Komunikasi, Penalaran, Representasi Dan Koneksi Matematis
Komunikasi, Penalaran, Representasi Dan Koneksi Matematis
Komunikasi, Penalaran, Representasi Dan Koneksi Matematis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika diberikan kepada semua siswa tanpa terkecuali agar terlatih
berpikir secara logis, analitis, sistematis, dan kreatif. Dengan kompetensi-
kompetensi tersebut diharapkan siswa dapat memiliki kemampuan menerima,
mengelola, dan memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya untuk bertahan
hidup dalam keadaan yang selalu berubah dan kompetitif. Latihan berpikir,
merumuskan dan memecahkan masalah serta mengambil kesimpulan akan
membantu siswa untuk mengembangkan pemikirannya atau intelegensinya.
Dengan demikian, semakin banyak siswa berlatih memecahkan masalah
matematis maka akan semakin mengerti dan berkembang cara berpikirnya.
Kemahiran siswa dalam memecahkan masalah matematis, dipengaruhi
oleh kemampuannya dalam memahami matematika. Kemampuan bernalar
berperan penting dalam memahami matematika. Bernalar secara matematis
merupakan suatu kebiasaan berpikir, dan layaknya suatu kebiasaan, maka
penalaran semestinya menjadi bagian yang konsisten dalam setiap pengalaman-
pengalaman matematis siswa. Dari pengalaman-pengalaman awal siswa belajar
materi matematika, penting bagi guru untuk membantu siswa memahami bahwa
penegasan-penegasan harus selalu mempunyai alasan.
Komunikasi matematis berperan penting pada proses pemecahan masalah.
Melalui komunikasi ide bisa menjadi objek yang dihasilkan dari sebuah refleksi,
penghalusan, diskusi, dan pengembangan. Proses komunikasi juga membantu
dalam proses pembangunan makna dan pempublikasian ide. Ketika para siswa
ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang matematika dan mengomunikasikan
hasil pikiran mereka secara lisan atau dalam bentuk tulisan, sebenarnya mereka
sedang belajar menjelaskan dan meyakinkan. Mendengarkan penjelasan lain,
berarti sedang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
pemahaman mereka.
1
2
A. Komunikasi Matematis
Komunikasi (secara konseptual) yaitu memberitahukan dan menyebarkan
berita, pengetahuan, pikiran-pikiran dan nilai-nilai dengan maksud untuk
menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan menjadi milik bersama.
Secara umum komunikasi mengandung pengertian memberikan informasi, pesan,
gagasan, ide, pikiran, perasaan kepada orang lain dengan maksud agar orang lain
berpartisipasi, yang pada akhirnya informasi, pesan, gagasan, ide, pikiran,
perasaan tersebut menjadi milik bersama antara komunikator (sumber) dan
komunikan (penerima).
Mnurut Suparno (2001) komunikasi adalah suatu proses penyampaian
pesan oleh sumber melalui saluran-saluran tertentu kepada penerima atau
receiver. Dalam setiap peristiwa komunikasi terkandung sejumlah unsur
diantaranya pesan yang disampaikan, pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa
komunikasi tersebut, serta cara penyampaian pesan serta teknologi yang dijadikan
sarana. Pesan dapat berbentuk lisan maupun tulisan, bersifat verbal maupun non
verbal, dalam arti bahwa simbol-simbol yang disepakati tidak diucapkan tetapi
disampaikan melalui cara/alat selain kata-kata dan mempunyai makna yang
dipahami oleh keduanya. Untuk mencapai interaksi dalam pembelajaran perlu
adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa. Sering dijumpai
kegagalan pembelajaran disebabkan lemahnya komunikasi antara guru dan siswa.
Jika para siswa hanya pasif dalam pembelajaran akan mengakibatkan guru tidak
dapat menetahui tingkat kesukaran yang dihadapi masing-masing peserta didik.
Untuk itulah guru perlu mengembangkan pola komunikasi yang efektif dalam
proses pembelajaran.
Menurut Asikin (2001) komunikasi dalam pembelajaran dapat diartikan
sebagai suatu peristiwa saling dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas
dimana terjadi pengalihan pesan dan makna budaya. Pihak yang terlibat dalam
komunikasi di kelas adalah guru dan siswa. Komunikasi matematika adalah
3
4
melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan
demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan,
dibuktikan, dan dapat dievaluasi. Dan untuk mengerjakan hal-hal yang
berhubungan diperlukan bernalar.
Istilah penalaran matematika atau biasa yang dikenal dengan penalaran
matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical reasoning. Karin
Brodie menyatakan bahwa, Mathematical reasoning is reasoning about and with
the object of mathematics (Brodie, 2010:7) dalam Abiyasa. Pernyataan tersebut
dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah penalaran mengenai objek
matematika. Objek matematika dalam hal ini adalah cabang-cabang matematika
yang dipelajari seperti statistika, aljabar, geometri dan sebagainya.
Referensi lain yaitu Math Glossary menyatakan definisi penalaran
matematis adalah Mathematical reasoning: thinking through math problems
logically in order to arrive at solutions. It involves being able to identify what is
important and unimportant in solving a problem and to explain or justify a
solution. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah
berpikir mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara logis untuk
memperoleh penyelesaian. Penalaran matematis juga mensyaratkan kemampuan
untuk memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan sebuah
permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas sebuah
penyelesaian.
Dari definisi yang tercantum pada Math Glossary tersebut, dapat diketahui
bahwa terdapat dua hal yang harus dimiliki siswa dalam melakukan penalaran
matematis yaitu kemampuan menjalankan prosedural penyelesaian masalah secara
matematis dan kemampuan menjelaskan atau memberikan alasan atas
penyelesaian yang dilakukan.
2. Jenis-jenis penalaran matematis
Penalaran merupakan tahapan berpikir matematika tingkat tinggi,
mencakup kapasitas untuk berpikir secara logis dan sistematis. Penalaran secara
garis besar digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran
deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat
9
umum berdasarkan data yang teramati. Terkait penalaran induktif, Polya (1973)
dalam Abiyasa menyatakan bahwa:
Yes, mathematics has two faces, it is the rigorous science of Euclid but it is
also something else. Mathematics presented in the Euclidean way appears as
a systematic, deductive science, but mathematics in the making appears as an
experimental, inductive science.
Pernyataan Polya tersebut menunjukkan bahwa penalaran induktif itu
penting. Sejalan dengan penyataan Polya, Depdiknas sebagaimana dikutip Shadiq
(2009) menyatakan bahwa: Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif,
yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis
dan kebenaran sebelumnya. Namu demikian, dalam pembelajaran, pemahan
konsep sering diawali secara induktif melalui pengalaman nyata atau intuisi.
Proses induktif dan deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep
matematika.
Beberapa ahli mengklasifikasikan kemampuan penalaran kedalam
beberapa jenis kegiatan bernalar yang berdasarkan pada proses penarikan
kesimpulan. Menurut Sumarmo (2010), secara garis besar penalaran dapat
digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif,
sedangkan menurut Baroody (1993), penalaran matematis diklasifikasikan dalam
tiga jenis penalaran yaitu intuitif, deduktif, dan induktif.
a. Penalaran Intuitif
Baroody (1993) menjelaskan bahhwa penalaran intuitif merupakan
penalaran yang memainkan intuisi sehingga memerlukan kesiapan pengetahuan.
Konklusi diperoleh dari apa yang dianggapnya benar sehingga pemahaman yang
mendalam terhadap suatu pengetahuan berperan penting dalam melakukan proses
bernalar intuitif.
b. Penalaran Induktif
Penalaran induktif diartikan Sumarmo (2010) sebagai penarikan
kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati
dengan nilai kebenaran yang dapat bersifat benar atau salah. Hal yang sama,
Baroody (1993) menyatakan bahwa penalaran induktif dimulai dengan memeriksa
10
kasus tertentu kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Dengan kata lain,
dalam penalaran induktif diperlukan aktivitas mengamati contoh-contoh spesifik
dan sebuah pola dasar atau keteraturan.
Penalaran induktif merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu
aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan
baru yang bersifat umum (general) berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus
yang diketahui benar. Dalam hal ini telah terjadi proses berpikir yang berusaha
menhubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi khusus yang sudah
diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Misalkan, jika ada siswa diminta untuk menunjukkan bahwa jumlah besar
sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800, lalu setiap siswa diminta untuk membuat
model segitiga sembarang dari kertas, menggunting sudut-sudut segitiga tersebut,
dan mengimpitkannya. Diantara siswa mungkin ada yang membuat segitiga siku-
siku, ada yang membuat segitiga sama kaki, sama sisi atau segitiga sembarang.
Dari hasil yang diperoleh siswa menunjukkan hasil yang sama, yaitu jumlah besar
sudut-sudut segitiga adalah 1800. Berdasarkan hal ini, dari beberapa kasus khusus
itu yaitu dari setiap segitiga, akan didapat hasil yang sama sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan yang bersifat umum bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu
segitiga adalah 1800.
Pernyataan atau kesimpulan yang didapat dari penalaran induktif bisa
bernilai benar atau salah. Karenanya, di dalam matematika kesimpulan yang
didapat dari proses penalaran induktif masih disebut dengan dugaan (conjecture).
Kesimpulan tersebut boleh jadi valid pada contoh yang diperiksa, tetapi tidak
dapat diterapkan pada keseluruhan contoh. Sebagai contoh, siswa diminta
menentukan aturan yang digunakan untuk bilangan-bilangan 2, 4, 6. Jika aturan
itu adalah suatu barisan bilangan genap, maka aturan itu sesuai dengan contoh.
Tetapi, jika contohnya lebih bervariasi, misalnya 2, 3, 5, maka aturan semula tidak
dapat lagi digunakan.
Dengan demikian melalui penalaran indiktif dapat dihasilkan suatu
kesimpulan yang benar berkenaan dengan contoh khusus yang dipelajari, tetapi
kesimpulan tersebut tidak terjamin untuk generalisasi. Meskipun penarikan
11
kesimpulan dengan penalaran induktif tidak valid, tetapi penalaran induktif sangat
bermanfaat dalam pengembangan matematika. Beberapa kegiatan yang tergolong
ke dalam penalaran induktif menurut Sumarmo (2010) antara lain:
1) transduktif, yaitu menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus
yang satu diterapkan pada kasus khusus lainnya.
2) analogi, yaitupenarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau
proses.
3) generalisasi, yaitu penarikan kesimpulan umum berdasar pada sejumlah
data yang teramati.
4) memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan interpolasi, dan
ekstrapolasi.
5) memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang
ada.
6) menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun
dugaan.
Dengan demikian penalaran induktif merupakan aktivitas penarikan
kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan pada data-data berupa contoh-contoh
khusus dan pola atau keteraturan yang diamati. Nilai kebenaran suatu penalaran
induktif dapat benar atau salah tergantung pada argumen selama penarikan
kesimpulan.
c. Penalaran deduktif
Deduksi didefinisikan sebagai proses penalaran yang menerapkan hal-hal
yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian
yang khusus. Pada penalaran deduktif proses penalaran konklusinya diturunkan
secara mutlak dari premis-premisnya. Pada deduksi yang valid atau sahih,
kesimpulan yang didapat dinyatakan tidak akan pernah salah jika premis-
premisnya bernilai benar.
Baroody (1993) mendefinisikan penalaran deduktif sebagai suatu aktivitas
yang dimulai dengan premis-premis (dalil umum) yang mengarah pada sebuah
kesimpulan tak terelakkan tentang contoh tertentu. Penalaran deduktif melibatkan
suatu proses pengambilan kesimpulan yang berdasarkan pada apa yang diberikan,
12
selain itu berlangsung dari aturan umum untuk suatu kesimpulan tentang kasus
yang lebih spesifik. Menurut Sumarmo (2010), penalaran deduktif adalah
penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam
penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-
sama.
Melalui penalaran deduktif dapat menyimpulkan informasi lebih banyak
daripada penalaran induktif. Artinya, dari keterangan tertentu dapat ditarik
kesimpulan tentang hal-hal lain tanpa perlu memeriksanya secara langsung.
Sebagai contoh, selalu dapat ditambahkan satu dari suatu bilangan. Dari
keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada bilangan terbesar atau
bilangan terakhir, melainkan tak terbatas. Penalaran deduktif dapat menentukan
apakah suatu konjektur yang muncul dikarenakan suatu intuisi atau deduksi secara
logis serta konsisten dan apakah penalaran itu hanya untuk kasus-kasus tertentu
atau kasus yang lebih umum.
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang
disepakati. Kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif antara lain:
1) melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.
2) menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa
validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid.
3) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, serta
pembuktian dengan induksi matematika (Sumarmo, 2010).
Dalam penalaran deduktif, penarikan kesimpulannya tidak boleh
bertentangan dengan pernyataan-pernyataan yang sebelumnya telah dianggap
benar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jacobs (Abiyasa, 2016), Deductive
reasoning is a method of drawing conclusions from facts that we accept as true by
using logic. Artinya, penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan
dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika.
3. Indikator Penalaran Matematis
Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran matematika bila ia mampu
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
13
pernyataan matematika. Dalam kaitan ini, pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen
Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004
tentang rapor diuraikan bahwa indikator siswa yang memiliki kemampuan dalam
penalaran matematika adalah:
a. mengajukan dugaan.
b. melakukan manipulasi matematika.
c. menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi.
d. menarik kesimpulan dari pernyataan.
e. memeriksa kesahihan suatu argumen.
f. menemukan sifat gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Sedangkan menurut Sumarmo, indikator penalaran matematika pada
pembelajaran matematika antara lain, siswa dapat: (a) menarik kesimpulan logis,
(b) memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan, (c)
memperkirakan jawaban dan proses solusi, (d) menggunakan pola dan hubungan
untuk menganalisis situasi matematik, (e) menyusun dan menguji konjektur, (f)
merumuskan lawan contoh (counter example), (g) mengikuti aturan inferensi,
memeriksa validitas argumen, (h) menyusun argumen yang valid, dan (i)
menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi
matematika.
C. Representasi Matematis
1. Pengertian Representasi Matematis
Menurut NCTM, representasi membantu menggambarkan, menjelaskan,
atau memperluas ide matematika dengan berfokus pada fitur-fitur pentingnya.
Representasi meliputi symbol, persamaan, kata-kata, gambar, tabel, grafik, objek
manipulative, dan tindakan serta mental, ara internal berpikir tentang ide
matematika. Representasi adalah alat berpikir yang kuat, namun bagi banyak
siswa, kekuatan ini tidak dapat diakses kecuali mereka menerima bimbingan
terarah dalam mengembangkan repretoar mereka.
Semakin banyak terlibat belajar matematika, siswa dapat memperluas
pemahaman ide matematika atau hubungan dengan berpindah dari satu jenis
14
representasi ke representasi berbeda dari hubungan yang sama. Ini adalah salah
satu alasan bahwa penting bagi siswa untuk menggunakan berbagai bahan
manipulatif, yang selanjutnya berkaitan dengan metode untuk memecahkan
masalah. Melalui proses ini, siswa dapat bergerak dari representasi informal ke
representasi formal, bahkan abstrak.
Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli berkenaan tentang
representasi yaitu:
1. Representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi
masalah atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk
menemukan solusi, sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan
dengan objek, gambar, kata-kata, atau symbol matematika (Jones & Knuth,
1991)
2. Representasi merupakan cara yang digunakan seseorang untuk
mengkomunikasikan jawaban atau gagasan matematik yang bersangkutan
(Cai, Lane & Jacabesin dalam Syarifah Fadillah).
3. Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-
ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang
ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari
masalah yang sedang dihadapinya (NCTM)
4. Representasi didefinisikan sebagai aktivitas atau hubungan dimana satu hal
mewakili hal lain sampai pada suatu level tertentu, untuk tujuan tertentu,
dan yang kedua oleh subjek atau interpretasi pikiran. Representasi
menggantikan atau mengenai pergantian sutau objek, yang diperoleh dari
pengalaman tentang tanda representasi (Parmentier dalam Syarifah
Fadillah)
5. Representasi merupakan proses pengembangan mental yang sudah
dimiliki seseorang, yang terungkap dan divisualisasikan dalam berbagai
model mamtematika, yakni: verbal, gambar, benda konkret, tabel, model-
model manipulatif atau kombinasi semuanya (Steffe, Weigel, Schultz,
Waters, Joijner & Reijs dalam Syarifah Fadillah)
15
mengaitkan antar konsep yang telah diketahui siswa dengan konsep baru yang
akan dipelajari oleh siswa.
Berdasarkan beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu
representasi konsep dan prosedur, memahami antar topik matematika, dan
kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematika dalam bidang lain atau
dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat lima kemampuan dasar matematika yang merupakan standar
yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and
proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi
(representation). Penalaran dan komunikasi merupakan salah satu aspek penilaian
utama dalam pembelajaran matematika. Untuk dapat meningkatkan kemampuan
penalaran dan komunikasi siswa dalam pelajaran matematika, guru berperan
sebagai filter dan guru dapat memberikan tugas matematika dalam berbagai
variasi. Jika siswa sudah bisa mengkomunikasikan idenya berarti kemampuan
penalarannya sudah terbentuk.
Komunikasi dalam matematika dapat membantu mempertajam cara
berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai
keterkaitan materi matematika dan dapat merefleksikan pemahaman matematika,
dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika para
siswa, untuk mengkontruksi pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan
masalah, dan peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri,
peningkatan ketrampilan sosial, serta menjadi alat yang sangat bermakna untuk
membentuk komunitas matematika yang inklusif.
Kemampuan koneksi matematika merupakan kemampuan mendasar yang
hendaknya dikuasai siswa. Dengan memiliki kemampuan koneksi matematika
maka siswa akan mampu menlihat bahwa matematika itu suatu ilmu yang antar
topiknya saling kait mengkait serta bermanfaat dalam mempelajari pelajaran lain
dan dalam kehidupan.
B. Saran
Karena pentingnya kemampuan dasar matematika bagi peserta didik,
diharapkan para pendidik dapat meningkatkan proses pembelajaran yang
melibatkan konumikasi, penalaran, representasi dan juga koneksi matematis di
dalamnya sehingga dapat menigkatkan kemampuan dasar matematika peserta
didik.
18
DAFTAR PUSTAKA
19