Definisi Audience
Definisi Audience
Definisi Audience
Asal historis audience telah memainkan peran yang besar dalam pembentukan berbagai
penerapan konsep audience. Semula audience adalah kumpulan penonton drama, permainan
dan tontonan, yaitu penonton pertunjukan hal yang telah mengambil berbagai bentuk yang
tidak serupa dalam peradaban dan tahapan sejarah yang berbeda. Terdapat dari
keanekaragaman itu, beberapa ciri penting dari audience peran media telah ada sejak dan
masih membentuk pemahaman kita.
2
4. Audience sebagai pasar
Audiensi sebagai pasar adalah perkembangan ekonomi pada abad terakhir yang
perkembangnnya diikuti oleh perkembangan kebudayaan dan perkembangan politik sesuai
konsep tentang publik. Produk media merupakan komoditi atau jasa yang ditawarkan untuk
dijual kepada konsumen tertentu yang potensial, yang bersaing dengan produk media lainnya.
Teori Audience
Media dan audience ada dua versi pengertian audience. Banyak ahli menganggapnya sama
pengertiannya dengan massa secara beranekaragam dalam jumlah besar. Ada juga yang
melihat sebagai kelompok-kelompok kecil atau komunitas kecil. Pengertian yang pertama
(keanekaragam kelompok massa) melihat audience sebagai populasi yang besar jumlahnya
dan bisa dibentuk oleh media. Sedangkan yang terakhir (komunitas kecil kelompok),
audience dipandang sebagai anggota dalam kelompok-kelompok kecil yang berbeda-beda,
yang sebagian besar bisa dipengaruhi oleh kelompoknya. Dunia perpustakaan menganggap
audience sebagai pengguna informasi dan sumber-sumber informasi. Pengguna di sini masih
dibedakan antara pengguna aktual dan pengguna potensial. Yang pertama adalah mereka
yang sudah memanfaatkan jasa layanan perpustakaan apapun bentuk layanannya, sedangkan
yang kedua adalah mereka yang belum sempat datang atau memanfaatkan jasa layanan
perpustakaan dengan berbagai alasan. Kelompok pengguna potensial ini juga disebut sebagai
masyarakat luas, atau anggota masyarakat luas. Audience pasif dan audience aktif.
Audience pasif
Dalam teori peluru (Bullet Theory) atau Model Jarum Hipodermis, audience dianggap pasif
maksudnya adalah pengertian yang menganggap bahwa masyarakat lebih banyak dipengaruhi
oleh media. Mereka secara pasif menerima apa yang disampaikan media. Mereka menerima
secara langsung apa-apa yang disampaikan oleh media atau dengan kata lain, Media of
Power Full.
Audience aktif
Uses and Gratification Theory, beranggapan bahwa audience dianggap sebagai audience yang
aktif dan diarahkan oleh tujuan. Audience sangat bertanggung jawab dalam memilih media
untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam pandangan ini, media dianggap sebagai
satu-satunya faktor yang mendukung bagaimana kebutuhan terpenuhi, dan audience dianggap
sebagai perantara yang besar. Mereka tahu kebutuhan mereka dan bagaimana memenuhi
kebutuhan tersebut atau dengan kata lain, mereka lebih selektif dalam menerima pesan-pesan
media. Mereka juga selektif dalam memilih dan menggunakan media.
Ciri-ciri audiens aktif bisa dilihat sifat-sifatnya seperti berikut:
1. Selektifitas. Audience lebih selektif dalam memilih dan menggunakan media. Mereka tidak
asal melihat, mendengar, atau membaca media yang disajikan di depannya. Mereka memilih
satu atau beberapa media yang dianggapnya sesuai dengan kebutuhannya. Contohnya,
anggota kelompok masyarakat yang berpendidikan relatif tinggi, umumnya hanya membaca
bahan bacaan atau media tertentu saja yang ada kaitannya dengan pekerjaannya saja, dan
jarang sekali membaca media yang tidak relevan.
2. Utilitarianisme. Audience aktif lebih banyak memilih media yang dianggapnya bermanfaat
bagi dirinya karena sesuai dengan tujuan menggunakannya.
3. Intensionalitas. Audience aktif lebih suka menggunakan media karena isinya, bukan
pertimbangan aspek luarnya.
4. Keterlibatan atau usaha. Audience secara aktif mengikuti dan memikirkan penggunaan
media.
5. Tidak mudah terpengaruh (impervious to influence). Audience tidak gampang dipengaruhi
oleh media yang digunakannya.
Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch (Baran dan Davis, 2000)
Uses and gratification theory meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang
menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa
pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan
menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain. Untuk memahami teori uses and
gratification, menguraikan lima elemen atau asumsi-asumsi dasar dari Teori Uses and
Gratification sebagai berikut :
1) Audience adalah aktif, dan penggunaan media berorientasi pada tujuan,
2) Inisiative yang menghubungkan antara kebutuhan kepuasan dan pilihan media spesifik
terletak di tangan audiens,
3) Media bersaing dengan sumber-sumber lain dalam upaya memuaskan kebutuhan audience,
4) Orang-orang mempunyai kesadaran-diri yang memadai berkenaan penggunaan media,
kepentingan dan motivasinya yang menjadi bukti bagi peneliti tentang gambaran keakuratan
penggunaan itu,
5) Nilai pertimbangan seputar keperluan audience tentang media spesifik atau isi harus
dibentuk.
Teori Audience Melvin De Fleur dan Sandra Ball-Rokeach (1988)
Ada beberapa teori massa audience dalam melihat efek media massa ada dua catatan penting
yang bisa dijadikan dasar, yakni interaksi audience dan bagaimana tindakan terhadap isi
media. Ada tiga teori yang menjelaskan antara lain :
1. Individual Differences Perspective.
Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis
individu akan menentukan bagaimana individu memilih memilih stimuli dari lingkungan, dan
bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut. Berdasarkan ide dasar dari stimulus-
response, perspektif ini beranggapan bahwa tidak ada audience yang relatif sama, makanya
pengaruh media massa pada masing-masing individu berbeda dan tergantung pada kondisi
psikologi individu itu yang berasal dari pengalaman masa lalunya.
Dengan kata lain, masing-masing individu anggota audience bertindak menanggapi pesan
yang disiarkan media secara berbeda, hal ini menyebabkan mereka juga menggunakan atau
merespon pesan secara berbeda pula.
Dalam diri individu audience terdapat apa yang disebut konsep diri, konsep diri
mempengaruhi perilaku komunikasi kepada pesan apa yang bersedia membuka diri,
bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat. Dengan kata lain, konsep diri
mempengaruhi terpaan selektif, persepsi selektif, ingatan selektif.
Herta Herzog, Paul Lazarsfeld dan Frank Stanton (Barran & Davis, 2003)
Sejarah penelitian/pembahasan mengenai audience telah dimulai seiring dengan penelitian
tentang efek komunikasi massa. Pada awalnya, audience dianggap pasif (dalam teori peluru
(Bullet Theory) atau Model Jarum Hipodermis). Namun pembahasan audience secara intensif
yang dimulai tahun 1940, memelopori mempelajari aktifitas audience (yang kemudian
melahirkan konsep audience aktif) dan kepuasan audience
Misal, pada tahun 1942 Lazarfeld dan Stanton memproduksi buku seri dengan perhatian pada
bagaimana audience menggunakan media untuk mengorganisir pengalaman dan kehidupan
sehari-hari. Tahun 1944 Herzog menulis artikel Motivation and Gratifications of Daily Serial
Listener, yang merupakan publikasi awal tentang penelitian kepuasan audience terhadap
media.
Aktifitas audience merujuk pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Sejauh mana selektivitas audience terhadap pesan-pesan komunikasi,
b. Kadar dan jenis motivasi audience yang menimbulkan penggunaan media,
c. Penolakan terhadap pengaruh yang tidak diinginkan,
d. Jenis & jumlah tanggapan(response) yang diajukan audience media (McQuail, 1987).
Pada waktu itu, aktivitas audience merupakan fokus kajian uses and gratifications. Secara
umum, pandangan para peneliti dalam tradisi uses and gratifications media menganggap
bahwa audience aktif dalam hal kesukarelaan dan orientasi selektif dalam proses komunikasi
massa.
Lasswell dan Lazarsfeld memusatkan penelitian pada dampak media massa terhadap
pembentukan ruang bagi informasi publik dan perubahan sikap audience. Bukti-bukti
penelitian mereka dapat dilacak pada perpustakaan Universitas Yale. (Hovland, 1949). Riset
lazarfed akhirnya melahirkan teori yang paling banyak dikenal yakni hypodermic needle
theory atau yang disebut teori peluru.
Teori hypodermic menjelaskan tentang kekuatan efek media massa terhadap perubahan sikap
dan perilaku audiens.
Pada tahun 1948, Lazarsfeld dkk. Memperbaharui perspektif teori peluru dan mengubah
pandangan mereka dan mengatakan bahwa pengaruh media masssa ternyata tidak berdampak
langsung terrhadap audiens namun terlebih dahulu mempengaruhi para pemuka pendapat,
setelah itu para pemuka pendapat mempengaruhi perubahan sikap dan perilaku audiens lewat
interaksi tatap muka.
Dalam paradigma atau perspektif mekanistis yang telah dijelaskan dimuka, komunikasi
politik itu berlangsung dalam sebuah proses seperti ban berjalan secara mekanis, dengan
unsur-unsur yang jelas, yaitu sumber (komunikator), pesan (komunikan), saluran (media),
penerima (khalayak), dan umpan balik (efek). Artinya sumber mengirim pesan kepada
penerima menerima saluran tertentu dan menimbulkan akibat atau efek. Berdasarkan hukum
peliput dapat dibuat prediksi yang bersyarat, yaitu jika (ada pesan tertentu), maka akan ada
efek tertentu (pada penerima). Itulah sebabnya dalam model mekanistis, studi komunikasi
politik di fokuskan pada efek.
Ternyata asumsi tersebut tidak benar seluruhnya, karena efek sangat tergantung pada situasi
dan kondisi khalayak, disamping daya tarik isi, dan kreadibilitas komunikator. Bahkan,
berbagai hasil penelitian, membuktikan bahwa media massa memliki pengaruh lebih dominan
dalam tingkat kognitif (pengetahuan) saja, tetapi kurang mampu menembus pengaruh pada
sikap dan perilaku. Wilbur schrmm sendiri setelah 25 tahun mencetuskan teorinya diatas,
akhirnya menyanggah sendiri karena berdasar penelitian para pakar psikolog dan sosisologi
menemukan bahwa sesungguhnya khalayak itu tidak pasif dalam menerima pesan. Tiap-tiap
individu ternyata sangat aktif dalam menyaring dan menyeleksi dan bahkan memiliki daya
tangkal atau daya serap terhadap semua pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Tiap-tiap
individu tidak mengalami pengaruh secara pasif, melainkan secara aktif. Jiwa individu sendiri
memiliki potensi dinamis dalam mewujudkan sikap atau kelakuannya.
Lyzen (1967) menyatakan bahwa manusia mempunyai watak dan sifat tertentu yang menjadi
senjata baginya terhadap pengaruh pengaruh sosial dari luar. Hampir tidak ada seorang pun
yang mau menjadi bola permainan orang lain belaka. Oleh karena itu, tiap-tiap individu juga
sadar akan dirinya sendiri, dan dari kesadaran itu ia hidup dan mengumpulkan kekuatan
rohani untuk bertindak sendiri.
Dengan demikan, asumsi bahwa khalayak pasif dan media perkasa, tidak terbukti secara
empirik. Meskipun demikian, Teori Jarum Hipodermik atau Teori Peluru, tidak Runtuh
sama sekali karena tetap dapat di aplikasikan atau digunakan untuk menciptakan efektivitas
dalam komuniukasi politik. Hal itu tergantung kepada sistem politik, sistem organisasi dan
situasi, terutama yang dapat diterapkan dalam sistem politik yang otoriter, dengan bentuk
kegiatan seperti : Indokrinasi, perintah, intruksi, penugasan, dan pengarahan. Itulah sebabnya
dalam organisasi militer dan birokrasi, penerapan teori itu tetap relevan dan mampu
menciptakan komunikasi yang efektif.
Pada dasarnya agenda setting disusun berdasarkan agenda khalayak, yang didapat
berdasarkan pengamatan maupun penelitian terhadap khalayak. Justru itu, agenda media dan
agenda khalayak harus berkaitan. Dalam hal itu terlihat bahwa justru acara-acara media
(agenda media) ditentukan oleh agenda khalayak. Jadi agenda setting sesungguhnya
dikembangkan sebagai upaya memahami kehadiran teori khalayak kepala batu yang akan di
uraikan kemudian.
Teori hipodermik atau teori peluru dan teori sabuk transmisi selanjutnya oleh para pakar
digambarkan juga dalam bentuk model. Itulah sebabnya teori-teori tersebut dilukiskan
sebagai model linier dalam komunikasi politik yang berkembang dalam masyarakat, terutama
yang menganut sistem politik otoritareian. Model linear hanya berlangsung satu arah yaitu
dari sumber (komunikator) kepada penerima (khalayak). Hal itu ditemukan dalam paradigma
atau perspektif mekanistis.
Ini merupakan fenomena yang temporer dan hanya dimiliki oleh penerima informasi.
Paradigma yang digunakan oleh sebuah organisasi dalam memaknai informasi akan
berpengaruh terhadap desain dari organisasi mereka. Jika informasi dipahami sebagai sebuah
sumber daya (resource) daripada sebagai hasil dari sebuah sistem, biasanya akan ada kontrol
yang lebih tersentral, karena asumsinya informasi merupakan bagian dari kekayaan
organisasi (corporate property).
Dalam kerangka paradigma ini, pandangan terhadap informasi diwarnai oleh penggunaannya
sebagai sumber. Seperti sumber daya lainnya, informasi dapat disediakan pada waktu
kapanpun dengan kepastian penerimaan sebuah nilai perkiraan darinya. Informasi dikaitkan
sebagai sesuatu yang tidak berubah, karenanya dapat dengan mudah diakomodasi ke dalam
prosedur formal dari sebuah organisasi.
Teori Ekonomi Politik Media (McQuail, 1991)
Dalam melakukan kajian terhadap media massa sebagai industri, kita dapat melakukan kajian
berdasarkan teori ekonomi politik media. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh
Garnham, institusi media harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang juga
berkaitan erat dengan sistem politik. Kualitas pengetahuan tentang masyarakat yang
diproduksi oleh media untuk masyarakat, sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar
berbagai ragam isi dalam kondisi yang memaksakan perluasan pesan, dan juga ditentukan
oleh kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu kebijakan.
Segmentasi Audiensi
Segmentasai audiensi (audience segmentation) adalah Sarana lain untuk mengaplikasikan
kelompok pada komunikasi massa. Teknik ini aslinya dikembangkan oleh pemasang iklan,
yang menyebutnya sebagai segmentasi pasar (market segmentation). Dengan melakukan
segmentasi pasar atau membaginya menjadi kelompok-kelompok pemasang iklan dapat
merencanakan strategi komunkasi yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok.
Kelompok-kelompok yang ditargetkan oleh pemasang iklan sering kali adalah kelompok-
kelompok yang di identifikasi dengan gaya hidup. Keputusan penentuan acara telivisi juga
sering dipengaruhi oleh gagasan segmentasi audiensi. Apabila acara elevise tidak menarik
audiensi yang menyaksikan dengan demografi yang tepat, ini biasanya berarti audiensi
dengan pendapatan dan keinginan untuk membeli produk sponsor acara program tersebut
tidak mungkin bertahan.