Komunikasi, Penalaran, Representasi Dan Koneksi Matematis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika diberikan kepada semua siswa tanpa terkecuali agar terlatih
berpikir secara logis, analitis, sistematis, dan kreatif. Dengan kompetensi-
kompetensi tersebut diharapkan siswa dapat memiliki kemampuan menerima,
mengelola, dan memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya untuk bertahan
hidup dalam keadaan yang selalu berubah dan kompetitif. Latihan berpikir,
merumuskan dan memecahkan masalah serta mengambil kesimpulan akan
membantu siswa untuk mengembangkan pemikirannya atau intelegensinya.
Dengan demikian, semakin banyak siswa berlatih memecahkan masalah
matematis maka akan semakin mengerti dan berkembang cara berpikirnya.
Kemahiran siswa dalam memecahkan masalah matematis, dipengaruhi
oleh kemampuannya dalam memahami matematika. Kemampuan bernalar
berperan penting dalam memahami matematika. Bernalar secara matematis
merupakan suatu kebiasaan berpikir, dan layaknya suatu kebiasaan, maka
penalaran semestinya menjadi bagian yang konsisten dalam setiap pengalaman-
pengalaman matematis siswa. Dari pengalaman-pengalaman awal siswa belajar
materi matematika, penting bagi guru untuk membantu siswa memahami bahwa
penegasan-penegasan harus selalu mempunyai alasan.
Komunikasi matematis berperan penting pada proses pemecahan masalah.
Melalui komunikasi ide bisa menjadi objek yang dihasilkan dari sebuah refleksi,
penghalusan, diskusi, dan pengembangan. Proses komunikasi juga membantu
dalam proses pembangunan makna dan pempublikasian ide. Ketika para siswa
ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang matematika dan mengomunikasikan
hasil pikiran mereka secara lisan atau dalam bentuk tulisan, sebenarnya mereka
sedang belajar menjelaskan dan meyakinkan. Mendengarkan penjelasan lain,
berarti sedang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
pemahaman mereka.

1
2

Dalam NCTM 2000, di Amerika, disebutkan bahwa terdapat lima


kemampuan dasar matematika yang merupakan standar yakni pemecahan masalah
(problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi
(communication), koneksi (connections), dan representasi (representation).
Dengan mengacu pada lima standar kemampuan NCTM di atas, maka dalam
tujuan pembelajaran matematika yang ditetapkan dalam Kurikulum 2006 yang
dikeluarkan Depdiknas pada hakekatnya meliputi (1) koneksi antar konsep dalam
matematika dan penggunaannya dalam memecahkan masalah, (2) penalaran, (3)
pemecahan masalah, (4) komunikasi dan representasi, dan (5) faktor afektif. Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai 4 kemampuan matematis
yang harus dimiliki oleh peserta didik yaitu, komunikasi, penalaran, representasi
dan koneksi matematis
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah
Komunikasi, penalaran, representasi dan koneksi matematis itu dalam
pembelajaran matematika ?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui Konunikasi, penalaran,
representasi dan koneksi matematis dalam pembelajaran matematika.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komunikasi Matematis
Komunikasi (secara konseptual) yaitu memberitahukan dan menyebarkan
berita, pengetahuan, pikiran-pikiran dan nilai-nilai dengan maksud untuk
menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan menjadi milik bersama.
Secara umum komunikasi mengandung pengertian memberikan informasi, pesan,
gagasan, ide, pikiran, perasaan kepada orang lain dengan maksud agar orang lain
berpartisipasi, yang pada akhirnya informasi, pesan, gagasan, ide, pikiran,
perasaan tersebut menjadi milik bersama antara komunikator (sumber) dan
komunikan (penerima).
Mnurut Suparno (2001) komunikasi adalah suatu proses penyampaian
pesan oleh sumber melalui saluran-saluran tertentu kepada penerima atau
receiver. Dalam setiap peristiwa komunikasi terkandung sejumlah unsur
diantaranya pesan yang disampaikan, pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa
komunikasi tersebut, serta cara penyampaian pesan serta teknologi yang dijadikan
sarana. Pesan dapat berbentuk lisan maupun tulisan, bersifat verbal maupun non
verbal, dalam arti bahwa simbol-simbol yang disepakati tidak diucapkan tetapi
disampaikan melalui cara/alat selain kata-kata dan mempunyai makna yang
dipahami oleh keduanya. Untuk mencapai interaksi dalam pembelajaran perlu
adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa. Sering dijumpai
kegagalan pembelajaran disebabkan lemahnya komunikasi antara guru dan siswa.
Jika para siswa hanya pasif dalam pembelajaran akan mengakibatkan guru tidak
dapat menetahui tingkat kesukaran yang dihadapi masing-masing peserta didik.
Untuk itulah guru perlu mengembangkan pola komunikasi yang efektif dalam
proses pembelajaran.
Menurut Asikin (2001) komunikasi dalam pembelajaran dapat diartikan
sebagai suatu peristiwa saling dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas
dimana terjadi pengalihan pesan dan makna budaya. Pihak yang terlibat dalam
komunikasi di kelas adalah guru dan siswa. Komunikasi matematika adalah

3
4

proses menyatakan dan menafsirkan gagasaan matematika secara lisan, evaluasi,


atau mendemonstrasikannya.
Indikator kemampuan komunikasi matematika adalah sebagai berikut :
1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide
matematika.
Contohnya adalah peserta didik mampu memecahkan masalah matematika
yang sedang dihadapi melalui benda nyata yang terdapat disekitarnya dan
kaitannya dengan materi yang sedang dipelajari.
2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan,
dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
Contohnya adalah peserta didik dapat mengingat kembali pengalaman
yang pernah dialaminya untuk memecahkan permasalahan matematika
yang sedang dihadapi dengan menggunakan gambar.
3. Menyatakan peristiwa seharihari dalam bahasa/simbol matematika.
Contohnya adalah peserta didik dapat membuat soal cerita dengan kalimat
yang baik tentang kaitannya antara materi yang sedang dipelajari dengan
peristiwa di sekitarnya.
4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
Contohnya adalah peserta didik dapat menuliskan kembali dengan benar
kesimpulan dari materi yang telah dipelajari dengan menggunakan bahasa
mereka sendiri
5. Membaca presentasi matematika evaluasi dan menyusun pertanyaan yang
relevan.
Contohnya adalah peserta didik dapat membuktikan permasalahan
matematika tentang materi yang sedang dipelajari.
6. Menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.
Contohnya adalah peserta didik dapat memberikan contoh permasalahan
matematika yang sedang terjadi di daerahnya dan berhubungan dengan materi
yang telah dipelajari kemudian menuliskannya dalam bentuk soal cerita
Komunikasi dalam matematika dapat membantu mempertajam cara berpikir
siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan materi
5

matematika dan dapat merefleksikan pemahaman matematika, dapat


mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika para siswa, untuk
mengkontruksi pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah, dan
peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, peningkatan ketrampilan
sosial, serta menjadi alat yang sangat bermakna untuk membentuk komunitas
matematika yang inklusif.
Menurut Baroody, ada lima aspek komunikasi. Kelima aspek itu adalah:
1. Representasi (representating) adalah: (a) bentuk baru sebagai hasil
translasi dari suatu masalah, atau ide, (b) translasi suatu diagram atau
model fisik ke dalam simbol atau kata-kata. Misalnya, representasi bentuk
perkalian ke dalam beberapa model konkret, dan representasi suatu
diagram ke dalam bentuk simbol atau kata-kata. Representasi dapat
membantu anak menjelaskan konsep atau ide, dan memudahkan anak
mendapatkan strategi pemecahan. Selain itu, penggunaan representasi
dapat meningkatkan fleksibilitas dalam menjawab soal-soal matematik.
2. Mendengar (listening) merupakan aspek penting dalam suatu diskusi.
Siswa tidak akan mampu berkomentar dengan baik apabila tidak mampu
mengambil inti sari dari topik diskusi. Siswa sebaiknya mendengar dengan
hati-hati manakala ada pertanyaan dan komentar dari temannya.
3. Membaca (reading) adalah aktivitas membaca teks secara aktif untuk
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Pembaca
yang baik terlibat aktif dengan teks bacaan dengan cara: (a) membangun
pengetahuan dalam pikiran mereka berdasarkan apa yang telah mereka
ketahui, (b) menggunakan strategi untuk memahami teks bacaan dan
mengorganisasikannya dalam bentuk visual berupa bagan, diagram, atau
outline, (c) memonitor, merencanakan dan mengatur pembentukan makna,
(d) membangun penafsiran atau pemahaman teks bacaan yang bermakna
dalam memori jangka pendek, dan (e) menggunakan strategi dan
pengetahuan yang sudah ada yang digali dalam memori jangka panjang.
4. Diskusi (discussing) merupakan sarana untuk mengungkapkan dan
merefleksikan pikiran siswa. Beberapa kelebihan dari diskusi kelas, yaitu
6

antara lain: (a) dapat mempercepat pemahaman materi pembelajaran dan


kemahiran menggunakan strategi, (b) membantu siswa mengkonstruk
pemahaman matematk, (c) menginformasikan bahwa, para ahli matematika
matematika biasanya tidak memecahkan masalah sendiri-sendiri, tetapi
membangun ide bersama pakar lainnya dalam suatu tim, dan (d) membantu
siswa menganalisis dan memecahkan masalah secara bijaksana.
5. Menulis (writing) adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk
mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Menulis adalah alat yang
bermanfaat dari berpikir karena melalui berpikir, siswa memperoleh
pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif.
Kemampuan komunikasi akan menjadi penting ketika diskusi dilakukan antar
siswa, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan,
mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada
pemahaman yang mendalam tentang matematika. Para siswa diberikan kesempatan
untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, hal
tersebut menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang
satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang
menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata para siswa belajar sebagian besar dari
berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka.
B. Penalaran Matematis
1. Pengertian Penalaran Matematis
Matematika pada dasarnya suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir,
oleh karena itu matematika sangat diperlukan baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga perlu dibekalkan kepada
peserta didik, bahkan sejak jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak. Matematika
pada hakikatnya merupakan suatu ilmu yang cara bernalarnya deduktif formal dan
abstrak (objek-objek penelaahannya abstrak, hanya ada dalam pemikiran manusia
sehingga hanya suatu hasil karya dari kerja otak manusia). Objek penelaahan
matematika tidak sekedar kuantitas berupa bilangan-bilangan serta operasinya
yang tidak banyak artinya dalam matematika, tetapi lebih dititikberatkan kepada
hubungan, pola, bentuk, dan stuktur (unsur ruang).
7

Pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika memerlukan


kemampuan penalaran. Melalui penalaran, siswa diharapkan dapat melihat bahwa
matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian
siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan,
dan dapat dievaluasi. Dan untuk mengerjakan hal-hal yang berhubungan
diperlukan bernalar.
Menurut Lithner (2008) dalam Abiyasa, penalaran adalah pemikiran yang
diadopsi untuk menghasilkan pernyataan dan mencapai kesimpulan pada
pemecahan masalah yang tidak selalu didasarkan pada logika formal sehingga
tidak terbatas pada bukti. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses, suatu aktivitas berpikir
untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar dan
berdasarkan pada pernyataan yang kebenarannya sudah dibuktikan atau sudah
diasumsikan sebelumnya.
Definisi berbeda diungkapkan oleh Bjuland (2007) dalam Abiyasa yang
mendefinisikan penalaran berdasarkan pada tiga model pemecahan masalah Polya.
Menurut Polya, penalaran merupakan lima proses yang saling terkait dari aktivitas
berpikir matematik yang dikategorikan sebagai sense-making, conjecturing,
convincing, reflecting, dan generalising. Pendapat Bjuland menggambarkan
aktivitas bernalar matematik dengan menganalisis situasi-situasi matematik,
memprediksi, membangun argumen-argumen secara logis dan mengevaluasi.
Menganalisis situasi-situasi matematik secara teliti berarti melihat dan
membangun keterkaitan antar ide atau konsep matematik, antara matematika
dengan objek-objek yang lain, dan antara matematika dengan kehidupan sehari-
hari.
Penalaran matematika diperlukan untuk menentukan apakah sebuah
argumen matematika benar atau salah dan dipakai untuk membangun suatu
argumen matematika. Penalaran matematika tidak hanya penting untuk melakukan
pembuktian atau pemeriksaan program, tetapi juga untuk inferensi dalam suatu
sistem kecerdasan buatan. Pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika
memerlukan kemampuan penalaran. Melalui penalaran, siswa diharapkan dapat
8

melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan
demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan,
dibuktikan, dan dapat dievaluasi. Dan untuk mengerjakan hal-hal yang
berhubungan diperlukan bernalar.
Istilah penalaran matematika atau biasa yang dikenal dengan penalaran
matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical reasoning. Karin
Brodie menyatakan bahwa, Mathematical reasoning is reasoning about and with
the object of mathematics (Brodie, 2010:7) dalam Abiyasa. Pernyataan tersebut
dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah penalaran mengenai objek
matematika. Objek matematika dalam hal ini adalah cabang-cabang matematika
yang dipelajari seperti statistika, aljabar, geometri dan sebagainya.
Referensi lain yaitu Math Glossary menyatakan definisi penalaran
matematis adalah Mathematical reasoning: thinking through math problems
logically in order to arrive at solutions. It involves being able to identify what is
important and unimportant in solving a problem and to explain or justify a
solution. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah
berpikir mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara logis untuk
memperoleh penyelesaian. Penalaran matematis juga mensyaratkan kemampuan
untuk memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan sebuah
permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas sebuah
penyelesaian.
Dari definisi yang tercantum pada Math Glossary tersebut, dapat diketahui
bahwa terdapat dua hal yang harus dimiliki siswa dalam melakukan penalaran
matematis yaitu kemampuan menjalankan prosedural penyelesaian masalah secara
matematis dan kemampuan menjelaskan atau memberikan alasan atas
penyelesaian yang dilakukan.
2. Jenis-jenis penalaran matematis
Penalaran merupakan tahapan berpikir matematika tingkat tinggi,
mencakup kapasitas untuk berpikir secara logis dan sistematis. Penalaran secara
garis besar digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran
deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat
9

umum berdasarkan data yang teramati. Terkait penalaran induktif, Polya (1973)
dalam Abiyasa menyatakan bahwa:
Yes, mathematics has two faces, it is the rigorous science of Euclid but it is
also something else. Mathematics presented in the Euclidean way appears as
a systematic, deductive science, but mathematics in the making appears as an
experimental, inductive science.
Pernyataan Polya tersebut menunjukkan bahwa penalaran induktif itu
penting. Sejalan dengan penyataan Polya, Depdiknas sebagaimana dikutip Shadiq
(2009) menyatakan bahwa: Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif,
yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis
dan kebenaran sebelumnya. Namu demikian, dalam pembelajaran, pemahan
konsep sering diawali secara induktif melalui pengalaman nyata atau intuisi.
Proses induktif dan deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep
matematika.
Beberapa ahli mengklasifikasikan kemampuan penalaran kedalam
beberapa jenis kegiatan bernalar yang berdasarkan pada proses penarikan
kesimpulan. Menurut Sumarmo (2010), secara garis besar penalaran dapat
digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif,
sedangkan menurut Baroody (1993), penalaran matematis diklasifikasikan dalam
tiga jenis penalaran yaitu intuitif, deduktif, dan induktif.
a. Penalaran Intuitif
Baroody (1993) menjelaskan bahhwa penalaran intuitif merupakan
penalaran yang memainkan intuisi sehingga memerlukan kesiapan pengetahuan.
Konklusi diperoleh dari apa yang dianggapnya benar sehingga pemahaman yang
mendalam terhadap suatu pengetahuan berperan penting dalam melakukan proses
bernalar intuitif.
b. Penalaran Induktif
Penalaran induktif diartikan Sumarmo (2010) sebagai penarikan
kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati
dengan nilai kebenaran yang dapat bersifat benar atau salah. Hal yang sama,
Baroody (1993) menyatakan bahwa penalaran induktif dimulai dengan memeriksa
10

kasus tertentu kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Dengan kata lain,
dalam penalaran induktif diperlukan aktivitas mengamati contoh-contoh spesifik
dan sebuah pola dasar atau keteraturan.
Penalaran induktif merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu
aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan
baru yang bersifat umum (general) berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus
yang diketahui benar. Dalam hal ini telah terjadi proses berpikir yang berusaha
menhubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi khusus yang sudah
diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Misalkan, jika ada siswa diminta untuk menunjukkan bahwa jumlah besar
sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800, lalu setiap siswa diminta untuk membuat
model segitiga sembarang dari kertas, menggunting sudut-sudut segitiga tersebut,
dan mengimpitkannya. Diantara siswa mungkin ada yang membuat segitiga siku-
siku, ada yang membuat segitiga sama kaki, sama sisi atau segitiga sembarang.
Dari hasil yang diperoleh siswa menunjukkan hasil yang sama, yaitu jumlah besar
sudut-sudut segitiga adalah 1800. Berdasarkan hal ini, dari beberapa kasus khusus
itu yaitu dari setiap segitiga, akan didapat hasil yang sama sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan yang bersifat umum bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu
segitiga adalah 1800.
Pernyataan atau kesimpulan yang didapat dari penalaran induktif bisa
bernilai benar atau salah. Karenanya, di dalam matematika kesimpulan yang
didapat dari proses penalaran induktif masih disebut dengan dugaan (conjecture).
Kesimpulan tersebut boleh jadi valid pada contoh yang diperiksa, tetapi tidak
dapat diterapkan pada keseluruhan contoh. Sebagai contoh, siswa diminta
menentukan aturan yang digunakan untuk bilangan-bilangan 2, 4, 6. Jika aturan
itu adalah suatu barisan bilangan genap, maka aturan itu sesuai dengan contoh.
Tetapi, jika contohnya lebih bervariasi, misalnya 2, 3, 5, maka aturan semula tidak
dapat lagi digunakan.
Dengan demikian melalui penalaran indiktif dapat dihasilkan suatu
kesimpulan yang benar berkenaan dengan contoh khusus yang dipelajari, tetapi
kesimpulan tersebut tidak terjamin untuk generalisasi. Meskipun penarikan
11

kesimpulan dengan penalaran induktif tidak valid, tetapi penalaran induktif sangat
bermanfaat dalam pengembangan matematika. Beberapa kegiatan yang tergolong
ke dalam penalaran induktif menurut Sumarmo (2010) antara lain:
1) transduktif, yaitu menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus
yang satu diterapkan pada kasus khusus lainnya.
2) analogi, yaitupenarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau
proses.
3) generalisasi, yaitu penarikan kesimpulan umum berdasar pada sejumlah
data yang teramati.
4) memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan interpolasi, dan
ekstrapolasi.
5) memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang
ada.
6) menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun
dugaan.
Dengan demikian penalaran induktif merupakan aktivitas penarikan
kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan pada data-data berupa contoh-contoh
khusus dan pola atau keteraturan yang diamati. Nilai kebenaran suatu penalaran
induktif dapat benar atau salah tergantung pada argumen selama penarikan
kesimpulan.
c. Penalaran deduktif
Deduksi didefinisikan sebagai proses penalaran yang menerapkan hal-hal
yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian
yang khusus. Pada penalaran deduktif proses penalaran konklusinya diturunkan
secara mutlak dari premis-premisnya. Pada deduksi yang valid atau sahih,
kesimpulan yang didapat dinyatakan tidak akan pernah salah jika premis-
premisnya bernilai benar.
Baroody (1993) mendefinisikan penalaran deduktif sebagai suatu aktivitas
yang dimulai dengan premis-premis (dalil umum) yang mengarah pada sebuah
kesimpulan tak terelakkan tentang contoh tertentu. Penalaran deduktif melibatkan
suatu proses pengambilan kesimpulan yang berdasarkan pada apa yang diberikan,
12

selain itu berlangsung dari aturan umum untuk suatu kesimpulan tentang kasus
yang lebih spesifik. Menurut Sumarmo (2010), penalaran deduktif adalah
penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam
penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-
sama.
Melalui penalaran deduktif dapat menyimpulkan informasi lebih banyak
daripada penalaran induktif. Artinya, dari keterangan tertentu dapat ditarik
kesimpulan tentang hal-hal lain tanpa perlu memeriksanya secara langsung.
Sebagai contoh, selalu dapat ditambahkan satu dari suatu bilangan. Dari
keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada bilangan terbesar atau
bilangan terakhir, melainkan tak terbatas. Penalaran deduktif dapat menentukan
apakah suatu konjektur yang muncul dikarenakan suatu intuisi atau deduksi secara
logis serta konsisten dan apakah penalaran itu hanya untuk kasus-kasus tertentu
atau kasus yang lebih umum.
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang
disepakati. Kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif antara lain:
1) melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.
2) menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa
validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid.
3) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, serta
pembuktian dengan induksi matematika (Sumarmo, 2010).
Dalam penalaran deduktif, penarikan kesimpulannya tidak boleh
bertentangan dengan pernyataan-pernyataan yang sebelumnya telah dianggap
benar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jacobs (Abiyasa, 2016), Deductive
reasoning is a method of drawing conclusions from facts that we accept as true by
using logic. Artinya, penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan
dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika.
3. Indikator Penalaran Matematis
Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran matematika bila ia mampu
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
13

pernyataan matematika. Dalam kaitan ini, pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen
Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004
tentang rapor diuraikan bahwa indikator siswa yang memiliki kemampuan dalam
penalaran matematika adalah:
a. mengajukan dugaan.
b. melakukan manipulasi matematika.
c. menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi.
d. menarik kesimpulan dari pernyataan.
e. memeriksa kesahihan suatu argumen.
f. menemukan sifat gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Sedangkan menurut Sumarmo, indikator penalaran matematika pada
pembelajaran matematika antara lain, siswa dapat: (a) menarik kesimpulan logis,
(b) memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan, (c)
memperkirakan jawaban dan proses solusi, (d) menggunakan pola dan hubungan
untuk menganalisis situasi matematik, (e) menyusun dan menguji konjektur, (f)
merumuskan lawan contoh (counter example), (g) mengikuti aturan inferensi,
memeriksa validitas argumen, (h) menyusun argumen yang valid, dan (i)
menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi
matematika.
C. Representasi Matematis
1. Pengertian Representasi Matematis
Menurut NCTM, representasi membantu menggambarkan, menjelaskan,
atau memperluas ide matematika dengan berfokus pada fitur-fitur pentingnya.
Representasi meliputi symbol, persamaan, kata-kata, gambar, tabel, grafik, objek
manipulative, dan tindakan serta mental, ara internal berpikir tentang ide
matematika. Representasi adalah alat berpikir yang kuat, namun bagi banyak
siswa, kekuatan ini tidak dapat diakses kecuali mereka menerima bimbingan
terarah dalam mengembangkan repretoar mereka.
Semakin banyak terlibat belajar matematika, siswa dapat memperluas
pemahaman ide matematika atau hubungan dengan berpindah dari satu jenis
14

representasi ke representasi berbeda dari hubungan yang sama. Ini adalah salah
satu alasan bahwa penting bagi siswa untuk menggunakan berbagai bahan
manipulatif, yang selanjutnya berkaitan dengan metode untuk memecahkan
masalah. Melalui proses ini, siswa dapat bergerak dari representasi informal ke
representasi formal, bahkan abstrak.
Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli berkenaan tentang
representasi yaitu:
1. Representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi
masalah atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk
menemukan solusi, sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan
dengan objek, gambar, kata-kata, atau symbol matematika (Jones & Knuth,
1991)
2. Representasi merupakan cara yang digunakan seseorang untuk
mengkomunikasikan jawaban atau gagasan matematik yang bersangkutan
(Cai, Lane & Jacabesin dalam Syarifah Fadillah).
3. Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-
ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang
ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari
masalah yang sedang dihadapinya (NCTM)
4. Representasi didefinisikan sebagai aktivitas atau hubungan dimana satu hal
mewakili hal lain sampai pada suatu level tertentu, untuk tujuan tertentu,
dan yang kedua oleh subjek atau interpretasi pikiran. Representasi
menggantikan atau mengenai pergantian sutau objek, yang diperoleh dari
pengalaman tentang tanda representasi (Parmentier dalam Syarifah
Fadillah)
5. Representasi merupakan proses pengembangan mental yang sudah
dimiliki seseorang, yang terungkap dan divisualisasikan dalam berbagai
model mamtematika, yakni: verbal, gambar, benda konkret, tabel, model-
model manipulatif atau kombinasi semuanya (Steffe, Weigel, Schultz,
Waters, Joijner & Reijs dalam Syarifah Fadillah)
15

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi


adalah ungkapa-ungkapan dari ide matematika yang ditampilkan siswa sebagai
model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk
menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapinya sebagai hasil dari
interpretasi pikirannya. Suatu masalah dapat diinterpretasikan melalui gambar,
kata-kata (verbal), tabel, benda konkret, atau symbol matematika. Dengan
representasi matematik, siswa diajak untuk menggambarkan, menerjemahkan,
mengungkapkan sampai membuat model dari ide-ide atau konsep-konsep
matematika dan hubungan diantaranya kedalam bentuk matematika yang beragam.
D. Koneksi Matematis
1. Kemampuan Koneksi Matematis
Koneksi matematis merupakan dua kata yang berasal dari Mathematical
Connection, yang dipopulerkan oleh NCTM dan dijadikan sebagai standar
kurikulum pembelajaran matematika sekolah dasar dan menengah (Sumarmo,
2006). Untuk dapat melakukan koneksi terlebih dahulu harus mengerti dengan
permasalahannya dan untuk dapat mengerti permasalahan harus mampu membuat
koneksi dengan topik-topik yang terkait. Bruner (Suherman, 2001) menyatakan
bahwa tidak ada konsep atau operasi dalam matematika yang tidak terkoneksi
dengan konsep atau operasi lain dalam suatu sistem, karena suatu kenyataan
bahwa esensi matematika merupakan sesuatu yang selalu terkait dengan sesuatu
yang lain. Membuat koneksi merupakan cara untuk menciptakan pemahaman dan
sebaliknya memahami sesuatu berarti membuat koneksi. Persepsi bahwa konsep-
konsep matematika merupakan konsep-konsep yang saling berkaitan haruslah
meresap dalam pembelajaran matematika di sekolah. Jika persepsi ini sebagai
landasan guru dalam pembelajaran matematika maka setiap mengkaji materi
selalu mengaitkan dengan materi lain dari kehidupan sehari-hari.
Koneksi matematis adalah pengaitan matematika dengan pelajaran lain
atau topik lain. Menurut NCTM (1989), ada dua tipe umum koneksi matematis,
yaitu modeling connection dan mathematical connections. Modelling connections
merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul di dunia nyata atau
dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematisnya, sedangkan
16

mathematical connections adalah hubungan antara dua representasi yang


ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing representasi.
Koneksi dalam matematika merupakan hubungan dari ide-ide atau gagasan yang
digunakan untuk merumuskan dan menguji topik-topik matematika secara
deduktif.Konsep dan prosedur matematika dikembangkan untuk menyelesaikan
masalah matematika dan juga ilmu selain matematika. Indikator untuk
kemampuan koneksi matematika siswa (Sumarmo, 2006): (1) Mencari dan
memahami hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur. (2)
Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari. (3)
Memahami representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama. (4) Mencari
koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen. (5)
Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antara topik matematika
dengan topik lain.
2. Indikator Kemampuan Koneksi Matematis
Menurut NCTM (National Council of Teacher of Mathematics) (2000: 64),
indikator untuk kemampuan koneksi matematika yaitu: (1) Mengenali dan
memanfaatkan hubungan-hubungan antara gagasan dalam matematika; (2)
Memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam matematika saling berhubungan
dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren; (3)
Mengenali dan menerapkan matematika dalam kontek-konteks di luar matematika.
Sumarmo (Rohendi & Jojon, 2013) mendeskripsikan indikator koneksi
matematis, antara lain: (1) Menemukan hubungan dari berbagai representasi
tentang konsep dan prosedur matematika. (2) Memahami hubungan antar topic
dalam matematika. (3) Mampu menggunakan matematika dalam penyelesaian
masalah dalam kehidupan sehari-hari. (4) Memahami representasi konsep yang
ekuivalen. (5) Menemukan hubungan antara prosedur satu dengan yang lainnya
yang ekuivalen. (6) Menggunakan koneksi antara matematika dengan matematika
sendiri maupun dengan ilmu yang lainnya. Banyak pandangan bahwa matematika
adalah angka-angka yang saling terpisah, bukan konsep-konsep yang saling
berhubungan. Pemahaman siswa akan lebih mendalam jika siswa dapat
17

mengaitkan antar konsep yang telah diketahui siswa dengan konsep baru yang
akan dipelajari oleh siswa.
Berdasarkan beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu
representasi konsep dan prosedur, memahami antar topik matematika, dan
kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematika dalam bidang lain atau
dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat lima kemampuan dasar matematika yang merupakan standar
yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and
proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi
(representation). Penalaran dan komunikasi merupakan salah satu aspek penilaian
utama dalam pembelajaran matematika. Untuk dapat meningkatkan kemampuan
penalaran dan komunikasi siswa dalam pelajaran matematika, guru berperan
sebagai filter dan guru dapat memberikan tugas matematika dalam berbagai
variasi. Jika siswa sudah bisa mengkomunikasikan idenya berarti kemampuan
penalarannya sudah terbentuk.
Komunikasi dalam matematika dapat membantu mempertajam cara
berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai
keterkaitan materi matematika dan dapat merefleksikan pemahaman matematika,
dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika para
siswa, untuk mengkontruksi pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan
masalah, dan peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri,
peningkatan ketrampilan sosial, serta menjadi alat yang sangat bermakna untuk
membentuk komunitas matematika yang inklusif.
Kemampuan koneksi matematika merupakan kemampuan mendasar yang
hendaknya dikuasai siswa. Dengan memiliki kemampuan koneksi matematika
maka siswa akan mampu menlihat bahwa matematika itu suatu ilmu yang antar
topiknya saling kait mengkait serta bermanfaat dalam mempelajari pelajaran lain
dan dalam kehidupan.
B. Saran
Karena pentingnya kemampuan dasar matematika bagi peserta didik,
diharapkan para pendidik dapat meningkatkan proses pembelajaran yang
melibatkan konumikasi, penalaran, representasi dan juga koneksi matematis di
dalamnya sehingga dapat menigkatkan kemampuan dasar matematika peserta
didik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abiyasa, Bagawan. 2016. Kemampuan Penalaran Komunikasi dan disposisi


matematis. https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/08/19/kemampuan-
penalaran-komunikasi-dan-disposisi-matematis/. Diakses tangal 19 April
2017.

Asikin, M. 2001. Komunikasi Matematika dalam RME. Disajikan dalam seminar


nasional Realistic Mathematics Education (RME) 14-15 November 2001.
Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.
Baroody, A. J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8.
New York: Macmillan Publishing Company.
Fadillah, Syarifah. 2008. Menumbuhkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Representasi Matematika Melalui Pembelajaran Open Ended.
http://webchace.googleusercontent.com. Diakses tanggal 19 April 2017.
Rohendi, D.&Jojon, D. 2013. Connected Mathematics Project (CMP) Model
Based on Presentation Media to the Mathematical Connection Ability of
Junior High School Student. Journal of Education and Practice: 4(4).
Soeharto, K. 1995. Komunikasi Pembelajaran. Surabaya: SIC.
Suherman, E. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia.
Sumarmo, U. 2010. Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan
Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Makalah disajikan dalam
Seminar Nasional. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sumarmo. 2006. Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada
SiswaSekolah Menengah. Bandung: FMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia.
Suparno, S. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. (Jakarta : Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional, 2001.

19

Anda mungkin juga menyukai