam serum.

Obat Obat Antiinflamasi Yang Lebih baru


Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar :
1. Derivat asam propionate
2. Derivat inidol
3. Fenamat
4. Asam pirolalkanoat
5. Derivate Pirazolon
6. Aksikam
7. Asam salisilat

Aktifitas anti inflamasi dari obat NSAID tersebut mempunyai mekanisme yang sama
dengan aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin.
Proses inflamasinya dikurangi dengan penurunan pelepasan mediator dari granulosit,
basofil, dan sel must. Obat-obat NSAID juga menurunkan sensitivitas pebuluh darah
terhadap bradikinin dan histamine, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T dan
meniadakan vasodilatasi. Semuanya ialah penghambat sintesis protrombin, walau
derajatnya berbeda-beda. Mereka semua juga :
1. Analgesik
2. Antiinflamasi
3. Antipiretik
4. Menghambat agregasi platelet
5. Menyebabkan iritasi lambung
6. Bersifat nofrotoksik

1. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivate dari asam fenilpropionat. Pada dosis 2400 mg,
efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis lebih rendah, hanya efek
analgesiknya yang jelas, sedangkan efek antiinflamasinya sedikit. Waktu paro 2 jam ,
metabolism di hati, 10% diekskresi tanpa di ubah.

2. Fenoprofen
Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2 jam . Dosis anti atritis (inflamasi)
ialah 600-800 mg, 4 kali sehari. Efek smpingnya menyerupai ibuprofen yaitu nefrotoksis,
interik, nausea, dispepsi, udema perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan
kardiovaskuler.

3. Indomethacin
Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih toksik dari aspirin, tetapi
efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga penghambat sintesis prostaglandin. Metabolisme di
hati. Waktu paro serum 2 jam.

4. Sulindac
Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah oleh enzim hati menjadi sulfide, duraksi
aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya menyerupai obat NSAID yang lain. Dapat juga
terjadi sindrom Stevens-Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom nefrotik.
Dosis rata-rata untuk arthritis inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari.

5. Maclofenamate
Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma darah 30-60 menit, waktu paro 2
jam. Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam bentuk konjungasi glukuronid. Efek sampingnya
menyerupai obat NSAID lain, nampaknya tidak mempunyai keistimewaan disbanding yang
lain.
Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan efekasinya pada anak. Dosis untuk
atritis inflamasi ialah 200-400 mg/hari, terbagi dalam 4 dosis.
6. Asam Mefenamat
Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi sebagai antiinflamasi kurang kuat
disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat ini tidak boleh di berikan berturut-turut lebih dari
1 minggu dan tidak diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa), selanjutnya
250 mg.

7. Tolmetin
Suatau derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai aspirin dalam efektivitasnya terhadap
arthritis rematoid dan osteortritis pada penderita dewasa dan remaja. Waktu paronya
pendek 1 jam. Rata-rata dosis dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari

8. Fenilbutazon
Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Akan tetapi di
temukan berbagai pengaruh buruknya seperti : agranulositosis, anemia aplastika, anemia
hemolitik, sindrom nefrotik, neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif
serta nekrosis hepar dan tubuler ren.

9. Piroxicam
Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali sehari. Obat ini cepat
diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari
kadar puncaknya. Keluhan gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk
lainnya ialah dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit.

10. Diflunisal
Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam salisilat. Waktu paronya dalam plasma ialah 8-12
jam dan mencapai steady state setelah beberapa hari. Seperti halnya aspirin, ia mempnyai
efek analgesik dan antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil. Indikasinya ialah nyeri
dan osteoarthritis. Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain

11. Meloxicam
Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat sikloogsigenase-2 selektif (COX-2).
Banyak study menunjukkan bahwa meloxicam mempunyai efek samping pada saluran
gastrointestinal lebih renfdah di banding dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan
antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan
perbedaan dalam hal efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai
sebelum dan sesudah pengobatan.

4 Hipnotik sedative.
Hipnotik Sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang
relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan kantuk, menidurkan, hingga
yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung kepada
dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap
rangsangan emosi dan menenangkan. Obat Hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Obat
hipnotika dan sedatif biasanya merupakan turunan Benzodiazepin. Beberapa obat Hipnotik
Sedatif dari golongan Benzodiazepin digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai
pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas dan sebagai penginduksi anestesis.
Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan aktivitas
mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan.
Hipnotik adalah Zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan untuk
tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.

PENGGOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK


Secara klinis obat-obatan sedatif hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang
berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan
anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan sedatiif hipnotik
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Benzodiazepin
2. Barbiturat
3. Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin

1.Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni
anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia
retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan
benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi
penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan
tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai
pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitoring anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan
penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu
flumazenil.

Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid
(GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi
hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak
dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi
alcohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan
60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum, thalamus). Sementara
efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala).
Perbadaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan
potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah
otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi,
metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam lemak dan terikat kuat
dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic
renal disease akan meningkatkan efek obat ini.
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat transportasi
nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen
jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi
arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung.

Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada pengunaan lama
benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan
yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme
jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan
penyakit paru kronis.
Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi
ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas
opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine,
flumazenil, juga meningkatkan efek analgesic opioid.
Contoh obat :

a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin yang stabil
dalam larutan dan metabolism yang cepat. Obat ini telah menggatikan diazepam selama
operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2
kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan
efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan
pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam. Larutan midazolam dibuat asam dengan pH
< 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan
terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam
lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat
lain.

Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak.
Namun waktu equilibriumnya lebih lambat disbanding propofol dan thiopental. Hanya 50%
dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolism porta
hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan
protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat
distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek daripada waktu paruh
diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada
pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan
dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan
lebih pendek dibanding diazepam.

b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja
yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic
(propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH
6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30
menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih
besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati
plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam
dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat.
Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis
hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.

c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya
klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan
amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.

Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang
dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin >
80% dari dosis yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim
mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat
penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat
disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.

2. Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik
dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik,
barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian
fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate
(2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan
asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai
dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate
berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai
dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak
disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan
tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi
umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya
fenobarbital.

Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus
ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan
menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan
dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam
lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital,
setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan
menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang
kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di
dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi
ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam
bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua
yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang
terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.

Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal,
hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita
psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi
pada penderita usia lanjut.

3. Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1%
larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol
dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-
hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB
(atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan
penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik.
Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat
anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran,
propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih
sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat
dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan
penggunaan lidokain 1%.

Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur
ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui
interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat
di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan
menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron
post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor
komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga
terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.

Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-450.
Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik.
Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut
air sementara metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol
membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan
sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3
efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol
adalah 0,5-1,5 jam.

2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang
ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki
keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan
dapat menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya
menyebabkan delirium.

Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA).
Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor
muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase.
Tidak seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA.
Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat
mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil
sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin
inilah yang menimbulkan efek analgesia.

Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki
aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH
fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara
intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat
dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana
konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di plasma.

3) Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering
digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang
seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti
kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP
memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan
DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot,
kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang
mendapat DMP dan asetaminofen.

5 Anti kejang / epilaptip


Anti Konvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan
pada kasus- kasus kejang karena Epileptik. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan ANTI
EPILEPSI, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf
pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut Bangkitan atau Seizure), dengan
gejala utama kesadaran menurun sampai hilang.Bangkitan ini biasanya disertai kejang
(Konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai
gambaran letupan EEG obsormal dan eksesif. Berdasarkan gambaran EEG, apilepsi dapat
dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksimal.

MEKANISME KERJA
Terdapat dua mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu :
1. Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam
fokus epilepsi.
2. Dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh
dari fokus epilepsi.
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik. Berbagai
obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama
yang mempengaruhi system inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai
antiepilepsi.

EFEK SAMPING DAN CARA MENGATASINYA


Efek samping obat anti konvulsi:
a. Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
b. Tenang
c. Ruam kulit
d. Pembengkakan gusi
e. Penambahan berat badan, rambut rontok
Cara Mengatasi efek samping obat Anti konvulsi:
1. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lain dari benda keras, tajam atau panas.
2. Longgarakan pakaian, bila mungkin miringkan kepala kesamping untuk mencegah
sumbatan jalan nafas.
3. Biarkan kejang berlangsung, jangan memasukkan benda keras diantara gigi karena
dapat mengakibatkan gigi patah.
4. Biarkan istirahat setelah kejang, karena penderita akan bingung atau mengantuk
setelah kejang.
5. laporkan adanya serangan pada kerabat dekat penderita epilepsy ( penting untuk
pemberian pengobatan dari dokter ).
6. Bila serangan berulang dalam waktu singkat atau mengalami luka berat, segera larikan
ke rumah sakit.

Penggolongan
1. Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hamper semua
jenis epilepsi. Contoh fenitoin.
2. Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering
digunakan pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon.
3. Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif dan
anti konvulsif.
4. Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot, hipnotika dan
anti konvulsiv yang termasuk golongan ini adalah desmetildiazepam
yang aktif,klorazepam, klobazepam.
5. Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy umum
tetapi kurang efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi asam
valproat didasarkan meningkatkan kadar asam gama amino butirat acid.

Obat generik, indikasi, kontra indikasi, efek samping


1. Fenitoin
Indikasi : semua jenis epilepsi,kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi : gangguan hati, wanita hamil dan menyusui
Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing nyeri kepala tremor, insomnia.

2. Penobarbital
Indikasi : semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi: depresi pernafasan berat, porifiria
Efek samping :mengantuk, depresi mental

3. Karbamazepin
Indikasi : epilepsi semua jenis kecuali petit mal neuralgia trigeminus
Kontra indikasi: gangguan hati dan ginjal, riwayat depresi sumsum tulang
Efek samping : mual,muntah,pusing, mengantuk, ataksia,bingung

4. Klobazam
Indikasi : terapi tambahan pada epilepsy penggunaan jangka pendek ansietas.
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek samping : mengantuk, pandangan kabur, bingung, amnesia
ketergantungan kadang-kadang nyeri kepala, vertigo hipotensi.

5. Diazepam
Indikasi : status epileptikus, konvulsi akibat keracunan
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek samping : mengantuk, pandangan kabur, bingung, antaksia,
amnesia, ketergantungan, kadang nyeri kepala.

6 Anestesi.
A. Pengertian
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya tidak atau
tanpa" dan aesthtos,"artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum
berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat
anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-
macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada
rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.

1. Definisi Anestesi Umum


Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang
kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya sensasi
yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal, 2006).
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan
depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan
pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan,
merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini
tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk
pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot
(Kartika Sari 2013).

2. Definisi Anestesi Lokal


Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf
ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa
nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya,
adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain)
menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan
rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung
kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah
sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal
pada area pembedahan.

B. Klasifikasi Obat Anestesi


Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :
1. Anestesi Umum
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu
obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan
secara intravena.
a. Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk
induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan
parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal
cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-
paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.

Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :


1) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi
dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50 atmosfir. N2O mempunyai efek
analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg
morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum 35% . Gas ini sering
digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa
sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk
mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk
mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi.
2) Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat
daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar
dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak
larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1
dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume,
tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50%
volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan
pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup
baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat
terjadi pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas
otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga
siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat
menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium,
ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit
ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan
tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan
sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru.
Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air.
Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic
digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan
25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
b. Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan
relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan
jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk
mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang
diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut.
Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian
baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter
misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan,
metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
1) Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali, dengan kadar
dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter
pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan
neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh
neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin,
streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus.
Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air
susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga,
baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan
nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus
yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya
baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat
digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak,
tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran
mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah
dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi
dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga
dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung
terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan.
Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita
kelainan hati.
4) Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai
titik didih 12-13C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan
pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi
cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit
sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan
lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30
tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal
dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar
dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya
penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform,
tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat
karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi
relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi
ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh
lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor.
Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.

c. Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)


Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan obat
anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan
saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang
lain. Termasuk golongan obat ini adalah:
1) Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di
formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan sistem
penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga
dihambat sehingga respons korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat
menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan
nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan
oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:


a) Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat
badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan
2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang
diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis
1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg
dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa
diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk
anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40%
dengan dosis 30 mg/kgBB.
b) Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena
secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang
0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus
(drip)
c) Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena
dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan
secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.

2) Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat
analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.
Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai 20%.
Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan
halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan
dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi
ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi
dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan
setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3) Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia
neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara
intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk.
Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit)
bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada
penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4) Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat,
tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek
penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk
menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga
untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular.
Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam kurang
memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga
digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat
anestesi lokal.
5) Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak
berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus
bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung
, isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat
kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak,
dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat
menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan
menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti
meperidin.
6) Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak
pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum
intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang
terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi
perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan
intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.

2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat
dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas
atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian
tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang
menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran
umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1. Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida.
Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.

3. Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a) Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka
di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses
penyembuhan luka.
b) Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan
yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang
terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c) Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan
terapi.
d) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada
hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian
bawah, perineum atau tungkai bawah.

C. Mekanisme Kerja Obat Anestesi


1. Mekanisme Kerja Anestesi Umum
a. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas
neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan
terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat
melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang
secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang
kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian
dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena
adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan
mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi.Keuntungan anastetika inhalasi
dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat
mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi.
Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi
secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa
anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang
bersifat stabil
b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula
kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru,
misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk
induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat
cepat. Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.
Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan
demikian mengakibatkan anastesia.

2. Mekanisme Kerja Anestesi Lokal


Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan
penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung
pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini menunjukkan
bahwa makin banyak molekul obat memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka
menyebabkan lebih banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard
bila konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya mencakup
sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
1. Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2. Tempat kerja terutama di membran sel
3. Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan ambang
rangsang membran meningkat
4. Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5. Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak
ion via membran.

D. Aktifitas Obat Anestesi


1. Aktifitas Obat Anestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
a) Mula Kerja Anestesi lokal yaitu:
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1) pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi
meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja
cepat.
2) Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3) Konsentrasi obat anestetika lokal
b) Lama kerja Anestesi lokal, yaitu:
Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein
2) Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3) Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

E. Kontra Indikasi Obat Anestesi


1. Kontra Indikasi Anastesi Umum
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami
kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar
atau dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah
koroner
c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian
obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan
peninggian gula darah.

2. Kontra Indikasi Anastesi Lokal


Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
1) Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah diketahui.
Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2) Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
3) Kurangnya prasarana resusitasi.
4) Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5) Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
6) Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7) Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8) Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9) Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
10) Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk
bekerja dengan sempurna.
11) Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.

F. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi


1. Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf
pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi)
bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran
anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan tekanan
atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian dalam
membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi
obat anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer
obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian
konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan
parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a) Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru kedarah
arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan indeks kelarutan
yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap
darah dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek langsung
terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun kecepatan
peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada
kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan
pembagian koefisien darah; gas.
d) Aliran darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer obat
anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan peningkatan
tekanan darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang
sampai tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran terutama
bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang
bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.

2. Farmakdinamik Anastesi Umum


Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan terjadi
penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan
benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak
bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik
lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan
aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan
ambang rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp,
menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk
mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik
pada sinaps, kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang
diperantai reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi,
tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan
GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran
neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara
molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik.
Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran
kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan
tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan
struktur yang nyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat
ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

3. Farmakokinetik Anastesi Lokal


Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang
akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam
memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja
anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal
anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja
efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan
vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin
mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan
mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa
kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk
prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan
efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah
hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus
intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan
lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam
organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi
lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan
usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka
distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi
metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena
anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit
atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak
mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai
waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan
kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan
menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada
binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi
nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran
darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi
kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan
dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa
makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi
cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan
inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih
lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas
yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal
ditentukan oleh:
a) Kadar obat dan potensinya
b) Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c) Pengikatan obat ke jaringan local
d) Kecepatan metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor
(epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi
absorpsi sistemik.
4. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
a. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat
mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat
depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran
kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -
95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic
transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada
otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran
dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.

Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada
satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat,
kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan
akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi
merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran
natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini
dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini
tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat
propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul
lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi
mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan
air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut
dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat
dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan
akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
b. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas
pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan
membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar
ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf,
serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat
kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya
menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:

Efek diameter serabut

Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana
propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan
dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian
pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali
gagalmenyalurkan impuls.Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-
turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal
serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang
lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat
serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf
preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin. Efek
frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti
langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut
sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial
aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan
yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C
adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh
karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada
serabut A alfa. Efek posisi saraf dalam bundle saraf

Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan
oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke
dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum
penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar,
anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan
penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
G. Efek Samping Obat Anestesi
1. Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak
mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ
(jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak
mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata
terus terbuka (golongan Ketamin).
c) Depresi pada susunan saraf pusat.
d) Nyeri tenggorokan.
e) Sakit kepala.
f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,
enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek
ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis,
maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)
pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi
dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang
terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek
samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat
anestesi yang tidak melebihi dosis.
2. Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem
organ tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena
kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya
memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang
adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi
dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah
bangkitan kejang.
b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan
membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi
lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,
eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan
kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat
pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan
metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin menjadi
methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.

H. Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi


1. Syarat Ideal Anestesi Umum
Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a) Memberi induksi yang halus dan cepat.
b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c) Timbulkan keadaan amnesia
d) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan.
e) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup
untuk tempat operasi.
f) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung
lama

2. Syarat Ideal Anestesi Lokal


Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a) Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b) Batas keamanan harus lebar
c) Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d) Tidak menimbulkan alergi.
e) Harus netral dan bening.
f) Toksisitas harus sekecil mungkin.
g) Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h) Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang
cukup lama
i) Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.

D. Golongan vitamin dan suplemen


Vitamin dibagi menjadi dua golongan yaitu ,vitamin larut air (vitamin B kompleks
dan vitamin C) dan vitamin larut lemak (vitamin A,D,E,K).
Mekanisme kerja vitamin yang larut dalam air
vitamin larut dalam air hanya dapat disimpan dalam jumlah sedikit dan biasanya
akan segera hilang bersama aliran makanan. Saat suatu bahan pangan dicerna
oleh tubuh, vitamin yang terlepas akan masuk ke dalam aliran darah dan
beredar ke seluruh bagian tubuh
Mekanisme vitamin yang larut dalam lemak
Vitamin yang larut dalam lemak akan disimpan di dalam jaringan adiposa
(lemak) dan di dalam hati. Vitamin ini kemudian akan dikeluarkan dan diedarkan
ke seluruh tubuh saat dibutuhkan. Beberapa jenis vitamin hanya dapat disimpan
beberapa hari saja di dalam tubuh, sedangkan jenis vitamin lain dapat bertahan
hingga 6 bulan lamanya di dalam tubuh.

Dosis dan pemberian yang larut dalam air dan lemak


Vitamin A. Dosis yang disarankan 900 ug Dosis maksimal 3.000 ug.

Vitamin B1. Dosis yang disarankan 1,2 mg Dosis maksimal N/D.

Vitamin B2. Dosis yang disarankan 1,3 mg Dosis maksimal N/D.

Vitamin B3. Dosis yang disarankan 16 mg Dosis maksimal 35 mg.

Vitamin B5. Dosis yang disarankan 5 mg Dosis maksimal N/D.

Vitamin B6. Dosis yang disarankan 1,3 - 1,7 mg Dosis maksimal 100
mg.

Vitamin B7. Dosis yang disarankan 30 ug Dosis maksimal N/D.

Vitamin B9. Dosis maksimal 400 ug Dosis maksimal 1.000 ug.

Vitamin B12. Dosis yang disarankan 2,4 ug dosis maksimal N/D.

Vitamin C. Dosis yang disarankan 90 mg Dosis maksimal 2.000 mg.

Vitamin D. Dosis yang disarankan 10 ug maksimal 50 ug.

Vitamin E. Dosis yang disarankan 15 mg Dosis maksimal 1.000 mg.

Vitamin K. Dosis yang disarankan 120 ug Dosis maksimal N/D.

Efek samping
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang penting bagi penglihatan normal dan
produksi sel di dalam tubuh. Gejala overdosis vitamin A:

Penglihatan kabur
Pusing
Keadaan pingsan
Haid tidak teratur
Mual
Insomnia
Diare
Ruam kulit
Nyeri sendi
Sakit kepala

Overdosis vitamin B

Vitamin B, juga dikenal sebagai B kompleks, adalah satu set vitamin B1


(thiamin), B2 (riboflavin), B3 (niacin), B6 (pyridoxine), B9 (asam folat),
dan B12 (cobalamin).
Gejala overdosis vitamin B:

Susah bernapas
Nyeri dengan sensai terbakar
Mati rasa di kaki dan tangan
Kehilangan koordinasi otot
sakit kepala
Depresi
Kelumpuhan

Overdosis vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat sangat penting untuk meningkatkan


sistem kekebalan tubuh dan juga untuk menyembuhkan luka lebih
cepat.
Gejala overdosis vitamin C:

Sariawan
Batu ginjal
Diare
Sakit perut
Badan panas
Sakit perut
Insomnia

Overdosis vitamin D

Vitamin D atau calciferol diperlukan untuk penyerapan kalsium serta


pertumbuhan dan pemeliharaan tulang dalam tubuh.
Gejala overdosis vitamin D:

Kelemahan otot
Sakit kepala
Tuli
Kehilangan nafsu makan
Mual
Kelelahan
Muntah
Nyeri tulang

Overdosis vitamin E

Vitamin E merupakan antioksidan penting yang juga diperlukan untuk


reproduksi normal pada manusia.
Gejala overdosis vitamin E adalah:

Hipertensi
Kelemahan otot
Kelelahan
Payudara lunak
Lambat penyembuhan luka

Overdosis vitamin K
Vitamin K merupakan vitamin penting yang dibutuhkan oleh tubuh
karena membantu dalam penggumpalan darah.
Gejala overdosis vitamin K meliputi:

Mual
Muntah
Anemia
Diare
Ruam kulit

E. Golongan obat hormon

Gonadotropin dengan agonis GnRH, obat ini biasanya digunakan untuk kasus yang
gagal diobati dengan Clomiphene citrate. Gonadotropin secara langsung merangsang
kelenjar hipofisis untuk melepaskan lebih banyak FSH dan LH. Jenisnya ada yang
merupakan rekombinan FSH (murni) atau yang mengandung kombinasi FSH dan LH
(hMG). Nama merek untuk obat ini antara lain: Pergonal , Humegon , dan Repronex
atau teknologi rekombinan yang dihasilkan gonadotropin seperti Follistim dan Gonal F.
Kebanyakan dokter memulai perawatan dengan gonadotropin pada hari 2,3 atau 4
siklus menstruasi. Pengobatan gonadotropin memerlukan serangkaian suntikan dan
pemantauan lebih intensif daripada penggunaan clomiphene citrate dan tentunya
jauh lebih mahal.
Progesteron adalah hormon yang mendukung perkembangan lapisan rahim
(endometrium) pada fase luteal dan mempersiapkan endometrium untuk tempat
menempelnya embrio. Suplemen progesteron kadang-kadang digunakan dengan
clomiphene dan/atau gonadotropin. Progesteron dapat diberikan melalui suntikan
intramuskular, bisa juga dengan pemberian obat melalui vagina (suppositoria vagina).
Bromocriptine (Parlodel), merupakan obat yang dirancang untuk menurunkan kadar
prolaktin dalam aliran darah. Bromocriptine diresepkan dalam kasus prolaktin tinggi
dan menghasilkan 85-90% tingkat keberhasilan ovulasi (di mana tidak terdapat faktor
ketidaksuburan lainnya). Prolaktin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisis yang biasanya meningkat selama kehamilan dan menyusui. Namun terkadang
meningkat pada wanita yang tidak hamil dan tidak menyusui yang dapat
menyebabkan siklus haid tidak teratur. Obat lain yang serupa adalah pergolide, dijual
sebagai Permax. Obat ini diberikan secara oral dalam dosis kecil dan meningkat sesuai
kebutuhan. Efek samping yang paling umum terjadi di antaranya adalah mengantuk
dan mual.
Kortikosteroid. Dalam beberapa wanita, kelenjar adrenal dapat menghasilkan jumlah
kelebihan androgen, atau hormon tipe laki-laki. Peningkatan kadar androgen ini,
seperti testosteron dan androstenedion, dapat mengganggu ovulasi. Dalam kasus ini,
dosis rendah kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan kadar androgen ke
kisaran normal. Satu obat yang biasa digunakan untuk ini adalah deksametason. Hal
ini diberikan dalam dosis yang sangat rendah yang hampir tidak menimbulkan efek
samping yang serius.
Thyroid, kelenjar tiroid yang normal sangat penting dalam terjadinya ovulasi.
kekurangan hormon ini akan mengganggu metabolisme tubuh yang menyebabkan sel
telur tidak matang. Tes darah yang sederhana biasanya dapat mendeteksi adanya
masalah dari kelenjar tiroid ini. Dalam kasus seperti ini, suplemen hormon tiroid,
seperti Synthroid diperlukan agar terjadi ovulasi normal.

Anda mungkin juga menyukai