Panduan Komunikasi Efektif (Masyarakat)
Panduan Komunikasi Efektif (Masyarakat)
Panduan Komunikasi Efektif (Masyarakat)
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
1. Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi
dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang
lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikirian-
pikiran atau informasi.
2. Proses komunikasi efektif adalah pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerimaan pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu.
Gambar 1.
Gambar 2.
1
3. Komponen komunikasi pokok adalah :
a. Pengirim (komunikator), yaitu orang yang mengkomunikasikan atau
menghubungkan suatu pesan kepada orang lain (dokter, perawat, petugas
admission, dan lainnya). Komunikator yang baik adalah komunikator
yang menguasai materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang
informasi yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi
pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan
(komunikan).
b. Penerima (komunikan), yaitu orang yang menerima pesan (pasien,
keluarga pasien, perawat, dokter, petugas admission, dan lainnya).
c. Media, yaitu sarana komunikasi yang berperan sebagai jalan atau saluran
yang dilalui isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik
yang disampaikan penerima.
d. Berita dapat berupa lisan, tertulis atau keduanya sekaligus. Pada
kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu
saat komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin
terjadi berupa perubahan sikap. Media yang dapat digunakan melalui
telepon, lembar lipat, buklet, video, peraga.
e. Pesan, yaitu berupa gagasan, pendapat dan sebagainya yang sudah
dituangkan dalam suatu bentuk, dan melalui lembaga komunikasi
diteruskan kepada orang lain atau komunikan.
f. Feed back (umpan balik), yaitu respon dari penerima terhadap pesan
yang diterimanya. Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan
kemampuan dalam hal-hal berikut:
1) Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan
menggunakan pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan
terbuka), menjelaskan klarifikasi, parapharase, intonasi.
2) Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
3) Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di
balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata /
kalimatnya, gerak tubuh).
2
4) Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa
tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena
komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka,
dan sikap komunikator.
g. Di samping komponen-komponon pokok tersebut dapat ditambahkan
komponen lainnya seperti :
1) Sumber, asal suatu gagasan atau pendapat yang menjadi suatu pesan.
Sumber bisa berupa lembaga, kejadian, atau diri kita sendiri.
2) Media komunikasi, yang merupakan sarana atau alat-alat atau
saluran-saluran yang dipergunakan untuk menyalurkan pesan yang
akan dikomunikasikan.
3) Kegiatan encoding, artinya menuangkan gagasan atau pendapat
dalam suatu bentuk pesan yang dinyatakan oleh komunikator kepada
komunikan.
4) Kegiatan decoding, artinya kegiatan untuk memahami suatu pesan
yang diterima oleh komunikan dari komunikator.
5) Tujuan yang berupa komunikan, bisa merupakan hadirin, massa, atau
kelompok, atau pula perseorangan.
4. Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami
oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalahpahaman).
5. Komunikasi efektif via telepon adalah komunikasi melalui telepon yang
dilakukan tepat waktu, secara akurat , lengkap ,jelas, dimengerti ,tidak
duplikasi ,dan tepat kepada penerima informasi untuk mengurangi kesalahan
dan untuk meningkatkan keselamatan pasien.
6. Pelaporan nilai kritis hasil laboratorium adalah cara melaporkan hasil
laboratorium yang nilainya memiliki resiko besar akan menimbulkan masalah
dan harus segera dilaporkan.
3
1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Beberapa faktor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan
memelihara otoritas yang obyektif dalam organisasi, menurut pendapat Barnard
(1968,175-181) adalah :
1. Saluran komunikasi harus diketahui secara pasti
2. Harus ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi
3. Jalur komunikasi seharusnya langsung dan sependek mungkin
4. Garis informasi formal hendaknya dipergunakan secara normal
5. Orang-orang yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah
orang-orang yang berkemampuan cakap
6. Setiap komunikasi haruslah disahkan
7. Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisingan akan
mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising
yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat
pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima.
8. Kejelasan pesan.
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi.
Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan
sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi
tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi
pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu,
komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada
komunikan, dapat dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan
kalimat yang jelas.
Perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi adalah merupakan unsur
pokok dalam proses komunkasi. Komunikasi sendiri merupakan usaha untuk
mengubah perilaku.
4
BAB II
RUANG LINGKUP
5
tertulis.Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah
diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telepon, bila diperbolehkan
peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon
unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera / cito.
Profesional kesehatan seharusnya mempunyai kemampuan yang cukup
untuk berkomunikasi dengan keluarga pasien. Hal tersebut dapat meminimalkan
terjadinya miskomunikasi akibat dari mispersepsi yang berdampak terhadap
pelayanan rumah sakit. Dampak tersebut tidak hanya dari segi material tapi juga
citra pelayanan rumah sakit semakin menurun.
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), komunikasi efektif dokter
pasien adalah pengembangan hubungan dokter pasien secara efektif yang
berlangsung secara efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau
pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerjasama
antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non
verbal akan menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya,
peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternative
untuk mengatasi permasalahnnya (KKI, 2006).
Tenaga kesehatan harus memperhatikan hak pasien termasuk hak
menerima informasi secara jelas sehingga pasien dan keluarganya akan merasa
puas terhadap pelayanan yang diberikan. Pasien yang puas merupakan aset yang
sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan
pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka
akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman
buruknya.
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit
harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang
lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaik-
baiknya, termasuk melakukan komunikasi terhadap pelanggan dalam hal ini
6
adalah pasien dengan mempertimbangkan latar belakang budaya sehingga keluhan
negative terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan.
Bentuk-bentuk komunikasi adalah
1. Komunikasi yang bersifat informasi (asuhan)
Komunikasi yang bersifat informasi (asuhan) di dalam rumah sakit adalah :
a. Jam pelayanan, berupa informasi tertulis di tempat-tempat tertentu,
public area, leaflet, lisan oleh frontliner
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan, berupa komunikasi lisan oleh petugas front
office, IGD, semua titik-titik unit frontliner
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui custumer service, admission,
website.
2. Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi) di dalam rumah sakit
dan masyarakat adalah
a. Edukasi tentang obat
b. Edukasi tentang penyakit
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit
e. Edukasi tentang gizi.
7
3. Media yang digunakan. Apakah hanya berbicara? Apakah percakapan
dilakukan secara tatap muka atau melalui telepon, menggunakan lembar lipat,
buklet, vcd, peraga.
4. Penerima (yang diberi informasi). Bagaimana karakternya? Apa
kepentingannya? (langsung, tidak langsung).
Keempat unsur ini masih perlu dilengkapi dengan umpan balik. Dokter
sebagai sumber atau pengirim pesan harus mencari tahu hasil komunikasinya (apa
yang dimengerti pasien?).
Sejalan dengan keterampilan yang termuat dalam empat unsur ditambah
umpan balik tersebut, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut:
1. Cara berbicara, termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi,
parafrase,intonasi.
2. Mendengar, termasuk memotong kalimat.
3. Cara mengamati (observasi), agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan pasien (bahasa tubuh) agar tidak
mengganggu komunikasi, misalnya karena pasien keliru mengartikan gerak
tubuh, raut muka dan sikap dokter.
8
2.2 Komunikasi Dengan Masyarakat
1. Populasi masyarakat
Untuk daerah sasaran rumah sakit populasi yang ada meliputi masyarakat
umum tanpa mempunyai asuransi, masyarakat dengan peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan yaitu peserta
ex. Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan TNI/Polri), pasien kesecelakaan
dengan menggunakan asuransi Jasa Raharja, dan pasien peserta Asuransi
Kesehatan lain seperti Garda Medika Asuransi, Asuransi Sinarmas dll serta
perusahaan-perusahaan swasta yang bekerjasama (PKS) dalam pelayanan
kesehatan bagi karyawan.
2. Strategi
Komunikasi dilakukan melaui radio, banner, spanduk dan komunikasi
langsung ke masyarakat dan perusahaan-perusahaan.
3. Isi informasi
Informasi yang disampaikan adalah jenis pelayanan yang terdapat di
rumah sakit, jam pelayanan dan bagaimana akses pelayanan dari
masyarakat ke rumah sakit termasuk kualitas pelayanan yang diberikan.
9
BAB III
TATA LAKSANA
10
diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka
tertentu yang dimaksud dokter mengalami panas
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa
yang berbeda menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan
intensitas radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada
perbedaan diagnosis maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter
sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah
interpretasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti
sampai pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru
dapat dikatakan lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari
penerima yang meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai
(penerima pesan memahami sesuai yang diharapkan)
Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk
penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala
Ilness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu
merupakan pegalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi
kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya apa, apa yang
dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998)
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut
pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien
(doctor-patient relationship), keduanya berada dalam level yang sejajar dan
saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
11
Di Dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah
dikembangkan oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat
sederhana dan aplikatif.
1 3
2 3
12
2. Komunikasi Efektif Perawat-Pasien
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, komunikasi merupakan salah
satu faktor penting dimana terjadi proses pertukaran informasi secara verbal
dalam pertemuan tatap muka antara perawat dengan pasien. Kemampuan
dalam melakukan komunikasi interpersonal yang efektif akan menentukan
kualitas asuhan yang diberikan.
Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatan perawat selalu
menggunakan komunikasi verbal, oleh karena itu perawat harus memahami
hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian,
perumusan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilaksanakan oleh petugas admisi/registrasi dan perawat untuk
mengumpulkan data pasien yang diperlukan sebagai dasar pelaksanaan
proses keperawatan pada tahap selanjutnya. Data pasien diperoleh dari :
1) Wawancara
a) Wawancara Admisi
Wawancara ini dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit
dengan tujuan mendapatkan data umum dan data pasien
b) Wawancara riwayat hidup
Wawancara ini dilakukan perawat untuk mendapatkan informasi
tentang keluhan dan riwayat kesehatan pasien serta perjalanan
penyakitnya. Tujuan melakukan wawancara ini adalah untuk
mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi
acuan rencana tindakan keperawatan.
c) Wawancara terapetik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu
pasien mengidentifikasi masalahnya.Wawancara ini memberikan
peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan,
13
mengenal dan mengetahui masa lalunya. Wawancara terapetik
banyak digunakan oleh profesional kesehatan seperti perawat,
dokter, psikolog dan psikiater.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan diagnostik
4) Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
14
wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu
menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.
c) Kelemahan fungsi kognitif
Adanya gangguan/kelemahan pada fungsi kognitif dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan
memahami bahasa. Dalam mengkaji pasien ini perawat harus dapat
menilai respon baik secara verbal maupun non verbal yang
disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
d) Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung
dengan organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh
pada proses komunikasi.
c. Tahap Perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien
diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk
menentukan alternatif rencana keperawatan yang akan diterapkan,
misalnya sebelum memberikan makanan kepada pasien, perawat harus
terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana
tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar
tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan dapat
dilaksanakan secara teratir dan efektif.
15
d. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan
komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien.
Pada sat menghadapi pasien perawat perlu:
1) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar
tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi
2) Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan
perawat
3) Fokus pada pasien
4) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam
mengikuti tindakan keperawatan yang dilakukan
5) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk
mendapatkan informasi dari pasien. Perawat lebih
banyakmendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan
menimbulkan kepercayaan pasien pada perawat.
6) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan
7) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien
8) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap
pasien
9) Bersikap tenang selama berada didepan pasien.
16
2) Penerima pesan mencatat isi pesan (CATAT)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima
pesan harus mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
3) Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas penerima
pesan (BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali
pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan
pesan dapat diterima dengan baik.
4) Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada
pemberi pesan (KONFIRMASI)
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan kembali
oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut
masih ada yang kurang atau salah.
17
maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih
informatif dan terstruktur.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang
memerlukan perhatian dan tindakan segera. Tekhnik SBAR terdiri dari unsur
Situation, Background, Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya SBAR
merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang
terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan
dokter harus mengambil tindakan. Empat (4) Unsur SBAR yaitu:
1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini yang terjadi pada pasien
2. Background
Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini
3. Assessment
Hasil pengkajian kondisi pasien terkini
4. Recommendation
Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M, dkk,
2006)
Situation (S) Sebutkan nama anda dan unit
Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar
pasien
Sebutkan masalah pasien tersebut
(misalnya sesak nafas, nyeri dada, dll)
Background (B) Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien
sesuai kebutuhan
Status kardiovaskuler (Nyeri dada, tekanan
darah,EKG, dsb)
Status respirasi (Frekuensi pernafasan, SpO2,
18
analisa gas darah, dsb)
Status gastrointestinal (Nyeri perut,
perdarahan,dsb)
Neurologis (GCS, Pupil)
Hasil laboratorium/pemeriksaan penunjang
lainnya
Assessment Sebutkan problem pasien tersebut
Problem kardiologi
Problem gastro-intestinal
Recommendation Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan)
Saya meminta dokter untuk :
Memindahkan pasien ke ICU
Segera datang melihat pasien
Mewakilkan dokter lain untuk datang
Konsultasi ke dokter lain
Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan:
Foto rontgen
Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan EKG
Pemberian oksigenasi
Beta 2 agonis nebulizer
19
2) Standing Bunner tentang himbauan kesehatan
3) Baliho tentang pelayanan rumah sakit
4) Sign Box dan Neon Box
a) Pelayanan UGD 24 Jam
b) Jadwal Poli Spesialis
c) Neon Box Pelayanan Rumah Sakit
5) Iklan di Radio mengenai pelayanan rumah sakit.
6) Brosur dan flayer
a) Brosur tentang pelayanan rumah sakit
b) Flayer Gizi
c) Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit
b. Komunikasi langsung
1) Talkshow dokter umum di Radio
2) Penyuluhan kesehatan dalam safari kesehatan ke masyarakat
sekitar/perusahaan
3) Kegiatan Edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia
4) Seminar kesehatan
20
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission
ketika menerima pasien:
a) Berdiri ketika pasien datang
b) Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (selamat
pagi/siang/sore/malam, saya(nama))
c) Mempersilahkan pasien duduk
d) Menanyakan nama pasien (Maaf, dengan bapak/ibu?)
e) Tawarkan bantuan kepada pasien (Ada yang bisa dibantu
Bpk/Ibu.(nama))
f) Menciptakan suasana yang nyaman (Isyarat bahwa punya cukup
waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan,
menghindari tampak lelah)
g) Menilai suasana lawan bicara
h) Memperlihatkan sikap non verbal (raut wajah, mimik, gerak/bahasa
tubuh dari pasien)
i) Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan
makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan
j) Memberikan informasi yang diperlukan pasien
k) Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan
apakah mau dibantu untuk dibuatkan perjanjian
l) Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi
yang tidak perlu
m) Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang
disampaikan
n) Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebaginya maka dokter
tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang
o) Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (ada lagi yang bisa
kami bantu bpk/ibu?)
p) Mengucapkan salam penutup (terima kasih atas waktunya bpk/ibu.
Apa bila adalagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani penuh cinta
kasih)
21
q) Berdiri ketika pasien pulang
22
c) Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau
depresi) maka proses komunikasi edukasinya juga dapat
disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti brosur dan
menyarankan pasien untuk membacanya.
3) Tahap Verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga
mengenai kejelasan dan pemahaman edukasi yang diberikan:
a) Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik
dan senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan
b) Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka veriikasi
dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada keluarganya
dengan pertanyaan yang sama, yaitu Apakah Bpk/Ibu bisa
memahami materi edukasi yang kami berikan?
c) Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah,
depresi) maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara
menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien telah
mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur.
Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang langsung
ke kamar pasien setelah pasien tenang
23
3.2 Pelaksanaan Komunikasi Efektif
1. Komunikasi Efektif di Ruang Pendaftaran
Pendaftaran dapat dilakukan oleh pasien melalui 2 (dua) cara, yaitu :
a) Melalui telepon
Komunikasi yang dilakukan melalui telepon, dimana saat mendaftar
pasien diminta menyebutkan namadokter yang dituju, nama pasien dan
nomor rekam medis oleh petugas operator. Petugas operator akan
mengkonfirmasi apa yang didengarnya untuk input pendaftaran.
Dalam melakukan konfirmasi, komunikan terkadang menghadapi
kesulitan menuliskan sesuatu informasi sehingga harus menjabarkan
hurufnya satu per satu dengan menggunakan alfabeth, sebagai berikut :
Kode Alfabet Internasional (Sumber : Wikipedia)
24
b) Datang langsung
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali harus
dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja
untuk mendaftar. Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi
satu diarahkan ke tempat yang sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan.
Kontak awal dengan rumah sakit ini, perlu disambut dengan 5S (senyum,
sambut, sapa, salam, Santun ) oleh petugas pendaftaran. Sambutan
tersebut berupa salam hangat yang dapat membuat mereka merasa
tentram berada di rumah sakit. Di tempat tersebut, pasien akan ditanya
keperluannya dan akan diarahkan sesuai dengan keperluan yang dituju.
25
Konsultasi yang dilakukan secara individual dilakukan dengan sikap
profesional, menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), sikap profesional
ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya yang
merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara
efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-
menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di
akhir konsultasi.
26
Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta
mengubah sikap dan perilaku pasien, juga sebagai sarana komunikasi
yang berfungsi sebagai sosialisasi kepada pasien-pasien.
Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau
media komunikasi seperti flipchart, poster, standing banner, laptop dan
LCD untuk menayangkan gambar atau film. Di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Puri Betik Hati konseling berkelompok dilakukan melalui senam
hamil, kursus prapersalinan dan kursus perawatan bayi.
Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap adalah
para penjenguk (pembesuk). Agar para penjenguk tertib, dapat disediakan
ruang tunggu yang dilengkapi dengan poster dan leaflet tentang
pendidikan kesehatan secara gratis atau televisi yang menayangakan
berbagai pesan kesehatan dari VCD/DVD player, sehingga diharapkan
para penjenguk memperoleh informasi yang nantinya dapat disampaikan
kepada pasien yang akan dibesuknya.
27
b. Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah
melalui tahap asesmen pasien, di temukan :
1) Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka
proses komunikasinya mudah disampaikan.
2) Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna
rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga sekandung (istri,
anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada
mereka.
3) Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional
pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif
adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien
membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi,
pasien bisa menghubungi medical information.
c. Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan
memahami edukasi yang diberikan:
1) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan
adalah: menanyakan kembali eduksi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: Dari materi edukasi yang telah disampaikan,
kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?.
2) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah
dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: Dari
materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu
bisa pelajari ?.
3) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya
adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti
tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan
28
ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah
pasien tenang.
29
BAB IV
DOKUMENTASI
30
dengan pasien tidaklah terbatas hanya pada diri seorang dokter semata melainkan
juga melibatkan semua jenjang yang dilalui pasien. Dokter perlu memasukkan
semua pihak yang ikut berperan dalam upaya penyembuhan atau perawatannya
agar komunikasinya bisa efektif. Tidak semua informasi yang diperlukan pasien
bisa dituntaskan oleh dokter di ruang praktiknya.
Penyediaan media pendukung komunikasi, yaitu media cetak seperti
lembar balik (flipchart), lembar lipat (leaflet), poster, selebaran (flyer), buklet dan
media elektronik (vcd) akan sangat membantu efektivitas komunikasi.
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit
harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang
lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jasa pelayanan
dengan sebaik-baiknya, termasuk melakukan komunikasi terhadap pelanggan
dalam hal ini adalah pasien dengan mempertimbangkan latar belakang budaya
sehingga keluhan negatif terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan.
Selain itu, apabila setiap profesi kesehatan memegang teguh kode etik
profesi yang telah dirumuskan oleh masing-masing profesi dan menerapkannya di
dalam pemberian pelayanan kepada pasien maka komplain tidak akan terjadi.
Disamping itu, setiap profesi kesehatan harus meningkatkan motivasi internalnya
untuk menolong sesama manusia. Tidak sekedar motivasi material tapi juga
keikhlasan berbuat menolong sesama manusia dalam rangka beribadah kepada-
Nya.
31
BAB V
PENUTUP
32