SEMINAR (Kurang Implikasi, Kelemahan, Kelebihan, ASKEP)
SEMINAR (Kurang Implikasi, Kelemahan, Kelebihan, ASKEP)
SEMINAR (Kurang Implikasi, Kelemahan, Kelebihan, ASKEP)
SEMINAR KASUS
oleh
Kelompok 4
SEMINAR KASUS
disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (P2N)
Stase Keperawatan Medikal
oleh
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan seminar Stase Keperawatan
Medikal di RSD dr. Soebandi Jember. Laporan seminar ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Program Profesi Ners (P2N) pada
Progrm Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan laporan seminar keperawatan medikal ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapat terima
kasih kepada:
1. Ns. Lantin Sulistyorini, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember;
2. Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep., Sp.Kep. J, selaku Koordinator Program
Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;
3. Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB, selaku Penanggung Jawab Stase
Keperawatan Medikal;
4. Ns. Nur Widayati, MN, selaku Dosen Pembimbing Stase Keperawatan
Medikal;
5. Kepala Komite Keperawatan, Kepala Ruang dan Perawat, serta pasien di
Ruang Rawat Inap Adenium RSD dr. Soebandi Jember yang telah bersedia
membantu pelaksanaan dan membimbing kami selama praktik keperawatan
medikal.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui landasan penatalaksanaan perawatan luka menggunakan moist
wound healing pada pasien dengan diabetes melitus dan ulkus/gangren
diabetikum
b. Mengetahui keefektifan penatalaksanaan perawatan luka menggunakan
teknik moist wound healing pada pasien dengan diabetes melitus dan
ulkus/gangren diabetikum
1.3 Manfaat
a. Konsep dasar keilmuan yang dapat diaplikasikan pada pasien dengan
diabetes mellitus dan ulkus/gangren diabetikum
b. Meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes mellitus dan ulkus/gangren
diabetikum.
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1.2 Klasifikasi
American Diabetic Association (ADA) tahun 2014 mengklasifikasikan
diabetes melitus menjadi 4, yaitu:
a. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes melitus tipe 1 merupakan kondisi tidak terkontrolnya gula di dalam
tubuh karena kerusakan sel pankreas sehingga mengakibatkan berkurangnya
produksi insulin sepenuhnya. Manifestasi klinik dari diabetes tipe ini adalah
ketoasidosis (ADA, 2014).
b. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Diabetes melitus tipe 2 merupakan kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak
terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel pankreas untuk menghasilkan
hormon insulin yang berperan sebagai pengontrol kadar gula darah dalam
tubuh. Pada diabetes tipe ini terjadi hiperinsulinemia sehingga insulin tidak
dapat membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi
insulin yang mengakibatkan turunnya kemampuan insulin untuk pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat produksi gukosa oleh hati
(ADA, 2014).
c. Diabetes Tipe Lain
Diabetes tipe ini merupakan kategori penyakit diabetes dengan komplikasi lain
yang merupakan manifestasi dari diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2.
Komplikasi-komplikasi diabetes melitus secara umum dapat dibagi menjadi
dua yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang
(ADA, 2014).
d. Diabetes Gestasional
Gestational Diabetes Melitus (GDM) adalah intoleransi glukosa yang dimulai
sejak kehamilan. Gejala utamanya adalah poliuri (banyak kencing), polidipsi
(banyak minum), dan poliphagi (banyak makan). Jika seorang wanita
mengalami kehamilan maka membutuhkan lebih banyak insulin untuk
mempertahankan metabolisme karbohidrat yang normal. Diabetes gestasional
terjadi selama masa kehamilan dimana intoleransi glukosa didapati pertama
kali pada masa kehamilan epada trimester pertama dan ketiga (ADA, 2014).
2.1.3 Etiologi
Etiologi diabetes melitus secara umum menurut Riyadi dan Sukarmin
(2008), yaitu:
a. Kelainan Genetik
Diabetes melitus dapat menurun dari keluarga atau pasien diabetes melitus, hal
ini diakibatkan karena pada pasien diabetes melitus akan ikut diinformasikan
pada gen berikutnya terkait penurunan produksi insulin.
b. Usia
Manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis setelah usia 40 tahun.
Penurunan fungsi tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi endokrin pankreas
untuk memproduksi insulin.
c. Stres
Stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan kebutuhan akan sumber energi
yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi akan
menyebabkan pankreas mudah rusak yang akan berdampak pada penurunan
insulin.
d. Obesitas
Obesitas akan mengakibatkan sel-sel pankreas mengalami hipertropi yang
akan berpengaruh terhadap produksi insulin. Hipertropi pankreas tersebut
diakibatkan oleh peningkatan beban metabolisme glukosa pada pasien obesitas
untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
e. Pola Makan
Pola makan yang tidak teratur juga akan berperan pada kestabilan kerja sel
pankreas. Malnutrisi dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas dapat
meningkatkan resistensi insulin.
f. Infeksi
Bakteri atau virus yang masuk ke pankreas akan merusak sel-sel pankreas
sehingga berakibat pada penurunan fungsi pankreas. Selain itu, infeksi juga
dapat disebabkan oleh faktor lain, yaitu:
1) Kelainan sel pankreas, yaitu hilangnya sel sampai kegagalan sel
melepas insulin.
2) Faktor lingkungan yang mengubah sel antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana karbohidrat dan gula diproses secara
berlebihan, kelebihan berat badan, dan kehamilan.
3) Gangguan sistem imun. Sistem yang dilakukan oleh autoimun yang diikuti
dengan pembentukan sel-sel antibodi anti-pankreatik sehingga
mengakibatkan kerusakan sel-sel penyekresi insulin dan kemudian
meningkatkan kepekaan sel terhadap virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien dengan obesitas akan terjadi gangguan
kepekaan jaringan terhadap insulin akibat berkurangnya reseptor insulin
yang terdapat pada membran sel yang responsif terhadap insulin.
g. Riwayat Melahirkan
Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan bayi melebihi 4000 gram atau
memiliki riwayat diabetes melitus gestasional (DMG). Selain itu juga riwayat
melahirkan bayi dengan berat badan bayi yang rendah yaitu 2,5 kg. Bayi yang
dilahirkan dengan BB rendah berisiko terkena diabetes melitus dibandingkan
dengan bayi lahir dengan berat badan yang normal.
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin dan kegagalan pada sel
pankreas. Keadaan resistensi insulin merupakan suatu keadaan dimana insulin
mengalami penurunan kemampuan untuk merangsang jaringan perifer mengambil
glukosa sehingga keadaan ini dapat menghambat produksi glukosa (Mansjoer et
al., 2000). Resistensi insulin pada DM tipe 2 terjadi akibat reseptor yang berikatan
dengan insulin tidak sensitif. Insulin pada diabetes tipe ini mengalami kekurangan
karena sel pankreas tidak mampu mensekresikan insulin sesuai kebutuhan
(PERKENI, 2011).
Price dan Wilson, 2005 menyatakan bahwa faktor risiko diabetes melitus
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Tidak dapat Dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur, jenis
kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi
dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan
lahir rendah kurang dari 2500 gram.
b. Dapat Dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup
yang kurang sehat yaitu berat badan lebih, obesitas abdominal atau sentral,
kurangnya aktivits fisik, hipertensi, dyslipidemia, diet tidak sehat atau tidak
seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa
terganggu (GDP terganggu), dan merokok.
2.1.4 Patofisiologi
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam darah dengan jumlah tertentu.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, adalah hormon
yang diproduksi oleh pankreas yang berfungsi untuk mengendalikan kadar
glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada
diabetes kemampuan tubuh terhadap insulin dapat menurun atau pankreas tidak
memproduksi sama sekali hormon insulin sehingga keadaan ini dapat
menimbulkan hiperglikemi.
Pada DM Tipe 1 terjadi ketidakmampuan menghasilkan insulin karena sel-
sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Dalam keadaan normal
insulin berperan dalam proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta
substansi lain). Pada penderita defisiensi insulin proses ini terjadi tanpa hambatan
sehingga menimbulkan hiperglikemi. Selain itu, terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan bahan lemak. Badan keton dapat mengganggu keseimbangan
asam basa dalam tubuh bila jumlahnya berlebihan. Pada DM Tipe ini,
hiperglikemi puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak dapat diukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang tidak dapat disimpan dalam hati tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemi postprandial (sesudah makan).
Pada pasien DM tipe 2, resistensi insulin dan gangguan sekresi hormon
insulin menjadi masalah utama (Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien DM tipe 2 yang
mengalami resistensi insulin disebabkan karena fungsi fisiologis insulin untuk
berikatan dengan reseptor mengalami gangguan sehingga mengakibatkan jumlah
glukosa di dalam sel untuk proses matebolisme menjadi berkurang (Price dan
Wilson, 2005). Stimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan yang tidak efektif
pada pasien DM tipe 2 terjadi karena intrasel yang menurun. Peningkatan sekresi
insulin dibutuhkan untuk mengatasi masalah resistensi insulin, sehingga
pembentukan glukosa dalam darah dapat dicegah. Glukosa tidak dapat
dimetabolisme dalam sel karena insulin yang dibutuhkan tidak mampu
dikompensasi sehingga kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 meningkat
(Smeltzer dan Bare, 2001).
Kebutuhan jaringan terhadap glukosa semakin meningkat karena sel tidak
mampu memetabolisme glukosa sehingga dilakukan mekanisme kompensasi
dengan dilakukan glukoneogenesis yaitu pemecahan lemak dan protein menjadi
glukosa (Smeltzer dan Bare, 2001). Produk sampingan yang dihasilkan oleh
proses glukoneogenesis adalah lemak dan protein yang berupa asam lemak dan
badan keton. Selain itu juga akan terjadi penyempitan pembuluh darah yang
diakibatkan oleh rusaknya sel endotel pembuluh darah karena kadar glukosa darah
yang tidak terkontrol. Berkurangnya suplai darah ke jaringan dan terjadinya
penyempitan pembuluh darah menyebabkan jaringan mengalami iskemik dan
nekrosis yang akan memicu terjadinya komplikasi (Tambayong, 2000).
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus menurut Price dan Wilson (2005) dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a. Komplikasi Akut
1) Hiperglikemia
Terjadi karena adanya kalori yang masuk berlebihan yang ditandai dengan
kesadaran yang menurun dan dehidrasi.
2) Hipoglikemia
Komplikasi metabolik yang sering terjadi sebagai komplikasi dari terapi
insulin ditandai dengan berkeringat akibat pelepasan epinefrin, gemetar,
sakit kepala, dan palpitasi.
3) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD adalah keadaan dimana kadar insulin sangat menurun sehingga pasien
akan mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, lipogenesis menurun,
lipolisis meningkat dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Pasien
juga dapat mengalami hipotensi dan syok karena glukosuria dan ketonuria.
b. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler (Macroangiopathy)
Berbagai penyakit makrovaskuler dapat terjadi disebabkan oleh
arteroklerosis pembuluh darah besar dan sedang, karena kekurangan insulin
sehingga lemak diubah menjadi glukosa untuk energi. Oklusi vaskuler dari
arteroklerosis dapat menyebabkan penyakit arteri koroner, penyakit vaskular
perifer, dan penyakit vaskular serebral. Pasien DM dengan kelainan
makrovaskular dapat memberikan gejala pada tungkai bawah baik berupa
ulkus maupun gangren diabetik. Ulkus adalah rusaknya barier kulit sampai
ke seluruh lapisan (full thickness) dari dermis. Gangren diabetikum adalah
kematian jaringan yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah
(ischemic necrosis) karena adanya mikroemboli aterotrombosis akibat
penyakit vaskular perifer oklusi yang menyertai penderita diabetes sebagai
komplikasi menahun dari diabetes itu sendiri. Ulkus kaki diabetik dapat
diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, dapat
terjadi di setiap bagian tubuh terutama di bagian distal tungkai bawah
(Gibbons et al.,1995).
2) Komplikasi Mikrovaskuler (Microangiopathy)
a) Neuropati diabetik
Neuropati diabetik yang sering terjadi adalah neuropati perifer yang
terjadi pada saraf perifer atau saraf tepi, yang biasanya mengenai anggota
gerak bawah seperti kaki dan juga tungkai bawah (Tandra, 2007). Gejala
yang muncul seperti kesemutan, rasa tebal pada kaki, dan nyeri hebat
pada malam hari (Suzzana, 2014).
b) Retinopati diabetik
Diabetes juga dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama
kebutaan, tiga penyakit utama pada mata akibat diabetes yaitu retinopati,
katarak, dan glaukoma.
c) Nefropati diabetik
Pasien DM dengan komplikasi nefropati diabetik dapat menunjukkan
gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat, sampai
keluhan sesak nafas akibat penimbunan cairan (Suzzana, 2014).
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien DM menurut PERKENI (2011) terdiri dari
empat pilar, yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang dilakukan secara komprehensif dan diikuti dengan upaya
peningkatan motivasi pada pasien DM dapat memberikan perubahan perilaku
pada pasien DM. Beberapa pengetahuan perlu diberikan kepada pasien DM
seperti pemantauan glukosa darah secara mandiri, mengenali tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasisnya, setelah mendapatkan pelatihan khusus
maka pasien juga dapat melakukan KGD secara mandiri. Macam-macam
edukasi yang dapat diberikan seperti pentingnya aktivitas fisik, pentingnya
kontrol glukosa darah, bagaimana konsumsi obat, dan perlunya diet tinggi
lemak (PERKENI, 2011).
b. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) diberikan oleh tim dokter, perawat, ahli gizi, serta
pasien dan keluarganya. Pola makan yang dianjurkan pada program ini sama
seperti pada umumnya yaitu dengan mengonsumsi makanan yang sesuai dan
seimbang dengan kebutuhan kalori dan zat-zat yang dibutuhkan. Makanan
yang dianjurkan terdiri dari 45%-65% karbohidrat, 20%-25% lemak, 10%-20%
protein natrium < 3g, serta diet cukup serat yaitu 25g/hari (PERKENI, 2011).
c. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis berupa pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan
atau suntikan insulin (PERKENI, 2011)
d. Monitoring Keton dan Gula Darah
Program ini dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya
hipoglikemia sehingga risiko komplikasi DM dapat diturunkan (Smeltzer et al.,
2008).
American Association of Diabetes Education (AADE) tahun 2014
menyebutkan bahwa pasien DM juga memerlukan perawatan diri yang merupakan
kerangka untuk pasien diabetes yang berpusat pada Diabetes Self-Management
Education (DSME) dan perawatan. Terdapat tujuh perilaku perawatan diri yang
efektif dalam pengelolaan diri diabetes, yaitu:
a. Makan Sehat (Healthy Eating)
Makan sehat mengacu pada berbagai makanan untuk diet seimbang dan
termasuk didalamnya makanan yang sehat, pemilihan makanan yang tepat,
ukuran porsi yang ideal, dan frekuensi makan (AADE, 2014)
b. Menjadi Aktif (Being Active)
Being active yang dimaksudkan adalah aktif melakukan kegiatan aktivitas fisik
seperti latihan-latihan dan olahraga. Menjadi lebih aktif dengan melakukan
aktivitas fisik dapat menurunkan berat badan, membakar kalori, memperkuat
otot-otot dan tulang, menurunkan kadar gula darah, menurunkan kadar
kolesterol, mempertahankan tekanan darah, mengurangi stres, dan merubah
mood menjadi lebih baik (AADE, 2014).
c. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan gula darah tergantung pada jenis diabetes yang dimiliki.
Pemantauan gula darah dapat dilakukan beberapa kali dalam seminggu atau
tiga kali sehari dan membutuhkan dua jam setelah makan untuk memantau
tingkat gula darah. Kadar gula darah akan naik dan turun pada siang hari
tergantung pada seberapa banyak melakukan aktivitas fisik dan makan (AADE,
2014).
d. Penggunaan Obat (Taking Medications)
Diabetes yang tidak tertangani dapat meningkatkan risiko komplikasi, seperti
masalah jantung atau ginjal sehingga diperlukan penggunaan obat yang tepat
pada pasien DM dalam menurunkan kadar gula darah (AADE, 2014).).
e. Kemampuan Memecahkan Masalah (Problem Solving)
Beberapa kemampuan memecahkan masalah bagi pasien diabetes adalah
belajar bagaimana mengenali dan bereaksi terhadap kadar gula darah yang
tinggi atau rendah dan cara mengelola saat sakit. Problem solving dapat
membantu pasien DM tipe 2 dalam mempersiapkan hal yang tidak terduga dan
mampu merencanakan masalah yang serupa di masa mendatang (AADE,
2014).
f. Koping yang Sehat (Healthy Coping)
Diabetes Melitus dapat mempengaruhi kesehatan secara fisik dan emosional.
Hidup dengan diabetes dapat membuat merasa kecil hati, stres bahkan depresi.
Metode koping sehat yang dapat digunakan dalam mengatasi hal tersebut yaitu
dapat mengikuti kegiatan olahraga, keagamaan, meditasi, dan hobi (AADE,
2014).
g. Pengurangan Risiko (Reducing Risks)
Pengenalan risiko diabetes sejak awal dapat membantu pasien DM tipe 2 dalam
mencegah komplikasi yang dapat terjadi kapan saja. Pengurangan risiko
komplikasi dapat dilakukan dengan mempertahankan gula darah dalam batas
normal, pemeriksaan kolesterol dan tekanan darah, menghindari rokok,
melakukan pemeriksaan atau kontrok kesehatan ke dokter, mengunjungi dokter
gigi, dan melakukan perawatan kaki (AADE, 2014).
Etiologi DM tipe 1 Etiologi DM tipe 2
2.1.9 Clinical Pathway Pengeluaran insulin - Usia
- Genetic Defisiensi insulin Kerusakan pankreas berlebihan - Obesitas
- Imunologi
- Riwayat keluarga
Tidak mengetahui Klien dan keluarga khawatir
DM Ansietas
proses penyakit terkait kondisi klien
dan pengobatan
Ketogenesis BUN meningkat Aliran darah melambat Osmotic diuresis Poliuri dan Polidipsi
Gangren Ekstremitas
Makrovaskuler Mikrovaskuler Ginjal
Keterangan:
1 = Deviasi berat dari kisaran normal
2 = Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3 = Deviasi sedang dari kisaran normal
4 = Deviasi ringan dari kisaran normal
5 = Tidak ada deviasi dari kisaran normal
2. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor Cairan
berhubungan dengan diharapkan kekurangan volume cairan pada klien 1. Tentukan jumlah dan jenis intake/asupan cairan
berhubungan dengan dapat teratasi dengan kriteria hasil: serta kebiasaan eliminasi
khilangan cairan aktif 2. Tentukan apakah pasienmengalami kehausan atau
gejala perubahan cairan
Kriteria 3. Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan
Awal 1 2 3 4 5 sekitar tulang seperti tangan atau tulang kering,
Hasil
Pola eliminasi mencubit kulit dengan lembut, pegang dengan
Jumlah urin kedua tangan kemudan lepaskan
Warna urin 4. Monitor asupan dan pengeluaran
Intake cairan 5. Monitor membrane mukosa turgor kulit dan respon
haus
Keterangan: 6. Monitor warna, kuantitas, dan berat jenis urine
1 = Sangat terganggu
2 = Banyak terganggu Manajemen Elektrolit
3 = Cukup terganggu 1. Berikan cairan sesuai resep
4 = Sedikit terganggu 2. Tingkatkan intake cairan per oral
5 = Tidak terganggu 3. Minimalkan asupan makanan dan minuman dengan
diuretic atau pencahar
4. Jaga pencatatan intake atau asupan dan output yang
akurat
5. Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
6. Instruksikan pasien da keluarga mengenai alasan
untuk pembatasan cairan, tindakan hidrasi, atau
administrasi elektrolit tambahan, seperti yang
ditunjukkan
3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor berat badan klien secara rutin
kurang dari kebutuhan tubuh diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 2. Monitor intake/asupan dan asupan cairan yang tepat
berhubungan dengan kebutuhan tubuh pada klien dapat teratasi dengan 3. Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik
ketidakmampuan makan kriteria hasil: dengan klien
Kriteria 4. Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang
Awal 1 2 3 4 5
Hasil disukai bersama dengan ahli gizi
Asupan 5. Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam menentukan
makanan asupan kalori harian yang diperlukan untuk
secara oral mempertahankan berat badan yang sudah ditentukan
Asupan cairan
secara oral
Asupan cairan
intravena
Keterangan:
1 = Tidak adekuat
2 = Sedikit adekuat
3 = Cukup adekuat
4 = Sebagian besar adekuat
5 = Sepenuhnya adekuat
4. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengecekan Kulit
berhubungan dengan diharapkan kerusakan integritas kulit pada klien 1. Periksa kulit dan selaput lender terkait dengan
gangguan sensasi (akibat DM) dapat teratasi dengan kriteria hasil: adanya kemerahan, kehangatan, ekstrim, edema,
Kriteria atau drainase
Awal 1 2 3 4 5 2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur,
Hasil
Suhu kulit edema, dan ulserasi pada ekstremitas
Sensasi 3. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
Tekstur 4. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang
Ketebalan berlebihan dan kelembaban
Elastisitas 5. Monitor infeksi, terutama dari daerah edema
Integritas 6. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa
kulit 7. Ajarkan anggota keluarga/pemberu asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan tepat
Keterangan:
1 = Sangat terganggu Perawatan Luka
2 = Banyak terganggu 1. Angkat balutan dan plester perekat
3 = Cukup terganggu 2. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase,
4 = Sedikit terganggu warna, ukuran, dan bau
5 = Tidak terganggu 3. Ukur luas luka yang sesuai
4. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih
yang tidak beracun dengan tepat
5. Tepatkan area yang terkena pada air yang mengalir,
dengan tepat
6. Berikan perawatan insisi pada luka, yang diperlukan
7. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
8. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
9. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan
drainase
10. Periksa luka setiap kali perubahan baluta
11. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
12. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala infeksi
13. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan tampilan
5. Kerusakan integritas jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Luka
berhubungan dengan diharapkan kerusakan integritas jaringan pada 1. Monitor karakteristik luka, warana, ukuran, dan bau
gangguan sensasi (akibat DM) klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: 2. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih
Kriteria yang tidak beracun, dengan tepat
Awal 1 2 3 4 5
Hasil 3. Berikan perawatan ulkus pada kulit, yang
Sensasi diperlukan
Elastisitas 4. Oleskan salep sesuai dengan kulit atau lesi
Perfusi 5. Pertahan teknik balutan steril ketika melakukan
jaringan perawatan luka
Integritas 6. Bandingkan dan catat perubahan luka
kulit 7. Jelaskan kepada klien dan keluarga terkait kondisi
luka
Keterangan: 8. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam, dengan
1 = Sangat terganggu tepat
2 = Banyak terganggu 9. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan tampilan
3 = Cukup terganggu
4 = Sedikit terganggu
5 = Tidak terganggu
6. Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji pengetahuan keluarga klien terkait kondisi
berhubungan dengan kurang diharapkan defisiensi pengetahuan pada keluarga klien
informasi dan klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: 2. Jelaskan mengenai proses penyakit sesuai
Kriteria kebutuhan
Awal 1 2 3 4 5
Hasil 3. Identifikasi kemungkinan penyebab sesuai
Faktor-faktor kebutuhan
penyebab dan 4. Beri informasi kepada keluarga mengenai
faktor yang perkembangan klien sesuai kebutuhan
berkonstribusi 5. Diskusikan pilihan terapi/penanganan
Tanda dan
gejala awal
penyakit DM
Peran diet
dalam
mengontrol
kadar glukosa
darah
Rencana
makan yang
dianjurkan
Pentingnya
menjaga
kadar glukosa
darah dalam
kisaran target
Keterangan:
1 = Tidak ada pengetahuan
2 = Pengetahuan terbatas
3 = Pengetahuan sedang
4 = Pengetahuan banyak
5 = Pengetahuan sangat banyak
7. Risiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan keperawatan Hiperglikemia Manajemen
glukosa darah dengan factor diharapkan risiko ketidakstabilan kadar glukosa 1. Pantau kadar glukosa darah, seperti yang
risiko kurang kepatuhan pada darah dapat teratasi dengan kriteria hasil: ditunjukkan
rencana manajemen diabetes Kriteria 2. Pantau tanda-tanda dan gejala hiperglikemia :
Awal 1 2 3 4 5 poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, kelesuan,
Hasil
Glukosa darah malaise, mengaburkan visi, atau sakit kepala
Hemoglobin 3. Pantau keton urin, seperti yang ditunjukkan
glikosilat 4. Pantau tekanan darah dan denyut nadi ortostatik,
Fruktosamin seperti yang ditunjukkan
Urin glukosa 5. Kelola insulin, seperti yang ditentukan
Urin keton 6. Dorong asupan cairan oral
7. Berikan cairan IV sesuai kebutuhan
Keterangan: 8. Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala
1 = Deviasi berat dari kisaran normal hiperglikemia menetap atau memburuk
2 = Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal 9. Bantu ambulasi jika hipotensi ortostatik hadir
3 = Deviasi sedang dari kisaran normal 10. Batasi latihan ketika kadar glukosa darah adalah >
4 = Deviasi ringan dari kisaran normal 250 mg/dl, terutama jika keton urin yang hadir
5 = Tidak ada deviasi dari kisaran normal 11. Instruksikan tes urin keton, yang sesuai
12. Berikan bantuan dalam menyesuaikan rejimen
untuk mencegah dan mengobati hiperglikemia
(misalnya, peningkatan insulin atau agen oral),
seperti ditunjukkan
13. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan latihan
Hipoglikemia manajemen
1. Identifikasi paien yang beresiko mengalami
hipogikemia
2. Kenali tanda dan gejala hipoglikemia
3. Monitor kadr glukosa darah sesuai indikasi
4. Monitor tanda dan gejala hipoglikemia (missal,
gemetar, sempoyongan, berkeringat, jantung
berdebar, kecemasan, iritabel, tidak sabaran,
takikardi, palpitasi, menggigil, kikuk, kepala terasa
ringan, pucat, lapar, mual, sakit kepala, kelelahan,
mengantuk, kelemahan,hangat, pusing, pingsan,
pandangan kabur, mimpi buruk, mengais saat tidur,
paresthesia, sulit berkonsentarsi, sulit berbicara,
tidak bisa mengkoordinasikan, perubahan tingkah
laku, kebingungan, koma, kejang)
5. Berikan sumber karbohidrat sederhana, sesuai
indikasi
6. Berikan sumber karbohidrat kompleks, sesuai
indikasi
7. Berikan glucagon sesuai indikasi
8. Berikan glukosa secara intravena sesuai indikasi
BAB 3. ISI JURNAL